Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

TENTANG PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)

Dosen Pembimbing:

A.T Diana Nerawati, SKM.,M.Kes


Pratiwi Hermiyanti, S.ST.,M.KL

Disusun Oleh:
RAHMADHANI ISNA R [P27833319029] (Low back pain))
MINTARTIANI [P27833319018] (Silicosis)
SILVIA RETNA NINGTYIAS [P27833319032] (Asbestosis)
D4 - SEMESTER 3

SANITASI LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan telah disusunnya makalah ini
tentang penyebab pencemaran tanah.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dan pendidikan.

Surabaya, 25 Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Daftar Isi ……………………………………………………………………….............. iv

Kata Pengantar ………………………………………………………….........………..…. 1

I. Pendahuluan ……………………………………………………..…..........…..…..…. 2

a. Latar Belakang …………………………………………………........……………3

b. Rumusan Masalah ……………………………………........……………………...4

c. Tujuan ………………………………………………......………………………...5

II. Pembahasan……………………………………………………………..........………...7

a. Pengertian………...……………………………………………………............8

b. Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Akibat Kerja………………………………9

c. Jenis – Jenis Penyakit Akibat Kerja……………………………………………9

d. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja………………………………..........……….10

e. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja……………………………………….........11

III. Penutup …………………………………………………...……….….......…….… 42

a. Saran ………………………………………………………….........…….…… 45

b. Kesimpulan…………………………………………………........………..…... 46

Daftar Pustaka …………………………………………………………........…………… 48


BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat
kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan
menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga
berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak terlepas dari adanya
masalah yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kejadian Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Indonesia tahun 2011 tercatat
96.314 kasus dengan korban meninggal 144 orang dan cacat 42 orang. Pada tahun 2012 kasus
PAK dan KAK meningkat menjadi 103.000 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia belum berjalan
dengan baik. Masalah K3 tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung
jawab dari semua pihak terutama pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat. Pelaksanaan SMK3
adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari PAK dan KAK, pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (JKS 2015; 2: 91-95)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Penyakit Akibat Kerja?
2. Apasaja faktor resiko yang menyebabkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja?
3. Apasaja jenis – jenis Penyakit Akibat Kerja?
4. Bagaimana cara mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja?
5. Bagaimana cara pencegahan Penyakit Akibat Kerja?
6. Apasaja contoh Penyakit Akibat Kerja?
C. Tujuan
a. Umum
1. Agar mengetahui apa penyakit akibat kerja
2. Bisa Mengetahui faktor resiko apa saja yang menyebabkan penyakit akibat kerja
3. Mengetahui jenin jenis penyakit akibat kerja
4. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit akibat kerja
5. Bisa mengerti cara mencegah penyakit akibat kerja
6. Mengetahui apa saja contoh dari penyakit akibat kerja

b. Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit akibat kerja, tujuan serta mekanisme dalam
penyakit akibat kerja
2. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit akibat kerja, prinsip serta pelaksaan
pencegahan penyakib akibat kerja
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya di
sebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan
manusia (Manmade disease). Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan
penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang
disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja. Ketiga
istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar
hukum dan perundang-undangan yang menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Suma’mur,
2009).
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium Internasional oleh ILO
dalam Anizar (2009), yaitu :
 Penyakit akibat kerja (occupational disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan
pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
 Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)
Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit
yang mempunyai etiologi yang kompleks.
 Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat
pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.

B. Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Akibat Kerja


Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai berikut:
1. Golongan fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai
dengan Non-induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps,
atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat
mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata.
Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
2. Golongan kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan infeksi
a. Anthrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS
4. Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang
kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan
kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada
tubuh pekerja.
5. Golongan mental Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau
keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

C. Jenis – Jenis Penyakit Akibat Kerja


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis penyakit
akibat kerja. 17 diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh
debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh
debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organic.
6. Penyakit yang disebabkan oleh beryllium,cadmium,fosfor,krom,mangan atau
persenyawaannya yang beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
8. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya
yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
9. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
10. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat,
tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
11. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
12. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengion.
13. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi
atau biologik.
14. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
15. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
16. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
17. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

D. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik diagnostik
dan pemeriksaan penunjang.
2. Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai
riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup:
 Kapan pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan,
bahan yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safety Data
Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan,
kapan mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat
pelindung diri, cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan,
kegemaran (hobi) dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat
tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja
c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di
perusahaan
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan :
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
b. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis
c. Dugan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan
laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosispembacaan
standar ILO)
b. Pemeriksaan audiometric
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang
memerlukan:
a. Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
c. Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis, kemudian
dicari faktor penyebabnya di tempat kerja atau melalui pengamatan (penelitian)
yang relatif lebih lama
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasihat (kaitan dengan
kompensasi)
E. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five
level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
1. Peningkatan kesehatan (health promotion).
Misalnya: penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan,
meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan
memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan
pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan
periodik.
2. Perlindungan khusus (specific protection).
Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap
bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti
helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan
panas, sarung tangan, dan sebagainya.
3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation).
Misalnya: memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati
tenaga kerja secara sempurna dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation).
Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita
cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan keryawan-karyawan
cacat di jabatan yang sesuai. Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
mencegah PAK adalah sebagai berikut:
a. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya
menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak
berbahaya.
b. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
c. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
d. Menyediakan, memakai dan merawat APD.

F. Contoh Penyakit Akibat Kerja


1. Silicosis [Karena Paparan Debu Silica]
a. Pengertian Silicosis
Silikosis dikenal juga dengan istilah miner's phthisis, yang merupakan bentuk
penyakit paru akibat pekerjaan yang disebabkan karena menghirup debu silika
secara kronik dan ditandai dengan adanya inflamasi dan pembentukan
jaringan parut dari lesi nodular pada lobus paru bagian atas. Silikosis
merupakan salah satu jenis dari pneumokoniosis. Pengenalan masalah
pernapasan akibat debu atau yang disebut silicosis terjadi pada orang Yunani
dan Romawi kuno. Agricola, pada pertengahan abad ke-16, menuliskan
tentang masalah paru dari inhalasi debu pada buruh tambang. Pada tahun
1713, Bernardino Ramazzini mengutarakan pendapatnya tentang gejala-gejala
asmatik dan adanya substansi seperti pasar pada paru dari pekerja stone
cutters. Seiring dengan era industrialisasi, terjadi peningkatan produksi debu.
Pneumatic hammer drill diperkenalkan pada tahun 1897 sandblasting
diperkenalkan pada tahun 1904, keduanya berperan pada peningkatan
prevalensi silikosis.
b. Etiologi
Penyakit silikosis biasanya disebabkan oleh paparan partikel debu yang
berukuran kurang dari 10 mikrometer. Silika merupakan mineral yang
menyusun kerak bumi, dan dapat ditemukan pada pasir, batu, dan biji besi
mineral. Inhlasai debu yang mengandung crystalline silica dapat sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia dan sering menyebabkan kematian jika
tindakan pencegahan tidak dilakukan. Pemaparan partikel silika dapat terjadi
pada bidang kerja penambangan, pengeboran, dan peledakan pasir.
Gejala penyakit silicosis biasanya timbul setelah terjadi paparan debu
silika selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan
dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan
sangat tinggi, dan gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun. Bila
terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya
makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih
menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru daerah parut ini
hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler simplek).
Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis
konglomerata). Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam
darah secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita
mengalami gangguan pernafasan.
c. Klasifikasi
Terdapat tiga jenis silikosis, yaitu:
1) Silikosis kronik
Silikosis kronis merupakan bentuk silikosis yang paling umum terjadi.
Silikosis kronis akan terjadi akibat paparan sejumlah debu silika dalam
jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan
jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah
bening dada.
2) Silikosis akselerata
Silikosis akselerata terjadi akibat paparan oleh sejumlah silika yang lebih
banyak selama waktu yang lebih pendek (5-15 tahun). Peradangan,
pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
Silikosis akselerata berhubungan dengan berbagai macam gangguan
autoimun( kondisi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang
tubuh sendiri).
3) Silikosis akut
Silikosis akut jarang terjadi tetapi bersifat sangat fatal yang terjadi akibat
paparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang
lebih pendek terutama partikel debu yang mengandung konsisteni tinggi
quartz. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul
sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
d. Diagnosis
Diagnosis silikosis ditegakkan adanya riwayat pemaparan silika yang banyak,
biasanya terjadi pada lingkungan kerja. Bersamaan dengan riwayat pemaparan
silika, pemeriksaan radiografi toraks dapat mengkonfirmasi adanya opasitas
nodular. Hal tersebut penting karena diagnosis banding silikosis yang luas dan
adanya penyakit dengan profil penyakit yang serupa, seperti infeksi fungal,
tuberkulosis milier, sarkoidosis, dan fibrosis idiopatik pulmonal.
e. Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada
penatalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan
pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau
mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu industri atau
tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan pada paru. Kadar
debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki
teknik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu
yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja diharuskan memakai
alat pelindung. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu
mencegah terjadinya silikosis. Jika debu tidak dapat dikontrol (seperti halnya
dalam industri peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang
memberikan udara bersih atau sungkup. Pekerja yang terpapar silika, harus
menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6
bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat
diketahui secara dini. Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan
untuk menghindari paparan terhadap silica.

2. Asbestosis [Karena Paparan Debu Asbes]


a. Pengertian asbetosis
Asbes adalah jenis mineral yang umumnya digunakan untuk atap bangunan.
Jika masih dalam kondisi baik, asbes tidak berbahaya bagi kesehatan. Tetapi
bila sudah rusak, asbes dapat mengeluarkan debu halus yang mengandung
serat asbes. Debu yang mengandung serat asbes rentan terhirup oleh manusia.
Jika sampai terhirup, serat asbes dapat menyebabkan kerusakan secara
bertahap pada paru-paru dan menimbulkan sejumlah gejala, salah satunya
sesak napas. Lebih lanjut, iritasi ini dapat menimbulkan kerusakan sel-sel di
paru dan membentuk jaringan parut. Pembentukan jaringan parut ini
menyebabkan paru kehilangan kemampuannya untuk mengembang dan
mengatur oksigen yang masuk. Akibatnya bisa terjadi sesak napas dan
berbagai keluhan pernapasan lainnya.

Mereka yang bekerja di tambang asbestos, pabrik pesawat, truk, besi, baja,
dan keramik yang banyak terpapar asbestos memiliki risiko jauh lebih tinggi
mengalami asbestosis di kemudian hari. Pengaruh buruk paparan
bahan tersebut membuat pemerintah saat ini telah membuat peraturan terkait
penggunaan asbestos. Asbestos sudah banyak digantikan
dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan dan lebih bersahabat bagi
tubuh manusia.

b. PENYEBAB ASBESTOSIS
Penyakit asbestosis terjadi saat seseorang tidak sengaja menghirup debu yang
mengandung serat asbes secara terus menerus. Serat asbes tersebut selanjutnya
terperangkap di dalam kantong udara dalam paru-paru (alveoli) dan membentuk
jaringan parut, sehingga paru-paru menjadi kaku. Paru-paru yang kaku
menyebabkan organ tersebut tidak dapat mengembang dan mengempis dengan
normal. Akibatnya, penderita menjadi sulit bernapas. Kondisi tersebut bisa
berkembang lebih parah jika penderita memiliki kebiasaan merokok. Oleh karena itu,
keluhan utama yang dirasakan penderitanya lebih kepada gejala saluran napas seperti
batuk dan sesak. Bila tidak ditangani dengan tepat, asbestosis akan berujung pada
kerusakan paru permanen dan gangguan kerja jantung.
Asbestosis dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama jika penderita
terpapar debu asbes secara terus menerus. Komplikasi tersebut antara
lain:

 Kanker paru-paru, terutama pada penderita asbestosis yang merokok


 Mesothelioma (kanker pada lapisan paru-paru, jantung, perut, atau testis)
 Penebalan pada pleura, yaitu lapisan yang membungkus paru-paru
 Efusi atau penumpukan cairan pada pleura

c. FAKTOR RISIKO ASBESTOSIS


Faktor risiko terjadinya asbestosis adalah paparan terhadap asbes dalam
jangka waktu lama atau paparan asbes dalam jumlah besar. Biasanya, kondisi
ini terjadi karena berada di lingkungan atau bekerja di lingkungan yang
mengandung asbes.  Beberapa produk yang berpotensi mengandung asbes,
seperti:

 Produk dengan kandungan material semen asbes, yakni pipa dan papan
lembaran.
 Lantai vinil-asbes.
 Kertas asbes untuk menyaring dan insulasi produk.
 Bahan lapisan rem dan permukaan kopling.
 Produk tekstil, seperti benang, kain pita, dan tali.
 Produk semprotan untuk tujuan akustik, pemanasan, dan agar tahan api.
 Sistem insulasi untuk atap, dinding, dan kompor.
 Pembungkus pipa air panas.
 Kain tahan panas

Asbestosis lebih berisiko menyerang seseorang yang bekerja sebagai:

 Penambang asbes
 Pekerja perkapalan
 Pekerja di jalan kereta api
 Buruh pabrik asbes
 Tukang bangunan
 Teknisi listrik
 Mekanik

d. GEJALA ASBESTOSIS
Gejala asbestosis biasanya baru muncul setelah paparan jangka lama, seperti
bekerja di dekat benda yang mengandung asbes dalam waktu paling tidak 20
tahun atau lebih. Namun, terlalu sering terpapar dengan material yang
mengandung asbes kan mempercepat waktu terkena gejala asbestosis.
Pada sebagian besar kasus, gejala asbestosis baru muncul 10–40 tahun setelah
seseorang terpapar asbes. Berikut sejumlah gejala asbestosis:
 Sesak napas
 Batuk kering secara terus-menerus
 Bengek atau mengi
 Nafsu makan menurun
 Penurunan berat badan
 Tubuh terasa sangat lelah
 Nyeri dada atau bahu
 Jari tabuh (melebar dan membengkaknya jari dan kuku jari) atau clubbing
finger

e. DIAGNOSIS ASBESTOSIS

Penegakkan diagnosis asbestosis dibuat berdasarkan riwayat bekerja atau


hidup dalam paparan asbes jangka panjang, serta pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda-tanda yang mengarah pada asbestosis. Selanjutnya,
dokter akan menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:

1) Rontgen Dada

Pada pemeriksaan ini bisa didapatkan penebalan pleura dan kalsifikasi jaringan
paru.

2) CT Scan

Pemeriksaan dengan alat CT Scan dapat membedakan kelainan pleura dan yang


terkait pleura, dan gejala terkait bronkus. CT scan dengan reolusi tinggi dapat
mendektesi diagnosis pada asbetosis stadium awal.

3) Tes Fungsi Paru

Tes ini berfungsi untuk mengetahui volume dan kapasitas paru yang akan
berkurang pada pengidap paru.

4) Oksimetri

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi oksigenasi jaringan.

5) Pemeriksaan Histologi

Pemeriksaan histologi bertujuan untuk melihat fibrosis dan badan asbes di bawah
mikroskop. Badan asbes adalah serat asbes yang dilapisi protein feritin dan berbentuk,
seperti manik-manik panjang. Pemeriksaan histologi bermanfaat untuk menetapkan
tingkat keparahan penyakit.Seluruh pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
lebih jauh kadar serta luas kerusakan paru yang terjadi dan tingkat kebugaran kerja paru
saat itu.
f. PENCEGAHAN ASBESTOSIS

Menghindari paparan terhadap debu asbestos adalah kunci utama dalam


tindakan pencegahan asbestos. Pilih material yang aman bagi tubuh dan
bagi lingkungan bila Anda hendak membuat bangunan baru.Cek bangunan dan
lingkungan sekitar Anda. Bila rentan dengan debu asbestos,
upayakan penggunaan masker atau upayakan konsultasi dengan ahli
lingkungan untuk meminimalkan paparan partikel berbahaya ini. Bagi
pekerja, perlunya untuk mengontrol paparan asbes di tempat kerja dan
apabila terpaksa harus terkena papara asbes, gunakan pelindung diri agar
terhindar dari menghirup serat asbes.

3. Low Back Pain [Karena Pengangkutan Manual]

Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) adalah suatu keadaan tidak
nyaman atau rasa nyeri yang akut pada di daerah ruas lumbalis kelima dan sakralis
(L5-S1). Nyeri yang dirasakan pada punggung bawah, biasanya disertai dengan
penjalaran dari arah kaki dan tungkai.
Low back Pain (LBP) adalah nyeri pada punggung bawah yang bersumber dari
tulang belakang yaitu pada daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur
lainnnya di sekitar daerah tersebut. LBP merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Low Back
Pain (LBP) dapat disimpulkan sebagai rasa sakit atau nyeri pada bagian tulang
belakang antara tulang rusuk sampai tulang ekor dan dapat pula menjalar ke daerah
lain seperti pada daerah punggung bagian atas atau pangkal paha serta rasa sakit atau
nyeri tersebut bisa disebabkan karena aktivitas tubuh yang kurang baik.
Pada kondisi nyeri punggung bawah pada umumnya otot ekstensor lumbal lebih
lemah dibanding otot fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat beban.
 Tanda dan Gejala Low Back Pain (LBP)
Berdasarkan pemeriksaannya tanda dan gejala dapat dikategorikan ke dalam 3
kelompok yaitu:
a. Nyeri punggung bawah sederhana (daerah sepanjang tulang belakang tanpa
penjalaran atau keterlibatan saraf di bawahnya). Nyeri saat bergerak, derajat
nyeri bervariasi setiap waktu, dan tergantung dari aktivitas fisik.
b. Nyeri punggung bawah dengan gangguan persyarafan
Gejalanya nyeri yang menjalar ke lutut, tungkai, kaki.
c. Nyeri punggung bawah menurut kegawatannya
Ada riwayat trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian ataupun
kecelakaan kendaraan bermotor, adanya nyeri tanpa pergerakan yang konstan
danprogresif, ditemukan nyeri daerah perut dan atau dada. Merasakan nyeri
hebat pada malam hari yang tidak membaik dengan posisi telentang,
penurunan beratbadan yang tidak diketahui sebabnya, menggigil, dan atau
demam, pergerakanpunggung sangat terbatas dan persisten dan adanya gejala
kencing tertahan.
 Faktor Resiko LBP
1. Faktor Individu
a. Usia
Umumnya keluhan pada otot skeletal mulai dirasakan pada usia 24-65
tahun. Semakin bertambah tua usia manusia maka kekuatan dan ketahanan
otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.
b. Jenis Kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot pria lebih kuat dibandingkan dengan
wanita.
c. Indeks Massa Tubuh (IMT)
1. Kategori kurus dengan IMT kurang dari 18.5,
2. Kategori normal dengan IMT 18.6 – 25, dan
3. Kategori gemuk dengan IMT lebih dari 25.3738
Penelitian pada pasien dengan berat badan berlebih di poli Saraf
Prof. Dr, Margono Soekarjo Purwokerto menunjukkan risiko terkena
LBP lebih tinggi karena beban pada sendi penumpu berat badan akan
semakin meningkat.
d. Tingkat Pendidikan
Hal ini dikarenakan erat kaitannya dengan pekerjaan yang lebih
menekankan pada kekuatan fisik seiring dengan pendidikan yang rendah.
kayu.
e. Kebiasaan Merokok
Nikotin pada rokok bisa menurunkan kualitas darah dan
menghambat aliran darah ke jaringan sehingga menimbulkan kekurangan
mineral pada tulang yang mengakibatkan nyeri karena retakan pada
tulang.
f. Kebiasaan Olahraga
Departemen kesehatan RI tahun 2001 menyebutkan bahwa
masyarakat yang tidak atau kurang melakukan olahraga beresiko terkena
berbagai macam penyakit utamanya penyakit tidak menular diantaranya
yang berhubungan dengan otot dan tulang.
2. Faktor Pekerjaan
a. Beban Kerja
Setiap pekerjaan yang memerlukan otot atau pemikiran yang merupakan
beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi beban fisik, mental ataupun
beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.
b. Lama Kerja
Pada umumnya seorang dapat bekerja secara baik pada rentan waktu 6 – 8
jam per hari atau dalam seminggu kurang lebih 40 – 50 jam. Maksimum
waktu kerja yang masih efisien adalah 30 menit. Apabila jam kerja
melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan
kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit
meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas
kerja.
c. Sikap Kerja
Posisi kerja yang tidak aman akan menambah risiko cidera pada otot
muskuloskeletal. Terdapat tiga macam sikap kerja, yaitu:
a. Sikap kerja duduk,
b. Sikap kerja berdiri
c. Sikap kerja membungkuk.
d. Postur Janggal
Postur janggal adalah keadaan diamana bagian-bagian punggung terlalu
membungkuk, berputar, pergerakan tangan terlalu tinggi, menarik yang
berlebihan, menahan atau menarik beban yang jauh dari tubuh. Bekerja
dengan postur tubuh janggal dapat menyebabkan kelelahan dan
ketidaknyamanan.
e. Postur Statis
Selama melakukan pekerjaan statis, pembuluh darah tertekan oleh tekanan
internal dari jaringan otot sehingga darar tidak dapat mengalir ke jaringan
otot. Akibatnya otot tidak dapat menerima suplay darah yang mengandung
glukosa dan oksigen. Produk sisa metabolisme otot akan menumpuk pada
jaringan otot dan dapat menimbulkan kelelahan.
f. Repetitive Work
Pengulangan gerakan pada pekerjaan dengan pola yang sama seperti
pekerjaan menggergaji, mencangkul, angkat-angkat dan sebagainya. Pada
pekerjaan berulang ini otot menerima tekanan akibat beban kerja secara
terus menerus tanpa adanya relaksasi sehingga menimbulkan keluhan pada
otot.
3. Faktor Lingkungan
a. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
b. Pencahayaan
Pencahayaan sangat berpengaruh pada efisiensi pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Bekerja dengan pencahayaan yang buruk
akan merangsang tubuh untuk mendekati cahaya, hal ini dapat memicu
peningkatan tekanan otot bagian atas tubuh dan meningkatkan risiko nyeri
punggung bawah.
c. Kebisingan
Kebisingan secara tidak langsung bisa memicu dan menyebabkan keluhan
nyeri punggung bawah pada pekerja karena dapat menimbulkan stress saat
berada di lingkungan kerja yang tidak baik. Orang yang menderita sakit
kepala, tekanan darah tinggi dan keluhan nyeri punggung dan leher akan
lebih terpengaruh oleh lingkungan yang bising.
 Pengobatan Low Back Pain (LBP)
Penanganan nyeri punggung dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
merubah gaya hidup, Terapi non obat, dan penyembuhan menggunakan obat.
a. Merubah gaya hidup
 Diusahakan untuk bergerak aktif
 Menurunkan berat badan berlebih
 Belajar membungkuk atau mengangkat benda dengan posisi yang tepat
 Menyesuaikan postur tubuh dengan pekerjaan (sesuai ergonomi)
b. Terapi non obat
Fisioterapi, Osteopati dan chiropraktic merupakan bentuk terapi
yangmelakukan manipulasi terhadap bagian tulang punggung untuk
meredakan nyeri punggung.
c. Penggunan obat
1. Analgia
Penghilang nyeri yang bekerja dengan cara mengganggu proses transmisi
nyeri
2. Nonsteroidal OTC
Obat anti peradangan yang digunakan untuk meringankan nyeri dan
mengurangi peradangan.
3. Methocarbomol
Obat relaksasi otot yang berfungsi meredakan kejang otot
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis pekerjaan selalu
dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari pekerjaan berisiko rendah
hingga berisiko tinggi. Disamping itu pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) masih kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Padahal faktor K3
sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi tanggung jawab bersama,
perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan pekerja agar terhindar dari
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya perlindungan tenaga kerja dari
bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun lingkungan kerja. Penegakan diagnosis
spesifik dan sistem pelaporan penyakit akibat kerja penting dilakukan agar dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Daftar Pustaka

Salawati, Liza. 2015. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. 15(2). http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3260/3083
http://repository.unimus.ac.id/2585/5/bab%20II%20tinjauan%20pustaka.pdf
Salawati, Liza. 2017. Silikosis. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/8603
http://jdih.depnakertaskertrans.go.id/data_puu/peraturan_file_267.pdf
http://pusatk3.com/pemeriksaan-tenaga-kerja/

Anda mungkin juga menyukai