Anda di halaman 1dari 27

Tugas Laporan FGD

Skenario 1

Disusun oleh : Kelompok B4


1. Luh Putu mirah Sancita Dewi 16700060
2. I Gst. Ayu Agung Meidayanti 16700062
3. Roby Firdiansyah Dwiyatma 16700068
4. Arif Dony Iswanto 16700070
5. Devina Putri Agustine 16700072
6. Alisa Rahmatya Fitri 16700074
7. Nelda Azas Aryuni 16700076
8. I Gede Arya Widya Kesuma 16700078
9. I Putu Sidhi Sanjaya 16700080
10. Hanif Satrio Anidyo 14700076

PEMBIMBING

dr. Sugiharto, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITA WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………… 3

Skenario 1…………………………………………………………………………………… 4

BAB I

1.1 Latar belakang………………………………………………………………………….. 5

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………… 6

1.3 Tujuan………………………………………………………………………………….. 6

BAB II

2.1 Identification…………………………………………………………………………… 7

2.2 Reservoir……………………………………………………………………………….. 11

2.3 Gejala Klinis…………………………………………………………………………… 13

2.4 Pencegahan dan Pengobatan…………………………………………………………… 14

2.5 Diagram Fish Bone…………………………………………………………………….. 17

2.6 Pembahasan…………………………………………………………………………….. 18

BAB III

3.1 Rencana Program……………………………………………………………………… 23

3.2 Rancangan Program…………………………………………………………………… 24

BAB IV

Kesimpulan dan Saran……………………………………………………………………. 26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 27

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga tugas FGD
dengan judul “Hookworm Disease” ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 24 September 2017

Penulis

3
SKENARIO 1

HOOKWORM DISEASE

(Ancylostomiasis, Uncinariasis, Necatoriasis)

Skenario

Desa Rejoso adalah salah satu desa di Kecamatan Karang Kabupaten Damai. Di desa tersebut
terdapat Sekolah Dasar Negeri (SDN) dengan 173 siswa. Data tahun kemarin menunjukkan
bahwa kejadian infeksi cacing tambang pada siswa SDN Rejoso 20,5%. Perilaku buang air besar
di sekitar rumah 44,2%, perilaku anak-anak yang biasa bermain dengan tanah sebesar 54,2%.

Kota Damai khususnya Kecamatan Karang memiliki wilayah perkebunan seluas 5.000 hektar,
berupa tanah kering yang merupakan tanah yang sesuai degan perkembangan cacing tambang.
Kepala Keluarga (KK) umumnya (65%) berpendidikan sekolah menengah pertama dan dasar,
dengan pekerjaan umumnya (67%) tani atau buruh tani. Penghasilan orangtua siswa sebagian
besar (66%) masih dibawah upah minimum kota (UMK), 83% rumah mereka memiliki lahan
pekarangan atau lahan pertanian. Dalam kegiatan pekerjaan mereka KK umumnya (76%) tidak
menggunakan alas kaki.

Bagaimana cara penanggulangan penyakit yang terdapat di desa tersebut?

4
BAB I

1.1 Latar Belakang

Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti
banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit – penyakit cacing masih tetap
merupakan suatu masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia. Pada
umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit serius tetapi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan kronis yang berhubungn dengan faktor ekonomis (Pinardi Hadidjaja, 2011).

Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum, infeksinya pun dapat terjadi secara
simultan oleh beberapa jenis cacing sekaligus. Pada anak – anak, cacingan akan berdampak pada
gangguan kemampuan untuk belajar, dan pada orang dewasa akan menurunkan produktivitas
kerja. Dalam jangka panjang, hal ini akan berakibat menurunnya kualitas sumber daya manusia.
Penyebab penyakit cacingan termasuk golongan cacing yang ditularkan melalui tanah atau
disebut juga Soil Transmitted Helminths. Cara infeksi pada manusia adalah dengan bentuk
infektif yang ditemukan dan berkembang di tanah (Akhsin Zulkoni. 2010).

Soil Transmitted Helminths yang penting dan menghinggapi manusia adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides
stecoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus. Nematoda usus lainnya yang penting bagi
manusia adalah Oxyuris vermicularis dan Trichinella spiralis (Rosdiana Safar, 2010).

Di Indonesia Sejak tahun 2002 hingga 2006 prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan
adalah sebagai berikut : 33,0%; 46,8%; 28,4%; dan 32,6% (Depkes RI, 2006).

Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah kepada
manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing, lalu ke mulut bersama
makanan. Tinggi rendahnya frekuensi tingkat kecacingan berhubungan dengan kebersihan diri
dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber infeksi. Nematoda usus merupakan kelompok
yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia Karena masih banyak yang mengidap cacing ini
sehubungan banyaknya faktor yang menunjang untuk hidup suburnya cacing parasiter ini. Faktor
penunjang ini antara lain keadaan alam serta iklim, sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan
penduduk serta masih berkembangnya kebiasaan yang kurang baik (Akhsin Zulkoni, 2010).
5
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksut dengan cacing tambang?


2. Bagaimanakah cara penularan dari cacing tambang?
3. Bagaimanakah pengobatan untuk penulara cacing tambang ini?
4. Jelasan fish bone dari scenario tersebut!

1.3 Tujuan

A. Tujuan Umum
Memahami dan mengetahui cara mengatasi angka kejadian yang cukup tinggi akibat
penyakit hookworm disease
B. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi bagaimana pengaruh pola hidup sehat terhadap penyebaran penyakit
hookworm disease
2. Agar lebih mengetahui tentag cara penularan penyakit hookworm disease
3. Agar masyarakat lebih memahami dampak yang ditimbulkan oleh penyakit
hookworm disease
4. Agar dapat menentukan upaya-upaya pemberantasan hookworm disease.

6
BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Identification

Cacing tambang (Ancylostomiasis, Uncinariasis, Necatoriasis) merupakan salah satu


spesies yang termasuk dalam kelompok soil transmitted helminth (STH). Walaupun banyak
laporan menunjukkan kejadian infeksi yang relative tinggi, namun infeksi kecacingan
termasuk dalam kelompok neglected diseases. Infeksi cacing tambang masih merupakan
masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan
hipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang banyak ditemukan di Indonesia adalah
Necator americanus.

Cacing tambang (hookworm) adalah salah satu parasite yang banyak menginfeksi
manusia dan umumnya terdiagnosa melalui penemuan karakteristik klinis seperti eosinofilia
pada pemeriksaan darah dan telur dengan bentuk yang spesifik pada pemeriksaan tinja
secara mikroskopik . Necator Americanus merupakan salah satu jenis cacing tambang yang
menginfeksi sekitar 576- 740 juta. Hospes adalah manusia, tersebar di daerah tropis,
subtropik, terutama pada populasi miskin dan sanitasi buruk. Di Indonesia infeksi oleh
Necator americanus lebih sering dijumpai dibandingkan infeksi oleh Ancylostoma
duodenale . Liu et al melaporkan adanya 3 pasien dengan infestasi cacing tambang di
duodenum yang tervisualisasi pada endoskopi di Taiwan antara tahun 1983 hingga 1993.
Penegakan diagnosis merupakan bagian penting dalam menetapkan pengelolaan yang tepat.
Diagnosis pada umumnya ditegakkan berdasarkan adanya telur cacing dalam tinja, tetapi
bisa juga tidak terdiagnosis terutama pada kasus infeksi yang ringan. Laporan kasus ini
menggambarkan penggunaan endsokopi untuk menegakkan diagnosis infeksi Necator
americanus dengan dugaan awal ulkus peptikum dengan anemia.

Infeksi cacing tambang (hookworm) Kelainan patologi akibat infeksi cacing tambang
dewasa adalah kehilangan darah dari intestinal yang disebabkan invasi parasit ke mukosa
dan submukosa usus halus. Kehilangan darah yang kronik ini menyebabkan terjadinya

7
anemia defisiensi zat besi. Kehilangan protein secara kronik akibat infeksi cacing tambang
dapat menyebabkan hipoproteinemia dan anasarka.

Morfologi

Cacing tambang ditemukan di daerah hangat yang lembab, morbiditas lebih banyak
dibanding mortalitasnya.

