Anda di halaman 1dari 65

Tugas : Kelompok

Mata Kuliah : Epid. Penyakit Menular


Dosen : Irwan, SKM.,M.Kes.

JURNAL PENYAKIT MENULAR YANG SANGAT BERBAHAYA


DENGAN ANGKA KEMATIAN TINGGI

KELOMPOK 1

ASIS D 12.101.469
SRI HASTUTI HASRI 12.101.479
ASRIYANI 12.101.678
SITI RAFIGA HALAA 12.101.596
GUSTINA 12.101.473
NURMALA DEWI 12.1O1.591
SUMARLIN 12.101.681
FIRMAN 12.101.687
AMRESIUS ALYONA 12.101.070
SYAMSUDDIN 12.101.422
FERDIANSYAH 12.101.444

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2014

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun

dan merampungkan tugas pembuatan jurnal ini yang berjudul “Penyakit

Menular Yang Sangat Berbahaya Dengan Angka Kematian Yang

Cukup Tinggi” . Jurnal ini dibuat sedemikian rupa sebagai tugas yang

diberikan oleh Dosen pembimbing kami.

Harapan kami sebagai penyusun adalah semoga jurnal ini dapat

diterima dengan baik oleh Dosen pembimbing serta dapat bermanfaat

bagi semua pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan jurnal yang kami buat

ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sebagai penyusun

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para

pembaca demi kesempurnaan jurnal ini.

Makassar, 23 November 2014

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Penyakit Ebola ................................................................................ 3

1. Tinjauan Umum Penyakit Ebola ................................................. 3

2. Epidemiologi Penyakit Ebola ..................................................... 5

3. Patofisiologi Penyakit Ebola ....................................................... 8

4. Tahap Pencegahan Penyakit Ebola ........................................... 9

B. Penyakit HIV/AIDS ........................................................................ 11

1. Pengertian HIV/AIDS ............................................................... 11

2. Etiologi Penyakit HIV/AIDS ...................................................... 12

3. Patofisiologi Penyakit HIV/AIDS .............................................. 13

4. Komponen Utama Siklus Hidup Virus HIV/AIDS ...................... 15

5. Penularan HIV/AIDS ................................................................ 18

6. Manifestasi Klinis ..................................................................... 21

7. Tata laksana HIV/AIDS ............................................................ 22

C. Penyakit Rabies ............................................................................ 25

1. Pengertian Rabies ................................................................... 25

3
2. Etiologi Penyakit Rabies .......................................................... 25

3. Penyebab Virus Rabies ........................................................... 26

4. Tahapan Rabies ...................................................................... 28

5. Manifestasi Klinis ..................................................................... 30

6. Diagnosis Penyakit Rabies ...................................................... 32

7. Penanganan Penyakit Rabies .................................................. 33

D. Penyakit Sapi Gila/Mad Cow ......................................................... 37

1. Pengertian Penyakit Sapi Gila ................................................. 37

2. Penyebab Penyakit Sapi Gila .................................................. 39

3. Gejala Penyakit Sapi Gila ........................................................ 44

4. Penularan Penyakit Sapi Gila .................................................. 44

5. Pengobatan Penyakit Sapi Gila ............................................... 46

E. Penyakit MERS ............................................................................. 47

1. Bahaya Penyakit MERS........................................................... 47

2. Ciri-ciri dan Penyebaran Penyakit MERS ................................ 49

3. Penyebab Penyakit MERS ....................................................... 51

4. Cara Mengatasi Penyakit MERS ............................................. 54

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 57

B. Saran ................................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap era sejarah kehidupan manusia selalu disertai kemunculan

dari suatu penyakit yang baru. Perubahan sosial dan ekologi yang

berkaitan dengan penyebaran populasi manusia, perubahan

lingkungan dan globalisasi dapat berimplikasi pada kemunculan suatu

penyakit zoonosis. Peningkatan populasi manusia dan globalisasi

menyebabkan perpindahan manusia dari satu benua ke benua

lainnya. Seiring dengan hal tersebut maka juga akan terjadi

perpindahan hewan antar wilayah, bahkan benua, melalui perusakan

habitat, perdagangan, permintaan pribadi dan kepentingan teknologi,

dimana mikroorganisme, termasuk mikroorganisme patogen, juga

mengalami perpindahan ke daerah yang baru. Pada dasarnya,

penyakit yang ada di dunia juga mengalami perkembangan yang

sejalan dengan perkembangan dunia yang cukup pesat. Sehingga

dapat memunculkan berbagai penyakit yang berbahaya dan sangat

mematikan.

Dari latar belakang di atas, kami mengangkat judul jurnal sebagai

berikut “Penyakit Menular Yang Berbahaya dan Sangat Mematikan”.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran tinjauan umum penyakit ebola?

2. Bagaimana epidemiologi penyakit HIV/AIDS?

3. Bagaimana cara penanganan penyakit rabies?

4. Bagaimana cara pengobatan penyakit sapi gila?

5. Bagaimana gejala penyakit MERS?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas diketahui tujuan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui gambaran tinjauan umum penyakit ebola

2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit HIV/AIDS

3. Untuk mengetahui cara penanganan penyakit rabies

4. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit sapi gila

5. Untuk mengetahui gejala penyakit MERS.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENYAKIT EBOLA

1. Tinjauan Umum Penyakit Ebola

Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia

Filoviridae, dan juga nama dari penyakit yang disebabkan oleh

virus tersebut. Penyakit Ebola sangat mematikan. Gejala-gejalanya

antara lain muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar,

dan demam. Tingkat kematian berkisar antara 50% sampai 90%.

Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo. Penyakit Ebola

dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau

kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai 21 hari, umumnya antara 5

sampai 10 hari. Saat ini telah dikembangkan vaksin untuk Ebola

yang 100% efektif dalam monyet, namun vaksin untuk manusia

belum ditemukan.

Gejala-gejalanya antara lain muntah, diare, sakit badan,

pendarahan dalam dan luar Anus, dan demam. Tingkat kematian

sampai 90%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo.

Penyakit Ebola dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan

cairan tubuh atau kulit.Virus Ini mulai menular dari salah satu

spesies kera di kongo kemudian mulai menyebar ke manusia,

jangka waktu manusia mulai terjangkit virus ini sampai menemui

ajalnya sekitar 1 minggu karena saking ganasnya virus ini.

7
Virus ini masih berada di dataran Afrika dan kabarnya juga

telah sampai ke Filipina. Suatu ketika Negeri Eropa melakukan

pengimporan kera dari kongo, ketika mengetahui virus ini akhirnya

seluruh kera ini dimusnahkan agar tidak menyebar kemana-mana,

dan sampai saat ini belum ditemukan Vaksin yang dapat

menyembuhkan penyakit ini. Transmisi antar manusia terjadi akibat

kontak langsung dengan cairan tubuh yang berasal dari diare,

muntah dan pendarahan, kulit atau membran mukosa. Periode

inkubasi virus berlangsung selama 2 sampai 21 hari. Kejadian

epidemik Ebola banyak terjadi pada rumah sakit yang tidak

menerapkan higiene yang ketat.infektivitas virus Ebola cukup stabil

pada suhu kamar (20 ° C) tetapi hancur dalam 30 menit pada 60 °

C.Infektivitas juga dihancurkan oleh dan iradiasi ultraviolet, pelarut

lemak, b-propiolactone, and commercial hypochlorite and phenolic

disinfectants. b-propiolactone, dan hipoklorit komersial dan

desinfektan fenolik.

Virus Ebola memiliki struktur dari suatu Filovirus. Virionnya

berbentuk tabung dan bervariasi bentuknya. Biasanya selalu

tampak seperti U, 6, gulungan atau bercabang. Virion virus ini

berukuran diameter 80 nm. Panjangnya juga bervariasi, bahkan

ada yang lebih dari 1400 nm, namun biasanya hanya mendekati

1000 nm. Di tengah virion terdapat nukleokapsid yang dibentuk

oleh kompleks genom RNA dengan protein NP, VP35, VP30 dan L.

8
Nukleokapsid berdiameter 40-50 nm dan berisi suatu chanel pusat

berdiameter 20-30 nm. Suatu glikoprotein sepanjang 10 nm yang

sebagian berada di luar sarung viral dari virion berfungsi membuka

jalan masuk ke dalam sel inang. Diantara sarung viral dan

nukleokapsid terdapat matriks yang berisi protein VP40 dan VP24.

2. Epidemiologi Penyakit Ebola

Asal-usul di alam dan sejarah alami dari virus Ebola tetap

menjadi misteri.Secara umum, virus ini ada yang menyerang

manusia (Ebola-Zaire, Ebola-Ivory Coast dan Ebola-Sudan) dan

ada yang hanya menyerang hewan primata (Ebola-Reston). Tidak

ada carrier state karena tidak ditemukan lingkungan alami dari

virus. Namun dari beberapa hipotesis mengatakan bahwa terjadi

penularan dari hewan terinfeksi ke manusia. Kemudian dari

manusia yang terinfeksi ini, virus bisa ditularkan dalam berbagai

cara. Orang bisa terinfeksi karena berkontak dengan darah dan

atau hasil sekresi dari orang yang terinfeksi. Orang juga bisa

terinfeksi karena berkontak dengan benda seperti jarum suntik

yang terkontaminasi dengan orang yang terinfeksi. Penularan

secara nosokomial (penularan yang terjadi di klinik atau rumah

sakit) juga dapat terjadi bila pasien dan tenaga medis tidak

memakai masker ataupun sarung tangan. Pada primata, Ebola-

Reston, menyerang fasilitas penelitian hewan primata di Virginia,

AS. Ebola-Reston menyebar melalui partikel udara.

9
Ebola merupakan salah satu kasus emerging zoonosis yang

paling menyita perhatian publik karena kemunculannya yang sering

dan memiliki angka mortalitas yang tinggi pada manusia. Virus

Ebola pertama kali diidentifikasi di provinsi Sudan dan di wilayah

yang berdekatan dengan Zaire (saat ini dikenal sebagai Republik

Congo) pada tahun 1976, setelah terjadinya suatu epidemi di

Yambuku, daerah Utara Republik Congo dan Nzara, daerah

Selatan Sudan. Sejak ditemukannya virus Ebola, telah dilaporkan

sebanyak 1850 kasus dengan kematian lebih dari 1200 kasus

diantaranya (Anonimous 2004). Penyakit ini disebabkan oleh virus

dari genus Ebolavirus yang tergolong famili Filoviridae. Inang atau

reservoir dari Ebola belum dapat dipastikan, namun telah diketahui

bahwa kelelawar buah adalah salah satu hewan yang bertindak

sebagai inang alami dari Ebola. Virus Ebola juga telah dideteksi

pada daging simpanse, gorila, Macaca fascicularis dan kijang liar.

Penyebaran virus Ebola dalam skala global masih terbatas. Hal

ini berkaitan dengan transmisinya yang tidak melalui udara dan

juga jarak waktu yang diperlukan virus Ebola untuk menginfeksi

satu individu ke individu lainnya. Selain itu, onset virus yang relatif

cepat dapat mempercepat diagnosa terhadap penderita sehingga

dapat mengurangi penyebaran penyakit melalui penderita yang

bepergian dari satu wilayah ke wilayah lainnya.Penyakit ini dapat

dikaitkan dengan kebiasaan manusia, terutama di daerah Afrika,

10
untuk mengkonsumsi daging hewan liar. Daging hewan liar yang

terkontaminasi akan menjadi media yang efektif dari penularan

Ebola pada manusia.Gejala klinis dari penyakit ini adalah demam

secara tiba-tiba, kelemahan, nyeri otot, sakit kepala dan

tenggorokan kering. Kemudian diikuti dengan muntah, diare, ruam

pada kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati serta pada beberapa

kasus terjadi pendarahan internal dan eksternal. Hasil temuan

laboratoris menunjukkan penurunan jumlah butir darah putih dan

platelet serta peningkatan kadar enzim hati.

Virus Ebola mudah menyebar dengan cepat. Pertama kali

infeksi dimulai dari penularan dari hewan yang terinfeksi ke

manusia. Nah, dari situ nantinya manusia meneruskan rantai

penyakit ini ke manusia yang lain. Penyebaran virus Ebola antar

manusia bisa melalui makanan atau berpegangan. Kontak

langsung dengan darah atau cairan yang terkontaminasi juga bisa

menginfeksi manusia. Tidak hanya itu, manusia juga bisa terinfeksi

hanya dengan menyentuh objek (misalnya jarum) yang sudah

terkontaminasi. Serangan sakit virus Ebola sangat tiba-tiba. Gejala

yang ditimbulkan adalah demam, sakit kepala, sakit sekitar

persendian dan otot, sakit tenggorokan dan tubuh lemah. Gejala ini

diikuti juga oleh diare, sakit perut dan muntah-muntah. Ruam-ruam,

mata memerah, tersedak, serta adanya pendarahan luar dan dalam

ditemukan pada beberapa pasien.

11
3. Patofisiologi Penyakit Ebola

Penyakit ebola menyebar dan masuk ke dalam tubuh host

melalui berbagai macam cara antara lain melalui jarum suntik ,

donor darah , dan melalui kontak lanmgsung tangan.

Tahapan penularan virus ebola dari penderita satu ke penderita

lainnya antara lain :

1. Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan

tubuh atau sekret dari pasien yang terinfeksi dan didistribusikan

melalui sirkulasi. melalui lecet di kulit selama perawatan pasien,

ritual penguburan dan mungkin kontak dengan daging secara

terinfeksi, atau di permukaan mukosa.Terkadang jarum suntik

merupakan rute utama dari eksposur kerja.

2. Target awal dari replikasi adalah sel-sel retikuloendotelial,

dengan replikasi tinggi dalam beberapa tipe sel di dalam

hati, paru-paru dan limpa.

3. Sel Dendritic, makrofag dan endotelium tampaknya rentan

terhadap efek cytopathic produk gen virus Ebola in vitro dan

mungkin in vivo melalui gangguan jalur sinyal seluler

dipengaruhi oleh mengikat, fagositosis serapan virus atau

keduanya. Kerusakan tidak langsung juga dapat ditimbulkan

oleh faktor-faktor yang beredar seperti faktor tumor nekrosis

dan oksida nitrat sehingga kontak langsung antara setiap

individu sangat memegang peranan penting dalam penyebaran

12
dan penularan penyakit ebola di dalam masyarakat. Karena kita

tidak bias menghindari kontak secara individu .sebab, hal itu

terjadi tanpa kita tahu kondisi dan sifat yang sebenarnya.

