Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS MANDIRI

KOASISTENSI PENYAKIT DALAM HEWAN BESAR

“RINGWORM PADA SAPI”

OLEH

NATASHA IMANUELLE S.KH

NIM 2009020017

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap


keberhasilan usaha peternakan sapi potong. Penyakit yang menyerang ternak diketahui dapat
menurunkan pembentukan daging serta produktivitas ternak karena gangguan penyerapan
nutrisi (Abidin 2008; Triakoso 2009). Triakoso (2009) menyebutkan bahwa gangguan
kesehatan hewan dapat merugikan peternak yang disebabkan oleh kematian ternak, biaya
yang dikeluarkan untuk pengobatan, penurunan produksi, serta turunnya efisiensi pakan.
Kerugian tersebut menunjukkan bahwa tata laksana kesehatan ternak penting diterapkan
dalam usaha peternakan. Manajemen kesehatan hewan berhubungan erat dengan usaha
pencegahan infeksi dari agen-agen infeksi melalui upaya menjaga biosekuriti dengan
menjaga higienitas dan sanitasi kandang, manajemen pakan yang baik, dan peningkatan daya
tahan tubuh ternak melalui pemberian obat cacing dan multivitamin (LeBlanc et al. 2006;
Lestari et al. 2020). Lestari et al. (2019) mengungkapkan bahwa biosekuriti melalui
pelaksanaan higienitas dan sanitasi merupakan aspek penting untuk dijalankan di peternakan
ada atau tidak adanya penyakit. Brennan et al. (2016) menjelaskan bahwa secara umum
terdapat dua jenis peternak dalam hal penerapan manajemen kesehatan ternak, yaitu peternak
yang tidak menerapkan biosekuriti tanpa keinginan untuk menerapkan biosekuriti di masa
depan, serta peternak yang hanya menjalankan dalam waktu singkat.

Laboratorium Penyakit Dalam Hewan Besar (PDHB) merupakan salah satu bidang
ilmu kedokteran hewan yang sangat penting dalam mendukung keterampilan sebagai seorang
dokter hewan. Salah satu contoh yaitu melakukan diagnosa hingga pengobatan terhadap
suatu penyakit tertentu pada ternak. Diagnosa dalam ilmu medis adalah penentuan penyakit
berdasarkan pemeriksaan klinis yang sistematis dengan atau tanpa alat bantu. Diagnosa dapat
dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Diagnosa yang baik dan
benar akan sangat membantu seorang dokter dalam upaya pencegahan dan pengobatan suatu
penyakit.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang ternak sapi yaitu ringworm. Ringworm
adalah salah satu penyakit kulit infeksius yang dapat menyerang berbagai jenis hewan. Nama
lain penyakit ini yaitu dermatofitosis, karena disebabkan oleh fungi (cendawan) dermatofita.
Tiga genus penyebabnya yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Vermout
et al., 2008). Fungi ini dapat menginfeksi lapisan berkeratin seperti stratum korneum kulit,
rambut, dan kuku (Bond, 2010). Laporan mengenai ringworm pada sapi telah banyak di
berbagai negara karena dalam usaha peternakan dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang
cukup tinggi yang disebabkan oleh kerusakan kulit serta penurunan produksi susu dan
daging. Sapi yang terinfeksi ringworm menampakkan gejala klinis berupa lesi berwarna putih
keabuan berbentuk bulat dengan berbagai ukuran disertai adanya krusta, sisik, hiperkeratosis,
dan alopesia (Sharma et al., 2010). Shams-Ghahfarokhi et al. (2009) menyatakan bahwa
ringworm pada sapi menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi akibat kerusakan kulit yang
ditimbulkannya dan akibat penurunan produksi susu dan daging. Peternak ataupun para
pekerja yang bersentuhan langsung dengan sapi terinfeksi ringworm atau dengan peralatan
yang berhubungan dengan kandang dan lingkungan yang telah terkontaminasi spora jamur
ringworm, berpotensi untuk tertular penyakit ini.

