Oleh : Tutor 13
FAKULTAS KEDOKTERAN
MANADO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario 3 yang berhubungan dengan
Gangguan Sistem Respirasi.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bisa
memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami sadar laporan ini masih memiliki
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang membangun guna kesempurnaan laporan
kami selanjutnya.
Dalam penulisan laporan ini kami mendapat banyak bantuan dari tutor dr.
Dina V. Rombot, MKes kami seluruh tutor 13 mengucapkan banyak terimakasih
karena berkat beliau laporan ini dapat kami selesaikan dengan baik. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua dosen pakar dan sejawat yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….......3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………….………..…………....4
2.1 Kasus………………………………………………………….………….5
2.2 Kata Sulit………………………………………………………………...6
2.3 Kata Kunci……………………………………………………………….6
2.4 Masalah Dasar…………………………………………………………...6
2.5 Analisis Pertanyaan………………………………………………….......6
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..35
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...35
3.2 Saran…………………………………………………………….............35
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...36
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan definisi, penyebab,
patomekanisme, prosedur diagnosis dan penatalaksanaan serta prognosis
penyakit/kelainan yang berhubungan dengan skenario.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario/Trigger
Perempuan 24 tahun datang ke UGD Puskesmas rawat inap dengan
keluhan batuk bercampur darah merah segar dan berbuih. Selama 1 bulan terakhir,
perempuan tersebut mengeluh batuk berdahak, disertai keringat malam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Tekanan darah : 120/70 mmHG, Heart Rate 82x/menit, Respirasi Rate : 20x/menit
Keadaan umum : sedang; kesadaran : compos mentis
Mata : conjungtiva anemis -/-
Paru : suara nafas vesikuler, rhonki kasar pada apex paru kanan, wheezing -/-
Cor : S1 dan S2 normal, mur-mur -, gallop-
Abdomen : datar, lemas, hepar/ lien tidak teraba, bising usus +, extremitas hangat,
edema -/-
Hasil pemeriksaan laboratorium :
Darah:
Hb : 10gr/dl
WBC : 7600/mm³
Trombosit : 236.000/mm³
LED : 90 mm/jam
SGOT : 23µ/L
SGPT : 32 µ/L
Ureum : 30 mg/dL
Creatinin : 0,8 mg/dL
Na : 135 mEq/L
K : 3,75 mEq/L
Cl : 103 mEq/L
5
2.2 Kata Sulit
1. Napas vesikuler : suara napas bernada rendah, terdengar lebih
Panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase
sambung
2. Rhonki kasar : bunyi gaduh dalam yang terdengar selama ekspirasi
3. Gallop : getaran yang bernada rendah uang terjadi pada awal
diastole. Terdengar lemah dan bergemuruh
2.3 Kata Kunci
1. Perempuan 24 tahun
2. Keluhan batuk bercampur darah merah
3. 1 bulan terakhir, perempuan tersebut mengeluh batuk berdahak
disertai keringat malam
4. Pemeriksaan fisik terlampir
2.4 Masalah Dasar
“perempuan 24 tahun dating dengan keluhan batuk bercampur darah
selama satu bulan, dan berkeringat malam”
1. Nama
2. Umur
3. Pekerjaan
4. Alamat
6
5. Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun tanpa
penyebab yang jelas ?
6. Demam subfebris yang berkepanjangan, terutama jika
berlanjut 2 minggu
7. Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila,
inguinal, atau tempat lain
8. Keluhan repsiratoris berupa batuk kronis lebih dari 3
minggu atau nyeri dada
9. Adakah keluhan gastrointestinal, seperti diare persisten
yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
7
1. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
8
1. Infeksi dengan Mycobacteria non-tuberkulosis
b. Pemeriksaan Bakteriologik
9
1. Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif
c. Foto Toraks
10
Foto toraks dapat dilakukan dalam posisi lateral,
posteroanterior, dan lordotik apikal. Gambaran yang mungkin
didapatkan di antaranya adalah:
11
Pada bayi dan orang dengan imunosupresif kedua tes ini
hendaknya diintepretasikan dengan hati-hati.
3. DNA Sequencing
4. Pemeriksaan Serologi
12
hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Seseorang yang
dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
fisik, tes tuberkulin Mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi
atau histologi. Tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang
dicurigai menderita TB klinis aktif, namun tes tersebut dibatasi oleh
reaksi negatif palsu, khususnya pada seseorang dengan imunosupresif
misalnya TB dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Seseorang yang diperkirakan memiliki gejala TB, khususnya batuk
produktif yang lama dan hemoptisis, harus menjalankan foto toraks,
walaupun reaksi terhadap tes tuberkulin intradermalnya negatif.
Berdasarkan CDC, kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi
organisme M. Tuberculosis yang positif. Diagnosis TB ditegakkan
berdasarkan terdapatnya paling sedikit 1 spesimen konfirmasi M.
Tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi TB atau bukti
klinik sesuai dengan TB.