Morfologi, daur hidup dan cara penularannya :

Cacing dewasa ukuran panjang (7-11) mm X lebar (0,4-0,5) mm Cacing dewasa melekat
erat pada mukosa usus dengan mulutnya.

a) Ancylostoma duodenale

a. Cacing silinder kecil, berwarna putih keabu-abuan.


b. Ukurannya agak lebih besar dan panjang dibandingkan Necator americanus, -
Jantan 8 mm sampai 11mm, diameter 0,4 – 0,5 mm - Betina10mm
sampai13mm,diameter 0,6 mm
c. Pada waktu istirahat/relaxasi curvatura anterior searah dengan lengkungan tubuh
sehingga menyerupai huruf C
d. Betina memiliki caudal spine
8
e. Ujung posterior pada jantan mempunyai bursa copulatrix yang bentuknya khas
f. Cacing betina dapat memproduksi 10.000 hingga 30.000 telur perhari. Jangka hidup
rata-rata Ancylostoma duodenale adalah satu tahun.

b) Necator americanus

a. Bentuk langsing, silindris.


b. Ukurannya :
- Jantan 7 mm sampai 9mm, diameter 0,3 mm
- Betina 9mm sampai 11mm,diameter 0,4 mm
c. Pada waktu istirahat/relaxasi bagian anterior berlawanan arah dengan lengkungan tubuh
sehingga menyerupai huruf S
d. Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai gigi yang berbentuk semilunar, 2 pasang
“cutting plates”:
- Sepasang diventral agak besar
- Sepasang didorsal agak lebih kecil
e. Betina tidak memiliki caudal spine

9
f. Ujung posterior pada jantan mempunyai bursa copulatrix yang digunaka untuk
memegang cacing betina pada waktu copulasi. Didalamnya terdapat spiculae yang
homolog dengan penis.
g. Cacing betina dapat memproduksi telur 5000 hingga 10.000 telur per hari Jangka hidup
rata-rata Necator americanus adalah tiga sampai lima tahun

Telur Cacing Tambang :

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut
sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Telur cacing tambang besarnya ±60 x 40
mikron, berbentuk oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Di dalam telur terdapat 4-8 sel.
Dalam waktu 1-1,5 hari setelah dikeluarkan melalui tinja maka keluarlah larva rhabditiform.
Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250
mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae)
panjangnya 600-700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari
panjang badan (Margono, 2008).

Etiologi

10
Cacing tambang, cacing dewasanya berada di mucosa usus halus, terutama di mucosa
duodenum dan jejenum manusia. Kedua species cacing ini melekatkan diri pada membrane
mucosa usus halus dengan menggunakan gigi kitin atau gigi pemotong dan menghisap darah
dari luka gigitannya. (Neva A and Brown HW.1994 ; Markell EK et al, 1992) Manusia
merupakan hospes satu- satunya bagi kedua cacing ini. Telur kedua species cacing ini sulit
dibedakan satu dengan yang lain, perbedaan hanya sedikit dalam hal ukurannya, yaitu Necator
americanus berukuran 64 x 36 mikron, sedangkan Ancylostoma duodenale berukuran 56 x 36
mikron. Telur ini keluar bersama feses penderita, setelah 1-2 hari akan menetas menjadi larva
rabditiform. Setelah mengalami pergantian kulit 2 kali, larva rabditiform berubah menjadi
larva filariform dengan ukuran 500 – 700 mikron, larva filariform ini adalah larva infektif
untuk manusia. Larva infektif masuk ke dalam hospes melalui folikel rambut, pori-pori atau
melalui kulit yang utuh. Kemudian larva masuk ke dalam saluran limfe atau vena kecil,
masuk kealiran darah menuju jantung dan paru, menembus kapiler masuk ke alveoli.
Selanjutnya larva mengadakan migrasi ke bronchi, trachea, larynx, pharynx dan akhirnya
tertelan masuk oesophagus. Di oesophagus terjadi pergantian kulit yang ketiga kalinya dan
mulai terbentuk rongga mulut sementara yang memungkinkan larva ini mengambil makanan.
Dari oesophagus larva mencapai usus halus dan berganti kulit untuk yang keempat kalinya,
kemudian tumbuh menjadi cacing dewasa yang berukuran panjang 9-13mm untuk betina dan
5-11mm untuk jantan dengan bursa copulatrix di ujung posteriornya . (Neva A, 1994 ;
Markell EK, 1992 ; Soedarto, 2008).

Epidemiologi

Ankilostomiasis di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang tinggal di


perkebunan/pertambangan. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai
pupuk adalah penyebab utama dalam penyebaran penyakit ini. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan larva memiliki suhu optimum 32ºC-38ºC (Margono, 2008).