1.2 Profil Pusat kesehatan Hewan (PUSKESWAN) Tarus


Pusat kesehatan Hewan (PUSKESWAN) Tarus terletak di kecamatan kupang tengah.
Puskeswan Tarus berdiri sejak tahun 1997 dari dana APBD II. Puskeswan tarus mempunyai
letak yang sangat strategis karena hanya berjarak 13 km dari kota kupang berada di pusat
kecamatan yaitu di kelurahan tarus tepatnya disebelah kantor lurah tarus. Wilayah kerja
puskeswan tarus yaitu dikecamatan kupang tengah yang terdiri dari 8 desa dengan luas
wilayah 97,79 m2.
Struktur organisasi Puskeswan Tarus terdiri dari kepala Puskeswan, medik veteriner dan
paramedik veteriner. Kegiatan pelayanan puskeswan dilakukan baik pelayanan aktif, semi
aktif dan pasif. Pelayanan aktif dilaksanakan sesuai dengan program kerja yang telah disusun
setiap tahunnya seperti vaksinasi, pemberian obat cacing dan pembinaan kelompok.
Pelayanan semi aktif dilakukan apbila ada laporan dari peternak kemudian petugas
mendatangi lokasi untuk melakukan penanganan, hal ini dilakukan terhadap unggas, ternak
kecil dan ternak besar. Sedangkan pelayanan pasif yaitu melakukan pelayanan pada
puskeswan terutama menangani konsultasi masalah manajemen pemeliharaan, pengobatan
dan kesehatan hewan, penangan gangguan reproduksi dan pemeriksaan kebuntingan. Jenis
ternak yang biasa dilayani oleh puskeswan meliputi ternak besar (sapi, kerbau, kuda), ternak
kecil (babi, kambing), unggas (ayam), dan hewan kesayangan (anjing).
Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 10 September sampai 02 Oktober 2021. Puskeswan
Tarus dikepalai oleh drh. Theresia F.I.M.D. Murni, M.Sc dengan seorang tenaga medic
veteriner yaitu drh. Maria Y.C. Zeingo dan 4 orang tenaga paramedik veteriner yaitu Asis E.
Bako, S.Pt, Florida F.A. Lasi, S.Pt, Mareta E. Bani, S.Pt dan Nimrod K. Bano. Secara
keseluruhan kecamatan kupang tengah mempunyai populasi ternak sebanyak 23.211 ekor
yang terdiri dari 3.506 ekor sapi, 5 ekor kerbau, 27 ekor kuda, 1701 ekor kambing, 3233 ekor
babi, 14298 ekor ayam, 20 ekor itik, 421 ekor bebek yang menyebar di 7 desa dan 1
kelurahan.
1.3 TUJUAN

Memiliki kemampuan dalam mendiagnosa penyakit pada hewan besar berdasarkan


gejala klinis yang muncul dan anamnesa serta dapat menentukan jenis pemeriksaan
laboratorium yang tepat. Selain itu, juga dapat melakukan terapi yang tepat terhadap penyakit
yang ditemukan.

1.4 MANFAAT

Mahasiswa koasistensi dapat melakukan client education secara lege artis serta
mendiagnosa, pengobatan dan terapi secara tepat dan benar pada kasus yang terjadi di hewan
besar.
BAB 2

KASUS PENYAKIT

2.1 Ringworm pada Sapi

a. Ambulator

Data Pemilik Data Pasien

Nama : Ibu Stefi Jenis Hewan : Sapi Bali

Alamat : Naibonat , Kecamatan Kupang Nama Hewan : Bule

Tengah

Tlp/hp : 082147000536 (Selo Asisten) Umur : ± bulan

Dokter Hewan : drh. Yohanes Jenis Kelamin : Jantan

T.R.M.R.Simarmata, M.Sc

Mahasiswa Koas : Natasha Imanuelle S.KH Berat Badan : ± 200 kg

Tanggal : 10 September 2021

b. Anamnesa

Sapi memiliki nafsu makan yang baik dan tetap aktif. Sapi sudah divaksinasi dan diberi
obat cacing, Sapi dipelihara secara semi intensif dengan jumlah populasi sebanyak 32 ekor. Sapi
yang menunjukan gejala ada dua ekor. Namun sapi mengalami penurunan nafsu makan selama 3
hari terakhir, tubuh ternak terlihat lemah dan lesu.

c. Status Preasens

 Keadaan umum : Sapi terlihat lemah dan hanya berbaring , bulu kusam, terdapat

kerak kulit pada bulu sapi. BCS 3 (skala 1 sampai 5)

 Frek Napas : 32 x/menit , Frek. Pulsus : 68 x/menit, suhu : 38,6 oC

 Kulit dan Rambut : bulu tampak kusam terdapat banyak kerak pada kulit sapi

 Selaput lendir : basah,


 konjungtiva : merah muda,

 Kelenjar limfe: simetris (tidak ada kebengkakan)

 Susunan alat pernafasan : baik dan lengkap (tidak ada luka) dengan tipe pernapasan

thoraco abdominal

 Peredaran darah : sistol-diastole (lup-dup)

 Susunan alat pencernaan : feses berwarna coklat normal, konsistensi normal

 Susunan alat perkencingan : bersih, urin berwarna agak kekuningan.

 Anggota gerak : keempat kaki susah untuk berdiri dan berjalan

 Pemeriksaan Laboratorium :

 Kerokan Kulit (Uji Jamur) : Positif Trycophyton

 Diagnosa : Ringworm

 Prognosa : Fausta

Pemeriksaan Laboratorium
a. Feses
Konsistensi
Natif :-
Centrifuge
Lain-lain :-

:-

:-

b. Urin
Warna :-
Protein :-
Sedimen :-
c. Hematologi
Kadar Hb :-
PCV :-
Preapus :-
Lain-lain :-
Diagnosis : Ringworm
Prognosa : Fausta
Terapi R/ Ketoconazole 2% cream II
S. s.d.d. u.e.

R/ Inj. B.com 100 ml fls. No. I

S. i.m.m. 5 ml

2.2 Gejala Klinis

Pada sapi ditemukan hyperkeratosis dan krustae pada bagian leher

2.3 Diagnosa dan Prognosa

2.4 Terapi dan Pengobatan

2.5 Pembahasan

Dermatofitosis atau ringworm adalah penyakit infeksi kutaneus superfisial yang dapat menyerang

lapisan berkeratin seperti stratum korneum kulit, rambut, dan kuku. Penyakit ini disebabkan oleh jamur

dermatofita dan mampu menginfeksi berbagai jenis hewan (Scott et al., 2001; Outerbridge, 2006; Lund

dan DeBoer, 2008; Bond, 2010). Tiga genus jamur dermatofita yaitu Microsporum, Trichophyton, dan

Epidermophyton (Vermout et al., 2008). Ringworm pada sapi telah banyak dilaporkan di berbagai negara.

Penyakit ini mampu menimbulkan kerugian ekonomi dalam usaha peternakan dan juga berpotensi

menularkan infeksinya kepada manusia (Pier et al., 1993; Shams-Ghahfarokhi et al., 2009). Jamur

dermatofita yang menginvasi kulit dan rambut sapi menyebabkan timbulnya lesi berwarna putih keabuan

berbentuk bulat disertai adanya krusta, scale, hiperkeratosis, dan alopesia dengan berbagai ukuran. Lesi
tersebut pada umumnya terjadi pada daerah wajah, leher, dada, kaki, dan tubuh (Sharma et al., 2010). Di

dalam bidang veteriner, hanya genus Trichophyton dan Microsporum yang berperanan penting untuk

kesehatan hewan. Jumlah spesies yang telah diketahui dari masing-masing genus, yaitu Trichophyton (26

spesies), Microsporum (14 spesies), dan Epidermophyton (1 spesies). Diantaranya hanya 23 spesies

dikenal sebagai patogen baik pada hewan maupun manusia, yaitu 15 spesies Trichophyton sp., 7 spesies

Microsporum sp. dan Epidermophyton floccosum (hanya menginfeksi manusia) (AL-DOORY, 1980).

Masing-masing jenis dermatofit mempunyai kecenderungan menginfeksi jenis hewan yang berbeda,

misalnya pada sapi (Trichophyton verrucosum), kuda (T. equinum dan Microsporum equinum), anjing dan

kucing (M. canis), mencit dan kucing (T. quenckeanum) (AINSWORTH dan AUSTWICK, 1973). . Jamur

dermatofita yang menginvasi kulit dan rambut sapi menyebabkan timbulnya lesi berwarna putih keabuan

berbentuk bulat disertai adanya krusta, scale, hiperkeratosis, dan alopesia dengan berbagai ukuran. Lesi

tersebut pada umumnya terjadi pada daerah wajah, leher, dada, kaki, dan tubuh (Sharma et al., 2010).

Lesi yang ditimbulkan oleh jamur ini walaupun tidak menyebabkan kematian, namun dapat memasukkan

agen penyakit lain pada hewan (Ahmad, 2005). Dermatofita menyebar ke pinggir lesi secara sentrifugal

untuk menghindari inflamasi sehingga bentuk lesi akan tampak bulat seperti cincin. Pada ringworm sapi

bali ditemukan scale. Scale (sisik) merupakan kumpulan fragmen lapisan tanduk (stratum corneum) yang

bersifat longgar yang terjadi karena pembentukan sel pada lapisan tanduk (keratinisasi) secara berlebihan

(Kangle et al., 2006). Scale pada dermatofitosis diduga karena produk yang dihasilkan oleh dermatofita

mengganggu proses keratinisasi normal kulit berupa peningkatan kecepatan regenerasi sel epidermis

(Blanco dan Garcia, 2008). Pada ringworm sapi bali ditemukan krusta. Krusta adalah eksudat radang yang

mengalami pengeringan pada permukaan kulit, dapat berupa serum, darah, atau nanah. Scale juga sering

ditemukan melengket pada krusta. Krusta dapat bersifat tipis dan lembut sehingga mudah jatuh atau

hancur atau bisa juga bersifat tebal dan sangat lengket pada kulit. Pada dermatofitosis, krusta dapat

mengandung patahan batang rambut yang terinfeksi spora dan hifa dari dermatofita (Hargis dan Ginn,
2007). Pada ringworm sapi bali ditemukan hiperkeratosis. Hiperkeratosis merupakan suatu gangguan

kornifikasi stratum korneum. Hiperkeratosis dicirikan dengan adanya peningkatan ketebalan stratum

korneum. Lesi tersebut dapat terjadi secara primer misalnya pada kasus seborrhea primer ataupun secara

sekunder karena berbagai faktor seperti inflamasi, trauma, dan gangguan metabolik atau nutrisional

(Hargis dan Ginn, 2007). Pada dermatofitosis, hiperkeratosis dapat terjadi karena adanya inflamasi Pada

ringworm sapi bali ditemukan hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi adalah suatu kondisi warna kulit menjadi

lebih gelap dari normalnya. Berbagai jenis infeksi pada kulit termasuk dermatofitosis, dapat

menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi pascaradang (Davis dan Callender, 2010). Hiperpigmentasi

merupakan hasil dari peningkatan produksi melanin dari melanosit yang ada atau terjadi peningkatan

jumlah melanosit (Hargis dan Ginn, 2007) serta penyebaran pigmen yang tidak merata setelah inflamasi

kutaneus (Perry et al., 2002). Ringworm sesungguhnya dapat sembuh dengan sendirinya dalam tempo

satu sampai beberapa bulan, tergantung pada tingkat keparahan infeksi. Namun, karena sifatnya yang

mudah menyebar dan bersifat zoonosis maka sangat dianjurkan untuk diberikan terapi (Bond, 2010).

Anda mungkin juga menyukai