NIM : 23010121140266
Penyakit Metabolisme
1. Bloat
Penyebab : ketidakseimbangan pemberian pakan yaitu pemberian pakan berserat yang
sedikit sehingga menyebabkan mikrobia dalam rumen tidak bekerja namun terus
berkembang.
Gejala klinis : perut kembung, kehilangan nafsu makan, ketika bagian rumen dipukul
tergengan seperti suara drum, lesu, dan sering defekasi.
Pencegahan : pemberian pakan secara teratur dan seimbang antara hijuan dan
konsentrat.
2. Asidosis
Penyebab : porposi pakan antara hijuan dan konsentrat kurang seimbang dan pemberian
pakan secara berlebihan
Gejala klinis : hilang nafsu makan, vases encer, ternak menjadi gelisah, perubahan pada
permukaan tubuh (bulu dan kulit menjadi kusam).
Pencegahan : pemberian pakan antara hijuan dan konsntrst berimbang 3:2, penerapan
pemberian pola makan yang teratur, menghindari perubahan pakan yang tiba-tiba.
3. Ketosis
Penyebab : ketidak seimbangan konsumsi karbohidrat (glukosa) dengan kebutuhan
energy sehingga tubuh kehabisan glukosa.
Gejala klinis : penurunan produksi susu (pada sapi laktasi), ternak menjadi lesu, bau
nafas yang tidak seperti biasanya (berbau aceton).
Pencegahan : perhitungan kebutuhan nutrient ternak sesuai fase reproduksi atau
pertumbuhannya agar tidak terjadi defisit maupun surplus nutrisi di dalam tubuh yang
dapat mengakibatan gangguan metabolisme.
4. Milk fever
Penyebab : ketidakseimbangan antara kebutuhan kalsium (ca) dengan jumlah kalsium
yang dikonsumsi
Gejala klinis : ternak tidak mau berdiri, penurunan produksi susu
Pencegahan : memberikn pakan dengan asupan kalsium yang telah diseuai kan selama
masa kebuntingan, memberikan mineral box pada ternak.
Parasit
Parasit dapat dikelompokan menjadi 2 jenis endoparasite dan eksoparasit. Endoparasite
merupakan parasite yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ternak, sedangkan eksoparasit
berkembang diluar tubuh ternak.
a) Endoparasit
1) Fasciolisis
Penyebab : infeksi cacing spesies Fasciola hepatica
Cara penularan : melalui hijuan (pakan) dan air minum yang terdapat
telur cacing Fasciola hepatica.
Gejala kinis : penurunan nafsu makan, ternak menjadi lemas,
pembengkakan di area perut, dan diare atau veses berdarah.
Pencegahan : pengendalian vector (siput di lading hijuan), pengawasan
pakan, insektisida secara berkala dengan dosis yang teliti agar tidak
menimbukkan keracunan.
2) Ascariasis
Penyebab : cacing Ascaris suum
Cara penularan : kontasminasi telur cacing pada pakan dan minum ternak
Gejal klinis : lesu, perubahan tekstur veses, bagian perut kembung,
penurunan bobot badan, dan pada infeksi yang parah terjadi
penyumbatan usus disertai muntah.
Pencegahan : sanitasi lingkungan kandang yang baik dan pengawasan
pakan sapi untuk menimimalisir kontaminasi.
3) Haemonchocis
Penyebab : cacing Haemoncus contorus
Cara penularan : melalui pakan dan minum yang terkontasimnasi serta
dapat mula melaui penetrasi larva cacing Haemoncus contorus di
permukaan kulit.
Gejala klinis : penurunan produksi, kaheksia, dan anemia.
Pencegahan : melakukan manjemen satitas, paka, dan kesehatan yang
baik.
4) Stongyloidosis
Penyebab : inveksi cacing Strongyloides papillosus
Cara penularan : melalui konsumsi rumput yang telah terpapar telur
cacing ostergia ostertagi
Gejala klinis : diare berdarah (kronis), penuruan nafsu makan, dan
penurunan bobot badan ternak.
Pencegahan : manajeman sanitasi yang baik, pengawasan pada lahan
hijuan agar tidak terkontaminasi cacing.
b) Ektoparasit
1) Scabies
Penyebab : tungau Sarcoptes scabie
Cara penularan : melalui kontak langsung dengan sapi terinfeksi dan dapat
pula melalui peralatan yang terdapat di dalam kandang
Gejala klinis : peradangan pada kulit, rambut kulit rontok, dan kulit menjadi
kasar kering
Pencegahan : menjaga kebersihan kandang, memandikan ternak dengan
rutin, melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
2) Myasis
Penyebab : inveksi belatung pada luka ternak dapat diakibatkan oleh larva
lalat bot (Cordylobia anthropophaga), lalat daging (Cochliomyia
hominivorax) dan (Chrysomya bezziana), dan lalat hijau (Lucilia spp.).
Cara penularan : lalat dewasa akan bertelur disekitar luka sehingga ketika
telur menetas dan menjadi larva akan menginfeksi luka tersebut.
Dwi, W. K., Tyasningsih, W., Praja, R. N., Hamid, I. S., Sarudji, S., & Purnama, M. T. E.
(2018). Deteksi antibodi Brucella pada sapi perah di Kecamatan purwoharjo
kabupaten Banyuwangi dengan metode rose bengal test (RBT). Jurnal Medik
Veteriner, 1(3), 142-147.
Insani, M. (2023). SURVAI KASUS-KASUS KETOSIS PADA SAPI PERAH DENGAN UJI
KETOSTIK DAN ROTHERA DI WILAYAH KERJA KOPERASI SUSU SAPI PERAH
"SUKA MAKMUR" KAB. PASURUAN (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
AIRLANGGA).
Martindah, E. (2017). Faktor risiko, sikap dan pengetahuan masyarakat peternak dalam
pengendalian penyakit antraks. WARTAZOA, 27(3), 135-144.
Mujiono, S. (2018). Kajian perbandingan infeksi cacing fFasciola sp. dan haemonchus
contortus pada sapi Madura di desa Kraton dan desa Pejagan kecamatan
Bangkalan kabupaten Bangkalan Propinsi Jawa Timur (Disertasi Doktor,
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya).
Si, Z. M. (2014). Gambaran Penyakit Infeksius Pada Ternak Sapi Dan Cara
Pencegahan. Lentera: Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi, 144999.