Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

JENIS-JENIS ORGANISASI KURIKULUM


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu: Guntur Cahyono, M.Pd.

Disusun oleh:
Zacky Ananta Fikrie (23010180120)
Ridho Hafidz Satrio (23010180132)
Vina Hidayati (23010180134)
Dhesty Aulia Budiani (23010180136)
Maulina Putri Yupitasari (23010180139)
Anis Fitriyah (23010180233)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
A. Pendahuluan
Menurut Nasution dalam (Sugiana, 2018: 91), kurikulum merupakan alat
yang sangat penting bagi keberhasilan peserta didik. Tanpa kurikulum yang
sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang
diinginkan. dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat
diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai
secara maksimal Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan
kurikulum adalah aspek yang berkaitan dengan organisasi kurikulum.
Organisasi kurikulum merupakan salah satu aspek yang perlu dipahami
dalam pengembangan kurikulum. Organisasi kurikulum berkaitan dengan
pengaturan bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki dampak terhadap
masalah administratif pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam jenis-jenis
organisasi kurikulum ini kita akan memperoleh sedikit gambaran bagaimana
seharusnya pola kurikulum yang sebaiknya dilaksanakan dalam lembaga
pendidikan dengan tetap mempertimbangkan minat, bakat, dan kemampuan
sisea yang ada. Dengan pemilihan bentuk organisasi yang tepat akan
mempermudah proses pembelajaran dan dengan hasil yang optimal sesuai
harapan (At-Tubany, dkk, 2017: 53).
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan pelajaran disusun
dan disampaikan kepada murid-murid, organisasi kurikulum merupakan suatu
dasar yang penting sekali dalam pembinaan kurikulum dan berhubungan erat
dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk
kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara
penyampaiannya kepada murid-murid. Organisasi kurikulum tertentu sangat
mempengaruhi bentukbentuk pengalaman apakah yang akan disajikan kepada
anak-anak, dan tentunya akan mempermudah dalam mencapai tujuan
pendidikan. (Sugiana, 2018: 91-92).
B. Pengertian Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum adalah pola dan susunan komponen-komponen
kurikulum yang diorganisasi menjadi mata pelajaran, program, lessons, topik,
unit yang tujuannya untuk mempermudah siswa memahami apa yang diajarkan

2
sehingga menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut Jhon D.
McNeil, tidak ada teori organisasi kurikulum yang dapat dianggap memadai.
Sekalipun demikian, terdapat beberapa konsep dan prinsip yang dapat
diterapkan dalam teori dan praktik. Para pengembang kurikulum diharapkan
dapat mengembangkan berbagai program pendidikan yang lebih bersifat
komprehensif, konsisten, dan efektif (Sugiana, 2018: 259).
Organisasi kurikulum adalah susunan komponen kurikulum, seperti konten
kurikulum, kegiatan dan pengalaman belajar, yang diorganisasi menjadi mata
pelajaran, program, lessons, topik, unit, dan sebagainya untuk mencapai
efektivitas pendidikan (Ansyar 2015, 371). Organisasi kurikulum merupakan
asas yang sangat penting bagi proses pengembangan kurikulum dan
berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, menentukan isi bahan
pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan pembelajaran,
menentukan bentuk pengalaman yang akan disajikan kepada terdidik dan
menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum
(Sukiman, 2015: 58).
Organisasi kurikulum merupakan bentuk penyusunan bahan pelajaran
yang akan diajarkan atau disampaikan kepada murid atau merupakan suatu cara
menyusun bahan atau pengalaman belajar yang ingin dicapai dengan tujuan
mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudan
siswa dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran dicapai
secara efektif (Rusman, 2017: 179).
Organisasi kurikulum juga merupakan suatu dasar yang penting sekali
dalam pembinasaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program
pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan
bahan pelajaran, urutannya dan cara menyajikannya kepada murid-murid. Pada
prinsipnya organisasi kurikulum disusun untuk memperudan proses
pembelajaran kepada siswa agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif
dan optimal (At-Taubany dkk, 2017: 53-54).
C. Unsur-Unsur dalam Organisasi Kurikulum

3
Menurut Arifin dalam (Sugiana, 2018: 94), unsur-unsur yang terdapat dalam
organisasi kurikulum, yaitu:
1. Konsep, yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan
adanya hubungan empiris. Hampir setiap bentuk organisasi kurikulum
dibangun berdasarkan konsep, seperti peserta didik, masyarakat,
kebudayaan, kuantitas, dan kualitas, ruangan, dan evolusi.
2. Generalisasi, yaitu kesimpulan-kesimpulan yang merupakan kristalisasi dari
suatu analisis. Kita harus membedakan antara kesimpulan dan rangkuman.
Banyak orang yang keliru dalam menarik kesimpulan karena apa yang
dilakukannya adalah membuat rangkuman. Misalnya, setiap orang baik
sebagai subjek maupun sebagai objek berprilaku secara manusiawi.
3. Keterampilan, yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi kurikulum
dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun program yang
berkesinambungan. Misalnya, organisasi pengalaman belajar berhubungan
dengan keterampilan komprehensif, keterampilan dasar untuk mengerjakan
matematika, dan keterampilan menginterpretasikan data.
4. Nilai-nilai, yaitu norma atau kepercayaan yang diagungkan, sesuatu yang
bersifat absolut untuk mengendalikan perilaku. Misalnya, menghargai diri
sendiri, menghargai kemuliaan dan kedudukan setiap orang tanpa
memperhatikan ras, agama, kebangsaan, dan status sosial-ekonomi
D. Faktor-Faktor dalam Organisasi Kurikulum
Ada bebepara faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan organisasi
kurikulum (Lismina, 2017: 84-85), yaitu:
1. Ruang lingkup (Scope)
Merupakan keseluruhan materi pelajaran da pengalaman yang harus
dipelajari siswa. Ruang lingkup bahan pelajaran sangat tergantung pada
tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
2. Urutan bahan (Sequence)
Berhubungan dengan urutan penyusunan bahan pelajaran yang akan
disampaikan kepada siswa agar proses belajar dapat berjalan dengan lancar.

4
Urutan bahan meliputi dua hal yaitu urutn isi bahan pelajaran dan urutan
pengalaman belajar yang memerlukan pengetahuan tentang perkembangan
anak dalam menghadapi pelajaran tertentu.
3. Kesinambunga (Continuity)
Berhubungan dengan kesinambungan bahan pelajaran tiap mata pelajaran,
pada tiap jenjang sekolah da materi pelajaran yang terdapat dalam mata
pelajaran yang bersangkutan. Kontinuitas ini dapat bersifat kuiantitatif dan
kualitatif.
4. Keseimbangan (Balance)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan bagaimana semua mata
pelajaran itu mendapat perhatian yang layak dalam komposisi kurikulum
yang akan diprogramkan pada siswa. Keseimbangan dalam kurikulum dapat
ditinjau dari dua segi yakni kesinambungan isi atau apa yang dipelajari, dan
keseimbangan cara atau proses belajar.
5. Integrasi atau keterpaduan
Berhubungan dengan bagaimana pengetahuan dan pengalaman yang
diterima siswa mampu memberi bekal dalam menjawab tantangan hidupnya,
setelah siswa enyelesaikan program pendidikan disekolah.
6. Waktu (Times)
Kurikulum akhirnya harus dituangkan dalam bentuk mata pelajaran
atau kegiatan belajar beserta waktu yang disediakan untuk masing-masing
mata pelajaran. Disini dihadapi masalah distribusi atau pembagian waktu
yang harus menjawab pertanyaan seperti berapa tahun suatu mata
pelajaran harus diberikan, berapa kali seminggu dan berapa lama tiap mata
pelajaran. Maka karena itu distribusi waktu kebanyakan didasarkan atas
tradisi pengalaman, atau pertimbangan para pengembang kurikulum.
E. Prosedur Pengorganisasian Kurikulum
Menurut Hamalik dalam (Lismina, 2017: 77-79), dalam pengorganisasian
kurikulum terdapat beberapa prosedur, meliputi:
1. Prosedur Pembelajaran

5
Pemilihan isi kurikulum didasarkan atas materi yang terkandung di dalam
buku pelajaran atau sejumlah buku pelajaran yang telah di pilih oleh sebuah
panitia tertentu.
2. Prosedur survey pendapat
Pemilihan dan pengorganisasian isi kurukulum di lakukan dengan jalan
mengadakan survey atau penelitian terhadap pendapat berbagai pihak.
3. Prosedur studi kesalahan
Prosedur ini di laksanakan dengan jalan mengadakan analisis terhadap
kesalahan, kekeliruan, kelemahan atau kebaikan atas hasil-hasil atau
pengalaman kurikuler.
4. Prosedur mempelajari kurikulum lainnya
Prosedur ini dapatdisamakan dengan metode tambal sulam dengan
mempelajari metode sekolah lain, guru atau sekolah dapat menetapkan atau
menentukan isi kurikulum untuk sekolahnya sesuai dengan tujuan.
5. Prosedur analisis kegiatan orang dewasa
Melalui prosedur ini terlebih dahulu di adakan studi terhadap kegiatan-
kegiatan dalam kehidupan untuk menemukan sejumlah kegiatan yang di
perkirakan berguna untuk di pelajari oleh para siswa di sekolah. Kegiatan
yang di analisis adalah yang berkenaan dengan pekerjaan atau jabatan.
6. Prosedur fungsi social
Prosedur ini bertalian dengan prosedur analisis kegiatan masyarakat.
Masyarakat melakukan banyak fungsi social dalam kehidupannya yang
bermacam ragam dan bentuknya, dan berada dalam daerah kehidupan
tertentu, fungsi yang telah di tentukan, di klasifikasikan menjadi sejumlah
area of living.
7. Prosedur minat kebutuhan
Menurut prosedur ini, minat dan kebutuhan juga melibatkan persistent
problem, tetapi scope dan sequence-nya di dasarkan atas siswa dan
berkenaan dengan fungsi-fungsi personal dan sosial.
F. Jenis-Jenis Organisasi Kurikulum
1. Mata Pelajaran Terpisah (Separated-subject Curriculum)

6
a. Definisi Separated-subject Curriculum
Merupakan salah satu jenis organisasi kurikulum yang didalamnya
beberapa mata pelajaran terpisah-pisah, proses pengajarannya dilakukan
secara sendiri-sendiri tanpa mengaitkan hubungan mata pelajaran satu
dengan yang lain. (Hamdi, 2017: 9). Proses pelaksanaan pembelajaran
yang menggunakan kurikulum jenis ini kurang dalam memperhatikan
aktifitas dari peserta didik dikarenkan yang lebih dianggap penting
adalah informasi yang didapatkan oleh peserta didik dapat di hafal
ataupun dapat dipahami dengan baik. (Kamus, 2020: 36).
Jenis kurikulum seperti ini banyak sekali digunakan dari jenjang
sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi dikarenakan sejak awal
kurikulum jenis ini dirancang secara sistematis dan teratur. Dalam hal ini
umumnya peserta didik lebih banyak dalam membuat rangkuman
ataupun lebih dominan menghafal dibandingkan dengan metode diskusi
dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik lebih mengetahui dan memahami pengetahuan yang telah
dipelajarinya. (Sugiana, 2018: 264).
Rusman dalam (Sugiana, 2018: 265). Mata pelajaran kurikulum di
dalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya
bertanggung jawab pada mata pelajaran yang diberikannya. Walaupun
mata pelajaran itu diberikan oleh guru yang sama, hal itu juga
dilaksanakan secara terpisah-pisah. Karena organisasi bahan atau isi
kurikulum berpusat pada mata pelajaran secara terpisah-pisah.
Contohnya, mata pelajaran biologi, geografi, kimia, fisika, sejarah,
berhitung,dan lain sebagainya.
b. Ciri-Ciri Separated-subject Curriculum
1) Sesuai dengan namanya maka terdiri dari masing-masing pelajaran
yang terpisah dan tidak ada kaitan antara mata pelajaran satu dengan
mata pelajaran yang lain.
2) Untuk penilaian dalam kurikulum jenis ini lebih diarahkan kepada tes.

7
3) Kurikulum jenis ini tidak memperhatikan pada apa yang menjadi
bakat, minat dan apa yang dibutuhkan peserta didik.
4) Dalam proses penyelenggaraan pendidikan, yang berperan aktif adalah
guru. Artinya kemungkinan dalam hal ini para peserta didik bersifat
pasif.
5) Masing-masing mata pelajaran mempunyai waaktu dan konsep
masing- masing yang harus diserap oleh peserta didik (Lismina, 2018:
96).
c. Kelebihan Separated-subject Curriculum
1) Dengan adanya pemisahan ini maka, sejumlah materi yang telah
dikuasai peserta didik ini telah tersusun secara sistematis sesuai
dengan panduan yang ada.
2) Setelah pelaksanaan pembelajaran jenis ini mudah untuk dites dan
dievaluasi.
3) Dapat diterapkan di semua jenjang pendidikan baik dari jenjang
sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi.
4) Bagi seorang guru saat menggunakan kurikulum jenis ini akan sangat
mempermudah baik dalam segi pengajarannya karena konsep awal
yang terstruktur (Lismina, 2018: 97).
d. Kekurangan Separated-subject Curriculum
1) Dengan pemisahan bahan ajar yang disampaikan membuat tidak
adanya hubungan mata pelajaran satu dengan mata pelajaran yang
lainnya.
2) Dilihat dari segi pembelajarannya, para peserta didik cenderung pasif
karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja.
3) Materi atau bahan yang akan diajarkan kepada peserta didik tidak
actual atau tidak mengangkat persoalan yang sedang terjadi.
4) Dalam pelaksanaan proses pembelajaran cenderung tidak
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan siswa. Selain itu apa
yang menjadi bakat dan minat siswa kurang begitu diperhatikan.

8
5) Kurikulum jenis ini membuat peserta didik menjadi statis dan kurang
dalam beronivasi atau berkreatifitas.
6) Karena kurikulum disini sudah sistematis maka dalam pelaksanaannya
dalam kegiatan pembelajaran akan terus dilaksanakan tanpa
menyesuaikan kondisi fisik serta kejiwaan para peserta didik
(Lismina, 2018: 97).
2. Mata Pelajaran Gabungan (Correlated Curriculum)
a. Definisi Correlated Curriculum
Suatu sekolah atau lembaga pendidikan pasti pernah mendapati
keterpisahan antara mata pelajaran satu dengan pelajaran yang lain.
Melihat adanya keterpisahan antar mata pelajaran, ada upaya baru untuk
menghubungkan berbagai mata pelajaran agar para peserta didik lebih
mudah memperoleh pemahaman. Ini bisa disebut kurikulum mata
pelajaran gabungan. Apa itu kurikulum mata pelajaran gabungan? Yaitu
kurikulum yang disusun dengan pola korelasi atau saling berhubungan
sehingga mempermudah pemahaman peserta didik dengan tetap
memperhatikan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut (Aprilia,
2020: 215).
Melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain,
akan membuat minat murid bertambah. Korelasi memberikan pengertian
yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut,
dengan korelasi maka, yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-
prinsip bukan pengetahuan atau fakta, dengan begitu lebih
mmeungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-
murid (Lismina, 2018: 99-100).
Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-
kelemahan sebagai akibat pemisalahn amata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi
guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu
(Suparman, 2020: 43).
b. Macam-Macam Correlated Curriculum

9
1) Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan, fakta-fakta
sejarah disajikan melalui penulisan karangan sehingga menambah
kemungkinan menikmati bacaannya oleh siswa.
2) Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat dilihat pada penggunaan
generalisasi yang berlaku dua atau lebih mata pelajaran. Misal
psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu Pengetahuan
Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalaam
psikologi untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial.
3) Korelasi normatif, hampir sama dengan korelasi deskriptif,
perbedaannya terletak pada prinsipnya yang bersifat moral sosial.
Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan prinsip-
prinsip moral sosial dan etika (Lismina, 2018: 99).
c. Ciri-ciri Correlated Curriculum
1) Berbagai mata pelajaran di korelasikan satu dengan yang lainnya.
2) Sudah mulai mengusahakan penyesuaian pelajaran dengan minat dan
kemampuan para siswa, meski pelayanan terhadap perbedaan
individual masih sangat terbatas.
3) Merelevansikan pelajaran dengan permasalahan kehidupan sehari-
hari.
4) Penilaian lebih difokuskan kepada domain cognitive, kendati
pun domain lain sudah mulai dikembangkan.
5) Meskipun guru masih memegang peran penting, namun aktivitas
siswa mulai dikembangkan (Lismina, 2018: 100).
d. Kelebihan Correlated Curriculum
1) Keterhubungan mata pelajaran, walau hanya beberapa mata pelajaran
2) Memberikan wawasan yang luas dalam ruang lingkup studi.
3) Menambah minat siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang
berkorelasi (At-Taubany, dkk, 2017: 58).
e. Kekurangan Correlated Curriculum
1) Bahan pelajaran yang diberikan kurang sistematis.

10
2) Kurang menggunakan bahan pelajaran yang actual dan langsung
berhubungan dengan kehidupan nyata siswa.
3) Kurang mmperhatikan bakat, minat dan kebutuhan siswa.
4) Bahan pelajaran yang disampaikan terlalu abstrak. (Aslan dan
Wahyudin, 2020: 222).
3. Fusi Mata Pelajaran (Broad Field Curriculum)
a. Definisi Broad Field Curriculum
Menurut Idi dalam (At-Taubany, dkk, 2017: 58), fusi mata
pelajaran atau dikenal juga dengan istilah broad-fields curriculum adalah
jenis organisasi kurikulum yang menghapuskan batas-batas mata
pelajaran dan menyatukan mata pelajaran yang memiliki hubungan erat
dalam satu kesatuan, tujuannya adalah agar para pendidik mengerti
jenos-jenis arto perkembangan kebudayaan yang efektif, manfaat yang
didapat dari berbagai ragam disiplin ilmu, dan upaya mendidik anak agar
menghasilkan anak yang civilled.
Broad-field curriculum pada dasarnya merupakan pengembangan
dari model Correlated Curriculum dengan menghilangkan batas mata
pelajaran dengan cara disatukan (fusi) dan difungsikan, yaitu dengan
menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran tersebut. Broad-
field curriculum merupakan bentuk organisasi kurikulum yang dibuat
dengan melebur mata pelajaran sejenis ke dalam satu pelajaran. Batas-
batas mata belajaran itu menjadi kabur (Suryadi, 2020: 78).
b. Macam-macam Broad Field Curriculum
Beberapa disiplin ilmu sejenis disatukan dalam satu mata pelajaran
tertentu, dalam sistem pendidikan formal atau persekolahan dikenal lima
macam Broad Field Curriculum, yaitu:
1) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), peleburan dari mata pelajaran
ekonomi, koperasi, sejarah, geografi, akuntansi, hukum, dan
sejenisnya.
2) Bahasa, peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis,
mengarang, emnyimak, sastra, apresiasi, dan pengetahuan bahasa.

11
3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), peleburn dari mata pelajaran fisikan,
biologi, kimia, astronomi (IPBA), dan kesehatan.
4) Matematika, peleburan dari berhitung aljabar, aritmetika, ilmu ukur
sudut, bidang, ruang, geometri, dan statistik.
5) Kesenian, peleburan dari seni tari, seni musik, seni suara, seni lukis,
seni pahat, dan seni drama (At-Taubany, dkk, 2017: 58-59).
c. Ciri-Ciri Broad Field Curriculum
Arifin dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum yang dikutip oleh (Sugiana, 2018: 267), ciri-ciri kurikulum
bidang studi antara lain:
1) Kurikulum terdiri atas bidang studi yang merupakan perpaduan
beberapa mata pelajaran yang serumpun dan memiliki ciri-ciri yang
sama.
2) Bahan pelajaran bertitik tolak pada suatu ini masalah (core subject)
tertentu, kemudian dijabarkan menjadi pokok bahasan.
3) Bahan pelajaran disusun berdasarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
4) Strategi pembelajaran bersifat terpadu.
5) Guru berperan sebagai guru bidang studi.
6) Penyusunan kurikulum mempertimbangkan minat, masalah,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
d. Kelebihan Broad Field Curriculum
1) Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada peserta didik,
yang mana dalam pelajaran disoroti dari berbagai bidang dan disiplin
ilmu.
2) Menambah minat peserta didik terhadap adanya hubungan antara
berbagai mata pelajaran.
3) Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan lebih mudah dengan
penguraian dan penjelasan dari berbagai mata pelajaran.
4) Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada
pengetahuan (Lismina, 2018: 100-101).

12
e. Kekurangan Broad Field Curriculum
1) Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan
kebutuhan minat siswa, demikian juga masalah-masalah yang
dikemukakan tidak berkenan secara langsung dengan kehidupan
sehari-hari yang dialami siswa.
2) Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis
pada berbgai mata pelajaran.
3) Urusan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan
sistematis.
4) Kebanyakan di antara para guru tidak atau kurang menguasai antar
disiplin ilmu, sehingga dapat mengaburkan pemahaman siswa (At-
Taubany, dkk, 2017: 59).
4. Mata Pelajaran Terpadu (Integrated Curriculum)
a. Definisi Integrated Curriculum
Menurut Nasution dalam (At-Taubany, dkk, 2017: 59), istilah
integrasi berasal dari kata “integer” yang berarti unit. Dengan integrasi
dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan. Dalam
makna integrasi sebagai unit, maka ada beberapa batasan yang perlu
dipahami, yaitu: Pertama, unit merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
Kedua, unit menerobos batas-batas mata pelajaran. Ketiga, unit
berdasarkan atas kebutuhan anak, dan keempat, unit didasarkan pada
pendapat-pendapat modern mengenai cara belajar.
Kurikulum terpadu merupakan produk dari usaha pengintegrasian
bahan pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan
dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan
solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ilmu (Arifin,
2018: 86). Kurikulum ini memandang bahwa dalam suatu pokok bahasan
harus terpadu secara menyeluruh. Keterpaduan ini dapat dicapai melalui
pemusatan pelajaran pada satu masalah tertentu dengan alternatif
pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang

13
diperlukan, sehingga batas-batas antar mata pelajaran dapat ditiadakan
(Simatupang, dkk, 2019: 22).
Menurut Wedawaty dalam (At-Taubany, dkk, 2017: 59-60) istilah
integrasi juga memiliki sinonim dengan penyatuan, atau penggabungan
dari dua objek atau lebih. Dalam kurikulum terpadu, pelajaran dipusatkan
pada suatu masalah atau topik tertentu, misalnya suatu masalah di mana
semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu.
Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan anak di
luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu siswa dalam menghadapi
berbagai persoalan di luar sekolah.
b. Bentuk-Bentuk Integrated Curriculum
Adapun dalam bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi:
1) Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Menurut Idi dalam (Sugiana, 2018: 97-98), istilah core curriculum
merujuk pada suatu rencana yang mengorganisasikan dan mengatur
(scheduling) bagian terpenting dari program pendidikan umum di
sekolah. Founce dan Bossing mengistilahkan core curriculum dengan
merujuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta
didik. Pada dasarnya kurikulum ini (core curriculum) merupakan
bagian dari kurikulum secara keseluruhan dan termasuk kurikulum
terpadu. Alasannya adalah kurikulum inti menggunakan bahan dari
segala disiplin ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi peserta didik, termasuk juga
bahan dari lingkungan.
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan integrasi,
melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar dan
hubungan antara kehidupan dan belajar. Karakteristik yang dapat
dikaji dalam kurikulum ini yaitu, kurikulum ini direncanakan secara
berkelanjutan, selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-
menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari
pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil

14
atas dasar masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi
kurikulu cenderung mengambil substansi yang bersifat pribadi
maupun sosial. Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua
siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi
substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalaman
pribadi.
Manfaat kurikulum inti ini yaitu, segala sesuatu yang dipelajari
dalam unit berkaitan. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat
modern tentang belajar. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang
erat antara sekolah dengan mayarakat. Kurikulum ini sesuai dengan
paham demokrasi. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat
(Lismina, 2018: 104-105).
Ciri-ciri kurikulum ini adalah direncanakan dengan kooperatif dari
pendidik, unit-unit pengalaman belajar yang luas dan komprehensif,
prosesnya yang demokratis, pendidik bertanggung jawab sebagai
pembimbing, pembelajaran yang fleksibel dan bervarian serta sumber
belajar yang luas, menggunakan metode problem solving, pendidik
dan peserta didik memiliki hubungan yang baik. memiliki bermacam
bentuk penilaian dan dilakukan secara berkelanjutan dan utuh,
pengalaman belajar yang fungsional serta bertanggung jawab terhadap
peserta didik, berupaya memperbaiki proses pembelajaran (Aprilia,
2020: 217).
2) The Child Centered Curriculum, kurikulum ini menekankan pada
perhatian kepentingan anak dalam perencanaan kurikulum (Arifin,
2018: 86). Progran kurikulum ini menitikberatkan pada kegiatan-
kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran (Suparman,
2020:43 ). Pola pengorganisasian kurikulum ini didasarkan pada
aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan siswa. Kurikulum ini
sudah berjalan dan masih terus dikembangkan (Harta, 2019: 47).
3) Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi
kehidupan (Social Functions and Persistens Situations)

15
Pengembangan kurikulum ini didasarkan pada lingkungan sosial
anak didik, sehingga pelajaran yang di peroleh memiliki fungsi dan
makna bagi kehidupan sehari-hari. Kurikulum ini mencoba
mengeliminasi mata pelajaran sekolah dari keterpisahannya dengan
kehidupan sosial yang menjadi dasar pengalaman belajar murid
(Arifin, 2018: 86).
4) Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman (Experience
and Activity Curriculum)
Kurikulum ini dikenal juga dengan sebutan activity curriculum.
Mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman siswa
dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan
lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi
kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak
menerima (passive). Kurikulum ini tergantung pada tingkat
perkembangan murid. Perbedaan tiap individu (murid) mesti menjadi
dasar pertimbangan dalam perencanaan kurikulum (Arifin, 2018: 87).
Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: belajar dapat
terjadi dengan proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila
ia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan
kebutuhan minatnya. Belajar merupakan transaksi aktif, belajar secara
aktif memerlukan kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat
berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya
(Lismina, 2018: 105-106).
Kelebihan kurikulum ini antara lain sesuai dengan kebutuhan dan
minat peserta didik, memperhatikan perbedaan individual, dan
memberikan bekal kemampuan khusus untuk hidup di masyarakat.
Sedangkan kekurangannya, antara lain kebutuhan dan minat peserta
didik benlum tentu relevan dengan realitas kehidupan yang begitu
kompleks, kontinuitas dan urutan bahan masih sangat lemah, dan
memerlukan guru yang kompeten dan profesional yang tidak hanya

16
menguasai mata pelajaran atau bidang studi, tetapi juga memiliki
kemampuan sosial (Sugiana, 2018: 98).
c. Ciri-Ciri Integrated Curriculum
1) Berdasarkan filsafat pendidikan demokrasi.
2) Berdasarkan psikologi belajar Gestalt atau organismik.
3) Berlandaskan sosiologis dan sosial budaya.
4) Berdasarkan kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan atau
pertumbuhan peserta didik.
5) Lebih luas, tidak hanya ditunjang oleh mapel yang ada. Bahkan bisa
saja mata pelajaran baru muncul dan digunakan sebagai pemecah
masalah.
6) Sistem penyampaian yang digunakan adalah sistem pengajaran unit,
baik experience unit atau subject matter unit.
7) Peran pendidik dan peserta didik sama-sama aktif. Bahkan peran
peserta didik bisa lebih dominan dalam kegiatan belajar-mengajar dan
pendidik hanya berperan sebagai pembimbing (Hamalik, 2017: 158).
d. Kelebihan Integrated Curriculum
1) Mempelajari bahan pelajaran melalui pemecahan masalah dengan cara
memadukan beberapa mata pelajaran secara menyeluruh dalam
menyelesaikan suatu topik atau permasalahan.
2) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai dengan
bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya secara individu.
3) Siswa berkesempatan untuk menyelesaikan permasalahan secara
komprehensif dan dapat mengembangkan belajar secara bekerja sama.
4) Dapat meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat
(Simatupang, 2019: 23).
e. Kekurangan Integrated Curriculum
1) Terlalu memberatkan tugas-tugas guru.
2) Bahan pelajaran tidak disusun secara logis dan sistematis.
3) Sarana dan prasarana yang kurang memadai yang dapat menunjang
pelaksanaan kurikulum.

17
4) Siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum
(At-Taubany, dkk, 2017: 59).
5. Hubungan Antar Jenis Kurikulum
Nasution dalam (Lismina, 2018: 106), mengungkapkan bahwa ketiga
macam kurikulum di atas tidak dipandang bertentangan satu dengan yang
lain. Akan tetapi dapat saling melengkapi. Apa yang dikatakan mengenai
separate subject juga berlaku bagi broad-fields yakni panduan antara
beberapa mata pelajaran seperti IPS, IPA, Bahasa, Matematika, dan
kesenian.
Lebih lanjut menurutnya ketiga macam kurikulum dapat berjalan
berdampingan dan bantu membantu. Untuk melihat bagaimana penerapan
kurikulum yang terpadu dalam dunia pendidikan, penting kiranya dilihat
kurikulum keilmuan UIN Sunan Kalijaga yang disebut oleh Amin Abdullah
sebagai “Integrasi-Interkoneksi”. Kurikulum keilmuan seperti di atas, selain
bersifat saling terkait dalam wilayah internal ilmu-ilmu ke-Islaman, juga
dikembangkan melalui keterpaduan ilmu-ilmu ke-Islaman dengan ilmu-ilmu
umum. Integrasi dan interkoneksi dalam ilmu-ilmu umum tersebut terjadi
baik pada bidang ilmu humaniora (humanitis), ilmu-ilmu sosial (sosial
sciences), maupun ilmu-ilmu kealaman (natural sciences). Dengan
demikian dapatlah dipahami bahwa baik antara sparated subject curriculum,
correlated curriculum dan integrated curriculum sejatinya dapat saling
melengkapi dan berjalan berdampingan bantu membantu (Lismina: 2018,
107).
G. Penutup
Organisasi kurikulum pada dasarnya merupakan pola atau struktur bahan
pelajaran yang disampikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Unsur-unsur dalam organisasi kurikulum yaitu,
konsep, generalisasi, keterampilan, dan niai-nilai. Adapun faktor yang harus
dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum, yaitu: ruang lingkup (scope),
urutan bahan (sequence), kesinambungan (continuity), keseimbangan
(balance), integrasi atau keterpaduan, waktu (times).

