Anda di halaman 1dari 4

Analisis Teks dan Konteks Tradisi Lisan Sohibul Hikayat Sebagai Pewarisan

Bahasa dan Tradisi Betawi

Sohibul Hikayat merupakan tradisi lisan yang berupa seni tradisional pertunjukan tutur
yang dibawakan oleh pencerita daerah Betawi yang berasal dari Timur Tengah. Istilah Sohibul
Hikayat muncul karena dalam membawakan cerita, juru hikayat sering mengucapkan kata-kata
“Menurut Sohibul Hikayat..” atau “Sohibul Hikayat..”. Kesenian ini tersebar di wilayah Jakarta,
terutama di Jakarta Pusat (Salemba, Tanah Abang, Kebon Sirih, dan Kemayoran), daerah tengah
Jakarta seperti Mampang Prapatan sampai Taman Sari.

Sohibul Hikayat merupakan jenis tradisi lisan tuturan murni yang masuk ke dalam ragam
tradisi lisan cerita prosa rakyat atau lebih tepatnya dongeng. Sohibul Hikayat juga merupakan
tradisi lisan yang disajikan dalam bentuk seni pertunjukan. Sohibul Hikayat dapat digolongkan
sebagai tradisi lisan karena memenuhi ciri dan unsur dari tradisi lisan itu sendiri. Berdasarkan
pemenuhan ciri tradisi lisan, Sohibul Hikayat merupakan kesenian yang diwariskan dan
disebarkan secara lisan, memiliki sifat menurut tradisi, bentuk dan variannya berbeda tergantung
pada penyaji atau penuturnya, hikayat yang dibawakan tidak diketahui pengarang atau
penciptanya, cerita hikayatnya berstruktur dan memiliki nilai-nilai, serta kesenian tersebut
merupakan milik bersama masyarakat Betawi.

Berdasarkan unsur tradisi lisan, dapat dilihat pemenuhan unsur tersebut dalam
pertunjukan Sohibul Hikayat Dua Raja Kembar yang dibawakan oleh Yahya Andi Saputra pada
Pekan Sastra Betawi 2019. Pada pertunjukan tersebut, pesan yang diberikan berupa tuturan atau
dongeng dari Hikayat Dua Raja Kembar. Dalam pertunjukan itu, penutur dan penonton yang
berada di tempat dan waktu yang sama sehingga interaksi antara keduanya terjadi langsung di
saat yang sama. Interaksi antara keduanya berupa penutur yang menceritakan sebuah hikayat dan
penonton yang menunjukkan respon dari cerita yang dibawakan oleh penutur. Respon dari
penonton yaitu sedih saat tokoh dalam cerita hikayat mengalami kejadian tragis atau tertawa saat
penutur, Yahya, menyisipkan beberapa candaan dalam cerita hikayat yang ia bawakan. Dari
beberapa ciri dan unsur pertunjukan Sohibul Hikayat inilah yang membuat kesenian tersebut
digolongkan sebagai tradisi lisan.
Dalam membawakan tradisi lisan Sohibul Hikayat, seorang penutur atau pencerita
biasanya tidak menggunakan teks tertulis sama sekali sehingga apa yang disampaikan berupa
gubahan kata-kata yang diimprovisasi pada waktu yang sama. Teks lisan yang dituturkan oleh
juru hikayat adalah bagaimana ia mampu membina teks yang dihasilkan tanpa wujud tulisan
apapun yang digunakan sebagai dasar proses penciptaan.

Dari teks transkrip pertunjukan Sohibul Hikayat Dua Raja Kembar, dapat diteliti
mengenai isi cerita hikayat, struktur ceritanya, dan penggunaan bahasa. Bahasa yang digunakan
penutur dalam menceritakan Hikayat Dua Raja Kembar adalah bahasa Betawi, seperti pada
kutipan transkrip pertunjukan Sohibul Hikayat pada Pekan Sastra Betawi 2019 berikut.

“Syahdan katanya yang punya cerite, di masa dahulu kala, ade maharaja yang memulai
kerajaannya dari bawah. Kite ga ceritain bagaimana itu maharaja berikhtiar sehingga
kerajaannya jadi makmur sehingga kerajaannya jadi jaya dan terkenal di mana-mana. Kite
gancangin cerita kite.”

Dari kutipan di atas, penggunaan bahasa Betawi terlihat dari penggunaan kata kite, die,
ade, gancangin, tuanye, dan lain-lain.

Hikayat Dua Raja Kembar dibawakan oleh Yahya dengan menyisipkan beberapa
candaan sehingga membuat ceritanya lebih menarik. Cerita hikayat yang ia bawakan sebenarnya
bercerita tentang dua raja kembar, yaitu Bazmi dan Bazmanah, yang menjadi penerus ayahnya
dengan membagi wilayah kekuasaan mereka. Diketahui dari transkrip tradisi lisan yang telah
dibuat, dua raja dalam cerita tersebut menghadapi permasalahan yang sama, yaitu kematian.
Meskipun berlatar kerajaan, hikayat ini tidak mengangkat persoalan politik atau budaya,
melainkan mengangkat tema egoik, yaitu tema yang konfliknya berkaitan dengan sifat ego
manusia.

Meskipun Sohibul Hikayat disajikan dalam bentuk lisan, akan tetapi struktur dari hikayat
yang diceritakan terbilang lengkap, mulai dari abstraksi, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi,
dan koda. Berdasarkan dari struktur penyajiannya, penampilan Sahibul Hikayat pada Pekan
Sastra Betawi 2019 dimulai dari bunyi iringan musik hadroh Betawi. Setelahnya, penyaji, yaitu
Yahya Andi Saputra, memulai cerita dengan menyampaikan pembukaan yang kemudian dilanjut
dengan cerita hikayatnya sendiri. Setelah pendongengan hikayat selesai, Yahya melakukan
penutupan disertai dengan doa-doa, kemudian hadroh Betawi kembali memainkan musik sebagai
bentuk penutup diakhirinya pertunjukan itu.

Menurut Korster (dalam Attas, 2018:115), teks dalam tradisi lisan Sohibul Hikayat
melingkupi unsur-unsur, seperti bunyi suara pencerita, gerak-gerik, dan alat media yang
digunakan. Dalam pertunjukan Sohibul Hikayat pada Pekan Sastra Betawi 2019, pencerita, yakni
Yahya, umumnya mengeluarkan bunyi-bunyi untuk menuturkan bacaan narasi dan percakapan
antara tokoh-tokohnya. Yahya juga turut mengeluarkan bunyi suara berupa nyanyian pada dialog
antara Bazmanah dan istri-istrinya. Nyanyian ini digunakan tokoh Bazmanah untuk memanggil
keempat istrinya itu. Gestur Yahya dalam membacakan Hikayat Dua Raja Kembar juga tidak
terlalu ekspresif. Ia yang membawakan cerita sambil duduk di kursi itu hanya memainkan
tangannya yang dimaksudkan sebagai bentuk penegasan, memberi kesan tidak monoton, dan
memberi sentuhan emosional terhadap hikayat yang ia bawakan. Pada unsur alat media, Yahya
sebagai juru hikayat hanya menggunakan mikrofon sebagai medianya untuk menyampaikan
cerita.

Analisis konteks dalam tradisi lisan Sohibul Hikayat terbagi jadi dua, yaitu konteks sosial
dan konteks budaya. Dalam konteks budaya, Sohibul Hikayat merupakan kesenian yang
umumnya ditampilkan pada suatu perayaan keagamaan, seperti Maulid Nabi, Tahun Baru
Hijriah, atau perayaan daur hidup seperti kelahiran, khitanan, atau pernikahan. Pada analisis ini,
Sohibul Hikayat yang dibawakan Yahya dilaksanakan pada acara perayaan seni, yaitu Pekan
Sastra Betawi tahun 2019. Sohibul Hikayat dipentaskan dengan cara mendongengkan cerita-
cerita yang umumnya kental dengan nilai religius kehidupan. Sumber cerita yang dibawakan
Sohibul Hikayat berasal dari kisah-kisah Persia, seperti Seribu Satu Malam, Nurul Laila, dan
Alfu Lail wal Lail.

Sohibul Hikayat bukan hanya menyuguhkan hiburan semata, namun juga membawa
banyak nilai-nilai. Pewarisan nilai-nilai tradisi Betawi berupa agama, sopan santun, saling
mencintai, sikap menghormati kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya. Fungsi lain dari
Sohibul Hikayat yaitu sebagai penyebarluasan bahasa Betawi yang berupa bahasa, ungkapan,
peribahasa, dan lainnya.

Pada konteks sosial, tradisi lisan Sohibul Hikayat dibawakan oleh seseorang yang diberi
sebutan juru hikayat. Pertunjukan tradisi lisan ini juga melibatkan beberapa kelompok pemusik,
seperti hadroh Betawi, marawis, atau kelompok musik Betawi lainnya sebagai pengiring dalam
pertunjukan. Hampir semua juru hikayat datang dari golongan tua, sedangkan golongan mudanya
hanya berperan sebagai pengiring musik. Oleh karena itu, hal ini dapat dijadikan alasan betapa
pentingnya pelestarian dan regenerasi tradisi lisan Sohibul Hikayat

Sejak beberapa tahun lalu, Sohibul Hikayat telah dikembangkan oleh Yahya Andi
Saputra dari Lembaga Kebudayaan Betawi. Yahya sendiri merasakan gaung tradisi atau sastra
lisan Betawi sekarang ini kurang mendapat apresiasi. Sebagai usaha menarik minat, terutama
minat anak muda, Yahya telah melakukan beberapa hal, seperti meringkas cerita Sohibul Hikayat
dan menampilkan visual dalam bentuk teatrikal.

Daftar Pustaka

Attas, Siti Gomo. 2018. Sahibul Hikayat: Revitalisasi, Hibriditas, dan Identitas Betawi di
Perkampungan Setu Babakan. Arkhais, 09 (2), 1-5.

Haris, Mohammad Abdul. (2019, Agustus 11). Sohibul Hikayat – Dua Raja Kembar (Babe
Yahya) [Berkas Video]. Diperoleh dari https://youtu.be/VUXi2RcOMco

Puspitasari, Peni. 2018. Penelitian Terhadap Struktur Cerita, Konteks, Ko-Teks, Proses
Pewarisan, Fungsi, Nilai-nilai, dan Ancangan Model Revitalisasi Tradisi Lisan
Jemblung Jawa Timur. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia

Rohim, dkk. (2019). Data Pokok Kebahasaan dan Sastra: Sohibul Hikayat. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai