DISUSUN OLEH :
NAMA : Masripah Hannum
NIM : 5173540013
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Rasita Purba, M.Kes
Risti Rosmiati, S.Gz., M.Si
Dalam usaha menyelesaikan tugas ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak,maka saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih jauh dari kata sempurna,untuk
itu saya mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhirnya, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca dan yang memerlukan.
Masripah Hannum
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Resonalisasi pentingnya CJR ............................................................................... 1
1.2 Tujuan CJR .......................................................................................................... 1
1.3 Manfaat CJR ........................................................................................................ 1
1.4 Identitas Jurnal ..................................................................................................... 1
Salah satu strategi pembelajaran yang diterapkan bagi mahasiswa adalah Critical Journal
Review. Critical Journal Review adalah kegiatan mengkritisi sebuah jurnal penelitian. Dengan
kata lain, melalui Critical Journal Review kita menguji kemampuan pikiran tingkat tinggi
seseorang untuk kemudian menuliskannya kembali berdasarkan sudut pandang, pengetahuan,
dan pengalaman yang kita miliki.
Meningkatkan Kemampuan agar kritis dalam mencari informasi yang terdapat dalam
sebuah penelitian
Menyelesaikan tugas individu pada matakuliah Pengantar Komunikassi
Menambah wawasan pada mahasiswa dalam menggali informasi dan menganalisis
gagasan sebuah penelitian dalam jurnal.
JURNAL 1
JURNAL 3
Jurnal 1
Abstrak
Bioetika telah berkembang di Indonesia sejak tahun 2000, namun sampai saat ini belum
banyak rumah sakit di Indonesia yang menyediakan pelayanan etika klinis. Sebagai
konsekuensinya, belum ada publikasi tentang etika klinis sampai saat ini di Indonesia.
Sementara itu, kemajuan teknologi medis telah memicu timbulnya berbagai dilema etis yang
harus diputuskan oleh para klinisi yang berpraktik di sarana pelayanan kesehatan. Idealnya,
keputusan tersebut seharusnya didukung pendapat ahli etika. Oleh karena itu, makalah ini akan
menelaah pentingnya pelayanan etika klinis di Indonesia dengan meninjau pengalaman
pelayanan etika klinis yang terdapat di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Meskipun
terdapat beberapa kritik terhadap pelayanan etika klinis, temuan empiris telah menunjukkan
manfaat dari pelayanan etika klinis.
PENDAHULUAN
Pada abad ke-20, bioetika telah berkembang sebagai disiplin akademis dan terapan baru
akibat kemajuan teknologi di bidang biomedis. Bioetika mulai berkembang ketika Van
Rensselaer Potter menulis sebuah buku Bioethics: Bridge to the Future pada 1971. Pada tahun
yang sama, The Kennedy Institute of Bioethics didirikan di Georgetown University,
Washington DC. Di tempat inilah, prinsip-prinsip etika biomedis, yang populer di dunia
kedokteran, diformulasikan oleh Beauchamp dan Childress. Prinsip-prinsip itu terdiri atas
empat kaidah dasar dan empat kaidah turunan. Empat kaidah dasar yang dimaksud adalah: (1)
Beneficence (melakukan perbuatan baik atau memberikan manfaat bagi orang lain) (2) Non-
maleficence (tidak melakukan perbuatan merugikan atau menyakiti orang lain) (3) Respect for
Autonomy (menghormati kebebasan atau keinginan orang lain), dan (4) Justice (bersikap adil
pada setiap orang berdasarkan prinsip keadilan distributif dan keadilan sosial).
Beberapa kemajuan teknologi biomedis telah memicu diskusi etika dalam praktik
klinis, misalnya penemuan ventilator, teknologi bayi tabung, tes genetik, dan sebagainya.
Kemajuan itu jelas menimbulkan banyak masalah etika yang harus dibahas dalam forum para
ahli dengan berbagai latar belakang, antara lain komite etika klinis yang memberikan pelayanan
konsultasi etika klinis. Sejak 1971, konsultasi etika klinis telah menjadi bagian dari pelayanan
kesehatan di Amerika Utara, dan jumlahnya meningkat secara signifikan sekitar tahun 1980-
an.
Di Indonesia, bioetika baru berkembang dalam 20 tahun terakhir, diprakarsai oleh pusat
pengembangan etika Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Bioetika semakin populer di
Indonesia setelah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta mengadakan pertemuan pertama
Bioetika pada tahun 2000 sekaligus mendirika Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora
Kedokteran. Dua tahun kemudian, dalam pertemuan kedua, mereka membentuk Jaringan
Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Definisi dan Fungsi Pelayanan Etika Klinis
Slowther, dkk8 mendefinisikan pelayanan etika klinis sebagai pemberian saran dan
dukungan terhadap isu-isu etika yang timbul dari praktik klinis dan perawatan pasien pada
sarana pelayanan kesehatan. Ada beberapa model pelayanan etika klinis, misalnya darurat dan
tidak darurat; otoriter dan mediasi; komite etika klinis dan konsultan etika independen atau
campuran. Dalam tulisan ini, istilah ‘komite’ dan ‘konsultan’ akan digunakan secara bergantian
karena memiliki kesamaan makna. Pelayanan etika klinis dalam bentuk komite etika klinis
memiliki 3 fungsi, yakni pendidikan dan pelatihan staf, pengembangan kebijakan
rumah sakit, dan konsultasi kasus. Fungsifungsi tersebut mendukung tujuan utama pelayanan
etika klinis yaitu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Kualitas Pelayanan Kesehatan dan Pengambilan Keputusan Etis
Pelayanan etika klinis dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien. Singer, dkk
mengemukakan bahwa tujuan utama darI pelayanan etika klinis adalah meningkatkan kualitas
perawatan dan kesembuhan pasien. Penting untuk dicatat bahwa pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada pasien merupakan kewajiban yang harus dipenuhi penyedia layanan
kesehatan pada zaman modern.
Dua dari tiga fungsi utama komite etika klinis adalah memfasilitasi pendidikan etika
kepada dokter dan mengembangkan pedoman praktik klinis yang etis. Pendidikan bioetika
akan memberikan pengetahuan mengenai bioetika bagi praktisi kesehatan dan pedoman etika
klinis akan memandu klinisi untuk bersikap profesional saat menangani pasien. Dukungan ini
diharapkan dapat mendorong para dokter untuk mempraktikkan mikroetika dalam kegiatan
pelayanan kesehatan sehari-hari.
Pelayanan etika klinis dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan klinis yang
etis. Hal itu sejalan dengan salah satu fungsi utama komite etika klinis, yaitu memberikan
konsultasi kasus. Siegler dan Singer18 menekankan bahwa peran utama konsultan etika adalah
membantu pengambilan keputusan klinis yang baik. Konsultan etika sangat berperan dalam
menghadapi keinginan pasien yang amat beragam. Kondisi tersebut dapat ditemukan ketika
terdapat keragaman perspektif moral dalam masyarakat, yang dapat memperburuk komunikasi
dokter-pasien.
Aspek Hukum Pelayanan Etika Klinis
Manfaat terpenting pelayanan etika klinis ialah mencegah tuntutan hukum terhadap
praktisi medis saat terjadi sengketa antara dokter dan pasien. Sebagai langkah pencegahan,
komite etika klinis dapat menyiapkan panduan etika klinis yang seragam, antara lain prosedur
persetujuan tindakan kedokteran, pernyataan di muka atau wasiat, pengambilan keputusan oleh
wali, perintah untuk tidak melakukan resusitasi, penentuan kesia-siaan medis, pemecahan
masalah terkait awal dan akhir kehidupan, dan lain-lain. Pedoman tersebut dapat
memaksimalkan komunikasi dan meminimalkan konflik dokter-pasien, yang pada akhirnya
dapat mengurangi potensi risiko tuntutan hukum dari pihak penerima layanan kesehatan.
Selain itu, hasil diskusi komite etika klinis mengenai beberapa kasus sulit dapat
dianggap sebagai representasi nilai moral di masyarakat karena keputusan yang diambil
berasal dari berbagai perspektif, yaitu dokter, filsuf, ahli etika, perawat, pasien, keluarga,
sosiolog, ahli hukum, ahli antropologi, dan bahkan para ahli agama. Apabila terjadi
perselisihan hukum dalam pelayanan kesehatan, seperti yang ditemukan pada kasus Quinlan,
pengadilan dapat mempertimbangkan rekomendasi dari komite etika klinis sebagai prosedur
formal atau keterangan ahli yang merupakan bagian dari proses peradilan.
Beberapa ketidaksepakatan terkait pelayanan etika klinis timbul di kalangan profesi dokter.
Mereka khawatir profesionalisme tenaga kesehatan akan tergerus akibat keputusan otonom
komite etika klinis. Keputusan yang sewenang-wenang dikhawatirkan dapat mengurangi
kebebasan para klinisi untuk membuat keputusan moral yang tepat bagi pasien mereka.
Konsep pelayanan etika klinis dapat berupa model mediasi. Pada jenis ini, peran
konsultan etika tidak membuat keputusan, namun memfasilitasi proses pengambilan keputusan
yang rasional, yang memberikan solusi terhadap permasalahan etika klinis yang sedang
dihadapi.
Konsep pelayanan etika klinis dapat berupa model mediasi. Pada jenis ini, peran
konsultan etika tidak membuat keputusan, namun memfasilitasi proses pengambilan keputusan
yang rasional, yang memberikan solusi terhadap permasalahan etika klinis yang sedang
dihadapi.
Akhirnya, beberapa fakta empiris di Inggris mendukung kebutuhan pelayanan
konsultasi etika klinis. Larcher, et al mendeskripsikan bahwa staf rumah sakit memerlukan
sebuah forum untuk mengonsultasikan isu-isu etis, memperoleh pendidikan dan pelatihan
etika, mengembangkan pedoman etika, serta merefleksikan masalah-masalah etika pada situasi
klinis yang tidak darurat. Survei yang dilakukan Slowther dan Underwood menggambarkan
bahwa 71% tenaga kesehatan merujuk kasus-kasus dengan dilema etis ke komite etika klinis.
Selanjutnya, sebuah survei nasional di Inggris dengan tingkat respons 99% mengenai
pelayanan etika klinis bagi tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Slowther, dkk menunjukkan
bahwa 89% responden sangatsetuju bahwa mereka memerlukan pelayanan etika klinis.
Jurnal 2
TANTANGAN ETIKA DAN HUKUM PENGGUNAAN REKAM MEDIS
ELEKTRONIK DALAM ERA PERSONALIZED MEDICINE
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi mencapai ranah kesehatan, terlebih di era 4.0. Personalized
medicine merupakan salah satu pendekatan pengobatan yang telah berkembang pada sepuluh
tahun terakhir (Davis and Khoury, 2005). Pengobatan ini tidak menggunakan pendekatan
pengobatan berdasarkan populasi tetapi menggunakan pendekatan personal yang
mempertimbangkan genomik dan keadaan atau kondisi indiviu
METODE
Penelitian ini menggunakan metode literatur review dengan tahapan penentuan topik,
penentuan ruang lingkup topik, pemilihan sumber pustaka yang berasal dari buku, jurnal,
maupun artikel nasional maupun internas ional mengenai rekam medis elektronik, personalized
medicine, serta aspek etika dan hukum yang berkaitan dengan rekam medis dan personalized
medicine. Selanjutnya dilakukan literatur review sesuai dengan topik atau permasalahan
mengenai tantangan etika dan hukum dalam penerapan rekam medis elektronik di era
personalized medicine.
Diskriminasi genomik
Hal ini juga berhubungan dengan permasalahan asuransi dimana sedikit permasalahan
genetik juga akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekonomi.Seperti contohnya
dalam pemeriksaan genetik seseorang, terdapat potensi orang tersebut menderita penyakit
tertentu di kemudian hari.
Tetapi jika pasien tersebut tidak melakukan pengobatan secara standar, maka akan
terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas yang akan berpengaruh dalam hal jaminan
kesehatan. Banyak kemudian pihak asuransi yang enggan menanggung nasabah yang memiliki
kemungkinan permasalahan kesehatan yang cukup banyak, atau kemudian pihak asuransi akan
meminta polis yang cukup besar Dalam hal ini diperlukan pembatasan akses, siapa sajakah
yang boleh mengakses informasi kesehatan tersebut dan sejauh mana akses yang diperbolehkan
(Budiyanti, Arso andHerlambang, 2018).
Hal yang kemudian menjadi permasalahan adalah apakah para tenaga kesehatan
tersebut mampu menginterpretasikan hasil sekuen genomick merencanakan strategi
pencegahan dan pengobatan berdasarkan informasi genomik dan menerapkan prinsip
farmakogenomik dalam peresepannya. Meskipun personalized medicine memiliki berbagai
keuntungan, tetapi potensi ketidakpuasan anatara dokter dan pasien dapat berkembang,
terutama jika dokter tidak mampu memberikan pencegahan dan pengobatan berdasarkan
informasi genomik yang didapatkan. Tanggung jawab hukum (liability)Perekembangan
personalized medicinmenuntut kapasitas tenaga kesehatan untuk memberikan pengobatan
sesuai standar dan kelimuan terkini.
Penggunaan teknologi kesehatan yang modern dan kompleks tentu saja akan berpotensi
meningkatkan resiko dan eror yang dapat merugikan pasien. Tuntutan terhadap kerugian pasien
dapat terjadi dan dapat berujung pada tuntutan malpraktik medik.Dalam hal ini, standar dari
teknologi kesehatan sangat diperlukan sehingga dapat dibedakan apakah kesalahan yang terjadi
akibat human error ataukah device error yang berpengaruh kepada tanggung jawab hukum atau
liability. kalaupun terjadi device error, pihak yang harus bertanggung jawab sebaiknya juga
disepakati sehingga terdapat monitoring terhadap standarisasi dan keamanan alat atau
teknologiyang digunakan. Untuk menghindari keselahan manusia (human error), tenaga
kesehatan pun sebaiknya juga mendapatkan pengetahuan dan pelatihan berkala sehingga tidak
melakukan kesalahan yang dapat merugikan pasien.
Jurnal 3
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai organisasi badan usaha di bidang kesehatan mempunyai peranan
penting dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Oleh karena itu
rumah sakit dituntut agar mampu mengelola kegiatannya dengan mengutamakan pada
tanggung jawab para professional di bidang kesehatan, khususnya tenaga medis dan tenaga
keperawatan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian dapat dapat disebut melakukan
malpraktik. Malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat berupa
malpraktik dibidang medik dan malpraktik medik. Karena banyaknya kasus malpraktik, maka
harus diterapkarr program keselamatan pasien (Patient Safety).
Malpraktik dan keselamatan pasien tidak lepas dari kode etik yang dijalankan oleh tenaga
medis tersebut, seperti perawat. Profesionalisme kepe-rawatan menjadi kontrak sosial antara
profesi keperawatan dengan masyarakat. Masyarakat telah memberikan kepercayaan kepada
perawat, sehingga perawat harus menlaksanakan tugasnya dengan memberikan standar
kompetensi yang tinggi dan tanggung jawab moral yang baik. Perawat memiliki tanggung
jawab terhadap keselamatan dan keamanan pasien selama berada di rumah sakit. Perawat
membutuhkan aturan hukum yang lebih tinggi yang dapat mengatur kualitas dan pelayanan,
termasuk juga sanksi bagi perawat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Perawat
dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan kode etik dan Standar Operasicnal Prosedur
(SOP) yang telah ditetapkan.
METODE
Metode yang digunakan yaitu menelaah dari berbagai sumber publikasi ilmiah secara
online. Dari hasil pencarian kemudian diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan sebuah
pembahasan dan kesimpulan dari topik yang ditetapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. lklim Organisasi
Pengukuran budaya keselamatan pasien dipengaruhi oleh sikap aman dan tidak aman
pegawai di level individu, unit kerja dan organisasi. Secara khi.rsus di level manajemen senior
dalam hal kepemimpinan transformasional yang berbagai penelitian tentang budaya
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional sangat berpengaruh dalam membangun
suatu budaya: Untuk mengukur kondisi iklim keselamatan pasien di rumah sakit mencakup 4
hal yang terkait, yaitu kepemimpinan transforrrrasional (di tingkat CEO/direksi RS), kerjasama
tim (di tingkat unit kerja), kesadaran individual (di tingkat individu) serta iklim keselamatan
pasien (di tingkat organisasi/ RS).
Dalam melaksanakan program patient safetlt, pihak manajemen rumah sakit sudah
melakukan planning yang baik untuk menyusun pi"ogram patient safety. ivleskipun
perencanaan sudah dilaksanakan dengan liaik namun output dari program tersebut kurang
maksimal. lklim organisasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap patient safety. Hasil
eksplisit ulasan kasus catatan berisiko tinggi pada pasien medis menunjukkan praktek-praktek
tertentu ditingkatkan dari waktu ke waktu di kedua rumah sakit tidak ada hal yang memburuk,
namun tidak ada perbedaan yang signifikan juga antara kontrol dan rumah sakit
untuk meningkatkan kr-ialitas dan meningkatkan keselamatan dalam pelayanan kesehatan
perlu dilakukan perbaikan dalam iklim organisasi. Dari segi biaya, perbaikan iklim organisasi
akan menghasilkan biaya yang relatif rendah.
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan tenaga medis khususnya perawat sangatlah penting dalam
meiaksanakan asuhan keperawatan. Semakin tinggi pengetahuan perawat tentang kode etik dan
hukum kesehatan maka semakin baik pula kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Untuk mening katkan pengetahuan perawat mengenal kode etik dan hukum
kesehatan maka perawat harus membaca buku mengenai kode etik keperawatan dan hukum
kesehatan.
Upaya untuk menambahkan tingkat pengetahuan Perawat atau tenaga kesehatan Yang
lain Yaitu melalui pelatihan atau seminar' Pelatihan dan seminar dapat bermanfaat untuk
melakukan evaluasi terhadap program program dan standar-standar termasuk standar asuhan
keperawatan. Tingkat Pengetahuan Yang tinggi akan mempengaruhi kinerja perawat sehingga
asuhan kePerawatan akan terlaksana dengan baik dan kemungkinan terjadinya malpraktik atau
kelalian rendah. Hal ini terjadi karena perawat atau tenaga medis telah dibekali dengan
pengetahuan tentang etika dan patient safety.
3. Penerapan Keselamatan Pasien
Perawatan tidak aman Yang dilakukan oleh Petugas kesehatan dirumah sakit menjadi
prioritas masalah yang harus segera diselesaikan' 83% kejadian Yang menYebabkan Pasien
tidak aman merupakan kejadian yang seharusnYa bisa dicegah dan 30o/o diantaranya berkaitan
dengan kematian pasien.
Penerapan budaya keselamatan pasien dalam sebuah organisasi tidak terlepas dari
Peran aktif atasan (supervisor atau manajer dalam mempromosikan dan melakukan tindakan
tindakan yang mendukung berjalannya proses penanaman nilai yang dianut' Masih banyak
Perawat Yang menganggap tindakan supervisor / manajer dalam memPromosikan keselamatan
pasien masih rendah, karena masih adanYa Perawat Yang mengganggaP bahwa Peran aktif
manajer dalam menanamkan niiai-nilai keselamatan pasien bisa dibilang kurang maksimal.
4. Aspek Komunikasi
Komunikasi yang baik antar petugas medis dengan pasien akan memberikan dampak
yang positif terhadap mutu pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit serta dimungkinkan
menurunkan kesalahpahaman apabila terjadi kecelakaan, kelalaian dan ataupun malpraktik.
Pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah ditetapkan.
5. Aspek Etika
Sampai saat ini tenaga keperawatan belum memiliki landasan hukum yang jelas dan
pasti dalam memberikan pelayanan kesehaian. Menurut Peraturan Pemerintah No 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan, hubungan perawat dan klien merupakan subjek hukum.
Pemahan perawat mengenai hukum kesehatan memberikan keyakinan kepada perawat dan
menjaga klien untuk selalu berada pada jalut yang aman dengan mengikuti standing order yang
telah ditetapkan oleh profesi keperawatan dari pihak rumah sakit yang bersangkutan. Standing
order merupa kan pendelegasian kePada tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan atau pelayanan kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
KELEBIHAN
KEKURANGAN
1. Di dalam jurnal ini tidak terdapat kekurangan karena isi jurnal nya sudah cukup bagus,
dan penjelasan dari jurnal tersebut juga sangat singkat dan jelas, menerapkan kerapihan
dalam penulisan, dan layak untuk dijadikan media atau pedoman untuk pembelajaran.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Dalam penerapan Program
keselamatan pasien terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi berjalannya program
penerapan keselamatan pasien. Aspek-aspek tersebut antara lain: iklim organisasi, tingkat
pengetahuan, komunikasi, dan etika. Budaya keselamatan pasien akan tercipta apabila tenaga
kesehatan memiliki pemimpin Yang bersedia bekerja sama cjemi terlaksananya patient safety.
Selain itu pengetahuan dan komunikasi juga berpengaruh terhadap terlaksananya patient
safety. Salah satu aspek yang penting dalam terlaksananya patient safety yaitu aspek etika.
Etika sangatlah penting karena akan menyangkut tentang prosedur dalam melaksanakan asuhan
keperawatan atau melaksanakan tugas dalam melayani kesehatan. Pada era pelayanan
kesehatan berbasis jaminan kesehatan nasional, sarana pelayanan kesehatan di Indonesia harus
memiliki pelayanan etika klinis demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu para pembaca dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu tentang etika.
DAFTAR PUSTAKA