18
Beberapa prosedur dalam pengorganisasian kurikulum. Yaitu, prosedur
pembelajaran, prosedur survey pendapat, prosedur studi kesalahan, prosedur
mempelajari kurikulum lainnya, prosedur analisis kegiatan orang dewasa,
prosedur fungsi social, prosedur minat kebutuhan. Jenis-jenis organisasi
kurikulum pada dasarnya meliputi tiga bentuk, yaitu kurikulum berdasarkan
mata pelajaran (sparated subject curriculum), kurikulum gabungan (correlated
curriculum), dan kurikulum terpadu (integrated curriculum). Hubungn antar
jenis organisasi kurikulum dapat saling menutupi kekurangan masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
Ansyar, Mohamad. 2015. Kurikulum, Fondasi, Desain, dan Pengembangan.
Jakarta: Prenada Media Group.
Aprilia, Wahyu. 2020. “Organisai dan Desain Pengembangan Kurikulum”. Jurnal
Keislaman dan Ilmu Pendidikan. 2(2): 215.
Arifin, Zainal. 2018. Manajemen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam:
Teori dan Paktik. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Kalijaga.
Aslan, dkk. 2020. Kurikulum dalam Tantangan Perubahan. Sambas: Bookies.
At-Taubany, Trianto Ibnu Badar, dkk. 2017. Desain Pengembangan Kurikulum
2013 di Madrasah. Jakarta: Kencana.
Hamalik, Oemar. 2017. Dasar-Dasar Pengembagan Kurikulum. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hamdi, Mohammad Mustafid. 2017. “Konsep Pengembangan Kurikulum”. Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam. 1(1): 9.
Harta, Johnsen. 2019. Kajian Kurikulum Kimia SMA dan SMK. Yogyakarta: CV
Budi Utama.
Kamus. 2020. “Strategi Optimalisasi Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam”.
Jurnal Pendidikan Islam Pendekatan Indisipliner. 4(1): 36.
Lismina. 2017. Pengembangan Kurikulum. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Simatupang, Halim. 2019. Telaah Kurikulum SMP di Indonesia. surabaya:
CV. Pustaka Media Guru.

19
Lismina. 2018. Pengembangan Kurikulum di Sekolah dan Perguruan Tinggi.
Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Rusman. 2017. Belajara dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sugiana, Aset. 2018. “Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum dalam
Meningkatkan Pendidikan di Indonesia”. Jurnal Pedagogik. 5(2): 264.
Sugiana, Aset. 2018. “Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum di Indonesia.
el-HiKMAH Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam. 12(1): 98.
Sukiman. 2015. Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi. Bandung: Rosda
Karya.
Suparman, Tarpan. 2020. Kurikulum dan Pembelajaran. Purwodadi: CV. Sarnu
Untung.
Suryadi. 2020. Pengembangan Kurikulum Jilid 2. Sukabumi: CV. Jejak. Jurnal
Pendidikan Islam Pendekatan Indisipliner. 4(1): 36.
Utomo, Sandi Aji Wahyu, dkk. 2018. “Analisis Organisasi dan Struktur
Kurikulum Anak Usia Kelas Awal Sekolah Dasar (SD)/Madrasah
Ibtidaiyyah (MI)”. Jurnal PANCAR. 2(1): 22.

20

Anda mungkin juga menyukai