4. Tahap Pencegahan Penyakit Ebola

Virus Ebola mampu menular dari satu manusia ke manusia lain

hanya dengan kontak langsung saja. Untuk itu pencegahan

terhadap penyakit infeksi Ebola ini pun cukup sulit.Yang paling

terutama adalah menghindari kontak langsung dengan orang yang

terinfeksi virus Ebola sebisa mungkin. Apabila ada anggota

keluarga terinfeksi virus ini sangat dianjurkan agar orang tersebut

dirawat di rumah sakit. Begitu juga apabila ada teman anda yang

meninggal akibat penyakit ini, usahakan jangan ada kontak

langsung dengannya. Adapun 5 tahapan pencegahan penyakit

ebola dalam lingkungan masyarakat antara lain :

a. Health Promotion

Pendidikan kesehatan pada masyarakat untuk melakukan

perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat serta

meningkatkan higien pribadi dan sanitasi lingkungan dalam

lingkungan masyarakat dan sekitarnya

b. Early Diagnosis

Program penemuan penderita melalui survey pada

kelompok – kelompok yang berisiko atau pada populasi umum

dan peda pelaporan kasus.

13
c. Spesifik protection

Menghindari diri dari gigitan serangga ,berusaha untuk

tidak pergi ke daerah yang kurang penyinaran matahari dan

terdapat binatang ataupun serangga yang menjadi sumber

penularan penyakit tersebut untuk menghindari terjadinya

komplikasi penyakit dan penyebar luasnya penyakit tersebut

dalam masyarakat.

d. Disability limitation

Terapi kompleks pada penderita ebola agar tidak terjadi

kematian dengan menambah konsentrasi minum penderita

agar tidak terjadi dehidrasi serta upaya peningkatan kekebalan

tubuh kelompok.

e. Rehabilitation

f. Pendidikan kesehatan kepada para penderita beserta keluarga

serta dilakukannya rehabilitasi fisik dan psikologis pada kasus

dan penderita penyakit ebola

14
B. Penyakit HIV/AIDS

1) Pengertian HIV/AIDS

AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah

sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia

seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat

kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena

bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu

yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali

menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma

yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang

termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai

kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk

membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang

panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh

dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan

utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV

menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan

menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan

DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose

itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit. Secara

structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder

yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada

pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen

15
yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen

tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol

mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope

(Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein

inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease,

integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang

dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting

dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

2) Etiologi Penyakit HIV/AIDS

HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy

Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111

(HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus

(retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun

1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di

amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini

ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian

pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya

mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit.

Nama lain virus tersebut ialah HIV. HIV terdiri atas HIV-1 dan

HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA

dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.

Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai

kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang di

16
sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4).

Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-

helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta

untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh

kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus

AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada

dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan

mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan

membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya

tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang

biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang

infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya

pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang

terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit

atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang

perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi

AIDS yang full-blown.

3) Patofisiologi Virus HIV/AIDS

1) Mekanisme system imun yang normal

Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali

bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi

terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh

virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah terkena

17
infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan

jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang,

thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah,

dan limfa.

 Sel B

Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi

humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali antigen

spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi

antibodi spesifik. Antibody bekerja dengan cara

membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk

difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen

oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus

antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan

dengan respon inflamasi).

 Limfosit T

Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :

a. Regulasi sitem imun

b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target

khusus.

Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan

seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang membedakannya

dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu

mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat

18
antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang

terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.

 Fagosit

 Komplemen

2) Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV

Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas

sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang

melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian

RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen

funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol,

dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili

polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope

(Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode

protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase,

protease, integrase. Gen env mengode komponen structural

HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada

dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif,

vpu, dan vpr.

Siklus Hidup HIV

Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup

sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus

menggunakan sel pejamu beru untuk mereplikasi diri.

Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya.

19
Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite

pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama

setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat

jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah

perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus

menjadi semakin cepat.

Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

Masuk dan mengikat

Reverse transkripstase

Replikasi

Budding

Maturasi

3) Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.

Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang

HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih

cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan

dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik

resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang

berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi

geografisnya:

Sub tipe A: Afrika tengah

Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand

Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan

20
Sub tipe D: Afrika tengah

Sub tipe E:Thailand,afrika tengah

Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire

Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand

Sub tipe H: Zaire,gabon

Sub tipe O: Kamerun,gabon

Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari

semua infeksi HIV baru d seluruh dunia.

4) Efek dari virus HIV terhadap system imun

a. Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori

Klinis A)

Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di

mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada

waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan

jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus

lain di dalam darah.

Sejumlah virus dalam darah atau plasma per

millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru

terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut.

Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi :

panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare,

berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan

timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul

21
dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang

atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah

terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.

Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam

darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah

limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus.

Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV

rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi

kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes

antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked

imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil

positif.

5) Cara penularan HIV/AIDS

Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :

1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral

dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa

menularkan HIV. Selama hubungan seksual

berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat

mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau

mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut

masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama

berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding

22
vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV

untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful,

2000).

2. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in

utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi

HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu

baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,

kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,

sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu

kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).

Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui

transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau

membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi

maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).

3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung

masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh

tubuh.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

23
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,

tenakulum, dan alat-alat lain yang darah, cairan vagina

atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung di

gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa

menularkan HIV.(PELKESI,1995).

5. Alat-alat untuk menoleh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet,

menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut,

dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat

tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih

dahulu.

6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,

maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba

(injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan

HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara

bersama-sama juga mengguna tempat penyampur,

pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga

berpotensi tinggi untuk menularkan

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian,

handuk, sapu tangan, toilet yang di pakai secara

bersama-sama, berpelukan di pipi ,berjabat tangan

24
,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan

nyamuk, dan hubungan sosial yang lain.

4. Manifestasi Klinis

Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise,

demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif.

Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari

10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik,

kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi

beberapa fase infeksi HIV yaitu :

a. Infeksi HIV Stadium Pertama

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan

memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip

influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.

b. Persisten Generalized Limfadenopati

Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak,

inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat

badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur

kandida di mulut.

c. AIDS Relative Complex (ARC)

Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem

kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi

yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh.

Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam,

25
diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan

berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun,

ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase

kedua.

d. Full Blown AIDS.

Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak,

penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat

meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru

pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas,

tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada

sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum

saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun,

biasanya meninggal sebelum waktunya.

5. Tata Laksana HIV

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan

pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk

mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV),

bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin

dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah

hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

26
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang

yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV)

nya.

4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),

maka pengendaliannya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan

pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis.

Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus

dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral

AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat

replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)

dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT

tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .

Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel

T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru

27
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas

system imun dengan menghambat replikasi virus /

memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-

obat ini adalah :

a) Didanosine

b) Ribavirin

c) Diedoxycytidine

d) Recombinant CD 4 dapat larut

4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen

tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus

perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang

proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang

pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

1. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat

terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi

yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu

fungsi imun.

2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat

mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human

Immunodeficiency Virus (HIV).

28
C. Penyakit Rabies

1. Pengertian Penyakit Rabies

Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit

hewan yang menular yang disebakan oleh virus dan dapat

menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Pada hewan yang

menderita Rabies, virus ditemukan dengan jumlah banyak pada air

liurnya. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia

terutama melalui luka gigitan . Oleh karena itu bangsa Karnivora

(anjing,kucing, serigala) adalah hewan yang paling utama sebagai

penyebar Rabies. Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa

yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang

manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian.

Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat

yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik,

yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies

ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing,

kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit

anjing gila.

2. Etimologi Penyakit Rabies

Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas yang

artinya melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani,

rabies disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam

bahasa Jerman, rabies disebut tollwut yang berasal dari bahasa

29
Indojerman Dhvar yang artinya merusak dan wut yang artinya

marah. Dalam bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari

kata benda robere yang artinya menjadi gila.

Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di

Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan

suatu penyakit hewan menular akut yang bersifat zoonosis (dapat

menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia

pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau.

Tahun 1889 oleh Penning dilaporkan terjadi pada seekor anjing,

dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada

tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat.

3. Penyebab Virus Rabies

Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga

Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus

keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif

RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis

hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan

perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan

yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun

(Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara,

rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia,

dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat

rabies yang masih tinggi Hewan perantara menginfeksi inang yang

30
bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan.Infeksi juga

dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang

terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf

menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di

sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke

jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air

liur.Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas

ataupun rabies jinak/ tenang.Pada rabies buas/ ganas, hewan yang

terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala

macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah

kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang,

hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau

kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami

kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui

penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja

laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos

udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan

dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas

yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di

tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak

ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan

kelelawar.

31
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi.

Hewan ini memularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia

melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan berpindah

dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla

spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya

virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan

masuk ke dalam air liur Banyak hewan yang bisa menularkan

rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari

rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber

penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.

Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika

dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan

vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami

rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang

terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan

mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal

atau kelumpuhan total.

4. Tahapan Rabies Pada Hewan

Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi

dalam 3 fase (tahap):

a. Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan

menyendiri , tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nerveus,

pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini

32
berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal

dilanjutkan fase Eksitasi atau bias langsung ke fase Paralisa.

b. Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa

saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-

aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan

tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.

c. Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua

bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.

5. Tanda - Tanda Rabies Pada Hewan Dan Manusia

a. Pada Hewan

Pada anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi

2 bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas

(Furious Rabies).

 Tanda tanda Rabies bentuk diam :

1. Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh

2. Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan,

rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes

berlebihan.

3. Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan

mati dalam beberapa jam.

 Tanda tanda Rabies bentuk ganas:

1. Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya.

2. Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak.

33
3. Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha

belakangnya .

4. Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi

akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas

dalam beberapa jam.

b. Pada Manusia

Tanda- tanda penyakit rabies pada manusia:

1. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap

cahaya, udara, dan suara.

2. Airmata dan air liur keluar berlebihan

3. Pupil mata membesar.

4. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak

kesakitan

5. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan

akhirnya meninggal dunia.

6. Manifestasi Klinis

Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari

setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit

adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada

manusia. Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki

risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu

(kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada

kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak.

34
Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit

yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan,

badan, dan kaki.

Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies

meliputi 4 stadium :

a. Stadium prodromal

Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita

tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang

meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia,

pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.

b. Stadium sensoris

Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami

rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan,

keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis,

hiperlakrimasi

c. Stadium eksitasi

Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah

kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga

terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya

(fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi

akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses

menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita

35
rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala

berusaha menelan air

d. Stadium paralitik

Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium

sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini

menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke

bawah yang progresif.

Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka

umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan

dengan jelas.Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di

antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan

pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan

pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari

jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan

lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.

7. Diagnosis

Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit

harus diawasi.Satu-satunya uji yang menghasilkan keakuratan

100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi

fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test/ dFAT) pada

jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih

dari 40 tahun dan dijadikan standar dalam diagnosis

rabies.Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi

36
spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan

berpendar sehingga memudahkan deteksi. Namun, kelemahannya

adalah subjek uji harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia)

sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji

serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum

tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak memberikan

keakuratan 100%.Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan

biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya

tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali

diagnosis post mortem setelah hewan atau manusia yang terinfeksi

meninggal.

8. Penangan Penyakit Rabies

a) Penanganan terhadap orang yang digigit (korban)

Segera cuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun atau

detergen selama 10 sampai 15 menit (gigitan yang dalam

disemprot dengan air sabun ) kemudian bilas dengan air yang

mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih. Luka kemudian

diberi obat luka yang tersedia (misalnya betadin) lalu dibalut

dengan pembalut atau kain yang bersih. Korban secepatnya

dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk

mendapat perawatan lebih lanjut.

37
b) Penanganan terhadap hewan yang menggigit

Anjing, kucing dan k era yang menggigit manusia atau hewan

lainnya harus dicurigai menderita rabies. Terhadap hewan

tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :Bila hewan

tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya , maka

hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas

Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila

hasil observasi negatif rabies maka hewan tersebut harus

mendapat vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada

pemiliknya. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak

ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan

ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan

setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai

hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang

yang berkenan , setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies.

Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus

dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera

diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang digigit hewan, maka

hewan yang menggigit harus diawasi.

9. Pengobatan Penyakit Rabies

Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis.Rabies

dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum

38
menginfeksi otak dan menimbulkan gejala.Bila gejala mulai terlihat,

tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini.Kematian

biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama.

Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies

atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar)

segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air

mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau

betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun

terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum

pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin

imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin.Separuh dari

dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan

ke otot, biasanya di daerah pinggang.Dalam periode 28 hari

diberikan 5 kali suntikan.Suntikan pertama untuk menentukan risiko

adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan

pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.Kadang-kadang terjadi rasa sakit,

kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.

10. Pencegahan Penyakit Rabies

Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memvaksinasi

hewan peliharaan rutin, hindari memelihara hewan liar di rumah,

jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit rabies, segeralah ke

pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi

rabies.

39
Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur

hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan

menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies

harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun.

Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti

anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus

diperhatikan.

Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera

mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies,

karena bila tidak dapat mematikan (letal) Langkah-langkah untuk

mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera

setelah terkena gigitan Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan

kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya

virus, yaitu: Dokter hewan ,Petugas laboratorium yang menangani

hewan-hewan yang terinfeksi Orang-orang yang menetap atau

tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak

ditemukan para penjelajah gua kelelawar.

Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan

sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan

sekitarnya, Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan

memberikan makanan yang baik , pemeliharaan yang baik dan

melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke

Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek.

40
D. Penyakit Sapi Gila/Mad Cow

1. Pengertian Penyakit Sapi Gila

Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE)

adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru

dikenal dan disebut prion. BSE menyerang sapi dan tanda-tanda

BSE itulah yang baru-baru ini ditemukan pada seekor sapi di

Washington, Amerika Serikat sehingga menyebabkan kepanikan di

seluruh dunia.Mengapa kepanikan itu muncul ? Karena Amerika

Serikat adalah produsen besar daging sapi dan turunannya dan

diduga prion yang menyebabkan BSE , dapat menular kepada

manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah

kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).

Penyakit sapi gila / mad cow atau dalam dunia kedokteran

hewan dikenal sebagai bovine spongiform encephalopathy (BSE)

adalah penyakit yang menyerang otak dan bersifat fatal (fatal

neurological disease). Kalau selama ini secara umum dikenal

agen-agen penyakit yang infeksius diklasifikasikan dalam

kelompok virus, bakteri, parasit, dan cendawan, maka agen

penyebab BSE adalah suatu jenis agen penyakit lain yang selama

ini belum dikenal yang disebut Prion (Proteinaceous infectious).

