Anda di halaman 1dari 79

BUDAYA LAHAN KERING & PARIWISATA

“KAMPUNG ADAT BENA, KAB.NGADA, FLORES, NTT”


KELOMPOK 1
Kampung Bena berada pada
kaki gunung berapi Inerie atau
dikenal dengan “ibu kampung”
Struktur kampung Bena punya
kekhasan tersendiri yg menyerupai
kapal dg dua baris rumah adat
yang saling berhadap-hadapan.

Suku yang masih mempertahankan bentuk bangunan arsitektur interior rumah adat serta
bijaksana menerapkan kearifan lokal dalam kehidupan sosial adalah :
KAMPUNG BENA
Kampung Bena adalah sebuah kampung megalitikum yang terletak di desa Tiworiwu,
Kec. Jerebu’u, Kab. Ngada, Flores,NTT.
Lingkungan & Masyarakat Flores

Sejarah kependudukan masyarakat


Flores menunjukkan bahwa Pulau ini
dihuni berbagai kelompok etnik.
Masing-masing etnis menempati
wilayah tertentu.
Ditinjau dari sudut bahasa dan
budaya, ada beberapa sub-kelompok
etnis di Flores.
Etnis tersebut adalah :
Etnis Manggarai-Riung.
Etnis Ngadha-Lio.
Etnis Mukang.
Etnis Lamaholot. Kelompok etnis di Flores sesungguhnya memiliki
Etnis Kelompok Bahasa Kedang. asal-usul genealogis dan budaya yang sama.
Tata Ruang Kampung
Bena
Konsep kosmologi menjadi dasar
pola penataan ruang kampung adat
Bena.
Tersusun oleh ruang terbuka non
hijau/ RTNH (kisa loka yang terdiri
dari 9 loka / halaman suku, ngadhu,
bhaga, ture Bupati, ture AgoNgadha,
ture woe, peo, menhir, dolmen dan
makam), ruang permukiman rumah
adat (sa’o), ruang dengan fungsi lain
(peribadatan, perkantoran dan
perdagangan dan jasa) serta ruang
terbuka hijau/RTH yang mengelilingi
Konsep tradisional yaitu ‘saling melindungi’ kampung.
mempengaruhi pembagian ruang kampung menjadi 3 bagian besar :
 ruang terbuka non hijau/RTNH (kisa loka).
 ruang permukiman (sa’o).
 ruang terbuka hijau/RTH.
Lanjutan

• Konsep ‘ruang dan waktu’.


pusat permukiman (sa’o) wujud dunia tengah dan masa kini.
 pusat budaya (loka) wujud dunia bawah dan masa lampau dimana terdapat ngadhu,
bhaga, makam, dolmen sebagai simbol-simbol para leluhur.
pusat lingkungan yaitu ota ola wujud dunia atas & masa depan.
Keseluruhan jumlah rumah pada kampung Bena terdapat 43 rumah adat.
2 jenis rumah yang memiliki bentuk arsitektur interior yang berbeda yaitu : Sa’o Saka
Lobo yang mewakili leluhur kaum pria dan Sa’o Saka Pu’u, yang mewakili leluhur kaum
wanita.
• Rumah ini memiliki simbol pada struktur bubungan atapnya, konstruksi bangunan,
besaran ruang inti (One) yang berbeda & tingkatan kesakralan.
• Ruang inti (One) pada interior rumah adat Sa’o Saka Lobo dan Sa’o Saka Pu’u fungsinya :
Tempat ritual adat.
Kediaman leluhur.
Tempat tidur bagi kepala RT, & tempat memasak (Lika).
Arsitektur Bangunan Rumah Adat Kampung Bena
Bentuk Sa’o Saka Pu’u dan Sa’o Saka Lobo

Bentuk arsitektur vernakular merupakan artefak budaya yang lahir dari citra, ekspresi &
pengetahuan dasar dari masyarakat adat setempat.

Ketersedian material kayu yg digunakan utk membangun arsitektur interior rumah adat
mudah didapatkan pada sekitar lingkungan kampung Bena.
Rumah adat
Sa’o Saka Pu’u

Sa’o Saka Pu’u berkedudukan sebagai rumah induk atau pusat dari rumah adat lainnya.
Sa’o Saka Pu’u berada pada posisi tertinggi dan menjadi pemimpin dari rumah-rumah adat lainnya.
 Sa’o Saka Pu’u merupakan perlambangan dari leluhur kaum wanita dan terdapat sebuah simbol anaie pada bubungan atap
yg memiliki karakteristik menyerupai sebuah arsitektur rumah adat Bena.
Anaie merupakan simbol dari perempuan yang di buat dari kayu Oja dan alang-alang yang berukuran 25x25 cm.
Anaie adalah bentuk dari ruang inti atau one. Dimensi ruang inti atau one pada Sa’o
Saka Pu’u berukuran lebih besar dari jenis arsitektur rumah adat Bena lainnya.
Rumah adat
Sa’o Saka Lobo

Sa’o Saka Lobo adalah rumah adat yang mewakili leluhur kaum pria.
Kedudukan dari Sa’o Saka Lobo berada diposisi kedua setelah Sa’o Saka Pu’u.
Simbol pada bubungan atap memiliki karakteristik menyerupai sebuah boneka kayu yg
sedang memegang parang adat pada tangan kanannya &tombak adat pada tangan kirinya.
Simbol ini disebut : Ata / yg memiliki arti manusia. Dimensi ruang inti atau one pada Sa’o
Saka Lobo berukuran lebih kecil dari yang dimiliki Sa’o Saka Pu’u.
Fungsi :
tempat tinggal keluarga
 ruang sakral dimana roh
para leluhur tinggal &
menjaga para anak cucunya
didalam rumahtersebut.

Kedua jenis rumah ini memiliki


bentuk rumah panggung
&material yg digunakan pda
arsitektur interior rumah adat
Sa’o Saka Pu’u & Sa’o Saka Lobo
secara keseluruhan
menggunakan material yang ada
L
pada kearifan lokal kampung
Bena.
Pembeda :
Simbol pada Sao Saka Lobo disebut Ata, Ata : manusia laki-laki yang memegang parang ditangan kanan dan
tombak di tangan kiri.
Simbol di Sao Saka Puu disebut Anaye dan berbentuk miniatur rumah adat.
TAHAPAN & RITUAL MEMBANGUN RUMAH ADAT
• Ritual Basa Matakaka.
• Pengumpulan material yang bisa menghabiskan waktu sekitar 1 bulan dengan
memanfaatkan bahan baku lokal.
• Pengeringan material kayu.
Kayu yg digunakan :
kayu fai menyimbolkan perempuan.
kayu oja menyimbolkan laki-laki .
kayu lain yang digunakan yaitu kayu dalu dalam one sebagai inti.
• Pemotongan hewan babi dan makan bersama.
• Tahap Wake lado wewa, proses ini adalah merupakan proses membangun konstruksi atap.
• Pali wa’i (pemasangan batu tangga pertama menuju ruang luar atau teda wewa).
• Paja yaitu proses melanjutkan konstruksi atap.
• Wae : tahap yg panjang, proses meletakkan & menyusun alang-alang diatas konstruksi
atap lalu dilakukan syair adat & tarian adat Ja’i berkeliling kampung.
• Ana saki mai zia sa’o fai yang berarti perjalanan suami menuju rumah istri.
• Kemudian kembali ke sao sake lobo dg menari ja’i dan membawa atap (wado sae ana
saki).
• Pemberkatan misa.
• Ritual atau tahap terakhir : ka sao : makan bersama yang dihadiri oleh masayarakat
kampung Bena dan masyarakat kampung lain yang memeliki ikatan persaudaraan dengan
tuan rumah.
Tuan rumah menyiapkan :
70 ekor babi , 1 ekor kuda dan 15 ekor kerbau.

Lanjutan....
Pemanfaatan material kayu Oja pada dinding
ruang inti One konstruksi atap

Material bambu digunakan utk mole sa’o.


Material bambu Betho pada
Mole Sa’o adalah simbol berbentuk benda pusaka adat
konstruksi atap
yakni parang adat & tombak adat.
Fungsinya : pemecah angin,lindungi agar
awetbubungan atap agar tetap awet d dan tidak rusak.
Persiapan ritual Wa’e Sa’o di kampung
Pemasangan alang atau keri
Bena

Material yg digunakan sebagai pengikat


bubungan Tarian jai bersama yang dilakukan

Syarat selama ritual menenun, menyisir & segala kegiatan yang berkaitan dengan benang dihentikan
karena masyarakat percaya akan mendatangkan kesialan .
 Hal lain memasang tungku api ke rumah adat selesai dibangun tujuannya agar alang-alang bisa awet
sampai 40 tahun.
KONSTRUKSI

