Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN EPISTEMOLOGI REGULASI ASPEK RELIGIOUS

MENGGUNAKAN ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK


DALAM KUMPULAN SAJAK BIYANGLALA KARYA ABDUL
WACHID B.S SECARA HERMENEUTIKA

Vistatri Nuraeni (214110101142)

http://vistatri23@gmail.com/085727044356

Bimbingan Konseling Islam

Universitas Islam Negeri Prof. K.H Syaifudin Zuhri Purwokerto

2021

Abstrak
Tujuan penulisan ini adalah dapat mengidentifikasi 3 sajak dalam buku biyanglala
karya Abdul Wachid B.S. yang berjudul “Suwuk Gus Mus di masa corona”,
“Mahkota Corona”, dan “Setelah”. Dimana dalam buku kumpulan sajak biyanglala
karya Abdul Wachid B.S. ini terdapat berbagai macam jenis sajak yang sangat
menginspirasi, penuh makna dan setiap sajaknya merupakan hiburan tersendiri bagi
para pembaca dan pendengarnya. Abdul Wachid B.S. membuat sajak ini dengan
dasar kepada pengalaman yang telah dilakukannya melalui hati yang diekspresikan
oleh perasaan dan juga bagian dari kegitan di lingkungan sekitar sehingga terciptalah
sajak - sajak yang tidak hanya dipandang indah tetapi juga disetiap katanya
menyimpan berjuta makna baik tersirat maupun tersurat, karena sajak merupakan
bagian dari salah satu karya sastra. Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu
menggunakan metode penelitian kualitatif Library Research (penelitian kepustakaan).
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan membaca dan mempelajari
beberapa buku, jurnal dsan artikel lepas dalam menganalisis struktural semiotik.
Kata Kunci: kumpulan sajak biyanglala, analisis struktural semiotik, karya sastra.

A. Pendahuluan
Dalam setiap aktivitas kehidupan manusia tidak lepas dari bahasa, karena
manusia menggunakan bahasa sebagai sarana menyampaikan informasi, pikiran, dan
perasaan kepada orang lain. Selain itu, bahasa berfungsi untuk menjalin hubungan
baik antara individu ataupun kelompok. Kata bahasa – bahasa tertulis jamak (lebih
dari satu), karena yang dipelajari manusia ternyata tidak hanya satu bahasa yaitu
bahasa ibu (mother tongue, bahasa pertama atau bahasa home language), manusia
juga mengenal bahasa kedua, bahasa daerah (vernacular language, ethnic language),
bahasa nasional dan bahasa asing. Ternyata bahasa memili status yang berbeda – beda
dan oleh karenanya cara akuisasinya atau mempelajarinya pun berbeda – beda
(Rintaningrum Ratna, 2015: 127). Akan tetapi, yang digunakan dalam sajak
merupakan langkah awal penyair mengungkapan isi hati dan perasaan, serta daya
khayal terhadap kenyataan yang baru dijelajahi penyair.

Puisi merupakan salah satu dari banyaknya karya sastra yang merumuskannya
dengan cara mencobanya sehingga dapat definisikan sebagai sebanyak orang yang
membuat. Sebagian dari mereka menuliskan puisi didahului atas dasar memaknai
pengalaman spiritual dengan menempatkan bahasa yang indah dan sangat bermakna.
Selain itu, puisi merupakan ungkapan perasaan yang sedang dirasakan oleh
pengarang. Perkembangan puisi, tidak lepas dari berkembangnya di dalam lapisan
bermasyarakat yang menggemari karya sastra.
Di era sekarang sudah banyak yang mengapresiasikan puisi sebagai karya
sastra fisik yang mempunyai berbagai macam ragam dan aspek. Untuk mendapatkan
makna puisi yang indah, pengarang biasanya menggunakan sudut pandangannya pada
satu teori yakni teori Riffaterre yang sangat tepat dalam hal untuk menganalisis puisi
- puisi tersebut. Dengan adanya tahapan pembacaan puisi secara hermeneutik dan
tahapan menemukan ketidaklangsungan ekspresi pada puisi dengan matriks, model,
varian hiprogamnya, karena hal ini akan mempermudah semua pembaca dalam
memahami puisi.

1. Teori Struktural Semiotika

Teori struktural semiotika dalam pandangan Michael Riffaterre dengan konsep


dasar mengatakan bahwa karya sastra merupakan dialektika antara pembaca dengan
teks (naskah) yang disebut mimetik dan semiotik. Menurut Berger semiotika terdiri
atas dua tokoh, pertama Ferdinand De Saussure di Eropa yang mengembangkan ilmu
ini dengan latar belakang linguistik dan menjulukinya dengan nama semiologi
berdasarkan anggapan bahwa selama tingkah atau perilaku manusia membawa makna
yang berfungsi sebagai tanda, maka harus ada sistem pembeda dan konvensi tentang
makna itu. Kedua Charles Sander Peirce di Amerika yang mengembangkan ilmu
semiotika atas dasar filsafat, logika, dan bernalar lewat tanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih dikenal daripada semiologi
(Tinarbuko, 2008). Teori semiotika menurut Peirce, lebih menekankan pada
pemikiran logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat dan disebut
sebagai ‘grand theory’ semiotika.
Cara kerja di dalam semiotika mengacu pada sudut pandang atau konsep dasar
Michael Riffaterre sebagai berikut : Pembaca yang bertugas memberi makna sebuah
karya sastra tidak harus dimulai dengan menentukan meaning unsur – unsurnya, yaitu
kata – katanya. Menurut kemampuan bahasa yang berdasarkan fungsinya sebagai alat
komunikasi tentang gejala di dunia luar yaitu mimetic function, tetapi kemudian dia
harus meningkat ke tataran semiotik, di mana kode karya sastra harus dibongkar
(decoding) secara struktural, atas dasar significance-nya; penyimpangan dari kode
bahasa dan makna biasanya disebut Riffaterre ungrammaticalities secara mimetik
mendapatkan significance secara semiotik, dengan latar belakang keseluruhan karya
sastra yang disimpanginya (Teeuw, 1983:65).

 Dasar Pemikiran Hermeneutika Hans-Georg Gademer.


Gadamer dipandang sebagai filsuf Jerman paling terkemuka pada abad ke-20
bersama-sama guru dan sahabatnya, Martin Heidegger (Heidegger). Heideger
berpengaruh besar terhadap biografi intelektual Gadamer Abdul Hadi W.M.,
mengatakan bahwa :
“dasar-dasar hermeneutika Heidegger ialah keberadaan manusia dalam ruang dan
waktu sebagaimana dia beri istilah dasein ( bering there, Ada di sana ). Ini dia
kemukakan dalam buku-bukunya, seperti Seni und Zait (Ada dan Waktu ),
Unterwegs Zur sparche ( Jalan Menuju Bahasa ), Platons Lehre von der Wahrheit,
dan Mit Einem Brief Ueber Humanismus ( Perjalanan Plato tentang Kebenaran
Dengan Uraian Ringkas tentang kemanusiaan ).”
Menurut Heidegger, hakikat manusia adalah “ada di sebuah dunia” (in-der Welt-
sein). Kata-kata in (di) dalam perkataan tersebut tidak dapat diberi arti sekedar
menempati ruang tertentu dalam waktu tertentu sebagaimana kursi, meja, atau lemari
buku, tetapi, harus diartikan sebagai “bertempat tinggal” atau “berdiam” yang
mencerminkan keakraban hubungannya denagn apa yang ada ditempat dia berada.

 Hermeneutika : Historis
Hermenutika adalah konsep interpretatif terhadap simbol, tradisi, tindakan,
teks dan bentuk-bentuk material lainnya yang bersifat konkrit, misalnya ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam hermeneutika terdapat subjek dan objek adalah
sasaran interpretasi. Dalam konteks teks puisi misalnya, kinerja subjek berupaya
untuk menilai dan mengidentifikasi kualitas karya sastra, gaya, irama, wacana, nilai,
hingga unsur-unsur gramatika. Oleh sebab itu, khazanah historis penafsir terhadap
objek harus memadai. Karena, hermeneutika bukan lagi berbicara soal kebenaran,
melainkan sejauh mana teks dapat diproduksi maknanya se-eksploratif mungkin.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatiflibrary research


(penelitian kepustakaan) yang mana teknik pengumpulan datanya adalah dengan
jalan mengkaji bacaan yang bisa berupa catatan-catatan kuliah, buku-buku, literatur
serta peraturan-peraturan yang bisa berupa catatan-catatan kuliah, buku-buku
literatur serta peraturan-peraturan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti
(Ajat Rukajat, 2018: 27). Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah kumpulan
sajak Biyanglala karya Abdul Wachid B.S. dengan objek difokuskan pada
epistemologi religi dengan struktural semiotik.
C. Pembahasan

Suwuk Gus Mus


-di masa Corona
sempurnakanlah wudlu
kau aku akan terbasuh dari rasa rusuh
lantaran air merekam doa dan kebaikan
seperti langit merekam bumi: selepas subuh
dan sebelum matahari terbit
lidah hati kau aku mewirid
dan di batas senja dan malam
kembali suara syair itu berdesir
“Bismillaahilladzi laa yadhurru ma’asmiHi syai-un
fil ardhi walaa fissamaa-i waHua s-Samii’ul’Aliim”
dan bila kau aku ke luar rumah
jiwa pecinta tetaplah tinggal di dalam rumah
hati yang selalu ingin bernyanyi indah
“yaa Salaam yaa Hafiizh yaa Maani’u yaa Dhaarru”
bershalawatlah suara semesta
bershalawatlah para malaikat
bershalawatlah bibir kau aku yang
gemetar ketika disebut Nama Maha Kekasih
seperti mawarmawar merekah
petiklah wanginya sebagai hikmah
seluruh darah hingga ruh
menolak bala hingga pagebluk megat ruh
“Allahumma innaa nas’aluKa al-‘afwa wal-‘aafiata
wal mu’aafata fiddiini waddunyaa wal aakhirah”
aamiin
Yogyakarta, 19 maret 2020

Dalam sajak ini bercerita tentang masa dan kondisi sekarang bahwasanya
hampir seluruh negara termasuk Indonesia sedang dihadapkan pada musibah yaitu
wabah virus corona, maka dari itu kita harus lebih berserah diri kepada Sang Pencipta
dengan memperkuat rasa keimanan dan ketakwaan. Salah satu caranya adalah
menyempurnakan wudhu, selalu berdoa dan memperbanyak shalawat agar kita dapat
membentengi diri baik secara jasmani maupun rohani dari segala ujian dan cobaan
yang sedang dihadapi. Selain itu, kita harus berusaha dengan keras untuk
mencegahnya dan dibalik pandemi ini terdapat banyak hikmah yang dapat dipetik
oleh semua orang.

Mahkota Corona
wabah corona menasihatkan kepada kita
berbaikbaik pada sesama manusia
betapa rindunya bertetangga tak saling
membuka pintu dan bersalamsalaman
virus corona menyadarkan kepada kita
tinggal di dalam rumah adalah rahmah
betapa jauhnya kau aku telah jalan berpetualang
datang di rumah tetapi hati tak pulangpulang
virus corona membuka mata hati kita
mahkota yang diperebutkan : senjata makan tuan
betapa mahkota sekecil itu, menjelma raksasa kematian
hingga tiap jumpa orang saling curiga memandang
wabah corona menyudutkan kita merasa kecil
dihadapkan kepada yang maha lembut
betapa yang kau aku besarbesarkan bukanlah
apaapa, bukanlah siapasiapa: Allah Yang Mahabesar
virus corona mengingatkan rumah hati kita berjaga
diteror oleh serdadu yang bermahkota kematian
betapa senjata peradaban manusia, beku menutup pintu
semua istana segala tempat peribadatan dipagari oleh sepi
yang tinggal hanyalah
suara adzan dan iqamah
tidak dari manapun menyeru merdu
tetapi dari dalam diri, dari dalam hati
hayya ‘aladh sholah….
hayya ‘alal falah….
Seluruh bumi adalah
Hamparan masjid Allah
Yogyakarta, 17 mei 2020

Sajak ini merupakan pengingat bagi kita semua yang sedang dihadapkan pada
situasi sulit akibat wabah corona. Dengan adanya virus corona menyadarkan kita
untuk mempererat hubungan kasih sayang dan keharmonisan di dalam keluarga.
Virus corona membuka mata hati kita bahwa makhluk sekecil itu dapat berubah
menjadi penyebab kematian terbesar di seluruh penjuru dunia. Wabah corona pula
yang menyadarkan kita bahwasanya manusia itu kecil di hadapan Allah SWT, maka
kita janganlah sombong dan takabur karena bila Allah SWT telah berkehendak
apapun bisa terjadi seperti halnya virus corona yang mengoncang dunia.
SETELAH
setelah menutup pintu
engkau kemana
aku kemana
arah dan tujuan
tak ada beda
jangan katakan
kutagih rumah hati
di pintu akhirati
kau atau aku
pergi ataukah pulang
tersebab engkaulah akupergi
agar selalu pulang kepadamu
setelah menutup pintu
engkau meng-aku
“aku di dalam-mu”
yogyakarta, 18 mei 2020

Sajak ini menggambarkan kehidupan manusia didunia, dimana manusia yang


hidup pasti akan mati. Setiap manusia haruslah memiliki arah dan tujuan yang sama
yaitu mendapat ridhonya Allah SWT, karena kelak segala amal perbuatan baik
burunknya akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti agar tidak menyesal disaat
waktu itu tiba.

C. Kesimpulan
Dari analisis struktural semiotik diatas dapat dikesimpulkan bahwa sajak - sajak
yang ditulis oleh Abdul Wachid B.S. sangatlah menginspirasi karena disetiap
sajaknya mengandung makna yang mendalam antara kata yang satu dengan kata
lainnya. Selain itu, Abdul Wachid B.S. di dalam menuliskan sajak melalui ungkapan
hati dan pengalaman yang telah dialaminya sehingga bahasa yang digunakan dari
untaian kata begitu indah dan penuh dengan makna.
DAFTAR PUSTAKA
Budiantoro, W. (2021). EPISTEMOLOGI KOMUNIKASINTRANSENDENTAL,
Yogyakarta: CV. Cinta Buku.

Wachid B.S., Abdul.2017. Analisis Struktural Semiotik Puisi Surealistis Religius


D.Zawawi Imron. Yogyakarta:CV Cinta Buku.

______. 2020. Biyanglala. Yogyakarta:CV. Cinta Buku.

______. 2020. Creative Writing. Purbalingga Penerbit SKSP.

Rintaningrum, Ratna. ADPISI CALL FOR PAPER 2015 “Membangun Indonesia


Berbasis Nilai – Nilai Agama”, UNAIR, 2015.

Syam, Nani W. Model – model Komunikasi Perspektif Pohon Komunikasi, Bandung:


Simbiosa Rekatama Media, 2013.

Anda mungkin juga menyukai