Anda di halaman 1dari 13

Accelerat ing t he world's research.

sastra dan psikologi


Diah Ayu Agustina

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Bukuajar Psikologi Sast ra


Andi Syahrir

Analisis Tokoh dalam Cerpen Arinillah


Ania Eldya

Tugas Kelompok 1 Psikologi Sast ra


Lut fi Azizah
Sastra dan Psikologi
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah al-Naqd al-Adabiy

Dosen Pembimbing:

Dr. Ita Rodiah, M.Hum

Oleh:

Diah Ayu Agustina (11150210000096)


Mohamad Syarif Hidayat (1113021000001)
Rifka Najmatullail (11150210000081)

BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sastra adalah karya seni karena ia mempunyai sifat yang sama dengan karya seni
yang lain, seperti seni suara, seni lukis, seni pahat dan lain-lain. Tujuannya pun sama
yaitu untuk membantu manusia menyingkap rahasia keadaannya, untuk memberi makna
pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan ke kebenaran. Yang membedakan adalah
bahwa sastra memiliki aspek bahasa yang menjadi medianya.1
Perkembangan kajian sastra yang bersifat interdisipliner telah mempertemukan
ilmu sastra dengan berbagai ilmu lain, salah satunya psikologi. Pertemuan tersebut juga
melahirkan berbagai macam pendekatan dalam kajian sastra, yang dalam hal ini yaitu
psikologi sastra. Di samping itu, juga melahirkan berbagai teori yang dikembangkan
dari hubungan antara sastra dengan disiplin tersebut, seperti psikoanalisis/psikologi
sastra, psikologi pengarang, psikologi pembaca.
Dari uraian awal tersebut tampak bahwa psikologi sastra lahir sebagai salah satu
jenis kajian sastra yang digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra,
pengarang karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan
kerangka teori yang ada dalam psikologi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan psikoanalisis atau psikologi sastra?
2. Bagaimana hubungan antara sastra dan psikologi?
3. Bagaimana perkembangan psikoanalisis mulai dari awal munculnya?
4. Apa saja ruang lingkup pembahasan psikoanalisis?

C. TUJUAN
1. Memahami pengertian dari psikoanalisis atau psikologi sastra.
2. Memahami hubungan antara sastra dan psikologi.
3. Mengetahui latar belakang dan perkembangan psikoanalisis.
4. Mengetahui ruang lingkup psikoanalisis.

1
Atar Semi, Kritik Sastra, (Bandung: Angkasa, 1989), h. 39.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata sas yang
berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, serta tra berarti alat, atau
sarana. Sedangkan sastra dalam bahasa Melayu diartikan sebagai tulisan.2 Sedangkan
dalam KBBI, sastra berarti bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-
kitab (bukan bahasa sehari-hari), dan tulisan.3
Sedangkan sastra secara terminologi sebagaimana tercantum dalam buku Teori
Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern karya Sukron Kamil adalah ekspresi bahasa yang
indah dalam bentuk puisi, prosa atau drama yang menggunakan gaya bahasa yang
berbeda dari gaya bahasa biasa, karena mengandung aspek estetika bentuk dan makna
(memuat rasa, imajinasi dan pikiran), sehingga memengaruhi terutama rasa, bahkan
juga pikiran penikmatnya dan kekuatan isi sebagiannya mengajak pada hal-hal etis.4
Psikologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche yang berarti
jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa.5
Dalam KBBI, psikologi diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan proses mental,
baik norma maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku; ilmu pengetahuan
tentang gejala dan kegiatan jiwa.6
Sehingga psikologi sastra bisa diartikan sebagai sebuah interdisiplin antara
psikologi dan sastra.7 Dalam Kamus Istilah Sastra disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan psikoanalisis atau psikologi sastra adalah cabang ilmu yang mempelajari

2
Akhmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra Arab, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), h. 21.
3
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa : Edisi Keempat, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1230.
4
Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2012), h. 6.
5
Ummu Kalsum, Skripsi : Tinjauan Psikologi Hukum Terhadap Perubahan Perilaku Anak Akibat
Perkembangan Teknologi di Kota Makassar, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2014,
h. 9.
6
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa : Edisi Keempat, h. 1109,
7
Albertine Minderop, Psikologi Sastra : Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), h. 59.

2
hubungan antara sastra dengan gejala atau kondisi kejiwaan/psikis manusia
(pencipta/pengarang dan pembaca/penikmat ataupun satu komunitas keduanya). 8

B. HUBUNGAN ANTARA PSIKOLOGI DAN SASTRA9


Analisis psikologi terhadap karya sastra, terutama fiksi dan drama tampaknya
memang tidak terlalu berlebihan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama
membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan
(manusia imajiner) oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang
diciptakan Tuhan yang secara riil hidup di alam nyata.
Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam
menggambarkan karakter dan jiwanya pengarang menjadikan manusia yang hidup di
alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya. Lebih-lebih salah satu tuntutan
karakter tokoh adalah adanya dimensi psikologis tokoh, disamping dimensi sosial dan
fisik. Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan
perwatakannya seorang pengkaji sastra juga harus mendasarkan pada teori dan hukum-
hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia.
Ketika digunakan dalam kerangka ilmu sastra, maka sastra mengacu pada salah
satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji karya sastra sebagai objek formalnya
secara bersistem dan terorganisir. Dalam kajian sastra yang menggunakan pendekatan
psikologi sastra inilah, hubungan antara sastra dan psikologi terjadi. Peneliti atau
kritikus sastra membaca dan mengkaji karya sastra pengarang yang menciptakannya,
dan pembaca yang mengalami berbagai proses kejiwaan ketika membaca dan
menanggapi karya yang dibacanya dengan menggunakan konsep-konsep yang terdapat
dalam psikologi.
Terhadap proses kreatif karya tertentu dari seorang pengarang juga dapat
dilakukan melalui keadaan jiwa pengarang. Konsep keadaan jiwa sebagai sumber puisi
yang baik telah diperkenalkan oleh penyair Romantik Inggris, Wordsworth, yang
mengatakan bahwa penyair adalah manusia yang bicara pada manusia lain. Manusia
yang benar-benar memiliki rasa tanggap yang lebih peka, kegairahan, dan kelembutan
jiwa yang lebih mendalam tentang kodrat manusia dan memiliki jiwa lebih tajam dari

8
Dwi Susanto, Kamus Istilah Sastra, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), h. 658
9
Wiyatmi, Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya, (Yogyakarta : Kanwa Publisher, 2011), h. 19-
20.

3
pada manusia-manusia lainnya. Keadaan jiwa yang khusus tersebut menurut
Wordsworth akan melahirkan pengungkapan bahasa puisi yang khusus pula.
Contoh puisi Chairil Anwar
DOA
Tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut namaMu

biar susah sungguh


mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci


tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mngetuk
aku tidak bisa berpaling

Puisi berikut mungkin dapat menjelaskan hubungan antara penciptaan puisi


dengan keadaan jiwa penyair. Dengan menggunakan perspektif psikologi sastra, maka
kondisi kejiwaan Chairil Anwar ketika menuliskan puisi tersebut sedang berada dalam
keadaan yang memaksanya untuk mengakui kebesaran Tuhan, yang menyadarkannya
untuk kembali dan mengadukan derita dan kegalauan jiwanya setelah merasa lelah
mengembara ke berbagai daerah yang asing secara fisik maupun pikiran.

4
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi
dengan sastra yaitu :
a. Memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis
b. Memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiktif dalam karya sastra
c. Memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca
Pembicaraan pertama berhubungan dengan peranan pengarang sebagai pencipta,
jadi, karya sastra dalam kaitannya dengan proses kreatif. Oleh karena itulah, Wellek dan
Warren (1962:81) membedakan analisis psikologis yang pertama ini menjadi dua
macam, yaitu studi psikologi yang semata-mata berkaitan dengan pengarang, seperti
kelainan kejiwaan, sebagai sejenis gejala neurosis. Sedangkan studi yang ke dua
berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan supranatural lainnya.
Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua,
yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional
yang terkandung dalam karya sastra. Sebagai dunia dalam karya sastra memasukkan
berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya, aspek-
aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-
mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan
diinvestasikan. Dalam analisis, pada umumnya yang menjadi tujuan adalah tokoh
utama, tokoh ke dua dan seterusnya. Studi psikologi yang terakhir berkaitan dengan
sosiologi sastra dan resepsi sastra, sebagai psikologi sosial.10

C. LATAR BELAKANG MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA PSIKOLOGI


SASTRA
Sejak abad empat sebelum Masehi, Aristotle telah menggunakan pendekatan
kejiwaan untuk menerapkan batasan klasik tentang timbulnya tragedi yang
dikombinasikan dengan rasa belas kasih dan rasa ketakutan yang mengakibatkan
katarsis.11 Sir Philip Sidney pernah mengatakan bahwa efek moral sebuah karya sastra
adalah sastra psikologis. Demikian pula pandangan para penyair abad Romantis seperti
Coleridge, Wordsworth dan Shelley.12

10
Suwardi Endraswara, Metode Penelitian: Psikologi Sastra, Teori Langkah, dan Penerapannya,
(Jakarta: Media Pressindo, 2008), h. 342-344.
11
Upaya mengatasi tekanan emosi masa lalu atau efek terapis dari pengalaman yang menekan.
12
Albertine Minderop, Psikologi Sastra : Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus, h. 52.

5
Pada abad ke-20 teori sastra dilanda perkembangan yang sangat pesat, berbagai
teori bermunculan, baik dari jalur strukturalisme, semiotik, sosiologi sastra,
psikoanalisis, dan lainnya. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini
mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis,
hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang
dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan
masalah kejiwaan.
Psikoanalisis dicetuskan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Seperti diuraikan oleh
Bertens (2006: 9), Freud lahir tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moeavia (pada waktu
merupakan suatu daerah di kekaisaran Austria-Hongaria, sekarang termasuk Republik
Ceko). Dia berasal dari keluarga Yahudi. Ketika berumur empat tahun, keluarganya
pindah ke Wina (Austria) dan menetap sampai 82 usianya. Freud belajar ilmu
kedokteran di Universitas Wina, kemudian bekerja di laboratorium Profesor Bruecke,
ahli ternama di bidang fisiologi dan menjadi dokter di rumah sakit umum Wina.
Pada tahun 1895 Freud mulai mengemukakan teori psikoanalisisnya. Dia
mengumpulkan bahan berdasarkan pengobatan terhadap pasien-pasiennya maupun
berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Dalam periode awal
(1895-1905) dia menerbitkan lima buku yang meletakkan dasar bagi seluruh ajarannya,
yaitu Penafsiran Mimpi (1900), Psikopatologi tentang Hidup Sehari-hari (1901), Tiga
Karangan tentang Teori Seksualitas (1905), Lelucon dan Hubungannya dengan
Ketidaksadaran (1905), dan Kasus Dora (1905).13
Pada tahun 1923, Freud merumuskan hipotesis akhirnya berhubungan dengan
seluk-beluk jiwa manusia. Dia menyimpulkan bahwa seluk-beluk jiwa manusia itu
tersusun dalam tiga tingkat, yaitu : id (libido atau dorongan dasar), ego (peraturan
secara sadar antara id dan realitas luar), dan superego (penuntun moral dan aspirasi
seseorang). Apabila terdapat keseimbangan yang wajar dan stabil antara ketiga unsur
itu, akan memperoleh struktur watak manusia biasa.
Teori sastra memandang psikoanalisis Freud dan para pengikutnya sebagai
psikoanalisis klasik yangmana terbagi menjadi dua yaitu psikoanalisis Id dan Ego. Id
memandang karya sastra sebagai hasil dari peran naluri-naluri seksual sebagai penentu
kehidupan seseorang (karya Sigmund Freud tentang unsur sadar dan prasadar).

13
Wiyatmi, Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya, h. 9-10.

6
Sedangkan psikoanalisis Ego memandang karya sastra sebagai harapan masa kanak-
kanak yang neurosis, yakni kenikmatan-kenikmatan yang dikontrol dan ditekan pada
masa kanak-kanak.
Psikoanalisis pasca Freud diikuti oleh Mazhab Frankfurt atau mazhab teori kritis.
Mazhab ini menghubungkan teori Freud dengan ideologi Marxisme. Nama-nama seperti
Erich Fromm dan Herbert Marcuse adalah contohnya. Melalui karya The Sane Society
(1956) oleh Erich, ia mengkritik tentang kegagalan masyarakat modern yang
diakibatkan struktur kapitalistik.14
Diantara pengarang-pengarang Indonesia yang mampu membawa unsur-unsur
psikologi dalam karya sastranya adalah Sanusi Pane dengan Belenggu-nya, Achdiat
Kartamiharja dalam Atheis, Toha Muchtar dalam Pulang, Mukhtar Lubis dalam
Harimau-harimau, Iwan Simatupang dalam Merahnya Merah.15

D. WILAYAH PSIKOLOGI SASTRA


Wellek dan Warren dalam bukunya Theory of Literature mengemukakan bahwa
istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama
adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua studi
proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada
karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi
pembaca).16
Pengertian pertama dan kedua merupakan bagian dari psikologi seni, dengan
fokus pada pengarang dan proses kreatifnya. Adapun psikologi pengarang dan proses
kreatif sering dipakai dalam pengaran sastra, tetapi sebaliknya asal-usul dan proses
penciptaan sastra tidak dijadikan pegangan untuk memberikan penilaian (the genetic
fallacy). Pengertian ketiga terfokus pada karya sastra yang dikaji dengan hukum-hukum
psikologi dan inilah yang paling berkaitan dengan bidang sastra. Pengertian keempat
terfokus pada pembaca yang ketika membaca dan menginterpretasikan karya sastra
mengalami berbagai situasi kejiwaan.

14
Dwi Susanto, Kamus Istilah Sastra, h. 659.
15
Atar Semi, Kritik Sastra, h. 47-49.
16
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusatraan, diterjemahkan oleh Melani Budianta,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 81.

7
1. Psikologi Pengarang
Dalam kajian ini yang menjadi fokus adalah aspek kejiwaan pengarang yang
memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya sastra.
Kajian yang berhubungan dengan “keadaan jiwa” sebagai sumber penciptaan puisi
yang baik telah dikemukakan oleh Wordsworth, seorang penyair romantik Inggris pada
awal abad sembilan belas. Wordsworth mengatakan sebagai berikut:
Penyair adalah manusia yang bicara pada manusia lain. Manusia yang benar-
benar memiliki rasa tanggap yang lebih peka, kegairahan dan kelembutan jiwa
yang lebih besar. Manusia yang memiliki pengetahuan yang lebih mendalam
tentang kodrat manusia dan memiliki jiwa yang lebih tajam dari pada manusia-
manusia lainnya.
Wordsworth menjelaskan bahwa “keadaan jiwa” dengan psikologi khususnya,
akan melahirkan pengungkapan bahasa puisi yang khusus pula. Pendirian Wordsworth
mengenai proses penciptaan puisi yang dikatakannya sebagai pengungkapan alamiah
dari perasaan-perasaan yang meluap-luap, dari getaran hati yang berkembang dalam
kesyahduan, juga menunjukkan adanya hubungan antara aspek psikologi dalam proses
penciptaan puisi.17
Karena memfokuskan kajiannya pada aspek kejiwaan pengarang selaku pencipta
karya sastra, psikologi pengarang memiliki hubungan dengan pendekatan eskpresif.
Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan
perasaan atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi
sastrawan yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran atau perasaan-
perasaannya.18

2. Psikologi Karya Sastra


Dengan memfokuskan pada karya sastra, terutama fakta cerita dalam sebuah fiksi
atau drama, psikologi sastra mengkaji tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan
pada karya sastra. Untuk melakukan kajian ini, ada dua cara yang dapat dilakukan.
Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi, kemudian diadakan analisis terhadap
karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai

17
Wiyatmi, Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya, h. 30-31.
18
Wiyatmi, Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya, h. 33.