Konstruksi pada arsitektur interior rumah adat


kampung Bena terdiri dari konstruksi pondasi, konstruksi
lantai, kontruksi dinding, dan konstruksi atap.
Pada bagian konstruksi pondasi, terdiri dari Ture Sa’o ,
yang mempunyai arti tumpukan batu-batu yang disusun
pada depan rumah adat.
Material yang digunakan adalah kayu dalu, jenis kayu
ini dipilih oleh masyarakat Bena karena memiliki
kekuatan bertahan hingga ratusan tahun.
Konstruksi dinding terdiri dari dua Konstruksi lantai pada arsitektur rumah adat Bena
bagian, bagian ruang luar (Tedha Wewa) terdiri dari Ledha Tedha Wewa, Ledha Tedha One, dan
dan bagian ruang dalam (Tedha One dan Ledha One
One) .
Bagian atap luar ditutupi oleh belahan
bambu yang dibelah menjadi dua (Lenga)
Tiga perabot penting di dalam rumah adat (sao) adalah :
a. Tempat perapian berikut rak diatasnya (lapu lika ne’e kae)
b. Tempat perletakan perangkat adat (mata raga), dimana tombak (bhuja kawai),
bilah bambu (su’a uwi) dan tempat air minum (bhoko), serta parang adat (sau ge’e)
dijaga dan disimpan.
c. Tangga dari teda one menuju one (kawa pere atau kata bewa ).
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN PARIWISATA
“Sistem Lingkungan, Tata Ruang Dan Arsitektur Sumba”

KELOMPOK 2
Erni Paremadjangga 1609010001
Praiselia D. A. Tafui 1609010007
Theresia O. Bara 1609010009
Gregorius R. M. Kuru 1609010011
Christina D. De Jesus 1609010019
Kefin E. Tahun 1609010027
Natasha Imanuelle 1609010029
Monycha Bumbungan 1609010033
Satria Ndolu 160901003
Agatha S. Ua 1609010043
Anjelina L. Bouk 1609010045
Ezequiel Nunes 1609010051
Brito Araujo 1609010053
SISTEM LINGKUNGAN, TATA RUANG
DAN ARSITEKTUR
• Sistem lingkungan dibedakan menjadi 2, yaitu lingkungan hidup dan sosial
• Sedangkan tata ruang dan arsitektur merupakan seni dan ilmu merancang
serta membuat konstruksi bangunan, jembatan dan sebagainya
• Arsitektur nusantara merupakan sebagian hasil karya leluhur yang menjadi
warisan budaya yang punya makna dan pola pikir yang tanggap terhadap
alam dan kondisi sekitar
Karakteristik umum arsitektur rumah tradisional Sumba

- Bentuk sama dengan arsitektur rumah tradisional dari rumpun Austronesia


yaitu berupa rumah panggung.
- Rumah tradisional Sumba menggunakan material-material alam, dan bentuk
atap yang cenderung menjulang tinggi (atap menara).
- Rumah itu dapat mempunyai menara (uma mbatangu) dan tidak bermenara
(uma kamadungu). Ketinggian menara merupakan simbol kejayaan dan
kekuasaan. Oleh karena itu, ketinggian menara berbeda-beda.
Gambar 1. Rumah tidak bermenara (1) dan rumah bermenara (2)
Sumber : Purwati, 2011
• Selain ketinggian menara, status sosial seseorang juga ditentukan melalui
peletakan rumah-rumah.
• Contoh: Wanukaka, Rumah di Wanukaka dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:
golongan maramba (kelas atas, pimpinan, atau penguasa), anatoe (kelas
menengah), dan humba (pelayan dan pekerja).
• Perletakan rumah ditata dengan konsep hirarkhi yang menunjukkan status sosial
penghuninya, yaitu rumah untuk kelas atas posisinya diletakkan di tengah dan
pada daerah yang lebih tinggi dekat dengan makam, sedangkan rumah-rumah
lainnya mengikuti.
• Uma mbatangu >> kegiatan-kegiatan ritual, dan dapat
berupa rumah keluarga atau tempat tinggal sehari-hari.
• Uma atau rumah ini ditopang oleh 4 tiang utama
sekaligus tempat berdirinya menara yang berada di
tengah ruang
• Sedangkan uma kamudungu adalah rumah kebun yang
digunakan sebagai tempat tinggal pada saat berkebun
atau bercocok tanam. Namun, ada juga tipe bangunan
tanpa menara yang digunakan untuk tempat tinggal
sehari-hari.
Gambar 2. Tiang Utama Rumah
Sumber : Harjanto, 2012

Gambar 3. (a) 4 Kolom utama (b)


Join Tumpuan Kolom dan Balok
• Masyarakat Sumba >> sistem kepercayaan Marapu, punya pengaruh dalam
penataan rumah tinggalnya.
• Prinsip bahwa leluhur yang telah tiada masih hidup berdampingan di desa dan
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini tampak melalui
adanya ruang pusat di dalam rumah yang secara konsisten disediakan
masyarakat Sumba untuk leluhur mereka (Hariyanto, 2012).
• kosmologi rumah tradisional Sumba membagi rumah secara vertikal sakral-
profal menjadi tiga bagian besar, yaitu ‘atas, tengah dan bawah’.
• Tingkat 3/bagian atas yang terletak di loteng merupakan Uma deta (tempat
khusus bagi para Marapu, arwah leluluhur dan arwah sanak keluarga yang
telah meninggal).
• Bagian ini tersimpan pusaka, benda keramat dan benda-benda berharga milik
keluarga/klan dan juga difungsikan sebagai tempat menyimpan bahan
makanan.
• Area ini merupakan area paling sakral dan tidak ada aktivitas sosial terjadi di
dalamnya.
Gambar 4. Pembagian ruang
vertikal pada rumah.
(Sumber: Hariyanto, dkk, 2012).
• Uma bei >> bagian tengah
bangunan (ruang beranda atau • Dari segi keruangan secara horizontal, pola
balai-balai dan ruang dalam) spasial dalam rumah tradisional Sumba terbagi
menjadi ‘pria – wanita’, ‘publik – privat’ dan
‘sakral – profan’, dan perapian berada di tengah
• Ruang dalam (dapur, ruang pria, rumah.
ruang wanita. Tempat ini berperan • Secara horizontal membagi ruangnya
sebagai tempat kehidupan sosial berdasarkan fungsi dan gender
• Secara gender, masyarakat Sumba membagi
manusia) rumah menjadi bagian laki-laki dan wanita.
Bagian laki-laki berada di sebelah kanan rumah,
• Kali kambunga sebagai ruang sedangkan bagian wanita berada di sebelah kiri.
yang paling profan dan • Sedangkan secara fungsi, pembagian ruang
secara radial, yakni memusat pada area tengah.
merupakan bagian dari bawah Ruang memasak oleh masyarakat Sumba Barat
kolong rumah yang digunakan dipercaya memegang peranan penting sebagai
area ”jantung” Marapu.
untuk kandang hewan dan
kegiatan menenun.
Gambar 5. Denah
Rumah (Uma Marapu)
Sumber : Harjanto,
2012
Bahan/Material

• Bahan/material yang digunakan yaitu bahan lokal (bahan yang ada


di sekitar perkampungan)
• Bahan tersebut digunakan pada :
• Struktur : menggunakan bahan sejenis kayu besi yang keras.
• Dinding : terbuat dari bambu
• Lantai : terbuat dari galah bambu
• Atap : terbuat dari jerami
Bentuk rumah tradisional Suku Sumba yang berupa rumah panggung dengan
menara menjulang tinggi diadopsi oleh kantor-kantor pemerintah. Contohnya
ialah Kantor Bupati.

Gambar 7. (a) Kantor Bupati SBD, (b)


Kantor Bupati Sumba Barat, (c)
Kantor Bupati Sumba Barat, (c)
Kantor Bupati Sumba Tengah, (d)
Kantor Bupati Sumba Timur
THANK YOU
SISTEM LINGKUNGAN, TATA RUANG DAN
ARSITEKTUR SUKU TIMOR DAN ALOR

Kelompok 3
Yuliana Citra Ie Debora Weki
Elise Ballo Jemris Sabneno
Maria Tulasi Oktaviano Dekrismar
Maria Overa Lafredo J. D. Niron
Delfina G. Alves Novie H. Manongga
1. Sistem Lingkungan, Tata Ruang Dan Arsitektur Di Wilayah
Alor

• Kabupaten Alor sebagai salah satu dari 16 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah wilayah kepulauan dengan 15 pulau yaitu 9 pulau yang telah dihuni dan 6 pulau
lainnya belum atau tidak berpenghuni.
• Dalam upaya penataan ruang wilayahnya, Kabupaten Alor masih menggunakan Rencana
Umum Tata Ruang Alor tahun 1991 yang telah dibuat Peraturan Daerah
a. Rumah Adat Lakatuil

Rumah adat Desa Bampalola

 Rumah panggung dengan dinding babmbu dan beratapkan rumput ilalang berbentuk kerucut
 Bagian atas terdapat ukiran naga yang sedang memmbuka mulut ke arah timur
 Ciri khas : tangga yang menghubungkan tanah dengan rumah panggung juga berukiran naga
 Naga sendiri dianggap sebagai penunjuk jalan kepada nenek moyang masyarakat Bampalola
khususnya raja tanah (Fo’aifen) yang dahulu tinggal dan menetap di dalam gua untuk keluar ke
alam bebas dan melanjutkan hidup mereka di sana.
Cont….

 Masyarakat menyakini bahwa yang dilakukan rumah adat ini bisa mendatangkan
kesejahteraan bagi masyarakat desa karena mereka percaya nenek moyang mereka berasal
dari tanah atau timbul secara ghaib dari dalam tanah. Ia disebut dengan nama Raja Tanah
(foaifen).
 Rumah ini pertama kali dibangun oleh raja tanah hidup pada abad ke-13 sebagai tempat
perlindungan diri dari jewan buas serta untuk memenuhi kebutuhan hidup.
 Rumah ini kembali dikerjakan masyarakat secara gotong royong,dan setelah rumah ini
dibangun kemabli musim kelaparan yang melanda desa Bampalola hilang, tanaman dan hasil
hutan masyarakat kembali subur dan dapat diolah menjadi makanan. Kehidupan masyarakat
desa Bampalola mulai membaik. Setelah kejadian tersebut maka rumah Lakatuil di jadikan
rumah adat di desa Bampalola.
b. Falakhabana
Rumah tinggal masyarakat Suku Abui yang merupakan penghuni asli dari kampong
Takpala

 Bangunan panggung berlantai dengan bentuk atap limas.


 Atap bangunan memanfaatkan alang-alang sebagai materi penutup atap dan dapat mencapai sudut 62
 Falakhabana ada 2 tipe yaitu falakhabana tiang 6 dan falakhabana tiang 4. Namun tidak terdapat
perbedaan fungsi diantara kedua bangunan.

Damayanti, 2018
Cont….
 Konsep ruang secara vertika pada bangunan Falakhabana terdiri atas
• Suwo, yang merupakan bagian kaki bangunan.
• Liktaha, berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan rapat dan menerima tamu.
• Falabomi, merupakan ruang diatas liktaha sebagai tempat memasak dan beristirahat.
• Akui fok, merupakan ruang penyimpanan cadangan makanan.
• Akui kiding, merupakan ruang penyimpanan benda-benda pusaka
Cont…

 Selain bangunan falakhabana yang berfungsi sebagai rumah tinggal, bangunan


penunjang aktivitas masyarakat di kampong Takpaa adalah bangunan pemujaan
untuk kaum pria dan Anaitofa adalah bangunan pemujaan untuk kaum wanita.
 Bangunan pemujaan memiliki sistem struktur dan sambngan yang serupa dengan
falakhabana, namun seluruh bangunan tertutup dinding anyaman bambu.

Damayanti, 2018
2. Sistem Lingkungan, Tata Ruang Dan Arsitektur Di Wilayah Timor

1. Ruang Ume Kbubu

Ume kbubu yang ada di Desa Kaenbaun terdiri dari empat jenis yaitu ume kbubu dapur
keluarga, ume kbubu anak laki-laki pertama, ume kbubu orang tua dan ume kbubu induk
suku. Ume kbubu-ume kbubu ini merupakan rumah yang berbentuk bulat dengan atap
berbentuk kerucut. Seluruh material ume kbubu menggunakan material alami yang didapat
dari lingkungan sekitar Desa Kaenbaun. Dima, 2013
1. Ume kbubu dapur keluarga
Berdasarkan fungsinya, ume kbubu ini digunakan sebagai dapur keluarga dan juga sebagai
tempat tidur keluarga. Ume kbubu ini digunakan juga sebagai tempat untuk mengawetkan
jagung. Ume kbubu ini tidak memiliki orientasi khusus dan kebanyakan berorientasi kearah
rumah modern agar mempermudah akses ketika melakukan aktifitas

Elemen-elemen di dalam ume kbubu dapur keluarga (Dima, 2013).

Konsep ruang dan potongan ume kbubu dapur keluarga (Dima, 2013).
2. Ume kbubu anak laki-laki pertama
Ume kbubu ini biasanya digunakan sebagai dapur keluarga dan tempat tidur. Selain kedua
fungsi tersebut, ume kbubu ini juga merupakan tempat melakukan upacara adat karena anak
laki-laki dianggap sebagai penghubung dengan para leluhur (Purbadi,2010)

Elemen-elemen pada ume kbubu anak laki-laki pertama


(Dima, 2013).

Konsep ruang dan potongan ume kbubu anak laki-laki


pertama (Dima, 2013).
3. Ume kbubu orang tua
Ume kbubu orang tua merupakan ume kbubu yang dibuat untuk menghormati dan mengenang
orang tua. Ume kbubu ini digunakan oleh satu rumpun keluarga suatu suku untuk berkumpul
dan melakukan upacara adat. Ruang pada ume kbubu hanya berjumlah satu ruang dengan
ukuran diameter sepanjang 5-6 meter dan tanpa sekat

Elemen-elemen pada ume kbubu orang tua (Dima, Konsep ruang dan potongan ume kbubu orang tua
(Dima, 2013).
2013).
4. Ume kbubu induk suku
Ume kbubu ini merupakan ume kbubu tempat berkumpul semua anggota setiap suku untuk
melakukan upacara adat. Ume kbubu ini memiliki tiga jenis ruang pada ume kbubu suku yaitu
ruang dalam, ruang luar dan ruang transisi. Pada ruang dalam ume kbubu suku, hanya terdapat
satu ruangan tanpa sekat. Walaupun hanya terdapat satu ruang saja tetapi terdapat teritori ruang
yang dapat dirasakan dari aktifitas yang terjadi di dalam ume kbubu
Arsitektur Tradisional Suku Atoni Di Kampung Tamkesi
Kampung Tamkesi merupakan komunitas kecil pada sebagian kecil wilayah desa Tokbesi.
Kelompok kecil masyarakat ini bertempat tinggal pada daerah pegunungan atau daerah
pedalaman pada masa lalu dikenal sebagai wilayah kerajaan Biboki

 Dalam tatanan budaya masyarakat yang mendiami kampung adat Tamkesi dikenal adanya
beberapa ume (rumah adat dan hunian) yang menjadi tempat dilaksanaknnya kegiatan adat
dan beristirahat. Secara fungsional ume ataupun jenis rumah lainnya (lopo, sonaf, ume
kbubu, dan ume kbat) dalam kehidupan orang adat Tamkesi antara lain memiliki fungsi
sosial ekonomi, sosial budaya dan religius
 1. Sona Mnasi
Sonaf mnasi merupakan tempat kediaman kaiser/raja Usboko
yang dianggap suci dan sakral
• 2. Ume Kbubu Rumah bulat (karena bentuknya bulat) yang sering
disebut rumah ibu. didirikan oleh seluruh anggota suku,
karena berstatus rumah suku/rumah keturunan
Ume kbubu simbol feminim (feto/wanita) karena hasil panen
diolah oleh kaum perempuan di dalamnya,
dan biasanya dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan upacara-upacara kelahiran, dan perkawinan
Rumah kecil tanpa jendela dan pintu kecil
3. Lopo

Lopo adalah sebuah tempat tinggal juga bagi kaum laki-laki, yakni simbol maskulin, berbentuk
bulat, bertiang (kolom) empat dan mengandung fungsi lain sebagai tempat pertemua, tempat
upacara suku dan tempat menyimpan hasil pertanian yang merupakan hasil pekerjaan lakilaki.
Meskipun lopo merupakan bangunan semi terbuka, kesan volume ruang terasa kuat karena
adanya unsur linear vertikal yang dibentuk oleh kolom dan bidang naungan berupa atap.
4. Kbat/kanafi

• Kbat/kanaf artinya nama marga. Jadi ume kbat/kanaf maksudnya, rumah suku atau marga
yang dibangun sebagai tanda ikatan dan kesatuan seluruh anggota suku atau marga. Bentuk
ume kbat/kanaf berbeda dengan ume yang lainnya. Ume kbat/kanaf berbentuk persegi dan
memiliki 2 bukaan (pintu depan dan belakang)
Sistem Lingkungan di Pulau Timor
• Kawasan CA Mutis merupakan pusat keanekaragaman hayati, di Pulau Timor sehingga
merupakan potensi jasa lingkungan sebagai penyimpan karbon atau menciptakan iklim
mikro. Dan potensi jasa lingkungan yang sangat pentimg yang disediakan oleh kawasan CA
Mutis untuk masyarakat luas, yakni jasa lingkungan sumberdaya air di mana ada lima
kelompok pemanfaatan jasa lingkungan air komersil dari kawasan CA Mutis.
SISTEM LINGKUNGAN, TATA RUANG DAN ARSITEKTUR DI ROTE
DAN LEMBATA

KELOMPOK 4
 MELLY CH. OUTANG 1609010003
 FRESENSI D. MEZE 1609010005
 DESWANDY W. S. BERRY 1609010013
 IMANUEL J. BORITHNABAN 1609010015
 MARIA MAGDALENA KEWA 1609010017
 YOLANDA H.L. KABOSU 1609010021
 MARIA S. APONG 1609010023
 LEO AGUNG M. NINO 1609010025
 ORIZA S. NINGSIH 1609010031
 DIANA R. A. AWA 1609010038
 GRACELA UTAMI ARA 1609010039
 ANJELIKA MASNENO 1609010041
 JUAN B.A. ALLE 1609010047
LEMBATA
Sistem Lingkungan

• Kabupaten Lembata merupakan satu kabupaten baru yang terbentuk sejak tahun 2000.
Kabupaten ini, seluruh wilayah daratannya dikelilingi perairan laut, karena kabupaten ini
merupakan satu pulau tersendiri yaitu Pulau Lembata (Lomblen/Kawula).
• Secara administratif pemerintahan Kabupaten Lembata terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan dengan 5 (lima) kelurahan dan 113 desa.
Tabel 4.1. Data Luas wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan Diperinci Menurut Kecamatan
Se-Kabupaten Lembata Tahun 2003.
Topografi

- Sebagian besar wilayah Kabupaten Lembata merupakan daerah pegunungan dan


berbukit-bukit.
- Tidak ditemukan sungai besar atau kecil yang dapat mengaliri sepanjang tahun
- Kabupaten Lembata memiliki sebuah gunung berapi dan sampai saat ini masih aktif
adalah Gunung Ile Ape yang terdapat di wilayah Kecamatan Ile Ape.
Iklim dan Cuaca :
Kabupaten Lembata pada umumnya beriklim
tropis dengan musim kemarau atau kering yang
berlangsung lebih lama yakni dari bulan April
Perairan Laut :
sampai Oktober dan musim hujan berlangsung
dari bulan Nopember sampai bulan Maret.
Dinamika oseonografi sesuai hasil survey dan
kajian dari Badan Riset Nasional Departemen
Kelautan dan Perikanan tahun 2002
menunjukkan bahwa ciri perairan Kabupaten
Lembata meliputi beberapa aspek antara lain
yakni:
Arus Air :
Suhu Perairan :
Arus air permukaan di wilayah perairan utara
Kabupaten Lembata mengalir ke arah timur
- Suhu permukaan laut di perairan sekitar
dan di ujung pulau membelok ke selatan
masuk selat Alor. Di bagian selatan Pulau Lembata antara 24,79 – 30,01 0 C.
Lembata, arus mengalir ke arah timur dan - Suhu permukaan di sebelah utara perairan
bertemu dengan arus yang datang dari arah Lembata 29,58 – 30.01 0 C, sebelah selatan
27,91 – 29,310 C, seebelah barat 26,50 – 29,59
berlawanan (arus dari Selat Ombai).
0 C dan sebelah timur 24,79 – 29,98 0 C.
Kecerahan Air :

Kecerahan air berkisar antara 7 – 22


Salinitas : meter. Kecerahan terendah ditemukan di
perairan Teluk Lewoleba yakni 7 - 11
- Salinitas permukaan di perairan Lembata meter. Kondisi ini diduga disebabkan oleh
berkisar antara 39,25 – 34,85 psu. Salinitas andanya penduduk di kota Lewoleba
di perairan sebelah utara berkirar antara sebagai ibukota kabupaten yang langsung
34,74 – 34,85 psu, sebelah selatan 34,23 – berhadapan dengan Teluk Lewoleba.
34,82 psu, sebelah barat 34,44 – 34,84 psu
dan perairan sebelah timur 34,37 –34,82

psu .
Kondisi Potensi Sumberdaya Perikanan :

- Kondisi umum potensi perikanan dan kelautan


Kabupaten Lembata memiliki potensi perikanan
dan kelautan yakni kondisi luas perairan lestari
sumberdaya perikanan pelagis dan demersal .
- Potensi perikanan sangat variatif terdiri dari
berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis
penting seperti tuna, cakalang, tongkol, tenggiri,
udang besar (lobster), cumi-cumi, kepiting,
rumput laut, teripang serta kerang-kerangan.
Lembata

• Uma merupakan bangunan dengan fungsi sebagai


unit hunian dalam pemukiman kampung adat
Lewohala.
• Uma di kampung adat Lewohala dapat
dikelompokkan berdasarkan jumlah tiang
penyangganya, yaitu uma tiang 4, uma tiang 6 dan
uma tiang 9.
• Uma merupakan bangunan panggung yang dihuni
oleh 1 kepala keluarga.
• Luas bangunan bisa mencapai 68 m2.
• Secara horizontal, pembagian ruang pada bangunan
Uma di kampung Lewohala umumnya terdiri dari
beberapa ruang, yaitu :
1. Kenatah bela, yang merupakan bagian privat pada
bangunan Uma. Kenatah Bela berupa bale yang
berfungsi sebagai tempat mengadakan ritual dalam
Uma.
2. Lurubelah, merupakan tempat memasak dalam
Uma.
3. Kanatah Uli Onah, merupakan tempat beristirahat
penghuni Uma.
4. Kanatah Medah, berfungsi sebagai tempat bertamu
selain sebagai tempat istirahat bagi penghuni Uma.
• Bangunan Uma juga terbagi atas ruang-ruang
vertikal.
• Secara vertikal, Uma terbagi atas 3 zona ruang yaitu
:
1. Bolo Onah, merupakan ruangan dibagian atap
bangunan, yang berfungsi sebagai tempat
penyimpananbahan makanan dan benda-benda
pustaka yang dimiliki oleh masing-masing Uma.
2. Lango Onah, merupakan bagian tengah
bangunan, sebagai tempat beraktivitas penghuni
rumah.
3. Kenatah Plango, merupakan ruang yang ada di
bawah bale-bale atau bagian kaki bangunan.
• Uma memanfaatkan daun kelapa
sebagai material penutup atap.
• Struktur bangunan termasuk sistem
struktur rangka batang dengan kayu
palawang sebagai tiang kolong utama.
• Dilihat dari ragam sambungan kayu
dapat dikatakan bahwa sistem
sambungan konstruksi bangunan
tergolong sistem sambungan purus.
• Koker merupakan bangunan
penunjang yang ditemui pada
kambung Lewohala.
• Bangunan ini berfungsi sebagai
tempat berkumpul para pemuda
pemudi kampung dalam ritual pesta
kacang.
ROTE
Rote
1 . Sistem Lingkungan Rote
Topografi :
• relatif datar, berombak, sampai bergelombang,
• terdiri dari daratan, berbukit-bukit dengan tingkat kemiringan rata-rata mencapai 45o
dengan ketinggian dari permukaan laut (dpl) 0 - 500 meter
Kondisi Iklim
• beriklim kering, yang dipengaruhi angin musim yang cukup kencang Musim hujan relatif
pendek >> bulan Desember s/d Maret dengan curah hujan berdasarkan atlas curah
hujan rata-rata 500-1000 mm
• Temperatur berkisar antara 23,6 derajat - 27 derajat >> tiga tahun terakhir meningkat
dimana suhu mimimum 17,0 derajat dan suhu maksimum 33,7 derajat.
Gambaran Geologi
Gambaran Geohidrologi
 Potensi hidrologi relatif terbatas  Pulau Rote terbentuk melalui proses pengangkatan
 Sumber mata air pada umumnya berasal dari (uplift)>>pergeseran kerak bumi dari lempeng
perbukitan >> musim kemarau debit air Australia dan lempeng Asia
menurun sehingga kebutuhan air menjadi  Akibatnya terbentuk berupa tanah-tanah muda dengan
kendala solum yang relatif dangkal
 Jumlah sungai yang berair sepanjang tahun  Tanah-tanah utama yang terdapat di pulau Rote >>
hanya berjumlah 12 buah >> Sungai terbesar tanah-tanah Entisol, Inceptisol dan sedikit Vertisol
adalah Sungai Menggelama, dengan panjang  Kendala utama pengelolaan tanah-tanah dimanfaatkan
sungai 32 km untuk produksi pertanian adalah lapisan tanah yang
 Ketersediaan air pada mata air ini sangat tipis, kesuburan tanah yang rendah, dan ketersediaan
tergantung pada kondisi hutan yang memiliki air yang terbatas
kemampuan sebagai peresap air hujan  Produktivitas lahan tergolong rendah.
• Kawasan Rawan Tanah Longsor : Kecamatan Lobalain
dan Kecamatan Rote Timur
• Kawasan Rawan Gelombang Pasang ; Wilayah pantai
dan pesisir sepanjang Kecamatan Rote Timur,
Kecamatan Rote Barat Daya, Kecamatan Rote Barat
dan Kecamatan Pantai Baru Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Kawasan Banjir

• Kawasan Rawan Banjir : Kecamatan Rote Timur,


Kecamatan Lobalain dan Kecamatan Rote Tengah.
2. Tata Ruang Rote
Rencana Struktur Ruang Kabupaten Rote Ndao Berdasarkan RTRW Kabupaten
Rote Ndao Tahun 2013 -2033, dijelaskan rencana struktur ruang terkait
dengan Perencanaan Review Masterplan SKPT Rote Ndao meliputi :
a. Sistem perkotaan kabupaten
• PKL (Pusat Kegiatan Lokal) ,: Perkotaan Ba’a Kecamatan Lobalain
• PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi) ; Perkotaan Busalangga di Kecamatan
Rote Barat Laut dan Olafulihaa di Kecamatan Pantai Baru
• PPK (Pusat Pelayanan Kawasan),yaitu : Perkotaan Batutua Kecamatan Rote
Barat Daya , Sedeoen Kecamatan Rote Barat , Kecamatan Rote Timur,
Perkotaan Onatali Kecamatan Rote Tengah, Lendeiki Kecamatan Ndao Nuse
, Naulaor Kecamatan Landu Leko , Daleholu Kecamatan Rote Selatan
• PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), yaitu : Desa Faifua Kecamatan Rote
Timur da Desa Nemberala Kecamatan Rote Barat
b. Rencana Pola Ruang Kabupaten
• Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Rencana pola ruang wilayah kabupaten berfungsi :
• Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan
pelestarian lingkungan dalam wilayah Kabupaten Rote Ndao
• Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
• Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk dua
puluh tahun kedepan
• Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah Kabupaten Rote Ndao.
• Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Rote
Ndao : rencana distribusi peruntukan ruang
wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang
dituju sampai dengan akhir masa berlakunya
RTRW Kabupaten Rote Ndao (20 tahun) yang
dapat memberikan gambaran pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten Rote Ndao.
• Untuk lebih jelasnya mengenai Peta Rencana Pola
Ruang Kabupaten Rote Ndao dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
C. Penetapan Rencana Kawasan Strategis Kabupaten
• Kawasan strategis wilayah kabupaten ; bagian wilayah kabupaten yang
penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/atau
lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif.
Arsitektur Rote

• Bangunan uma >> kampung tradisional sunsa (3 unit).


• Masyarakat memilih beralih ke rumah beton>> Uma masih dapat ditemukan di
Kampung Sunsa
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai