Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pemerintah
Dalam Pembangunan Kesehatan dan Budaya Anti Korupsi

Disusun oleh :

1. Anggun Meta Wulandari (P1337420216012)


2. Handina Nurul Prastika (P1337420216016)
3. Atika Nurmilanti (P1337420216017)
4. A
5. B
6. C
7. D
8. E

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami diberikan kesempatan berupa nikmat kesehatan sehingga bisa
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kerugian Keuangan Negara” ini.
Pada makalah ini, kami membahas mengenai pengertian korupsi dan contoh kasus
dari kerugian keuangan negara. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ani Kuswati,
S.Kep. Ns.MH selaku dosen koordinator mata kuliahKebijakan Pemerintah Dalam
Pembangunan Kesehatan dan Budaya Anti Korupsi.
Kami menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
banyak kekurangan.Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan agar
makalah ini kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Purwokerto, 27Februari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .........................................................................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................

C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi...................................................................................................

B. Jenis – Jenis Korupsi................................................................................................

C. Ciri – Ciri Korupsi ...................................................................................................

D. Sebab Terjadinya Korupsi........................................................................................

E. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia ..................................................................

F. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi ......................................................................

G. Fenomena Korupsi di Indonesia ..............................................................................

H. Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi ............................................

I. Peran Serta Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi ..........................................

J. Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi ..........................................

K. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi .....................................................

L. Pengertian Kerugian Negara

M. Faktor-faktor atau Sumber Penyebab Timbulnya Kerugian Negara

N. Langkah-langkah Dalam Menangani Kerugian Negara

3
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang

bersaing di dalam era reformasi. Di era reformasi ini, Indonesia mengalami

perkembangan di segala aspek seperti aspek ekonomi, aspek sosial, aspek politik,

aspek teknologi, bahkan aspek budaya. Pembangunan dari Indonesia ini tentu harus

didukung oleh semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Keberhasilan dari

pembangunan ini akan ditentukan oleh 2 hal, yaitu sumber daya manusianya dan dana

dari pembangunan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan

negara yang kaya akan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya

manusianya. Tapi masalah yang kita hadapi disini adalah bahwa tidak ada kemauan

dari sumber daya manusia yang ada untuk membantu membangun bangsa ini. Hal

inilah yang menjadi akar dari semua permasalahan, sikap apatis yang tidak dapat

dihilangkan dari masyarakat Indonesia.

Munculnya sikap apatis ini akhirnya menimbulkan keegoisan diri yang

menyebabkan semua masyarakat selalu mementingkan dirinya atau golongannya

untuk mencapai suatu tujuan. Inilah yang saat ini kita lihat dalam sistem pemerintahan

kita. Bahwa banyak pemerintah dan pejabat yang mementingkan dirinya sendiri dan

mengeksploitasi segala sumber daya yang ada. Inilah penyebab korupsi yang sudah

mengakar dari jiwa masyarakat Indonesia. Akibatnya, pembangunan bersama bangsa

ini akan terhambat karena setiap orang akan mementingkan dirinya terlebih dahulu.

Korupsi yang memakan dana pembangunan akan menghentikan pembangunan itu

sendiri dan hal ini tentu harus dihentikan oleh kita sebagai generasi muda. Cara yang

5
paling dasar untuk menghentikan korupsi adalah dengan mengubah pemahaman

generasi muda tentang sistem bernegara dan itu harus dilakukan mulai dari sekarang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian korupsi ?

2. Sebutkan jenis-jenis korupsi ?

3. Sebutkan ciri-ciri korupsi ?

4. Bagaimana gambaran umum korupsi di Indonesia ?

5. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?

6. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?

7. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi ?

8. Bagaimana peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ?

9. Bagaimana peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi ?

10. Bagaimana upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi ?

11. Apa pengertian kerugian Negara ?

12. Sebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya kerugian negara ?

13. Sebutkan langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani kerugian

negara ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian korupsi

2. Mengetahui jenis-jenis korupsi

3. Mengetahui ciri-ciri korupsi

4. Mengetahui gambaran umum korupsi di Indonesia

5. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi

6. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia

7. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi

6
8. Mengetahui peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi

9. Mengetahui peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi

10. Mengetahui upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi

11. Mengetahui pengertian dari kerugian negara

12. Mengetahui faktor penyebab terjadinya kerugian negara

13. Mengetahui apa saja langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menangani

kerugian negara

7
BABII

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington
(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang
diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka
memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi
Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan
korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang
merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan
tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu
politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang
dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi
kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-
pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan
kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang
ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk
tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang
konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang
administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak
resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah,
kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan
pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.

8
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya
dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little
culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan
subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai
pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih
rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri
sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.
B. Jenis - Jenis Korupsi
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No
20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33
jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut
dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi
dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
 Model korupsi lapis pertama
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari
pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas
pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara,
pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari
birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
 Model korupsi lapis kedua
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum,
dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada
korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara
beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level
nasional.

9
 Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan
oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha
maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim
yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.

C. Ciri – Ciri Korupsi


Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri
korupsi antara lain sebagai berikut :
 Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
 Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
 Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
 Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan
hukum.
 Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-
keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan itu.
 Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik
atau masyarakat umum.
 Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
 Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
 Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban
dalam masyarakat.

D. Sebab Terjadinya Korupsi


Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam.
Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi
diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/
golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang
melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :

10
 Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang
mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan
korupsi.
 Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
 Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan
kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
 Kurangnya pendidikan.
 Adanya banyak kemiskinan.
 Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
 Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
 Struktur pemerintahan.
 Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal,
korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
 Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE
Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
 Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
 Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan.
 Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
 Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar
organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-
faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi
(victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan
korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak,

11
dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-
teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya
korupsi di Indonesia, yaitu :
 Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
 Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
 Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.

E. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia


Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi”
dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum
membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan.
Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.Gerakan reformasi yang
menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi
hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut
akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih &
Bebas dari KKN.

F. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi


Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling

12
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-
praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi
dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan
“derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas
kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun
1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat.
Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap
masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan,
persamaan dan kesejahteraan yang merata.

G. Fenomena Korupsi di Indonesia


Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang, contohnya Indonesia,
ialah:
 Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
 Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-
num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-
maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
 Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di antara mereka yang tidak mampu.
 Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
 Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-
bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
 Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-
an umum.
 Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba
mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
 Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan.Dimulailah pola tingkah para korup.

13
 Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok
kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar (rakyat).
 Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di
bidang politik dan ekonomi-bisnis.
 Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-
batan dan hirarki politik kekuasaan.

H. Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi


Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah
di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh
PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan
instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi,
yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung Dan kapolri:
 Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
 Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg
di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan
hukum.
 Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain
denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan
hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan
Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan dalam RAN-PK di
prioritaskan pada :
 Mendesain ulang layanan publik .
 Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
 Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan
korupsi.

14
I. Peran Serta Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali
upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat
hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang
diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
 Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
 Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan
good governance.
 Membangun kepercayaan masyarakat.
 Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
 Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

J. Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi


Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
 Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak
pidana korupsi
 Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
 Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
 Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari
 Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
 Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

K. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita
secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di

15
atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun
sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para
pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang
sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat
didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
 Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
 Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
 Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu :
 Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi.
Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk
melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya
agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
 Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan
dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi
sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu
perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu
baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
 Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan
korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga

16
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah
korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan
korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
 Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana
yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot
adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup
dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan
martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan
“gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan
masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung,
karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu
dijatuhi hukuman mati.
 Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia
saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan
gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun
ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta
kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi.
Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye
untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang
bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas
korupsi.
 Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi
tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan
menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar
struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan
orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

17
 Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi
adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi
dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah
ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah
yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
 Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai
dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan
menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan
apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas
dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu
dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan
siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat
kehidupan.

L. Pengertian Kerugian Keuangan Negara


Kerugian Negara menurut pasal 1 angka 1 UUPN adalah berkurangnya uang,
surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja ataupun lalai. Pengertian ini menunjukkan bahwa
kerugian Negara mengandung arti yang luas sehingga mudah dipahami dan
ditegakkan bila terjadi pelanggaran dalam pengelolaan keuangan Negara.
Kemudian adapun pendapat menurut Djoko Sumaryanto (2009;29) bukanlah
kerugian Negara dalam pengertian di dunia perusahaan/perniagaan, melainkan suatu
kerugian yang terjadi karena perbuatan ( perbuatan melawan hukum ). Dalam kaitan
ini, faktor – faktor lain yang menyebabkan kerugian Negara adalah penerapan
kebijakan yang tidak benar, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Sebenarnya pengelola keuangan Negara melupakan identitasnya pada saat diserahi
tugas untuk mengurusi keuangan Negara sehingga Negara mengalami kerugian.
Kerugian Keuangan Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik yang
disengaja ataupun kelalaian.

18
M. Faktor – Faktor atau Sumber Penyebab Timbulnya Kerugian Negara
Terkaitnya hukum pidana dalam masalah kerugian Negara karena perbuatan
itu dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga
menimbulkan kerugian keuangan Negara atau bahkan perekonomian Negara. Hal ini
didasarkan bahwa kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara merupakan
salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam
UUPTPK. Kemudian timbulnya kerugian Negara menurut Yuhus Husein sangat
terkait dengan berbagai transaksi, seperti transaksi barang dan jasa, transaksi yang
terkait dengan utang piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya dan pendapat.
Dalam hal ini, Djoko Sumaryanto mengemukakan bahwa tiga kemungkinan
terjadinya kerugian Negara tersebut menimbulkan bebepara kemungkinan peristiwa
yang dapat merugikan keuangan Negara, sebagai berikut :
1. Terdapat pengadaan barang – barang dengan harga yang tidak wajar karena jauh
di atas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan Negara sebesar selisih
harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang sewajarnya.
2. Harga pengadaan barang dan jasa wajar. Wajar tetapi tidak sesuai dengan
spesifikasi barang dan jasa yang dipersyaratkan. Kalau harga barang dan jasa
murah, tetapi kualitas barang dan jasa kurang baik, maka dapat dikatakan juga
merugikan keuangan Negara.
3. Terdapat transaksi yang memperbesar utang Negara secara tidak wajar, sehingga
dapat dikatakan merugikan keuangan negarakarena kewajiban Negara untuk
membayar utang semakin bear.
4. Piutang Negara berkurang secara tidak wajar dapat juga dikatakan merugikan
keuangan Negara.
5. Kerugian Negara dapat terjadi kalau asset Negara berkurang karena dijual dengan
harga yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau ditukar dengan pihak
swasta atau perorangan.
6. Untuk merugikan Negara adalah dengan memperbesar biaya instansi atau
perusahaan. Hal ini dapat terjadi baik karena pemborosan maupun dengan cara
lain, seperti membuat biaya fiktif dengan biaya yang diperbesar, keuntungan
perusahaan yang menjadi objek pajak semakin kecil.
7. Hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan
sebenarnya, sehingga mengurangi penerimaan resi perusahaan tersebut.

19
Kerugian Negara dari aspek UUP3KN dapat terjadi pada dua tahap sebagai
mana dikemukakan oleh Djoko Sumaryanto, yaitu pada tahap dana akan masuk pad
akas Negara dan pada tahap dana akan keluar dari kas Negara. Pada tahap dana yang
kan masuk ke kas Negara kerugian bisa terjadi melalui konspirasi pajak, konspirasi
denda, konspirasi pengembalian kerugian Negara dan penyeludupan. Sedangkan pada
tahap dana akan keluar dari kas Negara kerugian terjadi akibat mark Up, Korupsi,
Kredit macet, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program dan lain – lain.
Sementara yang dimaksud dengan perbuatan – perbuatan yang dapat merugikan
perekonomian Negara ialah pelanggaran – pelanggaran pidana terhadap peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang kewenangannya.

Berbeda dengan halnya yang dikemukakan oleh Theodorus M. Tuanakotta


dengan tegas membagi atas lima sumber kerugian keuangan Negara sebagai berikut :

1. Pengadaan Barang dan Jasa


Bentuk kerugian ini dapat berupa hal – hal sebgai berikut :
a. Mark up untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai dengan dokumen
tender. Kualitas dan kuantitas barang sudah benar tetapi harganya lebih mahal.
b. Harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas barang dipasok dibawah
persyaratan.
c. Syarat penyerahan barang lebih istimewah. Oleh karena syarat pembayaran
tetap, maka ada kerugian bunga.
d. Syarat pembayaran yang lebih baik, tetapi syarat lainnya seperti kuantitas,
kualitas dan syarat penyerahan barang tetap.
e. Kombinasi dari kerugian yang disebutkan diatas, seperti mark up dan adanya
kerugian bunga.
2. Pelepasan Aset
Adapun bentuk pelepasan asset dan kerugian yang dapat ditimbulkannya, sebagai
berikut :
a. Penjualan asset yang dilakukan berdasarkan “nilai buku” sebagai patokan
b. Penjualan tanah dan bangunan diatur melalui nilai jual objek pajak hasil kolusi
dengan pejabat terkait.
c. Tukar guling tanah dan bangunan yang dikuasai Negara dengan tanah,
bangunan, atau asset lain. Oleh karena asset ditukar dengan asset , maka nilai
pertukarannya lebih sulit ditentukan.

20
d. Pelepasan hak Negara untuk menagih. Hak Negara dapat timbul karena
perikatan dan putusan [engadilan.
3. Pemanfaatan asset
Bentuk – bentuk kerugian Negara dari pemanfaatan asset antara lain :
a. Negara tidak memperoleh imbalan yang layak menurut harga pasar.
b. Negara ikut menanggung kerugian dalam kerja sama operasional yang
melibatkan asset Negara yang dikaryakan kepada mitra usaha.
c. Negara kelihatan asset yang dijadikan jaminan kepada pihak ketiga, dalam
rangka kerja sama operasional atau kerja sama lainnya atau perbuatan lainnya.
4. Penempatan Aset
Adapun bentuk – bentuk kerugian Negara yang terkait dengan penempatan asset
Negara, mencakup hal – hal sebagai berikut :
a. Imbalan yang tidak sesuai dengan risiko. Kerugiannya adalah sebesar selisih
Bungan ditambah premi untuk faktor tambahan risiko dengan imbalan yang
diterima selama periode sejak dilakukannya penempatan asset sampai
pengembaliannya.
b. Jumlah pokok yang ditanamkan dan yang hilang. Kerugiaannya addalah
sebear jumlah pokok dan bunga.
c. Kalau ada dana pihak ketiga yang ikut hilang dan ditalang oleh Negara,
kerugiannya adalah sebesar jumlah pokok dari danan talangan beserta
bunganya.
5. Kredit Macet
Pemberian kredit dengan cara ini merupakan kejahatan kerah putih, dilakukan
dalam bentuk kolusi antara pejabat bank dan sarat dengan benturan kepentingan.
Tindak pidana yang terkandung dalam transaksi ini membedakan transaksi kredit
macet ini darinkredit macet yang merupakan bagian dari suatu bank BUMN.
Kalau resiko ini murni risiko bisnis, wajar jika bank memberikan haircut dalam
prose restrukkturisasi.

21
N. Langkah – Langkah Dalam Menangani Kerugian Negara
Dalam mengatasi permasalahan – permasalahan terhadap keuangan Negara yakni
merugikan Negara dapat diselesaikan dalam dua bentuk yaitu:
1. Pengembalian Kerugian Negara di Luar Peradilan
Upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang beri wewenang untuk melakukan
pengembalian kerugian nagara di luar peradilan merupakan tata cara yang tidak
dikenal dalam prosedur pada lemabaga peradilan. Adapun bentuk penyelesaian
untuk menangani kerugian keuangan Negara , sebagai berikut :
a. Tuntutan Ganti Kerugian
Setiap kerugian Negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pengenaan tuntutan ganti
kerugian ertujuan untuk memulihkan keuangan Negara yang mengalami
kekurangan dan, dikembalikan pada keadaan semuala sehingga digunakan
kembali dalam mencapai tujuan negara. Kemudian pihak yang menjatuhkan
ganti kerugian tidak boleh sewenang – wenang membebankan tuntutan ganti
kerugian tanpa didasarkan pada bukti – bukti yang diperkenankan oleh
ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sementara itu pihak
yang dikenakan tuntutan ganti kerugian, wajib melakukan pembayaran sebagai
bentuk penggantian kerugian Negara tatkala cukup bukti bahwa bersankutan
terbukti salah.
b. Pembebasan tuntutan Ganti Kerugian
Tidak selamanya kerugian Negara harus dikembalikan berdasarkan
pengenaaan tuntutan ganti kerugian Negara. Tetapi pembebasan tuntutan ganti
kerugian Negara pada hakikatnya bergantung pada kealpaan atau kelalaian
penyelenggara Negara untuk melakukan tuntutan ganti kerugian. Dalam arti
bebasnya bedahara, pegawai negeri, bukan bendahara, atau pejabat lain dari
tuntutan ganti rugi karena penyelenggara Negara tidak memahami ketentuan
dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku. Terhadap
penyelenggara Negara yang melakukan kealpaan atau kelalaian, seyogianya
dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana yang seimbang dengan
perbuatan tidak melakukan tindakan berupa tuntutan ganti kerugian tersebut.
Pengenaan sanksi itu merupakan bentuk dari rasa keadilan sebagaimana tujuan
hukum, termaksud tujuan hukum keuangan Negara.

22
2. Pengembalian Kerugian Negara Melalui Peradilan
Adapun cara pengembalian kerugian keuangan Negara dengan melalui peradilan,
sebagai berikut :
a. Instrument Hukum Pidana
Instrumen hukum pidana yang terkait dengan pengembalian kerugian
keuangan Negara melalui peradilan UUPTPK. Dengan demikian kerugian
dalam kacamata instrument hukum pidana adalah tindak pidana korupsi yang
memerlukan pemberantasan berbeda dengan tindak pidana lainnya, seperti
pembunuhan. Kemudian dalam UUPTPK memuat beberapa ketentuan yang
terkain dengan tindakan hukum yang merugikan Negara, contoh ketentuan
yang memuat tentang kerugian Negara yaitu :
Pasal 2 ayat 1 UUPTPK; Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara,dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit dua
ratus juta rupiah dan paling banyak satu mulliar rupiah.
Penerapan UUPTPK sebagai instrument hukum pidana untuk
mengembalikan kerugian Negara melalui peradilan selalu berfungsi sebagai
primum remedium. Penggantian kerugian Negara yang dilakukan bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain bukan merupakan
sanksi/hukuman melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan agar keuangan
Negara tetap berada dalam keadaan normal.
b. Instrumen Hukum Administrasi
Ketika pejabat Negara atau Pegawai Negeri dalam pelaksanaan tugas
melakukan kerugian Negara, maka tepat bila diterapkan instrument hukum
administrasi. Hal ini didasarkan bahwa pejabat Negara atau pegawai negeri
telah melakukan penyalagunaan wewenang. Bahkan melakukan kesewenang –
wenangan dalam rangka pelaksanaan tugas yang bersumber dari jabatan itu.
Penyalagunaan wewenang atau melakukan kesewenang – wenangan bukan
merupakan perbuatan melawanan hukum. Berdasarkan penggunaan instrument
hukum administrasi, bila terjadi kerugian Negara yang dilakukan oleh pejabat
Negara atau pegawai negeri tidak boleh digunakan pertanggungjawaban
pribadi in casu, pertanggung jawaban pidana. Kecuali dalam pelaksanaan

23
wewenang terdapat upaya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain , atau
korporasi boleh diterapkan pertanggungjawaban pidana
c. Instrument Hukum Perdata
Ketika timbul kerugian Negara akibat dari pengelolaan yang dilakukan
oleh persero dan/atau perum serta perseroan terbatas lainnya, Negara berupaya
untuk mengembalikan kerugian tersebut. Dalam upaya pengembalian kerugian
Negara melalui peradilan, berarti Negara harus menempuh penyelesaikan
berdasarkan instrument hukum perdata, termaksud hukum acara perdata.
Dengan demikian, Negara bertindak selaku pihak peggugat terhadap persero,
perusahaan umum, atau perseroan terbatas lainnya yang menimbulkan
kerugian terhadap keuangan Negara dalam kedudukan selaku pihak tergugat.
Secara yuridis , wakil Negara untuk melakukan perbuatan hukum pada
umumnya , dan khususnya menggugat persero, perusaan umum atau perseroan
terbatas lainnya adalah kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 16
Tahun 2004 tentang kejaksaan RI (UUKAJARI).

24
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi

serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari

kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi

negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.

Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti

halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di

Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk

membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak

kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan

terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah

sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi

dapat dipastikan gagal.

Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada

ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk

mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi

yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, Arifin P. Soeria. 2010. Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum: Teori, Praktik, dan

Kritik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Drehel, Axel and Christos Kotsogiannis.2004.Corruption Around the World: Evidence

from a Structural Mode.

Hartanti, Evi.2006.Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika,

Muzadi, H.2004.MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.Malang : Bayumedia Publishing.

Saidi, Muhammad Djafar.2013. Hukum Keuangan Negara :Jakarta : Rajawali Pers.

UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

26

Anda mungkin juga menyukai