8
objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk
melakukan analisis karya sastra.
Kalau cara pertama yang dipilih, maka karya sastra cenderung ditempatkan sebagai
gejala sekunder, karena karya sastra dianggap sebagai gejala yang pasif atau semata-
mata sebagai objek untuk mengaplikasikan teori. Kalau cara kedua yang dipilih, maka
kita menempatkan karya sastra sebagai gejala yang dinamis. Karya sastralah yang
menentukan teori, bukan sebaliknya. Untuk menentukan teori psikologi yang relevan
untuk karya sastra tertentu, pada dasarnya sudah terjadi dialog, yang melaluinya akan
terungkap berbagai problematika yang terkandung dalam objek.19

3. Psikologi Pembaca
Psikologi pembaca merupakan salah satu jenis kajian psikologi sastra yang
memfokuskan pada pembaca, yang ketika membaca dan menginterpretasikan karya
sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. Yang menjadi objek kajian dalam psikologi
pembaca adalah pembaca yang secara nyata membaca, menghayati, dan
menginterpretasikan karya sastra.
Sebagai manusia yang memiliki aspek kejiwaan, maka ketika membaca,
menghayati, dan menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya, pembaca akan
mengadakan interaksi dan dialog dengan karya sastra yang dibacanya. Karena memiliki
jiwa, dengan berbagai rupa emosi dan rasa, maka ketika membaca sebuah novel atau
menonton sebuah pementasan drama, kita sangat mungkin ikut bersedih, gembira,
jengkel, bahkan juga menangis karena tersentuh oleh pengalaman tokoh-tokoh fiktif.20
Di samping itu, dalam hubungannya dengan pembaca, ada jenis-jenis karya sastra
tertentu yang dipilih dan disukai oleh suatu kelompok pembaca, tetapi ditolak atau tidak
disukai oleh kelompok pembaca yang lain. Artinya, kita dapat melihat adanya hubungan
antara karya sastra dengan selera pembaca. Dengan latar belakang usia, perkembangan
psikologis, pengalaman, dan pendidikan tertentu seseorang akan lebih memilih karya
sastra dengan isi dan teknik penyajian (aliran kesastraan) tertentu.

19
Wiyatmi, Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya, h. 43-44.
20
Wiyatmi, Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya, h. 56-57.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Psikologi sastra merupakan salah satu kajian sastra yang bersifat interdisipliner,
karena memahami dan mengkaji sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan
kerangka teori yang ada dalam psikologi. Baik sastra maupun psikologi sama-sama
membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan
(manusia imajiner) oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang
diciptakan Tuhan yang secara riil hidup di alam nyata. Meskipun sifat-sifat manusia
dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam menggambarkan karakter dan
jiwanya pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata sebagai model di
dalam penciptaannya.
Pencetus teori ini adalah Sigmund Freud. Sebagai seorang psikoanalis yang
memiliki perhatian yang cukup besar terhadap karya sastra, ia juga menjelaskan
hubungan antara karya sastra dengan diri penyairnya. Psikologi sastra mempunyai
empat kemungkinan ruang lingkup, yaitu studi psikologi pengarang sebagai tipe atau
sebagai pribadi, proses kreatif, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan
pada karya sastra, dan mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Faedah lain dari psikologi sastra dalam pengkajian riwayat hidup pengarang, yaitu
dalam hal menganggap riwayat hidup pengarang membantu memahami karya mereka.
Dengan memahami kejiwaan, sikap hidup, dan cara berpikir sastrawan, akan
memudahkan kita menemukan makna yang tersembunyi di balik tulisan-tulisan mereka.
Bagi sastrawan sendiri, pengetahuannya tentang psikologi mendorong kesungguhan
dalam menguraikan tentang gambaran watak, dan mendorong mereka lebih cermat
dalam menggambarkan pergolakan jiwa tokoh-tokoh cerita mereka.

10
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra, Teori Langkah, dan
Penerapannya. Jakarta: Media Pressindo.
Kalsum, Ummu. 2014. Skripsi : Tinjauan Psikologi Hukum Terhadap Perubahan
Perilaku Anak Akibat Perkembangan Teknologi di Kota Makassar. Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
Kamil, Sukron. 2012. Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra : Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh
Kasus. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Muzakki, Akhmad. 2011. Pengantar Teori Sastra Arab. Malang: UIN Maliki Press.
Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Susanto, Dwi. 2015. Kamus Istilah Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tim Penyusun. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa : Edisi Keempat.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2016. Teori Kesusatraan, diterjemahkan oleh Melani
Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016.
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra : Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta : Kanwa
Publisher.

11

Anda mungkin juga menyukai