Anda di halaman 1dari 8

Nur Sabina Zulhijjah (2012101010016)

ISS 2 TIK 2
KONSEP PERILAKU PASIEN DALAM MERESPON PENYAKIT
A. KONSEP PERILAKU

1. DEFINISI
Perilaku berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai suatu tanggapan
atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Menurut seorang ahli psikologi Skinner yang dikutip dari Notoatmodjo (2007), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus atau
rangsangan dari luar.

2. TEORI RESPON PERILAKU


Karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut dengan teori S-O-R”
(Stimulus -Organisme -Respons).
Teori yang dikenal sebagai teori S-O-R ini menjelaskan adanya 2 jenis respon, yaitu :
a. Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditunjukkan oleh rangsangan-
rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut electing stimuli, karena menimbulkan respon
yang relatif tetap, misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan dan
sebagainya.

b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang ini disebut dengan
reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon.

3. DETERMINAN PERILAKU

Terdapat teori Shenandu B Kar (dalam Notoatmodjo, 2012) menyatakan bahwa terdapat 5
determinan perilaku yaitu:

1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau
stimulus di luar dirinya (behavior intention).

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support) didalam


kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan
legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak
memperoleh dukungan dari masyarakat. Maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman
dengan perilaku tersebut.

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya


informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan di ambil oleh
seseorang.

4. Adanya otonomi atas kebebasan pribadi (personal outonomy) kewenangan


untuk mengambil keputusan.

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation) artinya ada kondisi
serta kemampuan yang memungkinkan untuk bertindak

B. KONSEP PERILAKU KESEHATAN

1. DEFINISI

Perilaku Kesehatan adalah Respon seseorang terhadap rangsangan atau objek-


objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sehat-sakit (Notoatmodjo, 2005)

2. DOMAIN PERILAKU KESEHATAN

a. Pengetahuan kesehatan
Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap
cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular,
pengetahuan tentangfaktor-faktor yang terkait. dan atau mempengaruhi kesehatan,
pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari
penyakit kecelakaan.

b. Sikap
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit menular dan
tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan,
sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

c. Praktek kesehatan
Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam
rangkap memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak
menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan,
tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.
3. DIMENSI PERILAKU KESEHATAN
Dimensi perilaku kesehatan dibagi menjadi dua (Soekidjo Notoatmojo, 2010), yaitu :
a. Healthy Behavior yaitu perilaku orang sehat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan. Disebut juga perilaku preventif (Tindakan atau upaya
untuk mencegah dari sakit dan masalah kesehatan yang lain: kecelakaan) dan
promotif (Tindakan atau kegiatanpuntuk memelihara dan meningkatkannya
kesehatannya).
Contoh:
1) Makan dengan gizi seimbang,
2) Olahraga/kegiatan fisik secara teratur,
3) Tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang mengandung zat adiktif ,
4) Istirahat cukup,
5) Rekreasi/mengendalikan stress.

b. Health Seeking Behavior yaitu perilaku orang sakit untuk memperoleh kesembuhan
dan pemulihan kesehatannya. Disebut juga perilaku kuratif dan rehabilitatif yang
mencakup kegiatan:
1)Mengenali gejala penyakit ,
2) Upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu dengan mengobati sendiri atau
mencari pelayanan(tradisional, profesional),
3) Patuh terhadap proses penyembuhan dan pemulihan (complientce) atau kepatuhan.

C. KONSEP PERILAKU SEHAT


1. DEFINSI
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, menjaga kebugaran
melalui olahraga dan makanan bergizi.
(Notoatmojo, 2007)
2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEHAT

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan faktor-faktor yang mempermudah


atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang meliputi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, nilai-nilai dan budaya.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), merupakan faktor yang memungkinkan


individu berperilaku seperti yang terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak
tersedia fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcement factor), merupakan faktor yang mendorong dan
menguatkan perilaku seperti terwujud dalam sikap seperti dukungan dari tenaga kesehatan
serta dukungan dari keluarga terutama suami merupakan koordinasi referensi dalam perilaku
masyarakat. Maka dari itu petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu perilaku tokoh masyarakat juga dapat menjadi panutan
orang lain untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2010)

D. KONSEP PERILAKU SAKIT

1. DEFINISI
Menurut Sarwono dalam Soekidjo (2004) Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan
yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan

2. PENYEBAB PERILAKU SAKIT


a) Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan
normal.
b) Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.
c) Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan dengan
keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
d) Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat
dilihat.
e) Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
f) Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.
g) Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
h) Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
i) Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga, obat-
obatan, biaya dan transportasi.

3. PERILAKU TERHADAP SAKIT DAN PENYAKIT


Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat
respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik
respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan
sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai
dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai
dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion behavior)
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)
c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)
4. PERILAKU ORANG SAKIT YANG DAPAT DIAMATI
Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti dalam Irwan (2014), terdapat tujuh perilaku
orang sakit yang dapat diamati yaitu;
1) Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit memilik
perasaan takut. Bentuk ketakutannya, meliputi takut penyakitnya tidak sembuh, takut
mati, takut mengalami kecacatan, dan takut tidak mendapat pengakuan dari
lingkungan sehingga merasa diisolasi.
2) Regresi,salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas
(kecemasan). Untuk mengatasi kecemasan tersebut, salah satu caranya adalah dengan
regresi (menarik diri) dari lingkungannya.
3) Egosentris,mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak
mempersoalkan tentang dirinya sendiri. Perilaku ego sentris, ditandai dengan hal –
hal berikut hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita, tidak ingin
mendengarkan persoalan orang lain, hanya memikirkan penyakitnya sendiri, Senang
mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan maupun kegiatan.
4) Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit dengan
melebih-lebihkan persoalan kecil. Akibatnya pasien menjadi cerewet, banyak
menuntut, dan banyak mengeluh tentang masalah sepele.
5) Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai dengan sangat
sensitive terhadap hal hal remeh sehingga menyebabkan reaksi emosional tinggi.
6) Perubahan persepsi terhadap orang lain, karena beberapa factor diatas, seorang
penderita sering mengalami perubahan persepsi terhadap orang lain.
7) Berkurangnya minat, individu yang menderita sakit di samping memiliki rasa
cemas juga kadang – kadang timbul stress. Faktor psikologis inilah salah satu sebab
berkurangnya minat sehingga ia tidak mempunyai perhatian terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungannya.

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SAKIT


a. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi perilaku sakit meliputi dua hal yaitu
1) Faktor Pertama. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang
dialami, klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat
mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari. Misalnya: Tukang Kayu yang
menderita sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan
mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.

2) Faktor Kedua. Asal atau jenis penyakit, pada penyakit akut dimana gejala
relative singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh
dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan
mematuhi program terapi yang diberikan.

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi gejala yang dapat dilihat, gejala yang terlihat dari
suatu penyakit dapat mempengaruhi citra tubuh dan perilaku sakit. Misalnya:
orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat
mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan.

Faktor kelompok sosial, Kelompok sosial klien akan membantu mengenali


ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang
berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan
pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka
mendiskusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan
mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau
tidak; sedangkan teman Ny.B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan
biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter

Faktor latar belakang budaya, Latar belakang budaya dan etik mengajarkan
sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit.
Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki
klien.

Faktor ekonomi, semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan


lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan
segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

Faktor kemudahan akses terhadap sistem pelayanan, dekatnya jarak klien


dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi
kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan. Demikian pula
beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka
lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur
yang rumit
Faktor dukungan sosial, dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau
perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan.

6. TAHAP-TAHAP PERILAKU SAKIT

1. Tahap I (Mengalami Gejala)


Pada tahap ini pasien menyadari bahwa “ada sesuatu yang salah” Mereka mengenali
sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi kesadaran terhadap perubahan fisik
(nyeri, benjolan, dll). Respon emosional akan muncul jika gejala itu dianggap merupakan
suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
pertolongan.

2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)


Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat, orang yang sakit akan melakukan
konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-
benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan
terhadap perannya. Tahapan ini menimbulkan perubahan emosional seperti: menarik
diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks
atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan
lama sakit.

3. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)


Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli,
mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi
penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang. Profesi kesehatan mungkin akan
menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika
mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya.

4. Tahap IV (Peran Klien Dependen)


Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pemberi
pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada. Klien menerima perawatan,
simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.

5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)


Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya
penurunan demam. Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh
perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
REFERENSI
Dr. Irwan S.KM MK. ETIKA DAN PERILAKU KESEHATAN. Yogyakarta: CV. Absolute
Media; 2017.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan danIlmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai