Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang berarti jiwa, dan logos yang
berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan
mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson, 1996: 7). Pada abad ke-20 teori sastra
dilanda perkembangan yang sangat pesat, berbagai teori bermunculan, baik dari jalur
strukturalisme, semantis, sosiologi sastra, psikoanalisis, dan yang lainnya (Zaimar,
2003: 29). Psikologi sendiri merupakan cabang ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dan proses kejiwaan yang dialaminya.
Sastra adalah kata serapan dari bahas Sansekerta yang artinya adalah tulisan
yang mengandung intruksi atau pedoman. Dalam pengunaannya, kata ini lebih sering
digunakan untuk merujuk pada kesusastraan, yaitu hasil karya tulisan yang
mengandungkeindahan dan unsur seni. Misalnya puisi, drama, dan prosa.
Dapat disimpulkan bahwa Psikologi sastra adalah sebuah analisis teks dengan
mempertimbangkan semua yang berhubunga dengan tingkah laku tokoh, psikis yang
diciptakan pengarangnya. Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar asumsi-
asumsi genesis, dalam kaitannya dengan asal-usul karya, artinya, psikologi sastra
dianalisis dalam kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang.
Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa.
Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa
orang lain. Kecerdasan sastrawan yang sering melampaui batas kewajiban mungkin
bisa dideteksi lewat psikologi sastra. Setidaknya sisi lain dari sastra akan terpahami
secara proporsional dengan penelitian psikologi sastra.
Sastra sebagai cermin kepribadian suatu hal yang menarik untuk masuk dalam
telaah atau analisis sastra adalah terlebih dahulu meresapi atau memahami sisi
keberadaan suatu karya sastra. Karya-karya sastra merupakan cerminan perilaku
1
manusia, jendela dimana kita dapat memahami duniadan kepribadian si pengarang(
Minderop, 2011: 60).
Ada beberapa unsur yang perlu diketahui menyangkut hubungan antara
kepribadian dan karya sastra, seperti:
1. Orang perlu mengamati si pengarang untuk menjelaskan karyanya. Telaah dilakukan
terhadap eksponen yang memisahkan dan menjelaskan kualitas khususnya karya
sastra melalui referensi kualitas nalar, kehidupan dan lingkungan si pengarang
2. Orang perlu memahami si pengarang terlepas dari karyanya. Caranya amati biografi
pengarang untuk merekonstruksi si pengarang dari sisi kehidupan danmenggunakan
karyanya sebagai rekaman kehidupannya dan menggunakankaryanya sebagai
rekaman kehidupan dan perwatakan
3. Perlu membaca suatu karya sastra untuk menemukan cerminan kepribadian si
pengarang di dalam karya tersebut.
Demikian juga terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan terkait antara
sastra dan psikologi diantaranya :
1. Suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan, kekaryaan dan kepakaran
penciptanya, menurut Marlowe dalam Minderop (2011: 61)
2. Karya sastra harus memiliki keistimewaan dalam hal gaya dan masalah
bahasasebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bawa sastra lebih cenderung pada fiksi yang
menonjolkan keindahan, sedangkan psikologi lebih bersifat riil berdasarkan fakta yang
ada. Namun cemikian kedua hal tersebut saling berhubungan, baik itu sastra maupun
psikologi sama-sama mengangkat manusia dan kehidupan sebgai bahan analisa yang
utama (Jatman,1985).
2
1.2 Pengertian Psikologi Sastra Menurut Para Ahli
3
BAB II
TEORI PSIKOLOGI SASTRA DALAM WILAYAH
SOSIOLOGI SASTRA
4
Sosiologi sastra pada umumnya, khusunya strukturalisme genetic tidak pernah
menganggap asal usul karya sebagai manisvestasi pengarang individual.
Sebuah karya sastra yang dikaji dengan teori psikologi sastra sudah pasti juga dapat
dikaji dari segi sosiologi sastra. Karena sebuah karya sudah pasti lahir ditengah
masyarakat, sebuah karya sastra diciptakan oleh seorang pengarang yang juga hidup
ditengah masyarakat, apa yang diciptakan oleh pengarang sudah pasti masalah yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat dan masih banyak aspek lain yang memang tidak
bisa dipisahkan dari sosiologi sastra. Analisis psikologi sastra lebih lambat
perkembangannya dibandingkan dengan sosilogi sastra penyebab diantaranya:
5
Karena sebuah karya sastra sudah pasti lahir ditengah masyarakat, karya sastra
diciptakan oleh seorang pengarang yang juga hidup ditengah masyarakat, apa yang
diciptakan oleh pengarang yaitu masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan
masih banyak aspek lain yang memang tidak bisa dipisahkan dari sosiologi sastra.
6
BAB III
TEORI PSIKOLOGI SASTRA DAN KEKHUSUSANNYA
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses
dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu
dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan
pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terliat dengan masalah kejiwaan.
Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang
yang berada pada situasi setengah sadar (subconsius) yang selanjutnya dituangkan
ke dalam bentuk conscious ( endraswara, 2003:96).
2. Telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri
para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca
merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan
dirinya terlibat dalam cerita. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui
pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walupun
imajinatif, dapat menampilkan berbagai problema psikologis.
Pada abad ke-20 kritik psikologis dihubungkan dengan kajian khusus tentang
pikiran, yakni dengan hadirnya teori psikoanalisis dari Sigmund Freud (1852-1939)
dan ajaran pada pengikutnya (Guerin et Al., 1979:121).
Namun dari penggabungan antara sastra dan psikologi kerap terjadi kesalah
pahaman dan salah kaprah dalam cara menerapkan pendekatan psikologi modern
dalam telaah sastra. Kesalahan timbul disebabkan oleh beberapa hal:
1. Karena demikian antusiasnya pengamat menggunakan teori-teori psikologi sehingga
analisis karya sastra berubah menjadi analisis psikologi.
2. Karena kritik sastra dan para ekstremis psikoanalisis kadang-kadang bersikap mistis
dalam keyakinan kelompok mereka.
7
3. Karena para peneliti sastra pada dasarnya tidak memahami secara sempurna ilmu
psikologi.
Selain itu, mereka ini sesungguhnya memberikan penghayatan sekedar terhadap sastra
sebagai karya seni. Penyalahgunaan ini mengakibatkan ketidakpercayaan orang
terhadap pendekatan psikologi dalam sastra. Sehingga, sampai sekarang masih jarang
adanya kajian yang dilakukan terhadap kajian psikologi sastra karena berbagai faktor.
10
lawan dari pemikiran tentangmanusia yang mekanis dan reduksionistis; Menyan-
darkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalahyang akan dipelajari dan
perosedur penelitian yang akan digunakan; Memberikan perhatian penuh dan mele-
takkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada
perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu
B. Psikoanalisis Sigmun Freud
Freud (lahir di Freiberg pada tahun 1856 dan meninggal di London tahun 1939)
memulai karir psikoanalitisnya pada tahun 1896, setelah beberapa tahun Freud buka
praktik dokter. Karena setelah beberapa tahun ia menjadi dokter, Freud tidak pernah
merasa puas dengan cara ia mengobati pasien, Freud berpikir untuk merubah cara
pengobatan pasien. Jika selama menjadi dokter ia mencoba melakukan terapi medis,
Freud berpikir melakukan semacam upaya psikoterapeutik untuk sebagian besar
pasiennya yang ternyata lebih banyak mengalami tekanan jiwa. Terapi itu disebutnya
sebagai Psikoanalisis. Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang muncul pada tahun 1890
oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan
perkembangan mental manusia. (Minderop, 2010:10). Dari sekian banyak karyanya
freud menjelaskan the interpretation of dreams sebagai favorit pribadinya. Buku the
interpretation of dreams terbit pada tahun 1899 dan merupakan buku yang berisi dasar-
dasar teori dan ide yang membentuk psikoanalisis.
Psikoanalisis, mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar yang
membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar.
Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang alam
bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424). Freud menyatakan bahwa
pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious mind)
ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti
gunung es yang justru sebagian terbesarnya ada di bawah permukaan laut yang tidak
dapat ditangkap dengan indera. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh
berbagai tekanan dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia
11
rapat menyimpannya di alam bawah sadar. Freud merasa yakin bahwa perilaku
seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri,
dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari. (Minderop, 2010: 13)
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya
hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan
hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar.
Hasrat yang timbul dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati.
(Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis. Aktivitas
bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya
terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala
tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala
neurosis yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
1. Teori Mimpi
Mimpi adalah fenomena mental. Dalam mimpi, fenomena mental adalah
ucapan dan perilaku orang yang bermimpi, tapi mimpi orang tersebut tidak bermakna
bagi kita dan kita juga tidak bisa memahaminya. (Freud, 2002:97). Namun, dalam
kasus mimpi, orang bermimpi selalu mengatakan dia tidak tahu apa makna mimpinya.
Tapi, Freud menyakini bahwa ada kemungkinan, bahkan cukup besar, bahwa orang
yang bermimpi tersebut mengetahui apa makna mimpinya, hanya saja dia tidak tahu
bahwa dia mengetahuinya sehingga dia mengira dirinya tidak tahu apa-apa. (Freud,
2002:98)
Freud percaya bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurutnya,
mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami
sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam
alam mimpi tak sadar. (Minderop, 2010:17)
12
Alam mimpi merupakan bagian ketidaksadaran manusia yang memberikan
kebebasan tak terbatas meski simbolisasi dalam mimpi mendapatkan pertentangan oleh
dunia realitas, karena dalam mimpi, si pemimpi tidak dapat membatasi impian yang
akan dimunculkan. Mimpi sebagai perilaku ketidaksadaran, dalam kesadaran muncul
dalam bentuk lamunan. Lamunan tidak harus selalu tidur karena lamunan bawah sadar
juga ada. Lamunan bawah sadar serupa dengan sumber mimpi dari gejala neurosis.
(Freud, 2002:405)
2. Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga
sistem kepribadian (id, ego dan super-ego). Faktor-faktor yang memengaruhi
kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya
faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu.
Selanjutnya Freud membahas pembagian psikisme manusia : id (terletak dibagian tak
sadar) yang merupakan sumber energi psikis; Ego (terletak di antara alam sadar dan
tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan dan larangan
super-ego; Super-ego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian
taksadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan yang merupakan hasil
pendidikan dan identifikasi pada orang tua.
3. Dinamika Kepribadian
Menurut konsep Freud, naluri atau instink merupakan representasi psikologis
bawaan dari eksitasi akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Bentuk naluri menurut
Freud adalah pengurangan tegangan (tension reduction). (Minderop, 2010: 24)
a. Macam-macam Naluri
Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam:
eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan naluri kematian (death instinct). Naluri
kehidupan adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego. Sedangkan naluri
kematian adalah naluri yang mendasari tindakan agresif. (Minderop, 2010: 25).
13
Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi mendasar yaitu,
pertama, naluri kehidupan (life instinct). Dan kedua, naluri kematian yang mendasari
tindakan agresif. Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau
pengrusakan diri (self-destructive behaviors). (Minderop, 2010: 27)
b. Kecemasan (Anxitas)
Situasi apa pun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan
melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan bentuk frustasi
yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu
sumber anxitas. Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai
tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas.
Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan
akibat dari konflik antara id dan pertahanan dari ego dan super-ego. Kebanyakan dari
pulsi tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai
personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat, oleh karena
tekanan tersebut, manusia melakukan manuver melalui mekanisme pertahanan.
(Minderop, 2010: 27-28)
c. Teori Seksualitas
Konsep narsisme pada anak, yakni menganggap dirinya sebagai objek cinta
secara menyeluruh. Dengan kata lain, Narsisme sesungguhnya ialah perilaku seseorang
yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek yang dicintai sebagai akibat dari delusi
kebesaran yang diakibatkan oleh libido ‘objek keinginan seksualnya’. Istilah narsisme
ini dipinjam dari kondisi yang digambarkan P.Nacke, yang didalamnya seorang
individu dewasa mencurahkan pada tubuhnya sendiri semua cumbuan yang biasanya
hanya dicurahkan pada objek seksual selain dirinya.
Anak-anak juga mencari objek seksualnya kepada orang lain dengan cara
mengintip atau memperlihatkan (ekshibisionisme).
C. Metode-Metode Telaah Perwatakan
14
Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika karya sastra akan sangat berkaitan
dengan tokoh fiksional dari karya-karya yang diciptakan oleh pengarangnya.
Agar membuat cerita lebih menarik, tentu asaja dibutuhkan karakter-karakter yang tak
lazim dan aneh sehingga menjadi ketertarikan sendiri bagi pembacanya. Karakter dan
perilaku ini yang nantinya akan terkait dengan masalah kejiwaan dari seseorang dan
menjadi masalah dalam hal psikologis.
