Skenario 2
MORBILI
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………… 3
Skenario …………………………………………………………………………………… 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang………………………………………………………………………….. 7
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………… 8
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………….. 8
BAB II
2.1 Definisi Morbili………………………………..……………………………………… 9
2.2 Etiologi...……………………………………………………………………………… 9
2.3 Patofisiologi.…………………………………………………………………………… 10
2.4 Epidemiologi…………………………………………………………………………… 10
2.5 Manesfestasi Klinis…………………………………………………………………….. 11
2.6 Gejala dan Penularan……………….………………………………………………….. 13
2.7 Pemcegahan…………………………………………………………………………….. 14
2.8 Penatalaksanaan………………………………………………………………………… 15
2.9 Kejadian Luar Biasa……………………………………………………………………. 16
2.12 Faktor Resiko…………………………………………………………………………. 18
2.13 Segitiga Epidemiologi………………………………………………………………… 19
2.14 Diagram Fishbone…………………………………………………………………….. 21
2.15 Pembahasan Diagram…………………………………………………………………. 22
BAB III DESAIN PENELITIAN
3.1 Penelitian Analitik……………………………………………………………………... 26
3.2 Five Level of Prevention………………………………………………………………. 30
3.3 Perhitungan OR……………………………………………………………………….. 33
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan Saran……………………………………………………………………. 38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 39
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga tugas
FGD dengan judul “Morbili” ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
3
SKENARIO
Puskesmas A melaporkan ke Dinas kesehatan terkait bahwa desa X pada tanggal 3 Februari
2015 ditemukan 41 orang sakit dengan gejala panas disertai rash dan beberapa gejala lain yang
mengarah pada morbili. Sebagian besar penderita adalah siswa SD , pada periode tahun
sebelumnya tidak di dapatkan penyakit morbili di desa tersebut.
Berdasarkan informasi awal tersebut dilakukan konfirmasi awal seperlunya dan dinilai perlu
segera dilakukan penyelidikan. Dari hasil penyelidikan selama tanggal 4-7 Februari 2015
diperoleh hasil jumlah penderita yang berhasil ditemukan sebanyak 73 orang. Data puskesmas
juga menunjukan jumlah siswa SD yang tidak mendapatkan imuisasi sebesar 55 siswa.
4
JUMLAH PENDERITA
18
16
14
12
10
0
n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n b b
9 -Ja 1-Ja 2-Ja 3-Ja 4-Ja 5-Ja 6-Ja 7-Ja 8-Ja 9-Ja 0-Ja 1-Ja 2-Ja 3-Ja 4-Ja 5-Ja 6-Ja 7-Ja 8-Ja 9-Ja 0-Ja 1-Ja -Fe -Fe
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 0 1 0 2
JUMLAH PENDERITA
18
16
14
12
10
0
n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n b b
9-Ja 1-Ja 2-Ja 3-Ja 4-Ja 5-Ja 6-Ja 7-Ja 8-Ja 9-Ja 0-Ja 1-Ja 2-Ja 3-Ja 4-Ja 5-Ja 6-Ja 7-Ja 8-Ja 9-Ja 0-Ja 1-Ja -Fe -Fe
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 01 02
5
TABEL PADA PENDERITA MORBILI
6
BAB I
PENDAHULUAN
Morbili atau Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada
anak, sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul ruam)
sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.1,2 Campak timbul karena terpapar droplet
yang mengandung virus campak. Sejak program imunisasi campak dicanangkan, jumlah kasus
menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat. Di Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian
Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal Januari hingga awal Februari 2015.3 Di Indonesia,
kasus campak masih banyak terjadi dan tercatat peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan pada
tahun 2014.
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700
kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap hari atau
16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak kurang dari 5 tahun.2 Berdasarkan laporan
DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak kasus campak di Indonesia dengan jumlah
kasus yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan
2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD.
Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun
(3591 kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus)
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. Virus ini dari famili yang sama dengan virus gondongan
(mumps), virus parain-uenza, virus human metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial
Virus).5 Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA tunggal yang
diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak memiliki 6 struktur protein utama.
Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F
(Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel. Protein M (Matrix) di permukaan dalam
lapisan pelindung virus berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat
protein L (Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P
7
berperan dalam aktivitas polimerase RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur
protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah
diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain itu, virus juga
dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>370 C), suhu dingin (10).5,7 Virus ini jangka hidupnya
pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam.
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari penderita. Virus
campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel epitel saluran napas. Setelah
melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah
penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di
limpa, hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya virus.
Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit
dan saluran pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke- 14, virus ada di darah, saluran
pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama
infeksi, virus bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
8
BAB II
Campak atau Morbili adalah Penyakit infeksi virus akut yang ditularkan dari orang ke
orang melalui droplet pernapasan besar tetapi juga dapat menyebar melalui rute udara
disebabkan oleh genus morbillivirus dari keluarga Paramyxoviridae. Campak adalah
penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal
( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam,
konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ). Morbili
adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala – gejala utama
ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri
limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC,2000).
2.2 Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili
virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus
Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin
paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus
campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar
9
tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat
infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di
dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada
suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto,2002).
2.3 Patofisiologi
Penularan virus yang infeksius sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius
sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet
melalui udara, terjadi antara 1 – 2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah
timbul ruam. Lesi utama tampak ditemukan pada kulit penderita, mukosa nasofarink, bronkus,
saluran cerna dan konjungtiva serta masuk ke dalam limfatik lokal. Virus memperbanyak diri
dengan sangat perlahan dan di situ mulai penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti
limfa. Sel mono nuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti
banyak. Virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitil orofarink,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari ke 9 – 10 fokus infeksi
yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami
nekrosis. Virus yang masuk ke pembuluh darah menimbulkan manifestasi klinis dari sistem
saluran nafas adalah batuk, pilek, disertai konjungtivitis, demam tinggi, ruam menyebar ke
seluruh tubuh, timbul bercak koplik.
Pada hari ke-14 sesudah awal infeksi akan muncul ruam menurun sebagai akibat respon
terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring
dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopnemoni, otitis dan lain-lain, 2002) (Depkes, 2008).
2.4 Epidemiologi
10
penyakit utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporn SKRT tahun
1985/1986. KLB masih terus dilaporkan. Dilaporkan terjadi KLB di pulau Bangka pada
tahun 1971 dengan angka kematian sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa Barat pada tahun
1981 (CFR=15%), dan KLB di Palembang, Lampung, dan Bengkulu pada tahun 1998. Pada
tahun 2003, di Semarang masih tercatat terdapat 104 kasus campak dengan CFR 0%.
(Widoyono, 2011).
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih sebagai
waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang masa inkubasi
dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi
dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam.
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise,
batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral
dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi
morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung
jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang
terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah
11
tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai
influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat
dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam
waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium Erupsi.
Pada stadium ini, batuk-batuk bertambah. Timbul titik merah di palatum durum
dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya
suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul
dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang
bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.
Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan
seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di
daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan
muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang
disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
12
3. Stadium Konvalesensi.
Secara umum gejala atau tanda-tanda campak menurut Depkes (2008) adalah:
a. Panas badan biasanya ±38ºC selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu gejala batuk,
pilek, mata merah atau mata berair.
b. Gejala yang khas adalah adanya koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar
merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal).
c. Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk
makulo papular selama tiga hari atau lebih, dalam 4-7 hari akan menyebar keseluruh
tubuh.
13
d. Kemerahan makulo papular setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah menjadi
kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Pada awal infeksinya penyakit
campak agak sulit untuk dideteksi, namun pada umumnya manifestasi klinik penyakit
campak terdiri dari tiga fase/stadium yaitu fase prodromal, fase erupsi / paroxysmal
dan fase convalescen. Periode sejak terjadinya infeksi sampai munculnya gejala
berkisar antara 10 sampai dengan 12 hari.
14
atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita
pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya
rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasienpasien dengan risiko tinggi lainnya.
c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan
bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak
yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis
yang reversibel.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara
cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.
2.8 Penatalaksanaan
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap
komplikasi yang timbul:
4. Istirahat.
5. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..
6. Medikamentosa :
- Antipiretik : parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.
- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis
maksimum 600 mg/hari.
15
- Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive
(codein) tidak boleh digunakan.
- Mukolitik bila perlu.
- Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat
bermanfaat.
2.9 Pencegahan
Dengan Imunisasi aktif, Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan
imunitas yang berlangsung lama. Pencegahan juga dengan imunisasi pasif.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia
untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Untuk penyakit-
penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan
sebagai suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan
daerah tertentu.
Menurut Departemen Kesehatan tahun 2000 Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. 7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenalpada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam,hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
16
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkankenaikan
duakali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlahper bulan dalam
tahunsebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu)
tahunmenunjukkankenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan denganangka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama. (Jurnal Kesehatan Masyarakat.2012)
Jadi pada kasus morbili ini termasuk dalam kejadian luar biasa (KLB) karena,
daerah risiko morbili atau campak berisiko tinggi berpotensi terjadinya KLB campak,
dilihat dari :
Setiap KLB campak dilakukan “ Fully investigated “ yaitu : Penyelidikan dari rumah
ke rumah minimal satu kali ; Mencatat kasus secara individu (indivudual record)
menggunakan C1 dan mengambil 5 spesimen serum dan 3 spesimen urine. Penyelidikan
KLB campak bertujuan untuk mengetahui besar masalah KLB dan gambaran
epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur, status imunisasi penderita,
wilayah terjangkit maupun faktor risiko terjadinya KLB.
17
2.11 Metode Pemastian Definisi KLB
1. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapat imunisasi campak kemungkinan resiko terkena penyakit
campak sangat besar.
2. Status Gizi
Anak dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit campak
dari pada balita dengan gizi baik.
3. Hygiene Perorangan
18
Anak dengan kebersihan yang kurang mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit
campak dari pada anak yang melaksanakan kebersihan.
4. Pengetahuan Orang Tua
Pengetahuan orang tua yang kurang mengenai penyakit morbili mempunyai resiko lebih
tinggi terkena penyakit campak dari pada orang tua yang sudah memiliki pengetahuan
yang luas mengenai morbili.
5. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk pada suatu daerah mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit
campak dari pada daerah yang kepadatan penduduk nya berkurang.
a) Faktor Host
Pada kasus morbili yang termasuk host ialah siswa SD, karena didapatkan data siswa
SD yang paling dominan ialah siswa SD yang tidak mendapatkan imunisasi.
b) Faktor Agent
Faktor Agent adalah suatu substansi yang keberadaannya mempengaruhi perjalanan
penyakit.
c) Faktor Environment
Faktor Environtment adalah semua kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan organisme, yaitu sebagai berikut:
1. Keterjangkauan pelayanan kesehatandesa terpencil, pedalaman,daerah sulit, daerah yang
tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan
daerah rawan terhadap penularan penyakit campak
2. Tingkat pengetahuan dari orang tua mengenai campak sangat penting dalam penyebaran
penyakit ini oleh karena itu kita perlu memberikan pengetahuan kepada orang tua
tentang penyakit ini, tentang penyebab, serta proses perjalanan dari penyakit ini.
19
juga tentang cara pencegahan dan pengobatannya. Dimana kita tahu bahwa tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi
pada anak agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.
20
2.14 Diagram Fishbone
21
2.15 Pembahasan Fishbone
Masukan
1. SDM
a. Dinas Kesehatan
Pada scenario ini di katakan bahwa Dinas Kesehatan kurang melakukan
penyelidikan terkait penyakit yang di alami oleh masyarakat Desa X. Sehingga
tingkat angka kejadian penyakit yang berada di Desa X dikatakan meningkat.
b. Puskesmas
Pada scenario ini Puskemas dikatakan bahwa telah mendata para siswa SD yang
tidak mendapatkan imunisasi yaitu sebanyak 55 siswa dari 200 siswa. Imunisasi yang
tidak merata diberikan oleh pihak Puskesmas membuat system kekebalan tubuh yang
dimiliki oleh para Siswa SD menjadi lebih lemah dibandingkan siswa SD yang sudah
mendapatkan Imunisasi. Maka dari itu dari 55 siswa yang tidak mendapatkan
Imunisasi, akan menyebabkan timbulnya penyakit seperti yang sedang merajalela di
Desa X serta, adanya penyakit morbilli yaitu penyakit menular. Sehingga jika 55
siswa tidak mendapatkan imunisasi dari pihak Puskesmas, akan menyebabkan
peluang besar untuk 55 siswa tersebut terkena penyakit morbilli dan 55 siswa tersebut
akan menularkan penyakitnya kepada oranglain.
2. Fasilitas
a. Kepadatan Rumah
Kepadatan Rumah merupakan factor resiko morbili, karena dengan rumah yang
padat penduduk dan lingkungannya terus saling berinteraksi yang memungkinkan
timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit. Kepadatan penduduk dapat menjadi
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses penularan atau pemindahan
penyakit dari satu orang ke orang lain. Campak sering terjadi pada daerah yang padat
penduduk.
22
b. Kurangnya Status Gizi
Status gizi merupakan factor kejadian terjadinya morbili. Status gizi yang baik
akan memberikan antibody yang baik terhadap tubuh sehingga tidak akan mudah
terserang penyakit morbili. Berbeda dengan seseorang yang status gizinya masih
kurang, orang tersebut akan dengan mudah terpapar atau terserang penyakit morbili
hal itu dikarenakan oleh gizinya yang kurang dan antibody didalam tubuhnya tidak
lengkap.
Lingkungan
23
2. Kebijakan
a. Keterjangkauan pelayanan puskesmas
Di Desa X pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas kurang terjangkau, karena
pemberian imunisasi untuk siswa SD tidak diberikan secara merata, sehingga bagi
siswa SD yang tidak mendapatkan imunisasi dengan mudah terserang penyakit,
diantaranya penyakit morbilli. Selain puskesmas, Dinas Kesehatan juga perlu
mengadakan penyelidikan kesehatan untuk Desa X, sehingga adanya pemantauan
atau perkembangan tentang penyakit yang dialami sudah sejauh mana sebelum
menyebar lebih luas lagi.
Proses
1. Metode
a. Tidak adanya penyelidikan
Scenario tersebut tertulis bahwa “dinilai perlu segera dilakukan penyelidikan”.
Maka dari itu mungkin pihak Dinas Kesehatan sebelumnya tidak melakukan
penyelidikan sehingga kasus penyakit morbili pada Desa X dapat terjadi.
Manajement
24
anak mereka yang belum mendapatkannya. Sehingga gejala penyakit yang dialami
akan dengan mudahnya timbul untuk mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.
25
BAB III
DESAIN PENELITIAN
26
e. Hill Way: Menurut Hill Way, pengertian penelitian adalah suatu metode studi yang
bersifat hatihati dan mendalam dari segala bentuk fakta yang dapat dipercaya atas
masalah tertentu guna membuat pemecahan masalah tersebut.
f. Winarno Surachmand: Pengertian penelitian menurut Winarno Surachamnd adalah
kegiatan ilmiah mengumpulkan pengetahuan baru yang bersumber dari primer-primer,
dengan tekanan tujuan pada penemuan prinsip-prinsip umu, serta mengadakan ramalan
generalisasi di luar sampel yang diselidiki
g. Soetrisno Hadi: Menurut Soetrisno hadi bahwa pengertian penelitian adalah usaha untuk
menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.
h. Cooper & Emory: Suatu proses penyelidikan secara sistematis yang ditujukan pada
penyediaan informasi untuk menyelesaikan masalah-masalah.
i. Suparmoko: Usaha yang secara sadar diarahkan untuk mengetahui atau mempelajari
fakta-fakta baru dan juga sebagai penyaluran hasrat ingin tahu manusia.
27
waktu yang bersamaan, ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor
resikonya).
1. Kelebihan penelitian Cross Sectional :
Mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu, dan hasil dapat
diperoleh dengan cepat dan dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel
yang banyak, baik variabel resiko maupun variabel efek.
2. Kekurangan penelitian Cross Sectional :
a) Diperlukan subjek penelitian yang besar
b) Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat
c) Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan
d) Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan faktor efek paling lemah bila
dibandingkan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain
28
2. Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control
a) Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang
karena subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya.
b) Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidakdapat
dikendalikan.
c) Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok
kasusu karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.
d. Study Cohort
Adalah penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan
sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok
penduduk yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu
yakni yang terpapar dan atau yang tidak terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai
faktor penyebab. Penelitian cohort adalah kebalikan dari case control. faktor resiko
(penyebab) telah diketahui terus diamati secar terus menerus akibat yang akan
ditimbulkannya.
a. Kelebihan Penelitian Cohort :
1) Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan
kelompok kontrol) sejak awal penelitian.
2) Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka resiko dari suatu waktu ke
waktu yang lain.
3) Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor resiko maupun efek dari
waktu ke waktu.
b. Kekurangan Penelitian Cohort
1) Memerlukan waktu yang cukup lama
2) Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
3) Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu
analisis hasil
4) Ada faktor resiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek
(mungkin penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis.
29
2. Penelitian Eksperimental
a. Randomized Controlled Trials
Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu
metode penelitian yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang kemudian
dibagi atas dua grup yaitu grup control dan grup yang diberi perlakuan.
Analisa :
Dari berbagai macam jenis penelitian di atas, kami dapat simpulkan bahwa dalam skenario
yang berjudul “Morbili” menggunakan jenis penelitian Case Control. Alasan kami mengambil
penelitian Case Control karena dalam skenario tersebut menunjukkan bahwa mencari
perhitungan OR dan penelitian tersebut berhubungan dengan Case Control yaitu kelompok kasus
yang menderita penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan kelompok yang
tidak menderita atau tidak terkena akibat.
1. Primari Prevention
a. Health Promotion
Promosi kesehatan (health promotion) merupakan upaya pencegahan penyakit
tingkat pertama. Sasaran dari tahap ini yaitu pada orang sehat dengan usaha
peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai pencegahan umum
yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal,
mengurangi peranan penyebab serta derajat risiko serta meningkatkan secara
optimal lingkungan yang sehat (Noor, 2000).
Promosi kesehatan dalam upaya mencegah terjadinya penyakit morbili dalam
berbagai upaya seperti :
1) Mengadakan penyuluhan ke masyarakat tentang Penyakit Morbili
2) Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan
atau menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) sejak dini, guna
mencegah terjadinya atau masuknya agent-agent penyakit khususnya penyakit
infeksi seperti virus campak serta memberikan kesadaran pada masyarakat
tentang pentingnya imunisasi campak.
30
3) Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, seperti tata cara dalam melakukan hygiene perorangan
maupun hygienemasyarakat.
b. General and Specific Protection
Pencegahan khusus merupakan serangkaian dari health promotion. Pencegahan
khusus ini terutama ditujukan kepada penjamu dan atau penyebab, untuk
meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi resiko terhadap
penyakit tertentu ( Noor, 2000).
Pencegahan khusus (spesifik protection) dalam upaya mencegah terjadinya
penyakit morbili dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti :
1) Vaksinasi bersama mumps (MMR) pada usia 15 - 18 bulan dan ulangan pada
usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun.
2) Menjaga daya tahan tubuh dan kebersihan tubuh
3) Dapat melakukan modifikasi lingkungan seperti; perbaikan sanitasi lingkungan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan dalam hal ini sarana air bersih, jamban
keluarga, saluran pembuangan air limbah (SPAL) dan tempat pembuangan
sampah.
2. Secondari Prevention
a. Early Diagnosis and Prompt Treatment
Diagnosis dini dan pengobatan dini (early diagnosis and prompt treatment)
merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran dari tahap ini yaitu
mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit.
Diagnosis dini dan terapi awal (early diagnosis and prompt treatment) dalam
upaya mencegah terjadinya penyakit morbili dapat dilakukan dengan berbagai
upaya seperti
1) Menyarankan masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke dokter bila
terdapat bercak-bercak merah di tubuh disertai demam, batuk, pilek dan
terdapat bintik – bintik putih pada mulut.
31
2) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui; pemeriksaan berkala disarana
pelayanan kesehatan untuk memastikan bahwa seseorang benar tidak menderita
penyakit campak dan gangguan kesehatan lainnya.
3) Bila ada yang terkena morbili di beri edukasi agar tidak kontak dengan yang
belum pernah terkena morbili dan belum pernah imunisasi campak.
4) Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit campak sehingga
penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya
(Noor, 2000).
b. Disability Limitation
Pembatasan kecacatan (disability limitation) merupakan tahap pencegahan
tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk mencegah terjadinya
kecacatan dan kematian karena suatu penyebab tertentu.
Pembatasan kecacatan (disability limitation) dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan akibat penyakit morbili dapat dilakukan dengan upaya seperti :
1) Pemberian obat sesuai gejala yang di derita untuk mencegah penyakit morbili
semakin parah, misalnya bila demam diberikan obat penurun panas dan juga
mempersiapkan obat antikejang.
2) Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya
diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
3) Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.
3. Tertiray Prevention
a. Rehabilitation
Rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap
pemberantasan kecacatan (disability limitation). Rehabilitasi ini bertujuan untuk
berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin.
32
Rehabilitasi (rehabilitation) yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit
morbili yaitu sebagai berikut :
3.3 Perhitungan OR
1. Odds Ratio (OR)
Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian
penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar faktor
risiko) dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko (tidak
terpapar faktor risiko).
MORBILI
I YA TIDAK
M
- 50 5 55
U
N + 23 122 145
I 73 127 200
S
A
S
I
33
OR = (A x D) / (B x C)
= 53,04
Interpretasi
Imunisasi merupakan faktor resiko morbili, jadi mereka yang tidak di imunisasi beresiko
sebanyak 53,04 kali lipat terkena morbili.
2. Status Gizi
MORBILI
YA TIDAK
BAIK (+) 18 67 85
OR = (A x D) / (B x C)
= 3685 / 1080
= 3,4
Interpretasi
Status Gizi merupakan faktor resiko morbili, jadi mereka yang status gizinya kurang
beresiko sebanyak 3,4 kali lipat terkena morbili.
34
3. Higience Perorangan
MORBILI
YA TIDAK
KURANG (-) 63 27 90
OR = (A x D) / (B x C)
= 6300 / 270
= 23,3
Interpretasi
Higine perorangan merupakan faktor resiko morbili, jadi mereka yang Higine
perorangannya kurang beresiko sebanyak 23,3 kali lipat terkena morbili.
35
MORBILI
YA TIDAK
4. Pengetahuan Orang Tua
KURANG (-) 43 47 90
OR = (A x D) / (B x C)
= 3440 / 1410
= 2,4
Interpretasi
MORBILI
YA TIDAK
KURANG (-) 50 47 97
36
Pengetahuan Orang Tua merupakan faktor resiko morbili, jadi mereka yang pengetahuan
orang tuanya kurang beresiko sebanyak 2,4 kali lipat terkena morbili.
5. Kepadatan penduduk
OR = ( A X D ) / ( B X C )
= (50 x 80 ) / (47 x 23 )
= 4000/ 1081
= 3,70
Interpretasi
Kepadatan Penduduk merupakan faktor resiko morbili, jadi mereka yang Kepadatan
penduduknya kurang beresiko sebanyak 3,70 kali lipat terkena morbili.
6. Status Imunisasi
MORBILI
YA TIDAK
KURANG (-) 55 40 95
37
OR = ( A X D ) / ( B X C )
= 4785/ 720
= 6,64
Interpretasi
Status Imunisasi merupakan faktor resiko morbili, jadi mereka yang status Imunisasinya
kurang beresiko sebanyak 6,64 kali lipat terkena morbili.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
Morbili (Campak) merupakan infeksi virus akut oleh morbilivirus yg termasuk dalam
family Paramyxoviridae. Morbili dapat menyebar melalui droplet pernafasan besar. Perjalanan
penyakit dibagi menjadi 3 stadium, stadium kataral yang berlangsung selama 4-5 hari dengan
gejala menyerupai influenza; stadium erupsi dimana muncul bintik kemerahan yang dimulai dari
belakang telinga dan akan menyebar keseluruh tubuh; stadium konvalesensi bintik kemerahan
mulai berkurang dan akan berubah menjadi ruam yg berwarna lebih tua. Penatalaksanaan morbili
dilakukan secara simtomatis dan supportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
vaksinasi.
Saran :
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Siyoto, Sandu. Sodik, Ali. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Literasi Media
Publishing.
2. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014. Jakarta.
3. Pediatri, Sari. 2002. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada Anak Gambaran Klinis
Penyakit Eksantema Akut Pada Anak. Jakarta. Vol. 4, No. 3.
4. Pattilouw J,dkk.2016. Perilaku Pencarian Pengobatan Terhadap Penyakit Campak Pada
Masyarakat Waelua Kecamatan Ambalau Kabupaten Buru Selatan Provinsi Maluku. JST
Kesehatan, Juli 2016, Vol.6 No.3 : 381 – 387.
(http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/1d5652d68859dd30719818ffc640c8cb.pdf)
39
(http://jukeunila.com/wpcontent/uploads/2016/02/
RECHECK_Donna_Rozalia_Mariz_2016_02_09_05_54_55_797.pdf)
(https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/campak_morbili_files_of_drsmed.pdf)
40