BSE telah diketahui pertama kali tahun 1986 di Inggris. BSE

merupakan penyakit hewan yang dapat ditularkan kepada manusia

(zoonosis) melalui konsumsi produk asal hewan yang mengidap

41
BSE. BSE merupakan salah satu penyakit yang disebabkan prion

dan tergolong dalam kelompok penyakit transmissible spongiform

encephalopathy (TSE). Pada manusia dikenal beberapa penyakit

yang disebabkan oleh prion, yaitu penyakit kuru, CJD (Creutzfeld

Jakob Disesase), vCJD (Variant Creutzfeld Jakob Disesase),

Gerstmann-Staussler-Sheinker Disease (GSS), dan FFI (Fatal

Familial Insomnia). Beberapa teori tentang asal timbulnya BSE

dikemukakan oleh para ahli. Di antaranya teori tentang adanya

perubahan pola pakan sapi dengan menggunakan tepung daging

dan tulang (meat and bone meal / MBM) yang terkontaminasi oleh

agen penyebab scrapie (protein penyebab penyakit sapi gila)

pada domba dan kambing). Penyakit sapi gila ini selalu

dimasukkan ke dalam penyakit Creutzfeld-Jakob (CJ), karena

penyakit ini mirip dengan gejala penyakit yang ditimbulkan sapi

gila. Hanya saja penyakit CJ terutama menyerang pada lansia

sedangkan penyakit sapi gila terjadi pada umur relatif muda.

Berdasarkan hal tersebut maka penyakit sapi gila disebut sebagai

varian baru penyakit CJ (new variant CJ). Akibat penyakit sapi gila,

pada otak terjadi perlubangan pada jaringan otak atau disebut

spongious (berlubang seperti busa).

42
2. Penyebab Penyakit Sapi Gila

Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru

setiap kali ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil

mengungkapkan sesuatu yang baru. Biokimia tidak dikenal mutasi

DNA.Prion protein (PrP) atau biasa disebut prion adalah sejenis

protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena

penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya yang disebut

bovine spongiform encephalopathy. Prion bukan benda hidup

yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa. Prion

dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam

nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur

yang bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat

termasuk ensim protease ,sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai

zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi

protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan.

Namun yang mengherankan prion memiliki kemampuan

memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum

diketahui. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang

bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit

sapi gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) , Gerstmann-

Straussler Syndrome dan penyakit Kuru sejenis penyakit

kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya

memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami

43
degenerasi menjadi benda yang berlubang - lubang kecil seperti

layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut

sebagai spongiform encephalopathy, keadaan itu sejalan dengan

gangguan pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi

yang semakin lama semakin berat dan akhirnya menimbulkan

kematian.

Sebenarnya, struktur gene Prion telah ditemukan, dan

diketahui pula bahwa pada binatang yang terinfeksi maupun pada

percobaan inokulasi prion maka akan terjadi penumpukan prion

pada jaringan otak . Prion diduga menyebar melalui dan di dalam

jaringan saraf . Kesenjangan pengetahuan tentang biologi

molekuler prion dan patogenesis penyakit yang disebabkannya,

sampai sekarang masih besar dan secara intensif sedang

dilakukan penelitian untuk memperkecil kesejangan itu.

Creutzfeldt-Jakob Disease dan varian CJD, gejala CJD diawali

perlahan-lahan dengan munculnya kebingungan, kemudian timbul

kepikunan yang progresif , lalu timbul kesulitan berjalan.serta

gemetaran. Selanjutnya penyakit menyerang dengan cepat dan

kematian biasanya terjadi dalam 3 - 12 bulan, dengan rata-rata 7

bulan.Penyakit CJD telah dilaporkan oleh berbagai negara di

dunia, antara lain Amerika Serikat, Chili, Slovakia dan Israel.

Tetapi pada pertengahan tahun 1999 telah dilaporkan lebih dari 40

kasus mirip CJD yang dikenal sebagai variant Creutzfeldt-Jakob

44
Disease (vCJD) dan hampir semua kasus berasal dari Inggris ,

negara dimana dalam 10 tahun sebelumnya terjadi wabah BSE

yang menimpa ribuan sapi. Keprihatinan yang timbul disebabkan

kemungkinan penularan CJD karena mengkonsumsi daging sapi

yang terkena infeksi prion menyebabkan dilakukannya penelitian

epidemiologi secara besar-besaran . Hasil penelitian sampai saat

ini menyatakan bahwa varian baru CJD mungkin memang ada.

Penyakit itu yang dikenal cebagai vCJD , dilaporkan muncul di

Inggris dan beberapa negara Eropa. Akan tetapi sebenarnya CJD

dan vCJD adalah dua hal yang berbeda, karena tidak seperti CJD

yang menyerang orang-orang usia lanjut (60 - 80 tahun, dan lebih

dari 99% menyerang umur lebih dari 35 tahun) , vCJD menyerang

anak muda (20-30 tahun), di samping itu hasil pemeriksaan

elektroensefalografipun berbeda, dan perjalanan penyakit vCJD

lebih panjang daripada CJD. Varian CJD berlangsung 12 - 15

bulan sedangkan CJD hanya 3 - 6 bulan. Dalam eksperimen pada

otak tikus, ternyata otak sapi yang sakit dapat menularkan

penyakit spongiform encephalopathy yang sama pada tikus.

Meskipun demikian belum tentu BSE merupakan penyebab vCJD.

Karena meskipun penyakit itu serupa namun banyak perbedaan

yang jelas yang mendukung bahwa mungkin vCJD hanyalah suatu

varian dari CJD yang ditemukan setelah dilakukan penelitian

epidemiologi besar-besaran sehubungan dengan dugaan

45
kemungkinan BSE sebagai penyebab CJD.Prion dapat

menimbulkan penyakit sapi gila yang disebut dengan Bovine

Spongiform Encephalopathy(BSE). Prion dapat menyebabkan

kerusakan pada organ otak hewan yang terinfeksi. Jaringan otak

dapat mengalami degenerasi karakteristik menjadi bentuk yang

berpori-pori menyerupai sponge. Pada jaringan otak juga

ditemukan bentukan menyerupai benang-benang (fibril) (Handoyo,

2007). Sapi yang terinfeksi prion ini dapat diketahui pada sapi

yang berusia antara tiga sampai lima tahun. Penyakit ini dapat

menular dari hewan ke hewan lain maupun dari hewan ke

manusia, mekanisme penularannya adalah sebagai berikut:

1. Dari hewan ke hewan, dapat ditularkan sebagian besar karena

pemberian pakan ternakdari daging atau tulang yang telah

terinfeksi oleh penyakit sapi gila melalui pakan, juga dapat

melalui peralatan kandang, kendaraan pengangkut maupun

alat penggiling makanan. Selain itu penyebaran penyakit ini

juga dapat ditularkan dari induk yang bunting kepada anaknya

(Wawunx, 2008).

2. Hewan ke manusia, melalui makanan yang berasal dari

hewan (sapi) sakit BSE, material medis & produk hewan

seperti: enzim, kapsul, vaksin yang menggunakan biakan sel

otak yang berasal dari hewan sakit.

46
3. Manusia ke manusia, dapat terjadi melalui donor darah.

Penggunaan peralatan medis yang terkontaminasi prion juga

dapat dijadikan penyebab, misalnya melalui operasi

transplantasi kornea mata dan penggunaan elektroda perak

pada stereotaktik elektroensefalografi operasi otak.

Menurut Handoyo salah satu hipotesis (dugaan) mengenai

bagaimana mekanisme prion dapat menular pada manusia

adalah sebagai berikut:

1. Pada setiap DNA sel individu normal terdapat gen yang

disebut PrP (for Prion Protein). Gen tersebut terletak pada

kromosom nomor 20 pada manusia. Pada manusia normal,

PrP disebut PrPc (c= seluler). PrP abnormal disebut PrPsc

ditemukan pada hewan yang terkena sindrom sapi gila.

2. Injeksi gen abnormal pada hewan eksperimen normal dapat

menyebabkan penyakit sapi gila.

3. Ketika gen abnormal mengalami kontak dengan gen normal,

maka gen PrP normal akan berubah menjadi gen abnormal.

4. Selanjutnya molekul yang mengandung gen abnormal yang

baru tadi akan menyerang molekul lain yang memiliki gen

PrP normal. Akibatnya semua molekul DNA menjadi memiliki

PrP abnormal dan terkena penyakit sapi gila tadi.

47
3. Gejala Penyakit Sapi Gila

Gejala Penyakit Sapi Gila yaitu jaringan otak manusia maupun

hewan yang terinfeksi mengalami degenerasi menjadi benda yang

berlubang-lubang kecil seperti spons dan oleh karena itu disebut

spongiform encephalopathy, keadaan itu sejalan dengan

gangguan pergerakan anggota tubuh atau kelumpuhan yang

terjadi yang semakin lama semakin parah yang akhirnya

menimbulkan kematian.

Penyakit ini memiliki karakteristik dengan masa inkubasi yang

panjang hingga beberapa tahun, Inkubasi BSE pada sapi

berlangsung antara tiga tahun hingga delapan tahun, sedangkan

pada manusia masa inkubasinya belum diketahui, tetapi

diperkirakan sekitar 5 tahun hingga 20 tahun. Selama masa

inkubasi tidak ada tanda-tanda penyakit yang kasatmata. Gejala

atau tanda penyakit sapi gila : kejang, halusinasi, cacat jantung,

paralisis pernafasan, infeksi, kesulitan menelan, menyentak (tiba-

tiba), kecemasan, depresi, lemah, kehilangan ingatan dan

gangguan tidur.

4. Penyebaran Penyakit Sapi Gila

BSE tidak disebabkan oleh bakteri atau virus. Hal ini

disebabkan oleh prion, protein yang tangguh tahan terhadap

kebanyakan bentuk desinfeksi. Karena mereka memiliki komposisi

yang tidak biasa (mereka berkembang ke dalam pola, yang tidak

48
biasa), mereka sangat kuat dan karena itu tidak mudah

dihancurkan. Prion masih memiliki beberapa infektivitas bahkan

setelah terkena satu jam penuh panas kering pada suhu 680

derajat dan mereka tidak hancur dengan pembekuan,

pengeringan, atau radiasi pengion.Prion dapat datang ke dalam

kontak dengan protein otak yang normal dan dapat memengaruhi

mereka untuk mengambil tiga bentuk dimensi protein prion,

menghasilkan reaksi berantai dari semua protein tetangga. Protein

yang telah berubah ini mengakibatkan penyakit fatal yang semakin

tidak memiliki perawatan yang dikenal.Gejala penyakit itu adalah

perubahan dalam kebiasaan makan dan tidur, maka kesulitan

dalam berkonsentrasi dan kehilangan memori. Itu kemudian

berlanjut pada perubahan perilaku, kehilangan penglihatan,

ketiadaan koordinasi, inkontinensia, kejang otot dan kejang.

Akhirnya, pasien menjadi tidak mampu untuk merawat diri, dan

berikutnya kematian.Telah ditemukan dari populasi siswa

kanibalisme di New Guinea yang terkait penyakit prion menular

dari satu manusia ke manusia yang lain. Kelompok orang yang

dengan ritual kanibalisme tertentu memerintahkan anak-anak

makan otak orang tua mereka yang telah meninggal. Banyak

anak-anak ini dinyatakan terkena kuru, penyakit yang mirip

dengan penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD)-bentuk manusia dari

BSE.Alat-alat medis yang terkontaminasi juga menyebarkan CJD

49
karena prion sulit untuk dibunuh. Produk tubuh, seperti mata dan

jaringan otak dari mayat manusia, telah dikaitkan dengan

transmisi CJD. Sayangnya, saat ini tidak ada cara praktis untuk

menentukan apakah sapi memiliki infeksi prion sampai memasuki

tahap akhir dari penyakit, karena masa inkubasi yang panjang

BSE yang khas. Hal ini juga disayangkan bahwa sapi mungkin

memiliki BSE bahkan jika perubahan spongiform-tanda otak tidak

ditemukan pada otopsi. Ini berarti bahwa perkiraan penyakit di

kedua sapi (dan manusia) dapat terlalu diremehkan karena prion

penyakit seperti CJD dan BSE memiliki periode-up seperti

inkubasi yang panjang hingga 30 tahun dengan CJD dan sampai

enam atau delapan tahun untuk BSE

5. Pengobatan Penyakit Sapi Gila

Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan progresifitasnya

tidak dapat diperlambat. Bisa diberikan obat-obatan untuk

mengendalikan perilaku yang agresif (misalnya obat

penenang, anti-psikosa). Pencegahan Menghindari

pencangkokan jaringan manusia yang terinfeksi atau menghindari

makan jaringan hewan yang terinfeksi. Hasil studi kristalografi

dengan menggunakan sinar X ditemukan adanya dua struktur

protein PrP yang berbeda. Pada protein PrP normal, semua

struktur sekundernya adalah alpha-heliks, sedangkan pada PrP

yang menyebabkan penyakit, terdapat perubahan struktur pada

50
daerah tertentu. Dari hasil studi ini-heliks menjadi  dari -heliks

menjadi beta-sheet inilah yangmenyarankan bahwa perubahan

menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang

menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie

PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP

terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP

normal untuk menjadi Scrapie PrP.

51
E. Penyakit MERS

1. Bahaya Penyakit Mers

Penyakit Mers (Middle Eastern Respiratory Syndrome Corona

Virus) adalah penyakit saluran pernafasan yang sangat berbahaya

dan dapat menyebabkan kematian, tingkat mortalitasnya mencapai

30-50 %. Penyakit Mers disebabkan oleh Virus dari golongan

Coronavirus, ciri virus ini pada permukaan tubuhnya diselimuti

mirip mahkota. Virus sangat dekat jenisnya dengan virus SARS

(Severe Acute Respiratory Syndrome) yang pernah mewabah dari

Hongkong dan daratan China. Virus Mers dari golongan

Coronavirus Penyakit Mers merupakan penyakit pernafasan

dengan penularan yang cepat, dengan kontak langsung maupun

tidak langsung, Penularan dapat melalui udara yang tercemar virus

mers, maupun kontak langsung seperti terkena cairan dari hidung

atau mulut penderita Mers. Dalam banyak kasus, penderita MERS

mengalami komplikasi serius Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS) yang menyebabkan kegagalan multiorgan, gagal ginjal,

koagulopati konsumtif, dan perikarditis serta pneumonia berat yang

berjung pada kematian. Hingga tanggal 3 Mei 2013 ini WHO telah

mengumumkan melalui situs resminya bahwa telah ada 401 orang

dari 12 negara di seluruh dunia yang telah didiagnosis menderita

penyakit ini. Seluruh kasus tersebut diperkirakan berasal dari 6

negara yang terletak di Semenanjung Arab. Angka kematian

52
penyakit ini saat ini mencapai 50%. Manifestasi infeksi virus ini

cukup lebar, mulai dari tidak bergejala hingga memiliki keluhan

gangguan pernapasan yang cukup berat seperti demam tinggi,

batuk dan sesak nafas. Sembilan puluh tiga orang telah dilaporkan

meninggal. Hingga saat ini belum ditemukan suatu vaksin untuk

pencegahan penyakit ini maupun terapi yang spesifik untuk

mengobatinya.

2. Ciri-Ciri Dan Cara Penyebaran Virus Mers

a. Ciri-ciri

Virus mematikan Middle East Respiratory Sindrome

Coronavirus (MERS-CoV) tengah menjadi bahasan dunia.

Penting sekali untuk mengetahui bagaimana cirri-ciri atau

gejala virus MERS agar dapat mengambil tindakan yang tepat

dan cepat untuk menghindari kesalahan fatal. Pada umumnya,

gejala dari infeksi MERS mirip dengan influenza, sehingga

diistilahkan "flu like syndrome". Karenanya sangat susah untuk

dibedakan, tanpa adanya pemeriksaan medis di rumah sakit.

Ciri-ciri dari MERS adalah memiliki kemiripan dengan sindrom

pernapasan akut berat (SARS). Keduanya sama-sama

pneumonia yang disebabkan oleh virus. Meskipun gejala

pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dan virus sama,

namun virus lebih berbahaya daripada bakteri. Ini karena virus

penyebab pneumonia tinggi sekali virulensinya. Virulensi

53
merupakan kemampuan virus menyebabkan penyakit. Pada

pneumonia yang disebabkan virus, perkembangan penyakit

bisa hanya dalam hitungan jam, bukan hari lagi. Sehingga

sekali gejala muncul, pasien perlu segera memeriksakan diri

untuk mencegah perkembangan penyakit semakin luas. Masa

inkubasi dari virus hingga menyebabkan penyakit adalah dua

hingga 14 hari. Sehingga mungkin saja seseorang terinfeksi

virus corona MERS di Timur Tengah dan kemudian gejala baru

timbul begitu sudah kembali ke negara asal.

Ada beberapa hal yang bisa kita ketahui dalam rangka

mengenali apa saja yang menjadi tanda-tanda orang terkena

virus yang satu ini. Karena menyerang saluran pernafasan

maka berikut tanda-tanda penyakit MERS antara lain adalah

sebagai berikut :

a) Gangguan pernapasan (napas pendek dan susah bernapas)

b) Demam tinggi di atas 38 derajat celcius, bukan panas dalam

yang biasa

c) Batuk-batuk dan bersin-bersin berkelanjutan

d) Keluar mucus (lendir) yang berlebihan dari hidungnya

e) Sakit dada dan sering terasa nyeri

f) Mengalami pneumonia

g) Mengalami diare

h) Gagal ginjal

54
Namun, tidak semua gejala tersebut akan terjadi pada

setiap orang. Seperti diare dan gagal ginjal, hanya beberapa

orang saja yang mengalaminya. Virus ini akan menyerang

penderita yang miliki kekebalan tubuh rendah. Mereka seperti

lansia, orang yang mudah lelah, anak kecil, serta mereka yang

sedang dalam perjalanan. Sampai saat ini, masih terus

dilakukan investigasi mengenai pola penularan MERS-Cov.

Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan

tidak terdapat transmisi penularan antar manusia yang

berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui media

sebagai berikut yaitu :

a. Langsung melalui percikan dahak (droplet) pada saat

pasien batu atau bersin.

b. Kontak langsung dengan penderita

c. Tidak Langsung melalui kontak dengan benda yang

terkontaminasi virus.

3. Penyebab Penyakit Mers

Middle East Respiratory Syndrome atau disingkat MERS

adalah penyakit virus pada pernapasan yang disebabkan oleh

corona virus yang disebut MERS-Cov. Virus ini pertama kali

dilaporkan mewabah di Arab Saudi pada tahun 2012. Corona virus

adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada

manusia dan hewan. Pada orang, corona virus dapat menyebabkan

55
penyakit mulai dalam tingkat keparahan seperti flu biasa hingga

Sindroma Pernapasan Akut atau SARS (Severe Acute Respiratory

Syndrome). MERS Coronaviruses pertama kali terdeteksi pada

bulan April 2012, ini merupakan virus baru (novel coronaviruses)

yang belum pernah terlihat pada manusia sebelumnya. Pada

kebanyakan kasus,virus ini telah menyebabkan penyakit yang

parah, bahkan setengah dari kasus yang tercatat mengalami

kematian. Hingga kemudian, corona virus ini dikenal sebagai

Middle East Respiratory Syndrome Coronaviruses (MERS-Cov).

Nama itu diberikan Coronavirus Study Group of the International

Committee di Taxonomy of Viruses pada May 2013. Karena

penyebarannya yang semakin meluas sejak April 2012 hingga awal

tahun 2013, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan

peringatan sejak Mei lalu untuk mewaspadai ancaman

penyebarannya. Arab Saudi adalah sumber penularan pertama,

dengan jumlah kasus mencapai 378 dan 107 kematian. Tetapi

sedikitnya ada 14 negara yang juga melaporkan kasus penyakit ini,

antara lain Mesir, Jordania, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Tunisia,

Malaysia, Oman, Perancis, Yunani, Italia, Inggris, Filipina, dan kini

Amerika Serikat.

Sampai saat ini, masih terus dilakukan investigasi mengenai

pola penularan MERSCov, karena telah ditemukan adanya

penularan dari manusia ke manusia yang saling kontak dekat

56
dengan penderita. Penularan dari pasien yang terinfeksi kepada

petugas kesehatan yang merawat juga diamati. Selain itu, cluster

dari kasus infeksi MERS-Cov di Arab Saudi, Jordania, the United

Kingdom, Prancis, Tunisia, dan Italia juga diinvestigasi. Data

terbaru dari CDC menunjukkan bahwa MERS terbukti bisa

ditularkan antar manusia. Meski begitu, tampaknya penyakit ini tak

bisa menyebar sangat cepat seperti SARS pada tahun 2003. Virus

MERS terus mendapatkan pengawasan ketat dari para ahli untuk

berjaga-jaga jika virus ini berkembang menjadi ancaman yang

semakin berbahaya. Peneliti belum mengetahui secara pasti cara

virus MERS ditularkan ke manusia, namun virus ini sudah

ditemukan pada kelelawar dan unta. Para pakar mengatakan unta

kemungkinan besar menjadi binatang pembawa, yang kemudian

menularkannya pada manusia. Belum diketahui dengan jelas asal

mula virus ini menyebar, namun, beberapa peneliti menduga bahwa

penyebaran virus berasal dari salah satu jenis Kelelawar yang

banyak ditemukan di kawasan Timur Tengah. Unta hampir

dipastikan menjadi sumber virus korona MERS di Timur Tengah.

Hasil penelitian di negara tersebut menunjukkan kebanyakan unta,

meski tidak semua, terinfeksi jenis virus yang secara genetik

hampir identik dengan virus yang menginfeksi manusia. Penelitian

ini dilakukan oleh tim dari Universitas Columbia, Universitas King

Saud, dan EcoHealth Alliance.

57
Penyakit itu awalnya diyakini telah berpindah dari unta ke

manusia, pertama kali tampaknya menular lewat kontak yang dekat

dengan hewan-hewan itu. Akan tetapi akhir-akhir ini, para petugas

kesehatan yang merawat penderita MERS juga jatuh sakit akibat

virus itu. Kesimpulan dicapai setelah para peneliti menemukan

adanya kecocokan genetik 100 persen pada virus yang menginfeksi

kelelawar jenis tersebut dengan manusia pertama yang terinfeksi.

Spekulasi lain yang terdapat di kalangan para peneliti menyebutkan

bahwa selain Kelelawar, Unta juga diduga kuat berkaitan dengan

asal mula dan penyebaran virus Corona, dimana ditemukan

antibodi terhadap virus ini dalam tubuh hewan khas Timur Tengah

itu. Mekanisme penyebaran virus Corona dari hewan ke manusia

masih diteliti sampai saat ini, meskipun ada dugaan bahwa

manusia pertama yang terinfeksi mungkin pernah secara tidak

sengaja menghirup debu kotoran kering Kelelawar yang terinfeksi.

Saat ini, para peneliti masih menyelidiki kemungkinan hewan lain

yang menjadi mediator penularan virus Corona guna menangani

meluasnya penyebaran penyakit ini, mengingat bahwa jenis virus

ini dikatakan lebih mudah menular antar-manusia dengan dampak

yang lebih mematikan dibandingkan SARS.

4. Cara Mengatasi Penyakit Mers

Penderita penyakit Mers ini dapat dicegah dengan selalu

menjalankan pola hidup yang bersih dan sehat, diantaranya yaitu

58
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan higienis, beristirahat

yang cukup, rajin berolahraga, selalu mencuci tangan dengan

sabun menggunakan air mengalir, memakai masker atau menutup

mulut dan hidung saat mengalami flu dan usahakan untuk tidak

berada di luar rumah untuk sementara untuk mencegah penularan

terhadap orang lain. Selain itu sering-seringlah berkunjung ke

dokter untuk melakukan cek kesehatan terutama jika mengalami

gejala penyakit seperti batuk, demam, dan kesulitan bernapas

dalam jangka waktu empat belas hari khususnya jika dalam waktu

dekat akan berkunjung ke tempat wabah MERS berada periksalah

ke dokter setiap 6 minggu sekali dan melakukan vaksinasi

meningitis terlebih dahulu. Namun sampai saat ini belum ada

vaksin atau obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini, yang ada

hanyalah obat untuk meringankan gejala atau akibat yang

ditimbulkan dari penyakit MERS. Salah satu cara mengobati MERS

adalah dengan pemberian obat vaksin untuk pengobatan hepatitis

C yang secara klinis telah teruji mampu mengurangi frekuensi

pertambahan replica virus MERS di dalam tubuh yang diujikan

terhadap 6 kera yang telah terinfeksi penyakit MERS.

Vaksin untuk hepatitis C ini merupakan perpaduan antara obat

interferon-alpha 2b dan ribavirin yang hanya digunakan sebagai

tahapan awal pengobatan pada infeksi MERS. Vaksin Vit C Pada

dasarnya penyakit MERS ini dapat sembuh dengan sendirinya bila

59
dilakukan perawatan yang mendukung terhadap kondisi pasien

yang dikarenakan adanya batasan virus MERS. Jika kondisi pasien

mendukung untuk penyembuhan sampai saat batas virus ini tiba

maka penyakit ini dapat sembuh, namun kenyataannya banyak

pasien yang tidak tertolong karena tidak kuatnya kondisi tubuh

untuk mencapai masa batas virus yang dikarenakan virus ini

menyerang system kekebalan tubuh sehingga banyak yang

mengalami komplikasi penyakit lainnya seperti pneumonia dan

bronkhitis yang mempercepat pengrusakan imun tubuh sampai

tidak kuat lagi menahan hingga akhirnya meninggal dunia. Virus ini

tidak mudah menular jika hanya bersimpangan. Mers-Cov

berpeluang besar menular pada kontak yang intens, seperti

keluarga dari pengidap yang tinggal serumah, atau tenaga medis

yang merawat pengidap.

60
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Virus Ebola adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus , familia

Filoviridae . Virus Ebola adalah sejenis virus Dari Ebolavirus

genus, familia Filoviridae. Virus ini pertama kali ditemukan di

Afrika, daerah selatan Sudan dan Zaire pada tahun 1976 pada

tubuh seekor monyet. Virus Suami Pertama kali ditemukan di

Afrika, Sudan selatan Daerah dan Zaire years PADA 1976 PADA

tubuh seekor monyet. Serangan sakit virus Ebola sangat tiba-tiba.

Gejala yang ditimbulkan adalah demam, sakit kepala, sakit sekitar

persendian dan otot, sakit tenggorokan dan tubuh lemah. Gejala ini

diikuti juga oleh diare, sakit perut dan muntah-muntah. Ruam-

ruam, mata memerah, tersedak, serta adanya pendarahan luar dan

dalam ditemukan pada beberapa pasien.

2. AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah

sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia

seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat

kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena

bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu

yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali

menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma

yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang

61
termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai

kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk

membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang

panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh

dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan

utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV

menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan

menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan

DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu,

virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.

3. Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan

yang menular yang disebakan oleh virus dan dapat menyerang

hewan berdarah panas dan manusia. Rabies disebabkan oleh

virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus

Lysavirus .Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50

hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya

penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9

bulan pada manusia. Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan

medis.Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini

mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala.Bila

gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan

penyakit ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah

terjadinya gejala pertama. Penanganan terhadap orang yang

62
digigit (korban) Segera cuci luka gigitan dengan air bersih dan

sabun atau detergen selama 10 sampai 15 menit (gigitan yang

dalam disemprot dengan air sabun ) kemudian bilas dengan air

yang mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih. Luka kemudian

diberi obat luka yang tersedia (misalnya betadin) lalu dibalut

dengan pembalut atau kain yang bersih. Korban secepatnya

dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk mendapat

perawatan lebih lanjut.

4. Penyakit sapi gila merupakan salah satu penyakit yang menyerang

syaraf pusat pada sapi yang berupa degenerasi sel sel syaraf sapi

dewasa hingga jaringan otak mengalami perubahan mirip spons.

Penyakit sapi gila ini tidak ditularkan secara langsung oleh sapi

kepada ternak lainnya. penyebaran penyakit ini dengan cara sapi

memakan atau mengkonsumsi bahan pakan yang mengandung

bibit penyakit / prion. Yaitu suatu molekul protein tubuh yang telah

mengalami perubahan konfigurasinya, di tandai dengan perubahan

perangai, bisa dalam bentuk ketakutan ataupun nampak agresif,

hilangnya koordinasi, tidak mampu untuk bangun, dan akhirnya

menyebabkan kematian hewan penderita penyakit sapi

gila.Penyakit ini bisa menular ke hewan lain dan juga manusia

sendiri.

5. Penyakit Mers (Middle Eastern Respiratory Syndrome Corona

Virus) adalah penyakit saluran pernafasan yang sangat berbahaya

63
dan dapat menyebabkan kematian, Corona virus adalah keluarga

besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan

hewan. Pada orang, corona virus dapat menyebabkan penyakit

mulai dalam tingkat keparahan seperti flu biasa hingga Sindroma

Pernapasan Akut atau SARS. Sampai saat ini, masih terus

dilakukan investigasi mengenai pola penularan MERS-Cov, karena

telah ditemukan adanya penularan dari manusia ke manusia yang

saling kontak dekat dengan penderita. Belum diketahui dengan

jelas asal mula virus ini menyebar, namun, beberapa

penelitimenduga bahwa penyebaran virus berasal dari salah satu

jenis Kelelawar yang banyakditemukan di kawasan Timur Tengah.

B. Saran

Adapun saran dari kami dengan adanya jurnal ini, para pembaca

dapat dapat mengetahui penyakit yang berbahaya dan sangat

mematikan dan dapat mencegah penyakit tersebut serta dapat

melakukan tindakan lebih lanjut jika seseorang terjangkit penyakit ini.

Kami juga berharap saran masukan dari pembaca agar jurnal

yang kami buat ke depannya lebih baik lagi.

64
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan,

dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung:

Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993.

Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

http://endinelsonluturmas.blogspot.com/2014/01/makalah-penyakit-rabies-

endi-nelson.html

http://katakana22.blogspot.com/2012/04/anthrax-penyakit-sapi-gila.html

http://tripavillage.blogspot.com/2013/05/mengenal-penyakit-sapi-gila-

dan.html

65

Anda mungkin juga menyukai