Selama ini banyak yang memperdebatkan jika telaah sastra menjadi sebuah telaah
psikologi. Padahal, hal ini sangatlah berbeda. Sehingga agar telaah sastra psikologis
tetap dalam hakikatnya maka disampaikanlah dalam bentuk metode perwatakan.
Metode-metode tersebut biasanya dalam bentuk seperti berikut:
1. Metode Telling (Langsung)
Metode ini lebih mengandalkan pemaparan dari watak tokoh yang langsung
dari komentar pengarangnya. Melalui metode ini, keikutsertaan dari pengarangnya
dalam penyajian perwatakan tokoh. Sehingga para pembaca lebih memahami karakter
dari tokoh tersebut. Metode langsung ini meliputi nama tokoh, karakterisasi
penampilan tokoh, serta karakteristik dari penjelasan pengarang.
2. Metode Showing (Tak Langsung)
Metode ini lebih memperlihatkan cara pengarang untuk menempatkan diri di
luar dari kisah dengan memberikan kesempatan bagi para tokoh untuk menampilkan
watak dan karakter dari dialog-dialog yang ada. Metode Showing ini meliputi dari
dialog, tingkah laku, serta karakterisasi dari dialog yang ada.
a. Teknik Sudut Pandang
Salah satu unsur fiksi yang digolongkan sebagai sarana dari cerita yang adalah
pemilihan sudut pandang tentu saja tak akan mempengaruhi dari penyajian cerita,
namun akan lebih mempengaruhi alur dari cerita. Sudut pandang merupakan teknik
yang dipilih penulisan dalam menyampaikan gagasan gagasan cerita melalui kacamata
karakter di dalamnya.
b. Gaya Bahasa (Smile, Metafor, Simbol dan Personafikasi)
15
Smile merupakan perkataan perbandingan yang digunakan untuk objek dan
subjek yang berkaitan seperti umpama, laksana, dan lainnya.
Majas Metafora merupakan majas perbandingan yang digunakan untuk
membandingkan langsung dan tepat mengenai dasar sifat yang sama ataupun hampir
sama. Simbol yang ada di dalam sastra dapat berupa ungkapan yang tertulis, latar,
benda, peristiwa, serta perwatakanyang digunakan untuk memperkuat makna secara
keseluruhan.
c. Teori terdekat
Toeri psikologi sastra erat kaitannya denga sosiologi sastra (strutural genetik),
dan teori antropologi sastra. Ketiga teori ini berangkat dari asums-asums genesis yang
sama, yaitu asal-usul karya sastra. Walau memang masing-masing mempunyai bagian
husus dalam karya sastra sebagai objk kajian sastra. Metode yang umum digunakan
untuk mengkaji sebuah teori ada tiga, yaitu:
1. Menentukan terlebih dahulu teori dan pendekatan yang akan diguankan
2. Menentuka terlebih dahulu karya yang akan dikaji, baru kemudian mencari
teori yang relevan untuk karya tersebut.
3. Dalam waktu yang sama menentukan teori dan kajian yang akan diambil.
Dari ketiga metode diatas, lebih baik jika jangan terlebih dahulu memandang
karya yang akan dikaji, baru kemudian menentukan teorinya. Hal tersebut
membuat pemikiran kita lebih sempit dengan hanya terpokus pada satu teori
tanpa melirik teori lainnya.
16
BAB IV
TEORI DAN ILUSTRASI PENERAPAN TELAAH SASTRA
Dengan berangkat dari teori psikologi sastra yang kami kaji, kami memilih
dua karya sastra Sunda untuk dijadikan objek kajian.
4.1 Cerpen Haturan Agan Nunung Rajainten (dalam buku kumpulan carpon
Awéwé dulang tinandé) karya Tjaraka alias Wiranta
17
Berikut data yang menjelaskan Kepribadian tokoh Wiranta sebagai tokoh utama:
1. Berdasarkan Id(terletak dibagian tak sadar) yang merupakan sumber energi psikis.
18
Dua buah nu keur mejeuhna membuat Wiranta menjadi
dirames-rames disowéh di suit- bernafsu. Dia membayangkan
suit,sanggem urang Cianjur sesuatu …(haha)
mah. Abdi ngarérét
ngarénghap.”
2. Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah
yang mendamaikan tuntutan dan larangan super-ego.
19
Upami Aom nuju teu aya
ngulampreng, tangtos bakal
tambuh laku.”
“Leheung upami abdi Sebenarnya Wiranta ingin
dicandak,upami henteu ?...,ka bertemu dengan Agan tapi dia
2 30
Citaman téh tangtos abdi tiasa masih tidak tahu apakah dia
tepang sareng Agan. dibawa ke Citaman atau tidak.
“Agan! Kedah kumaha atuh Walaupun Wiranta sering
abdi téh! Agan sok dicubit oleh raden tapi dia
ngajembélan,malah kantos tidak berani untuk
ngusap raray Agan. Atuh abdi membalasnya.
mah da teu wantun ari kedah
3 21
ngajembél, nyiwit atanapi
ngusap raray Agan nu sakitu
gamulengna..,Rumaos abdi
saha, Agan saha. Abdi teu
wantun ngalangkungan.”
“Naha atuh make teu daék? Wiranta masih mencintai
Duka kumaha,saban abdi Agan walaupun dia dikelilingi
4 kabeulit ku nu geulis, Agan oleh perempuan cantik. 38
Nunung ngalangkang dina
wangwangan abdi.”
“naha perlu sasalaman Disini Ego akan
ngenalkeun atawa henteu mempertimbangkan apakah
?...Tapi barang sasalaman dia akan bersalaman atau
5 39
sareng Agan,sanés abi waé nu tidak.
ngageter namung panangan
Agan ogé ngageter.”
20
“Abdi raga-reugeu, pan panitih Aku pun bingung, karena
téh lebah pisan nu ngajendol kancing itu memang pas
6 dua.” berada pada bagian sensitifku 32
di wilayah dada
3. Superego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar)
bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan.
21
“Tinimbang ngajalankeun Darpada melakukan dosa lebih
4 doraka,teu burung gaduh baik saya tidak punya istri.
bojo,..”
23
Boh nyayagikeun téh sinték jeung gula batu isuk-isuk, atawa nyayagikeun tuangeun.
Ngan pagawéan éta wungkul nu diantep dipigawé ku kuring téh...’.
Lalu Emin berpikir ‘Kaharti deuih lebah dinyana mah. Sangkan kuring tong
nguluwut, pang beurang-peuting dirubung-rubung ogé ... Kaharti ari eusina mah
hayang ngarubung téh ngajaga bisi kuring nguluwut téa, jeung ngaharaja rék marilu
ngalilipur haté.’. Namun secara tidak langsung, sikap keluarganya yang seperti itu,
membuatnya kembali mengingat kejadian delapan tahun silam. Saat dirinya hendak
melangsukan pernikahan. Bedanya, dulu Ia sangat bahagia diperlakukan seperti itu,
namun sekarang hal itu membuatnya merasa tidak nyaman, merasa dikasihani
walaupun di sisi lain Ia merasa diperhatikan dan disayang.
Yang menarik lagi, pengaruh lingkungan sosial berhasil membuat Emin
bangkit, membuat perubahan dalam hidupnya. Bukan perlakuan orang tua atau
saudaranya seperti yang diceritakan di atas, melainkan secarik kertas, yaitu surat dari
sang kakak, yang berisi nasihat dan penyemangat, sehingga Emin berkata’Surat éta ka
kuring méré sumanget hirup, ngageuing, yén poé kamari mah teu bisa diarep-arep
deui. Nu ngingetan yén kudu hirup. Kudu ngahirupkeun tilu mahluk nu dititipkeun ku
Gusti ka kuring, indugna! ... Lain, sanggeus kitu lain kuring lipur. Tapi sumangat hirup
hudang deui. Nuhun Engkang, nuhun... haté banget nya tumarima’. Sejak saat itu
kehidupan Emin membaik, pikirannya mulai teralihkan dengan hal baru yang membuat
keadaan ekonomimya lebih baik.
Manusia disebut zoon politicon (makhluk sosial), dengan kata lain tak bisa
hidup sendiri. Manusia perlu bersosialisasi, begitu pula dalam cerita pipisahan ini,
untuk bangkit Emin perlu bantuan orang lain. Pembaca dibuat larut dalam cerita.
Karena kuatnya suasana hati tokoh dan kondisi yang digambarkan. Psikis Emin mampu
memengaruhi psikis pembaca pula. Pembaca pun ikut berempati, atau mencoba
merasakan menjadi Emin, hal itulah yang kemudian tanpa disadari berhasil mebuat
pembaca meneteskan air mata.
24
4.3 Kesimpulan dari Hasil Dua Karya yang Dikaji
Carpon Haturanan Nunung Raja Inten jeung novel pipisahan duanana pada
meunang super egona. Dua tokoh utama baik itu Wiranta nu aya dina Carpon
Haturanan Nunung Raja Inten atau tokoh utama Emin dina novel pipisahan,
diciptakan oleh pengarang sebagai tokoh yang mengalah dari hawa napsunya sendiri.
Wiranta selaku tokoh utama dciptakan dengan super ego yang menjadi pemenang atas
diri tokoh. Banyak hal yang sebenarnya menjadi keinginan Wiranta, terutama
keinginan bisa menjadi suami seorang Raden dengan paras cantik. Bukan hanya
Wiranta yang memiliki rasa cinta terhadap si Raden, tapi juga sebaliknya dengan
Radennya sendiri yang juga menyuakai Wiranta. Dibandingdenga Wiranta gelagat
yang diperlihatkan oleh pengarang dalam karya tersebut lebih besar gelagat sang
Raden yang memang menyukai Wiranta. Tapi, wiranta selaku tokh utama yang hanya
diciptakan sebagai orang biasa yang bukan berasal dari keturunan menak, biasa
menahan id dan ego yang berada dalam dirinya.
Carpon Haturanan Nunung Raja Inten yang merupakan karya Tjaraka yang
terbit pada jaman kolonialisme di Indonesia. Kami beranggapan bahwa karya ini
merupakan pengalamnnya sendiri terbukti nama yang dicantumka dalam buku Awéwé
Dulang Tinandé merupakan sandi asma dari nama Wiranta yang ketika kecil biasa
dipanggil Tahya atau Oyo. Wiranta dilahirkan di Kawungluwuk, Conggéang
(Sumedang) 1983. Meamng banyak karyanay yang merupakan pengalam pribadinya.
Sedangkan dengan novel yang berjudul Pipisahan karya R.A.F (Rachmatullah
Ading Affandi), sastrawan kelahiran Banjar Sari Ciamis 2 Oktober 1929, juga masih
bisa disebut pengalamannya sendiri. Tapi dalam hal ini R.A.F tidak mengalaminya
secara langsung apa yang dialami tokoh Emin. R.A.F disini menjadi anak dari Emin.
Jadi, jalan cerita yang ada dalam karya tesebut merupakan pengalaman Ibunya sendiri.
Hal ini bisa dilihat dalam salah satu halaman disebutkan tahun berlangsunngnya cerita
yaitu pada tahun 1931 Masehi. Sedangkan buku tersebut terbit tahun 1975. Melihat
kelahiran pengarang juga 1929.
25
Jadi tidak mungkin kalau itu benar-benar sepenuhnya pengalaman pengarang. Hal lain
yang menguatkan bahwa itu merupakan cerita Ibunya adalah latar belakang yang
menyebutkan bahwa pengarang hanya hidup dengan Ibunya. Dan meamang Ibunya
telah bercerai dengan Ayahnya sejak lama.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
28
DAFTAR PUSTKA
29
SUMBER INTERNET
http://dosenpsikologi.com/teori-psikologi-sastra
https://www.dkampus.com/2017/04/psikologi-sastra-menurut-para-ahli/
https://www.scribd.com/doc/225078703/Psikologi-Sastra
http://dosenpsikologi.com/psikologi-sastra
http://dosenpsikologi.com/teori-psikologi-sastra
https://www.dkampus.com/2017/04/psikologi-sastra-menurut-para-ahli/
https://www.scribd.com/doc/225078703/Psikologi-Sastra
https://www.academia.edu/3798947/BAB_I_PSIKOLOGI_SASTRA_Tujuan_Pembe
lajaran_Amir_Hamzah_PADAMU_JUGA_Habis_kikis
https://www.academia.edu/25741229/Bukuajar_Psikologi_Sastra
https://www.academia.edu/11737463/ANALISIS_SOSIO-PSIKOLOGI_SASTRA
http://www.academia.edu/10526819/Pendekatan_Psikologi_Sastra
http://www.academia.edu/29112202/PSIKOLOGI_SASTRA_CARL_GUSTAV_JU
NG.docx
30