2.2 Reservoir

1) Sumber Penularan
Pada Manusia

11
Pada kasus ini sumber terinfeksinya warga Desa Rejoso adalah cacing tambang itu
sendiri. Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila di temukan dalam tinja
disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang.Telur cacing tambang
besarnya ± 60x40 mikron,berbentuk oval, dinding tipis dan rata,warna putih. Di dalam
telur terdapat4-8sel. Dalam waktu1-1,5 hari setelah di keluarkan melalui tinja maka
keluarlah larva rhabditiform. Selain pada tinja yang dikeluarkan oleh manusia, melalui
hewan seperti Kucing dan Anjingpun juga dapat menimbulkan adanya cacing tambang.

Larva cacing tambang penyebab infeksi keluar melalui tinja pada manusia yang
terinfeksi, yang kemudian akan bercampur dengan tanah dan sumber air terdekat. Maka
akan masuk dalam tubuh manusia saat air, tanah, ataupun makanan yang terkontaminasi
kontak tubuh.

Pada anjing

Penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi cacing Ancylostoma caninum pada anjing
sangat merugikan karena dalam jangka waktu lama anjing akan menjadi anemia dan
lemah. Anjing yang terinfeksi akan menunjukkan gejala klinis yang berupa mukosa
pucat, diare berdarah, edema, anemia, bulu kering dan kusam, pertumbuhan
terhambat dan dapat menyebabkan kematian (Soulsby, 1982). Gejala klinis yang
ditimbulkan dapat sangat bervariasi tergantung pada umur, status gizi, jumlah parasit
dan daya tahan tubuh dari hospes. Cacing ini tidak hanya menyerang pada anjing
dewasa tetapi juga banyak menyerang pada anjing muda dan sering menyebabkan
kematian bila tidak ditangani dengan baik. Terdapat laporan bahwa 41% penyebab
kematian anjing di Kenya adalah karena ancylostomiasis. Derajat keparahan kasus
ancylostomiasis ditentukan oleh tingkat patogenitas cacing dan jumlah cacing yang
menginfeksi terutama oleh jumlah larva infektif. Semakin banyak jumlah larva yang
menginfeksi anjing maka tingkat patogenitas akan semakin tinggi. Demikian halnya
jika jumlah larva yang menginfeksi anjing sedikit maka tingkat patogenitas akan
semakin rendah. Cacing betina menghasilkan telur dalam jumlah besar, berkisar 10-
30.000 telur per hari. Jika ditemukan telur kurang dari 5.000 telur per gram feses

12
maka termasuk infeksi ringan. Bila ditemukan 5.000 - 25.000 telur per gram feses
maka termasuk infeksi sedang dan jika ditemukan lebih dari 25.000 telur per gram
feses maka termasuk infeksi berat. Proses infeksi Ancylostoma caninum ditandai
dengan cacing dewasa ditemukan dalam usus anjing dan telur yang dikeluarkan
melalui feses ke tanah. Dalam kondisi tanah yang cocok telur akan bertahan sampai
beberapa periode. Setelah menetas telur menghasilkan larva yang mengalami dua
pembelahan larva dalam tanah. Pada saat mencapai tahap larva ketiga larva menjadi
infektif dan dapat menembus kulit manusia utuh, biasanya didasar folikel rambut atau
dicerna oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Larva kemudian mulai
bermigrasi. Jenis infeksi migrasi ini ditentukan oleh spesies yang terlibat dan
diklasifikasikan oleh tanda-tanda klinis yang terlihat.

2) Cara Penularan
Pada Anjing
Infeksi cacing pada anjing maupun kucing sangat mungkin terjadi, penularan nya bisa terjadi dari
induk ke anak anjing atau anak kucing saat didalam kandungan dan saat menyusui, bisa juga
terinfeksi dari tanah maupun lingkungan yang terkontaminasi oleh feses hewan yang terinfeksi
(terdapat telur dan larva infektif).

13
Dari feses yang dikeluarkan oleh anjing atau kucing terdapat telur yang akan berkembang
menjadi cacing tambang. Larva menetas dari telur yang berada di tanah terutama tanah yang
lembab dan basah. Kemudian cacing tambang yang sudah menjadi dewasa dapat tertular melalui
kulit manusia, terutama bagian kaki, dan cacing tambang dewasa tersebut juga dapat masuk ke
dalam tubuh anjing atau kucing yang memakan makanan yang sudah terkontaminasi oleh cacing
tambang.

Pada Manusia

Cacing dewasa hidup di dalam intestinum tenue (usus halus). Cacing betina dewasa
mengeluarkan telur dan telur akan keluar bersama dengan tinja. Apabila kondisi tanah
menguntungkan (lembab, basah, kaya oksigen, dan suhu optimal 26°C – 27°C) telur akan
menetas dalam waktu 24 jam menjadi larva rhabditiform. Setelah 5 – 8 hari larva rhabditiform
akan mengalami metamorfosa menjadi larva filariform yang merupakan stadium infektif dari
cacing tambang. Jika menemui hospes baru larva filariform akan menembus bagian kulit yang
lunak, kemudian masuk ke pembuluh darah dan ikut aliran darah ke jantung, kemudian terjadi
siklus paru-paru (bronchus → trachea → esopagus), kemudian menjadi dewasa di usus halus.
Seluruh siklus mulai dari penetrasi larva filariform ke dalam kulit sampai menjadi cacaing

14
tambang dewasa yang siap bertelur memakan waktu sekitar 5 – 6 minggu.

Berikut ialah gambar kaki yang terinfeksi cacing tambang

2.3 Gejala Akibat HookWorm Diseases

Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat


mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kecacingan dapat mengakibatkan
menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga
secara ekonomi dapat menyebabkan banyak kerugian yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Infeksi cacing pada manusia dapat
dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasinya terhadap
lingkungan. Infeksi Cacing tambang mengakibatkan anemia defesiensi besi. Infeksi
cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun,cacing tambang ini sudah dikenal
sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2ml per
hari. Apabila terjadi infeksi berat,maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan
dan dapat menyebabkan anemia berat. Infeksi ringan cacing ini ditandai dengan sedikit

15
gejala atau tanpa gejala sama sekali. Pada infeksi yang berat, kelainan patologi yang
terjadi disebabkan oleh tiga fase sebagai berikut (Warren, dkk, 2003):

1. Fase cutaneus, yaitu cutaneus larva migrans, berupa efek larva yang menembus
kulit, menyebabkan dermatitis yaitu Ground itch. Timbul rasa nyeri dan gatal
pada tempat penetrasi.
2. Fase pulmonary, berupa efek yang disebabkan oleh migrasi larva dari pembuluh
darah kapiler ke alveolus. Larva ini menyebabkan batuk kering dan asma yang
disertai dengan wheezing serta demam.
3. Fase intestinal, berupa efek yang disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa pada
mukosa usus halus dan pengisapan darah. Cacing ini dapat mengiritasi usus halus
menyebabkan mual, muntah, nyeri perut, diare, dan feses yang berdarah serta
berlendir. Anemia defisiensi besi dijumpai pada infeksi cacing tambang kronis
akibat kehilangan darah. Jumlah darah yang hilang per hari per satu ekor cacing
adalah 0,03 ml pada infeksi N. americanus dan 0,15 ml pada infeksi A.
duodenale. Pada anak, infeksi cacing ini dapat menganggu pertumbuhan fisik dan
mental.

2.4 Pencegahan dan Pengobatan

Pada manusia

1. Pencegahan
a. Edukasi : masyarakat Desa Rejoso merupakan masyarakat yang rendah akan
ilmu pengetahuan. Maka dari itu perlu diadakan sosialisasi tentang pentingnya
lingkungan yang bersih.
b. Membangun Toilet : pada kasus ini, masyarakat desa sering berperilaku
membuang air besar sembarangan, hal itu mungkin dikarenakan kurangnya
Toilet didaerah tertentu
c. Perhatian penting dari keluarga : khususnya anak-anak yang masih suka
bermainan di luar rumah perlu di beri pehatikan tingkat kebersihannya sebelum

16
mengambil sesuatu. Contohnya makanan atau minuman dan barang-barang
lainnya. Hal itu dapat menyebabkan parasite cacing tambang berada dimana-
mana. Maka dari itu, peran keluarga sangat penting untuk anak-anaknya seperti
mencuci tangan sebelum makan dengan air yang bersih dan sabun.
2. Pengobatan
Obat Anthelminthic (obat yang membersihkan tubuh dari cacing parasit), seperti
albendazole dan mebendazole, merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi
cacing tambang. Infeksi pada umumnya diobati selama 1-3 hari. Obat yang ini efektif
untuk mengobati infeksi dan hanya memiliki sedikit efek samping. Suplemen zat besi
juga diperlukan jika pendertia memiliki anemia.

Obat cacing terpilih adalah Albendazol dan Mebendazol yang dapat memberikan


kesembuhan 90-95% terutama pada infeksi cacing tambang pada anak-anak dan
mengurangi jumlah telur hingga 90%. umuTetrakloretilen tidak boleh diberikan pada
pasien alkoholisme, kelainan pencernaan, dan konstipasi. 

Befanium hidroksinaftat adalah obat pilihan untuk infeksi Ancylostoma dan


digunakan untuk pengobatan masal pada anak. Obat ini relatif tidak beracun dan
dapat diberikan juga untuk infeksi Necator tetapi dengan waktu pengobatan lebih
lama. Pirantel pamoat dan  Heksoresorsinol adalah obat cacing alternatif lainnya
yang dapat digunakan. Dengan perawatan umum dan pengobatan tetap penyakit ini
umumnya dapat disembuhkan.

Pada Anjing

1. Pencegahannya
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan memperhatikan pemeliharaan kebersihan
anjing dan lingkungan tempat tinggalnya. Sanitasi yang buruk terutama jika feses
anjing jarang dibersihkan akan menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi ulang.
Pemeriksaan rutin secara laboratorium terhadap sampel feses anjing perlu dilakukan
untuk mencegah infeksi secara dini. Hal lain yang dapat dilakukan sebagai
17
pencegahan adalah pemberian pakan yang cukup memadai baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya. Selama beberapa tahun terakhir para peneliti membuktikan
bahwa keseimbangan nutrisi pada menu pakan anjing memegang peranan penting
untuk mengurangi resiko terserang penyakit.
a. Melakukan fluid therapy untuk mengganti atau menyeimbangkan kembali cairan
yang hilang karena terjadinya diare berdarah yang diakibatkan oleh enteritis
hemoragika karena adanya gigitan cacing.
b. Memberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder bakteri karena adanya
kelukaan di usus.
c. Memberikan obat simptomatik untuk mengatasi gejala diare yang timbul akibat
peristaltik usus yang meningkat dengan memberikan obat yang dapat menurunkan
peningkatan peristaltik usus.
d. Membasmi cacing dengan memberikan antihelmentika.
e. Memberikan terapi suportif bila diperlukan

2. Pengobatannya
Dilakukan pemberian obat cacing secara berkala, 3-4 bulan. Selain itu untuk terapi
antihelmentik, saat ini sudah banyak dikenal berbagai macam obat cacing untuk
anjing, salah satunya obat Pyrantel pamoate untuk mencegah penularan
transmammary, indukan yang terinfeksi dapat diobati dengan fenbendazole 50
mg/kg setiap hari sejak 40 hari kebuntingan sampai 14 hari masa laktasi atau
ivermectin 0,5 mg/kg diberikan 4-9 hari sebelum kelahiran diikuti dengan
pengobatan kedua 10 hari kemudian. Pengobatan biasanya diulang setelah 2-3
minggu terutama karena pengobatan dapat menyebabkan larva yang ada di
jaringan bermigrasi ke usus sehingga muncul lagi gejala klinis dan telur terlihat
lagi setelah 10-12 hari setelah pengobatan sebelumnya. Jika ada infeksi pre natal,
anjing muda yang masih menyusu dapat diberi Pyrantel pamoate pada umur 1, 2, 4,
6 dan 8 minggu. Sebagai tambahan pada terapi parasit, anjing muda yang

18
mengalami anemia parah mungkin membutuhkan transfusi darah, tambahan zat
Besi (Fe) dan support terapi dengan cairan.

Diagram fish Bone

19
PEMBAHASAN

2.6 Masukan
a. Dana
Kurangnya dana atau uang yang dimiliki masyarakat Desa Rejoso menimbulkan
hal sebagai berikut :

1. Ekonomi yang rendah.


Pada scenario ini ditemukan bahwa pekerjaan rata-rata warga di Desa Rejoso
adalah Buruh Tani dan Tani, serta pendidikan terakhir mereka adalah Sekolah
Menengah Pertama. Hal yang paling terlihat adalah upah dari pekerjaan mereka
dibawah minimum. Maka dari itu, dalam Diagram Fishbone ini kami
memasukkan ekonomi yang rendah. Sehingga ekonomi yang rendah memicu
adanya factor terjadinya cacing tambang. Dimulai dari mereka yang tidak
memakai alas kaki untuk berkerja, melakukan kebiasaan buang air besar
sembarangan.
2. Pendidikan yang rendah.
Pendidikan yang rendah akan membuat para warga tidak paham hal yang akan
berdampak negatif untuk keluarganya. Seperti halnya mereka yang masih
berperilaku membuang air besar sembarangan, serta tidak tahu menahu akan
dampak yang terjadi jika mereka melakukan hal tersebut. Selain itu juga, pada
scenario ini terlihat bahwa warga tidak tahu apa itu hookworm disease dan apa
yang menyebabkan cacing tambang itu bias muncul.

b. Tenaga

20
1. Tani dan Buruh tani
Sebagian besar pekerjaan warga Desa Rejoso adalah sebagai Tani dan Buruh
Tani. Factor pekerjaan ini juga dapat mempengaruhi penularan infeksi cacing
tambang. Penularannya melalui mereka yang bekerja tidak memakai alas kaki
yang menyebabkan larva atau parasite cacing tambang masuk melalui pori-pori
kulit dan akan mengendap dikulit mereka sehingga menimbulkan rasa gatal.
Selain itu juga kebiasaan mereka yang kurang menyadari akan kebersihan
lingkungan juga sebagai factor penyebab terjadi infeksi cacing tambang. Kaki
mereka yang sudah terinfeksi lalu masuk kedalam rumah akan menyebarkan
bakteri atau kuman-kuman yang akan berdampak bagi seluruh keluarga yang
berada didalam rumah mereka.
2. Anak-anak
Anak-anak yang suka bermain dengan tanah juga sebagai penyebab penularan
akan terinfeksinya cacing tambang. Kebiasaan mereka yang bermain dengan
tanah dan tidak mencucinya setelah masuk kedalam rumah akan menyebabkan
cacing tambang berkembang didalam tubuh melalui tangan yang tidak dicuci
dengan bersih lalu mengambil makanan. Sehingga makanan tersebut yang
belum tentu kebersihannya akan masuk kedalam tubuh dan cacing yang sudah
terinfeksi akan mengendap didalam tubuh.
2.7 Lingkungan
a. Lahan tanah yang kering.

Sebagaimana kita tahu bahwa cacing tambang dapat berkembang biak dalam
keadaan tanah yang kering. Pada desa rejoso ini khususnya kecamatan karang
memiliki wilayah perkebunan seluas 5000 hektar, berupa tanah kering. Maka dari
itu banyak infeksi cacing tambang yang terjadi di Desa Rejoso.

b. Kurang kesadaran pentingnya lingkungan yang bersih.


Lingkungan yang bersih adalah factor utama dari timbulkan cacing tambang itu
sendiri. Sedangkan, pada scenario ini bahwa, warga Desa Rejoso masih melakukan
hal-hal yang tidak wajar atau tidak bersih. Seperti buang air besar sembarangan,

21
tidak memakai alas kaki saat bekerja, anak-anak yang suka bermain dengan tanah.
Hal ini membuktikan bahwa, warga Desa Rejoso masih tidak paham dan tidak tahu
akan dampak atau efek yang terjadi jika kebiasaan ini sering dilakukan. Dampak
yang jelas terlihat adalah lingkungan terlihat kumuh, tanah terlihat kering tidak
subur, lalu banyak lalat berterbangan dimana-mana. Sehingga nantinya akan
berujung ke larva cacing yang telah lama mengendap ditanah melalui tinja yang
dikeluarkan oleh manusia.
2.8 Proses
a. Perilaku buang air besar sembarangan.
Perilaku ini hampir dilakukan oleh setengah warga desa Rejoso. Akibat perilaku
inilah yang menyebabkan timbulnya cacing tambang melalui tinja yang sudah
dikeluarkan. Pembuangan tinja yang kurang memenuhi syarat kesehatan,
misalnya : tanah tergolong perantara atau tuan rumah sementara, tempat
berkembangnya telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seseorang
ke orang lain, yaitu larvanya yang ada di tinja menembus kulit memasuki tubuh.
Serta tinja yang dikeluarkan akan dihinggapi oleh lalat-lalat, lalu lalat-lalat tersebut
akan masuk kedalam rumah dan hinggap dimakanan. Makanan itulah yang nanti
akan masuk kedalam tubuh manusia.

b. Tidak memakai alas kaki saat bekerja.


Kebiasaan ini masih sering dilakukan oleh warga Desa Rejoso. Akibat perilaku
tersebut larva cacing tambang yang sudah terinfeksi dengan tanah akan dengan
mudah kedalam pori-pori kulit melalui kaki tersebut. Maka dari itu perlu kesadaran
dari warga Desa Rejoso bahwa pemakaian alas kaki sangat penting untuk
kesehatan bersama.
c. Kebiasaan perilaku anak-anak bermain dengan tanah.
Kebiasaan anak-anak yang bermain tanah ini juga menjadi factor terjadinya infeksi
cacing tambang. Sebagian besar anak-anak memiliki kebiasaan setelah bermain
tidak mencuci tangannya dengan bersih, dan tidak tahu menahu apa dampak yang
akan terjadi. Sehingga tangan yang sudah menyentuh tanah tersebut akan

22
berkontaminasi dengan makanan yang ada didalam rumah, sehingga larva atau
kuman-kuman yang berada ditangannya akan masuk kedalam tubuh.

BAB III

RENCANA PROGRAM

Tabel 3.1 : Tabel Scoring untuk menentukan urutan prioritas Kegiatan

Efisiens
Efektifitas Hasil
i
NO Kegiatan
M x I xV
M I V C P=
C
1 Membangun WC 2 2 2 2 4
2 Penyuluhan 3 3 3 3 9

Keterangan :
M : Magnitude, yaitu besarnya maslah yang bisa diatasi apabila solusi/kegiatan ini dilaksanakan
(turunnya prevalensi dan besarnya maslah lain)
I : Implementasi, yaitu sensitifnya dalam mengatasi masalah
V : Viability, yaitu kelanggengan selesainya masalah apabila kegiatan ini dilaksanakan.(brp
lama)
C : Cost, biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah
P : Prioritas kegiatan/ pemecahan masalah

Simpulan Tabel :

Prioritas kegiatan atau pemecahan masalah yang ditetapkan dalam menanggulangi kasus
Hookworm disease adalah melaksanakan kegiatan “Penyuluhan”.

23
Rancangan Program Bakti Sosial

24
25
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Infeksi oleh cacing tambang dewasa mengakibatkan kehilangan darah dari


intestinal yang disebabkan invasi parasit ke mukosa dan submukosa usus halus.
Kehilangan darah yang kronik ini menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi.
Tingginya angka kejadian infeksi cacing tambang di desa Rejoso diakibatkan karena
beberapa faktor seperti; penghasilan masyarakat yang kurang, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini, kebanyakan masyarakat yang
berprofesi tanpa menggunakan alas kaki, prilaku buang air besar sembarangan,
kondisi lingkungan yang merupakan tempat hidup cacing tambang yang baik, dan
kebiasaan anak-anak bermain dengan tanah. Sebagai upaya menurunkan tingginya
kejadian penyakit tersebut, maka akan dilakukan kegiatan bakti sosial yang
melibatkan seluruh elemen desa dan juga pihak medis. Diharapkan setelah
dilakukannya kegiatan bakti sosial kejadian infeksi cacing tambang di desa tersebut
berkurang.

4.1 Saran
a. Saran untuk warga
Diharapkan kepada warga lebih memperhatikan tingkah laku, pola hidup yang sehat dan
bersih. Dengan harapan hal-hal yang dapat menimbulkan efek yang merugikan agar lebih
di minimalisir. Serta lebih memperhatikan anak-anak agar membersihkan dini untuk
berperilaku hidup sehat dan bersih dan membiasakan untuk memakai alas kaki.

26
b. Saran untuk anak
Diharapkan kepada anak-anak untuk mejaga kebersihan saat bermain di tanah maupun
yang lainnya dan sehabis bermain biasakan mencuci tangan dengan bersih untuk
menghindari infeksi penyakit cacing.

DAFTAR PUSTAKA

Staf Laboratorium Parasitologi FKUB. 2010. Diktat Biologi Mikroba Sub Modul Parasitologi.
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

Akhira D, dkk. 2013. Identifikasi Parasit Nematoda Saluran Pencernaan Anjing Pemburu
(Canis Familiaris) Di Kecamatan Lareh Sago Halaban Provinsi Sumatera Barat. Jurnal
Medika Veterinaria. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Wibowo Heri et al. 2008. HUBUNGAN INFEKSI CACING USUS DAN ATOPI PADA ANAK
SEKOLAH DASAR. Makalah Kedokteran Andalas No.1 Vol. 32.

27

Anda mungkin juga menyukai