INTERIOR NUSANTARA
DOSEN PEMBIMBING
Putri Sekar Hapsari , S. Sn., M. Sn
DISUSUN OLEH
Hanifah Laili Muntaha Putri
NIM. 211501064
DESAIN INTERIOR
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Merumuskan dan Menganalisa
Pengadopsian Konsep,Tipologi dan Morfologi Ruang Bentuk Arsitektur dan Interior Padang,
Dayak, Batak” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Interiro Nusantara. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Konsep,Tipologi dan Morfologi Ruang Bentuk Arsitektur dan Interior
Padang, Dayak, Batak bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Putri Sekar Hapsari , S. Sn., M. Sn
selaku dosen mata kuliah Interior Nusantara yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
A. LATAR BELAKANG
Keindahan arsitektur nusantara telah dikenal luas dan banyak dieksplorasi sejak
masa Kolonial atau penjajahan bangsa asing di kepulauan nusantara. Arsitektur
nusantara sebagian besar merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun
berdasarkan adat dan tradisi setempat. Proses pendirian rumah tradisional sejak awal
penentuan lokasi hingga didirikan dan dihuni, tidak pernah lepas dari pengaruh adat,
kepercayaan dan tradisi. Oleh karena itu, arsitektur nusantara seringkali disebut juga
sebagai Arsitektur Tradisional atau Rumah Tradisional.
Pengertian atau konsep rumah bagi penduduk asli kepulauan Nusantara berbeda
dengan konsep rumah bagi bangsa Barat atau Eropa. Bagi bangsa Barat atau Eropa,
rumah merupakan tempat tinggal, istirahat dan berteduh. Akan tetapi bagi penduduk
asli, rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, namun juga sebagai
penggambaran dunia secara mikro (mikrokosmos) dari dunia tempat hidup manusia
(makrokosmos). Dengan demikian rumah tidak hanya sekedar tempat atau ruang
dibawah naungan namun juga bagian dari dunia. Konsep rumah yang demikian
ditemukan pada hampir di seluruh Rumah Tradisional di penjuru nusantara.
Arsitektur tradisional merupakan hasil dari lingkungannya sehingga tiap
daerah memiliki berbagai varian yang dibangun sebagai respon dari kondisi alam,
ketersediaan material, iklim dan vegetasinya (Dawson & Gillow, 1994). Selain
itu, pembangunan Rumah Tradisional selalu melibatkan tidak hanya pemilik
rumah namun juga seluruh masyarakat setempat atau komunitas. Tahapan
pembangunan rumah, dari pemilihan tapak dan bahan, mempertimbangkan adat
dan kondisi lingkungan. Teknik pembangunan diturunkan dari generasi ke
generasi baik melalui legenda, pantun, cerita ataupun melalui proses magang.
Pemilihan material bangunan menggunakan material lokal yang ditemui di sekitar
pemukiman. Sistem struktur dan konstruksi disusun bukan dari hasil perhitungan
mekanika namun berdasarkan uji coba (trial and error) yang berlangsung selama
bertahun-tahun. Karena itu, Rumah Tradisional mampu bertahan hingga puluhan
bahkan ratusan tahun dan sangat sesuai dengan kondisi iklim, cara hidup dan kondisi
geografis nusantara yang termasuk dalam garis patahan lempeng bumi yang rawan
gempa.
Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah tertentu.
Masing-masing daerah (wilayah) tersebut yang memiliki keragaman dan kekayaan
budaya. Termasuk pula rumah adat Padang,Dayak dan Batak yang akan kita bahas pada
penulisan makalah kali ini. Salah satunya Rumah adat Padang yaitu rumah adat suku
minangkabau. Rumah Tradisional suku Batak Toba dan Minangkabau memiliki
kesamaan dalam hal bentuk atap dan konstruksi rumah panggung. Rumah Tradisional
kedua suku tersebut terkenal dengan lengkungan atap yang menjulang tinggi. Bagi
kedua suku tersebut, makna lengkungan atap menggambarkan tanduk kerbau. Namun
beberapa penelitian terdahulu oleh para antropolog (Waterson 1980; Dawson & Gillow,
1994) menyebutkan adanya kesamaan dengan bentuk atap suku-suku lain di penjuru
nusantara yang menyerupai bentukan perahu.
Bentuk geometri Rumah Tradisional Batak Toba dan Minangkabau dan
menggambarkan keindahan arsitektur kayu nusantara. Akan tetapi, perkembangan
arsitektur di Indonesia masa kini lebih mengacu pada arsitektur dari Barat. Unsur-unsur
lokal dianggap telah kuno dan tidak menarik. Kearifan lokal dan tradisi ikut tergerus
perkembangan jaman. Di sisi lain, Arsitektur nusantara yang dianggap kuno tersebut
telah terbukti mampu bertahan melewati waktu yang panjang. Oleh karena itu,
kesadaran akan pentingnya belajar kembali kearifan arsitektur nusantara kini mulai
berkembang seiring dengan berbagai bencana yang terjadi. Gempa yang menimpa
daerah Aceh, Nias, Padang dan daerah-daerah lain di nusantara telah merenggut banyak
korban jiwa. Yang sangat disayangkan, banyaknya korban jiwa diakibatkan oleh
konstruksi bangunan yang tidak tahan gempa. Untuk mendirikan bangunan masa kini
dengan bentuk dan sistem yang sama persis dengan Rumah Tradisional sangat sulit
dilakukan. Telah terjadi pergeseran cara hidup warga yang semula didominasi petani
menjadi masyarakat perkotaan atau urban. Selain itu, material Rumah Tradisional yang
semula banyak ditemukan, kini menjadi langka akibat eksploitasi hutan dan perubahan
pola pemukiman. Akan tetapi, mempelajari arsitektur Rumah Tradisional dapat
memberikan landasan pijak yang baik bagi arsitek-arsitek muda bagi perkembangan
Arsitektur di Indonesia masa kini.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
D. MANFAAT PENULIS
A. SUKU MINANGKABAU
2. Gonjong Ampek Sibak Baju Gonjong Ampek Sibak Baju RA suku Koto,
Dt.Tampang, di Koto Pisang (koto Kaciak), desa Pariangan, 5 ruang. Perhatikan
dua gonjong yang ditengah, pengakhiran pada dua gonjong bagian tengah
adalah dalam bentuk garis sibak baju, bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah
Maharam .
3. Surambi Aceh Bagonjong Ciek dan Duo Asal bangunan serambi ini muncul dari
kebutuhan penerima tamu yang bukan orang minang (kolonial) yg tidak
diperbolehkan (tabu) masuk ke dalam rumah adat/gadang (Gambar4). Bangunan
Istano Rajo Balun memiliki serambi depan dengan dua gonjong, sejajar dengan
bangunan
F. Pola Pemukiman
Suku Batak Toba termasuk dalam Suku Bangsa Batak. Suku Batak secara
umum dibedakan menjadi 6 etnik grup, yaitu Toba, Karo, Angkola, Mandailing,
Pakpak atau Dairi dan Simalungun. Kelompok suku Batak berdiam di Propinsi
Sumatera Utara. Menurut pendapat para antropolog dan sejarah, asal usul suku
batak Toba tidak jauh berbeda dengan suku-suku lain di Kepulauan Nusantara
yaitu berasal dari migrasi zaman Neolithikum dan Megalithikum.
Secara khusus, sejarah Suku Batak dapat dibagi menjadi 3 periode yaitu
pre-contact isolation yaitu masa dimana Suku Batak masih hidup terisolasi pada
tahun 2000 – 1600 SM; pre-western contact yaitu masa sebelum terjadi kontak
dengan Bangsa Barat pada tahun sebelum 1600 M; dan post-western contact,
yaitu masa setelah terjadi kontak dengan Bangsa Barat hingga terbentuknya
pemerintahan Indonesia (Cunningham, 1958 dalam Fitri, 2004, p.21). Periode
tersebut membawa perubahan pada cara hidup dan rumah tinggal suku Batak.
Sebelum masa kolonial di kepulauan Nusantara, kehidupan suku Batak Toba
masih bersifat kesukuan dan bercocok tanam. Setelah masa kolonial dan
pemerintahan Indonesia terbentuk, terjadi pergeseran dalam bidang ekonomi dan
budaya. Perekonomian tidak lagi didasari kehidupan agraris dan tergantung pada
hasil bumi. Lahan pertanian pun mulai beralih fungsi. Pada akhirnya suku Batak
tidak lagi tinggal di desa-desa adat dan lebih menyukai rumah tinggal seperti gaya
yang dibawa oleh pemerintahan kolonial. Akibatnya, banyak desa-desa batak
yang sepi bahkan hilang, rumah-rumah tradisional yang tidak lagi dihuni dan rusak.
Rumah adat Batak adalah salah satu bukti kekayaan budaya dan
peninggalan sejarah di Indonesia, tepatnya di Provinsi Sumatera Utara. Hal
semacam ini memang kerap menjadi perhatian para pengunjung untuk datang
berkunjung. Terlebih lagi bagi mereka yang belum pernah melihatnya, dan punya
antusias yang tinggi terhadap peninggalan sejarah kebudayaan di suatu daerah.
Untuk Sumatera Utara sendiri, dengan adanya beragam jenis rumah Adat
Batak ini, memang kerap kali dijadikan daya tarik dan ikon terpenting untuk sebuah
perjalanan wisata. Para pengunjung dengan tujuan wisata ke Sumatera Utara akan
selalu mengincar tempat dimana terdapat rumah adat Suku Batak. Hal ini tentu
dikarenakan ciri khas yang melekat pada daerah tersebut, sehingga tidak akan
lengkap rasanya berwisata ke Sumatera utara jika belum menginjakkan kaki di
rumah adat batak yang menyimpan cerita sejarah dan keunikan bentuk
bangunannya. Namun, hal terpenting yang harus diketahui adalah nama rumah adat
batak yang tentunya bukan hanya satu. Jika ingin memperkaya pengetahuan lebih
mendalam mengenai hal ini, maka setidaknya mengetahui apa-apa saja nama rumah
tersebut. Meskipun demikian, rumah adat suku batak sendiri masih terbagi-bagi
lagi. Sebagaimana sejarahnya, Batak sendiri terbagi lima yaitu Batak Toba, Batak
Simalungun Batak angkola,Batak Pakpak dan Batak Karo. Meski sama-sama
berasal dari suku Batak, secara spesifik daerahnya masih berbeda. Perbedaan inilah
yang kemudian memunculkan keberagaman bentuk rumah baik dari segi struktur
dan filosofi.
Masing-masing suku di Indonesia memiliki minimal satu jenis bangunan
seperti rumah tinggal yang disebut dengan rumah adat/rumah tradisional.
Suku Batak Toba juga terdiri dari bermacam-macam kelompok yang dapat
dipengaruhi oleh lingkungan wilayah tempat dimana kelompok tersebut membangun
kegiatan kehidupan seperti kegiatan perekonomian, sosial dan budaya. Beberapa
etnis Batak Toba yang ada khusunya di wilayah Sumatera Utara ialah di daerah
Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, dan Samosir. Pada umumnya
masyarakat Batak toba memiliki rumah tradisional dengan bentuk khas.
Rumah tradisional Batak Toba telah diwarisi ratusan tahun yang lalu. Gaya
dan bentuknya dipengaruhi oleh tatanan hidup, ekonomi, alam sekitar dan iklim.
Iklim adalah masalah yang penting yang dapat mempengaruhi bentuk bangunan,
khusunya dalam hal ini adalah rumah tradisional Batak Toba. Rumah tradisional
Batak Toba secara umum merupakan rumah panggung. Tetapi keberadaanya di
Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir sudah banyak dipengaruhi oleh
beberapa etnis lain seperti karo, mandailing, simalungun dan lain sebagainya.
Sehingga rumah tradisional Batak Toba di Kabupaten Toba Samosir dan Samosir
lebih beragam lagi dengan pengaruh beberapa etnis tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami tipologi, bentuk
dan struktur dari rumah adat Batak Toba diwilayah Samosir dan Toba Samosir.
Suku Batak Toba berdiam di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir,
meliputi Kabupaten Toba Samosir sekarang yang wilayahnya meliputi Balige,
Laguboti, Parsoburan, dan sekitarnya. Menurut Fitri (2004), Berdasarkan informasi
yang lebih kuno, wilayah Batak Toba dapat disebut juga sebagai Batak
pusat, hal ini karena lokasinya yang berada di tengah-tengah sub-etnis suku Batak
yang lainnya
Gambar peta daerah batak Toba
6. Gorga singa singa yang bermakna sebagai pelidung dan penjaga setiap
orang yang masuk kedalam rumah agar selalu berniat baik
Pembangunan rumah adat ini dilakukan dengan gotong royong. Bahan yang
digunakan adalah dengan kayu pilihan terbaik. Para tukang kayu saat memilih kayu
adalah dengan mengetuknya, dipercaya kayu yang berbunyi nyaring itulah kayu
yang baik. Pondasi yang digunakan adalah berbentuk segi empat dengan dipadukan
dinding dan tiang yang kuat. Maknanya adalah kerja sama atau gotong royong saat
memikul beban yang berat. Bagian atas rumah adat ini ditopang dengan tiang yang
sering disebut ninggor. Ninggor ini berbentuk lurus tan tinggi yang bermakna
kejujuran.
Pada bagian depan terdapat arop-aropan yang memiliki makna sebagai
harapan dapat hidup layak. kemudian yang berfungsi untuk menahan atap atau
disebut songsong boltak mempunyai makna jika ada tuan rumah yang dirasa tidak
baik maka hendaknya dipendam di hati saja. Masyarakat biasanya membersihkan
rumah dengan menyapu seluruh kotoran dan membuangnya ke lubang yang disebut
“talaga” yang berada di dekat dapur masak. Hal ini dihubungkan mempunyai
makna untuk membuang jauh-jauh segala keburukan dan kesalahan dari dalam
rumah.
Di rumah adat batak tersebut terdapat semacam panggung kecil yang berfungsi
sebagai tempat menyimpan padi yang mempunyai makna sebagai harapan untuk kelancaran.
Panggung kecil ini berbentuk menyerupai balkon. Selain memiliki makna yang kental,
Rumah Adat Batak juga memiliki 3 bagian rumah adat batak, yaitu: Bagian-Bagian Rumah
Adat Batak Menurut tingkatannya, rumah adat batak dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian
bawah, bagian tengah, dan bagian atas. Semua bagian memiliki anggota sendiri-sendiri. Pada
bagian bawah atau sering disebut Tombara terdiri dari batu pondasi, pasak yang menusuk
riang serta tangga atau balatuk. Pada bagian tengah atau sering disebut Tonga yang terdiri
dari dinding depan, samping dan belakang. Sedangkan pada bagian atas atau biasa disebut
Ginjang terdiri dari atap. Di bawah atap adalah urur dan di atas urur membentang lais. Bagian
bawah rumah adat ini memiliki fungsi sebagai tempat hewan ternak seperti kerbau, dll.
bagian tengah adalah hunian manusia dan pada bagian atas sebagai penyimpanan benda-
benda keramat. Berikut adalah bagian lengkap dari rumah adat batak
1. Bagian Atap
Bagian atap rumah ini mengambil ide dari punggung kerbau yang bentuknya
melengkung. Dengan mengambil konsep ini, rumah adat batak terlihat aerodinamis
dalam melawan angin kencang dari danau. Atap rumah terbuat dari ijuk. Ijuk ini
adalah bahan yang mudah untuk didapatkan di daerah tersebut, maka orang batak
menggunakannya sebagai bahan atap. Suku Batak menganggap atap adalah sesuatu
yang suci, maka dari itu mereka membuat atap digunakan untuk menyimpan benda
benda keramat atau pusaka mereka.
2. Badan Rumah
Sesuai dengan namanya, badan rumah berarti badan dan terletak di bagian
tengah. Dalam mitologi batak menyebutnya dunia tengah. Dunia tengah ini
memiliki makna sebagai tempat aktivitas manusia seperti bersenda gurau, tidur,
masak, dll. Badan rumah ini dilengkapi suku adat dengan hiasan berupa ipon-ipon.
3. Pondasi Rumah
Pondasi yang digunakan rumah adat ini menggunakan pondasi tipe cincin.
Artinya batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang ada di atasnya. Tiang yang
berdiameter sekitar 42-50 cm berdiri diatas batu ojahan yang strukturnya fleksibel.
Sehingga rumah adat batak dapat tahan terhadap gempa
Tiang pada rumah adat batak berukuran kurang lebih 35-55 cm. memiliki
filosofi kebersamaan dan kekokohan. Pondasi tipe umpak digunakan Suku
Batak karena pada waktu tersebut masih banyaknya jumlah batu ojahan dan kayu
gelonggong dalam skala besar. Pada waktu itu juga belum ditemukannya bahan
perekat seperti semen.
4. Dinding Rumah
Tidak ketinggalan bagian dari rumah adat batak ini adalah bagian pintu. Suku batak
membuat pintu ini terlihat lebih menarik dengan dikelilingi ukiran, lukisan dan
tulisan. Pintu utama rumah adat ini menjorok ke dalam dengan lebar 80 cm dan
tinggi kurang lebih 1,5 m.
Rumah Adat batak juga memiliki keindahan yang khas, terletak pada atap rumah
yang berbentuk lancip di bagian depan maupun belakang. Bagian depan rumah ini
sengaja dibuat lebih panjang daripada bagian belakang bukan tanpa makna.
Mereka mempunyai kepercayaan bahwa dengan bentuk atap yang lancip serta
memanjang memiliki arti turut mendoakan keturunan dari pemilik rumah agar
memiliki masa depan yang lebih baik.
M. TIPOLOGI BENTUK DAN STRUKTUR RUMAH ADAT BATAK TOBA
1. Rumah bolon
N. SUKU DAYAK
Rumah adat Dayak yang dianalisis sebanyak 10 tipe rumah dari beberapa tipe yang ada,
karena satu tipe bisa berubah dari bentukan awalnya. Hal tersebut seiring berjalannya waktu
pasti akan terjadi, sesuai dengan kebutuhan ruang yang diinginkan penghuni rumah adat
Dayak karena pertambahan jumlah penghuni maupun karena faktor lain.
Awalnya rumah adat Dayak berbentuk huma yaitu rumah yang menyentuh tanah sebagai
hunian yang dibangun berpindah-pindah mengikuti lokasi ladang menggambarkan rumah
yang menyatu dengan alam, adanya keharmonisan, belum adanya ancaman dari binatang
buas atau gangguan dari sesama suku maupun lintas suku sehingga karakter bangunannya
terkesan masih natural. Huma, hampir sama dengan rumah tingkap yang sama-sama lantainya
menyentuh tanah namun perbedaan terdapat pada penambahan material dinding. Kemiripan
bangunan juga terdapat pada rumah panjang dengan rumah lamin atau betang, perbedaan
terdapat pada penggunaan material dan penambahan ruang.
1. Huma
Lantai menyentuh tanah, dua sisi tegaknya segitiga dan dua sisi lainya miring. Kawasan
permukiman di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan Tidak terdapat material dinding,
atap terbuat daun rumbia.
2. Rumah Panjang
Dihuni satu generasi dengan jumlah keluarga, panjang 250 meter, tiggi tiang 6 meter,
panjang rumah sejajar dengan sungai. Di Sarawak, Kalimantan Barat, Brunei, Sabah dan
Johor. Kab. Kapuas Hulu, Kabupaten Pontianak, Desa Saham, Kec. Batang Lupar dan Kec.
3. Betang Lamin Balai
4. Kota Bakota
Berpagar keliling/berbenteng, lebih dari satu massa bangunan, tinggi tiang 6 meter,
panjang rumah sekitar 20 m, lebar sekitar 6 meter Kalimantan Tengah Dayak Ngaju
Bentuk kotabakota seperti pondok yang dibangun di tengah hutan, dengan menancap
kayu sebesar betis untuk kotan (pagar/benteng) sekeliling pondok. Tangga masuk
pondok bisa di tarik ke atas.
Dihuni satu keluarga, tinggi tiang sekitar 4 meter, panjang rumah sekitar 12-15 depa,
lebar rumah sekitar 8-10 depa, panjang rumah sejajar dengan sungai. Kalimantan
Tengah Di Kabupaten Pulang Pisau dan menyebar di sekitarnya Tampak visual
bangunan
didominasi oleh garis-garis vertikal dinding yang terbuat dari papan kayu. Atap
memiliki bentuk pelana yang dikombinasi dengan atap miring. Penutup atap terbuat
dari bahan sirap berwarna.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penulisan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa setiap rumah adat
memiliki ciri dan karakteristik dari daerahnya masing-masing. Seperti rumah adat
Padang Dan Batak yang memiliki beberapa kemiripan. Bukan hanya dari segi bentuk
namun juga dari segi sistem struktur dan detail sistem konstruksinya. Dari hasil
literatur dan studi sistem konstruksi pada kedua rumah tersebut, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
Agus, E. (2006). Kajian Topologi, Morfologi dan Tipologi pada Rumah Gadang
Minangkabau. International Conference on Construction Industry, 21-24 Juni 2006
(hal. 552-557). Padang: Universitas Bung Hatta.
Couto, N. 1998. Makna dan Unsur-Unsur Visual pada Bangunan Rumah Gadang.
(Tesis Pasca Sarjana tidak diterbitkan). Jurusan Seni Murni. Fakultas Seni Rupa dan
Desain ITB: Bandung.