Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH : PARASITOLOGI

DOSEN : STIENTJE, SKM., M.Kes

LAPORAN PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI TELUR CACING PADA TINJA

OLEH:

NATASYAH RAHMADANI
PO713221211029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D.III SANITASI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi
prevelansinya terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di
Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang
kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi
geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga
kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.
Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5
miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted
Helminths (STH). Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis,
dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina dan Asia
Timur (WHO, 2013). Di Indonesia sendiri prevalensi kecacingan di beberapa
kabupaten dan kota pada tahun 2012 menunjukkan angka diatas 20%
dengan prevalensi tertinggi di salah satu kabupaten mencapai 76,67%.
Prevalensi penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah di daerah
tropik masih cukup tinggi. Di Indonesia, nematoda usus masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat adalah Ascaris lumbricoides, cacing
tambang, dan Trichuris trichiura. Salah satu sumber penularannya adalah
air dan lumpur yang digunakan dalam budidaya sayuran. Tanah, sayur-
sayuran, dan air merupakan media transmisi yang penting.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan selain melalui pencegahan
untuk mengurangi tingginya angka infeksi parasit cacing di Indonesia ini
adalah dengan mempelajari spesies-spesies yang dapat menginfeksi dan
juga memberikan pengobatan yang sesuai sehingga infeksi tidak akan
menuju kategori berat. Untuk dapat melakukan hal tersebut maka
diperlukan suatu penelitian atau identifikasi parasit yang sesuai.

B. Tujuan
Untuk mengidentifikasi telur cacing pada tinja / feses

C. Manfaat
Dapat mengidentifikasi telur cacing pada tinja / feses
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tinja
Tinja merupakan hasil sisa pencernaan dari zat-zat yang tidak lagi
berguna bagi tubuh, seperti partikel makanan yang tidak tercerna, bakteri,
dan garam. Selain itu, tinja juga dikatakan sebagai bahan buangan yang
dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus atau dubur sebagai sisa dari
proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan atau
yang biasa disebut tractus digestifus. Limbah tinja biasanya dibuang dan
ditampung dalam septic tank untuk mengendapkan padatan dan
menghindari pencemaran pada tanah yang dapat berakibat pada
timbulnya penyakit akibat kontaminasi antara cacing dengan tinja dan
berakhir di tanah. Tinja dapat pula menjadi taktor untuk mengetahui sehat
atau tidaknya seseorang.
Karakteristik tinja setiap orang beragam namun ciri tinja yang sehat
umumnya tidak jauh dari kriteria yang di antaranya adalah tinja berwarna
kecoklatan, memiliki bau tak sedap yang khas, bertekstur lembut, tidak
menimbulkan rasa sakit, dan frekuensi buang air besar normal. Warna
pada feses juga dapat menimbulkan arti yang berbeda. Tinja yang
berwarna hitam dapat menandakan adanya pendarahan pada saluran
pencernaan atas. Namun hal tersebut dapat pula terjadi pada orang sehat
akibat konsumsi suplemen zat besi. Tinja yang berwarna putih, abu-abu
atau pucat, menandakan bahwa sesorang mengalami masalah pada hati
atau sistem empedu. Tinja berwarna hijau dapat disebabkan oleh
konsumsi sayuran hijau dalam jumlah banyak dan garam empedu lebih
banyak dari bilirubin. Tinja berwarna merah dapat disebabkan oleh
konsumsi buah berwarna merah dalam jumlah banyak namun dapat pula
disebabkan oleh pendarahan dari saluran pencernaan bawah. Tinja
berwarna oranye dapat disebabkan banyak konsumsi makanan yang kaya
akan beta karoten. Tinja berwarna kuning artinya tinja mengandung terlalu
banyak lemak. Penanganan pada permasalahan tinja haruslah dengan baik
karena masalah tinja berhubungan erat dengan masalah lingkungan hidup
dan masalah Kesehatan masyarakat.

B. Penyakit Kecacingan

Kecacingan merupakan infeksi yang disebabkan oleh masuknya


parasite berupa cacing dalam tubuh manusia. Umumnya infeksi cacing
akan hidup dan bertempat di dalam usus manusia. Cacing yang menetap
di dalam usus ini akan bertahan hidup dengan mengambil sari-sari
makanan atau nutrisi yang masuk ke dalam usus sehingga mengakibatkan
manusia kurang akan nutrisi dan tenaga. Cacing yang sering menginfeksi
tubuh manusia terdiri atas dua golongan besar, yaitu Platyhelminthes
dan Nemahelminthes. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda
usus (cacing perut) yang ditularkan melalui tanah di antaranya cacing
gelang (Ascaris lumbriroides), cacing tambang (Ancylostoma dodenale)
dan cacing cambuk (Thichuns trichiura). Cacing gelang menyebabkan
gangguan pada paru disertai demam, batuk, dan eosinotilia (keadaan
meningkatnya sel darah putih), gangguan usus ringan seperti mual, nafsu
makan berkurang, dan diare. Cacing tambang menyebabkan daya tahan
tubuh berkurang, prestasi kerja menurun, serta menurunkan kadar
hemoglobin darah. Cacing cambuk menyebabkan diare, diselingi disentri,
anemia, dan berat badan menurun. Beberapa factor yang menyebabkan
terjadinya penyakit kecacingan di antaranya adalah kebersihan
lingkungan, kebersihan pribadi, penyediaan air bersih, kebersihan lantai
rumah, penggunaan jamban sehat, serta kebersihan makanan dan
minuman yang dikonsumsi.

C. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)


Ascaris lumbricoides adalah hewan invertebrate dari filum
nematoda yang dapat menularkan penyakit melalui tanah lalu ke
usus. Penyakit yang dapat ditimbulkan yaitu ascariasis. Cacing gelang
merupakan cacing yang infeksinya ditularkan melalui perantara
tanah (soil transmitted helminth). Telur cacing gelang terdiri atas dua
yaitu fertile dan infertile. Telur fertin berukuran 45 – 75 μm dan lebar
35 – 50 μm. Sedangkan telur infertile berukuran Panjang 88 – 94 μm
dan lebar 40 – 45 μm. Cacing gelang dewasa berbentuk silindris
dengan ujung anterior tumpul dan ujung posterior runcing.
Cacing betina yang telah mengontaminasi manusia dan hidup
dalam usus manusia dapat bertelur 200.000 telur per hari. Telur
tersebut akan keluar Bersama tinja manusia. Lama siklus hidup
cacing gelang dari terjadinya infeksi hingga dewasa bertelur
memerlukan waktu sekitar 2 bulan dan cacing dewasa dapat hidup
selama 12 – 18 bulan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Praktikum Parasitologi tentang “Identifikasi Telur Cacing pada Tinja” yang
berlangsung pada hari Jum’at, 4 Maret 2022 pukul 09.18 WITA di
laksanakan di labolatorium kampus Poltekkes Kemenkes Makassar
jurusan Kesehatan Lingkungan.

B. Alat dan Bahan


Alat
 Beacker glass
 Lidi
 Objek glass
 Deck glass
 Mikroskop
Bahan
 Sampel tinja
 Larutan NaCl jenuh
 Pewarna

C. Prosedur Kerja
1. Larutan NaCl jenuh dimasukkan ke dalam beacker glass.
2. Meneteskan NaCl pada objek glass dengan menggunakan lidi
3. Sampel tinja diambil dengan menggunakan lidi lalu diletakkan pada
tetesan NaCl di objek glass.
4. Tambahkan tetesan pewarna pada sampel.
5. Deck glass/cover glass diletakkan di atas objek glass dengan cairan
sampel berada di antara objek glass dan cover glass/deck glass.
6. Diamati di bawah mikroskop
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Adapun hasil dari praktikum “Identifikasi Telur Cacing pada Tinja”
yang telah dilakukan adalah:

Hasil pengamatan

Jenis: Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

B. Analisa Hasil
Berdasar dari hasil yang didapatkan yaitu pada tinja yang diperiksa
untuk pengidentifikasian telur cacing, ditemukan cacing dan telur cacing
pada tinja. Mengindikasikan bahwa adalnya kontaminasi antara
kontaminan (tinja) dengan pemilik tinja yang dilakukan pemeriksaan.
Berdasarkan Permenkes No. 15 tahun 2017 tentang
Penanggulangan Cacing, infeksi cacing sangat erat dengan kebiasaan
defekasi (buang air besar/BAB) sembarangan. Dari sampel ditemukan jenis
cacing Ascaris lumbricoides atau cacing gelang yang merupakan jenis cacing
soil transmitted helmnth atau cacing yang penularannya melalui tanah.
Tanah dapat terkontaminasi oleh telur cacing karena adanya kontaminasi
antara tinja yang terinfeksi cacing yang dikeluarkan dari usus manusia.
Sesorang yang terinfeksi cacing pada ususnya akan terjadi pembuahan
telur oleh cacing betina yang mana telur tersebut akan keluar Bersama
dengan tinja. Penularan telur cacing dapat terjadi jika pembuangan tinja
tidak pada tempatnya yang berakhir dengan kontaminasi pada tanah.
Penularan telur cacing atau infeksi dapat terjadi jika telah dilakukan
kontak dengan tanah dan sebelum makan tidak mencuci tangan terlebih
dahulu. Pada anak banyak terjadi kecacingan disebabkan oleh kegiatan
beraktivitas di luar ruangan yang berkontak dengan tanah. Cacing-cacing
akan menempel pada kuku ataupun jari anak-anak tersebut dan akan
menimbulkan kontaminasi. Apabila orang atau anak tersebut langsung
melakukan kontak atau mengonsumsi makanan tanpa mencuci tangan
terlebih dahulu itulah saat cacing tersebut atau telur cacing tersebut masuk
ke dalam usus manusia. Cara lain adalah apabila orang yang terkontaminasi
itu menyentuh benda lain yang lalu mengakibatkan telur cacing menempel
pada benda tersebut kemudian benda tersebut tersentuh oleh orang lain
maka akan terjadi penularan.
Cacing dewasa yang berkembang usus/pada usus, dapat
menimbulkan gejala seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, lesu, dan
lain-lain. Akibat lebih dalamnya akan menimbulkan intoleransi laktosa,
malabsorbsi vitamin A, dan mikronutrisi. Pada anak akan timbul akibat
infeksi yaitu terhambatnya pertumbuhan akibat penurunan nafsu makan
dan terganggunya pencernaan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasar hasil pengidentifikasian telur cacing pada tinja yang
diperiksa dinyatakan bahwa tinja tersebut positif mengandung cacing dan
telur cacing jenis cacing gelang atau Ascaris lumbricoides.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah untuk selalu
menjaga kebersihan diri pribadi dan kebersihan lingkungan sekitar.
Penyakit dapat timbul dari mana saja maka dari itu lebih baik membentengi
diri dari awal dengan menjaga kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA

Saputri, N. (2021). ‘Macam-macam warna Feses dan artinya bagi Kesehatan’,


(https://hellosehat.com/pencemaran/diare/bentuk-dan-warna-feses/).
Diakses tanggal 5 Maret 2022.

Sigalingging, G, Sitopu, S, D, & Daeli, D, W. (2019). Pengetahuan tentang


Cacingan dan Upaya Pencegahan Kecacingan. Jurnal Darma Agung
Husada, 6(2), 96-104. Diakses tanggal 5 Maret 2022.

Soeparman & Suparmin. (2002). Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Diakses tanggal 5 Maret 2022.

Surian E, Irawati, N, & Lestari, Y. (2019). Analisis Faktor Penyebab Kejadian


Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk
Buaya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 81-88. Diakses tanggal 5
Maret 2022.
LAMPIRAN

Hasil pengamatan cacing dan telur cacing melalui miskroskop

Anda mungkin juga menyukai