Menurut ISTC diagnosis TB paru dan BTA negatif harus
berdasarkan kriteria: minimal 3 kali pemeriksaan dahak mikroskopik
hasilnya negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari), foto toraks
menunjukan gambaran TB, dan tidak ada respon terhadap pemberian
antibiotik spektrum luas. Pada pasien tersebut, kultur sputum BTA
sebaiknya dikerjakan bila fasilitas memungkinkan.
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis tersebut karena
fasilitas laboratorium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan.
Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum
secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosus
TB paru. Sangat penting untuk menanyakan orang yang diduga terkena
TB tentang riwayat terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Harus
dipertimbangkan juga faktor-faktor demografi (misal negara asal, usia,
kelompok etnis atau ras) dan kondisi kesehatan (misalnya infeksi HIV)
yang memungkinkan meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB.
Oleh sebab itu dalam diagnosis TB paru sebaiknya dicantumkan status
klinik, status radiologik, status mikrobiologik dan status kemoterapi.
13
5. Apa diagnosis banding pada kasus ini?
Diagnosis banding Tuberkulosis paru (TB paru) dibuat berdasarkan
gambaran klinis yang muncul. Beberapa penyakit yang bisa didiagnosis
banding dengan TB paru adalah:
1. Pneumonia
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40ºC, batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas
dan nyeri dada.
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki
basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Tumor/keganasan paru
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak
berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif
dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama
dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat
membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :
1. Batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih dan purulen)
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Suara serak
5. Sakit dada
6. Sulit / sakit menelan
7. Benjolan di pangkal leher
3. Bronkiektasis
Bronkiektasis harus dicurigai pada setiap pasien dengan
batuk kronis dengan produksi sputum atau infeksi saluran napas
berulang. Hemoptisis, nyeri dada, penurunan berat badan,
bronkospasme, sesak napas dan penurunan kemampuan fisik juga
14
didapatkan pada pasien bronkiektasis. Sputum dapat bervariasi
mulai dari mukoid, mukopurulen, kental, dan liat. Gambaran
sputum 3 lapis yang meliputi lapisan atas yang berbusa, lapusan
tengah mukus, dan lapisan bawah purulen merupakan gambaran
patognomonik, namun tidak selalu dapat dijumpai. Batuk dengan
bercak darah dapat disebabkan erosi saluran napas terkait infeksi
akut.
4. Blastomikosis
Penyakit ini dimulai dengan timbulnya demam, menggigil dan
berkeringat banyak. Kemudian bisa disertai batuk berdahak
maupun kering, nyeri dada dankesulitan bernafas.Meskipun infeksi
paru yang terjadi pada penyakit ini biasanyamemburuk secara
perlahan, tapi kadang-kadang akan membaik tanpa pengobatan.
Gejala yang terjadi di antaranya adalah:
1. Batuk, yang mungkin menghasilkan lendir kecoklatan atau
berdarah
2. Tubuh bagian atas nyeri
3. Panas dingin
4. Demam
5. Berkeringat
6. Kelelahan
7. Masalah pernapasan
8. Pengurangan berat badan
9. Kekakuan dan nyeri sendi
15
mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe
bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis
usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara
yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan
terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah
terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem
pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat
dan dapat menjadikan infeksi lambung.
Prognosis
16
Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan adalah yang
tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan
pada tabel dibawah ini:
17
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
Tahap lanjutan
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
18
3. Kategori Anak : 2HRZ/4HR.
c. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam
bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.
19
a. Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)
1. Pasien kambuh.
2. Pasien gagal.
20
Catatan :
c. Obat Sisipan
21
1. Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masih efektif.
5. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan
tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan
lama minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Pilihan paduan baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini
adalah paduan standar (standardized treatment). yaitu :
22
a.Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid test,
kemudian hasil konfirmasi Drug Sensitive Testing (DST)
menunjukkan hasil resistensi yang berbeda.
c.Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang dapat
diidentifikasi penyebabnya.
23
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut.
Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
24
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system
imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah
imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
25
sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar
(occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar sedikit
demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik,
misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau
lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang
akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk
dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap
hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut
menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.
26
jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran
ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di
dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat
terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi
(terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut
Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB,
hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis
endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar
regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia
terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi
ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang
terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3
tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.
27
Batuk, demam, dan dahak adalah presentasi klinis yang paling
seringi. Ada korelasi antara jumlah sel CD4 dengan meningkatkan
risiko infeksi oppurtunistic dan kematian.ii Investigasi penunjang
juga diperlukan sebelum menetapkan pengobatan yang tepat.
Infiltrasi dada adalah abnormalitas yang paling umumiiiiv. X-ray
toraks memerankan hal penting untuk diagnosis awal, karena tidak
invasif, cepat dan tidak mahalv. Bagaimana pun juga, harus
diperhatikan dalam interpretasinya karena ada risiko kesalahan.vi
Klasifikasi TBvii
28
aktif secara TB
klinis Atau
Abnormal tapi
temuan
radiografik stabil
Reaksi positif
terhadap
tuberkulin
Pemeriksaan
bakteriologi
negatif
Dan
Tanpa bukti klinis
dan radiografik
penyakit sekarang
5 Curiga TB Pengobatan harus
dilaksanakan
29
Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit TB dapat
disembuhkan secara tuntas bila ia menjalankan pengobatan dengan
teratur dan tidak putus berobat di tengah jalan.
c. Kesediaan pasien menjalankan pengobatan
Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan
bahwa pengobatan tidak boleh terputus. Putus berobat akan
menyebabkan kuman yang masih tersisa dalam tubuh menjadi
kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia dan
pengobatan tersebut mahal harganya. Obat yang saat ini diberikan
sangat berkualitas dan disediakan oleh pemerintah. Untuk itu
sebaiknya diperlukan kesungguhan pasien dalam menjalankan
pengobatan TB.
d. Bagaimana mencegah penularan TB
Pencegahan dapat dilakukan :
1. Menelan obat secara teratur dan tuntas.
2. Menutup mulut dan hidung ketika batuk atau bersin.
3. Membuka jendela atau pintu agar cahaya matahari dan
udara segar masuk kedalam rumah.
4. Tidak diperlukan diet khusus, tidak memisahkan alat
makan, dan mensterilisasi alat makan minum atau
perabot rumah tangga.
e. Kontak serumah
Semua anak yang berusia dibawah 5 tahun yang tinggal
serumah dengan pasien TB harus diperiksa, karena usia tersebut
sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Anak-anak mungkin
membutuhkan pengobatan pencegahan atau rujukan ke dokter.
Anggota keluarga lain yang serumah yang mengalami gejala TB
harus segera diperiksa.
f. Perlunya pengawasan minum obat
Petugas kesehatan menjelaskan pentingnya pengawasaan
menelan obat bagi pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh
obat dengan diawasi oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO),
30
untuk memastikan bahwa pasien menelan seluruh obat secara
benar, teratur dan sesuai waktu yang ditentukan.
g. Menjelaskan paduan obat
Penjelasan tentang paduan obat meliputi :
1. Lama waktu pengobatan
2. Jenis obat dan cara pemberiannya
3. Kualitas obat
4. Frekuensi kunjungan mengambil obat
5. Kemana pergi untuk mengambil obat
h. Pemeriksaan lanjutan pada akhir tahap awal
Jelaskan pada pasien untuk melihat kemajuan
pengobatan dan memastikan pasien dapat melanjutkan
pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu
diperiksa kembali.
i. Kemungkinan yang terjadi selama pengobatan
Pasien perlu tahu secara jelas apa yang mungkin terjadi
selama pengobatan TB, dan apa yang harus dilakukan
selanjutnya.
j. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada pasien
TB.
31
Setelah pertemuan awal dengan pasien TB, lanjutkan memberikan
informasi yang tepat tentang TB pada setiap kunjungan. Selama masa
pengobatan, informasi yang perlu dikomunikasikan adalah :
1. Efek samping obat.
2. Jenis, warna kemasan, jumlah dan frekuensi obat.
3. Pentingnya kepatuhan pasien. Komunikasikan kepada pasien :
a. Kepatuhan berobat sangat penting.
b. Pasien harus menelan seluruh obat yang dianjurkan pada waktu
yang telah ditentukan agar bisa sembuh.
c. Apabila pasien merasa lebih baik, harus tetap melanjutkan
pengobatan sampai selesai.
d. Apabila pasien pindah atau berpergian harus menginformasikan
kepada petugas kesehatan atau PMO, sehingga kelangsungan
pengobatan dapat diatur lagi.
4. Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan.
32
1. Memotivasi pasien untuk menjalani pengobatan sampai sembuh,
dengan :
a. Kenali faktor yang dapat mendukung ataupun
menghambat pengobatan bagi pasien serta membantu
mencari alternative solusinya.
b. Meyakinkan kepada pasien bahwa pengobatan yang
dijalani akan memberikan kebaikan bagi pasien
maupun keluarganya.
2. Mendampingi dan memberikan dukungan moral kepada pasien agar
dapat menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur, yaitu :
a. Memotivasi pasien untuk tetap menelan obat saat
pasien mulai bosan.
b. Memastikan pasien menelan obat dengan disaksikan
oleh keluarga.
c. Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya
dan menumbuhkan rasa percaya diri.
d. Hal yang jangan sampai terlupa adalah beri waktu bagi
pasien untuk mengekspresikan perasaanya. Jika
dibutuhkan cari dan ikut sertakan pasien dalam
pertemuan kelompok pasien.
e. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping
obat dan merujuk ke puskesmas.
f. Menanyakan dan memperhatikan apakah pasien
mengalami keluhan setelah menelan obat.
g. Segera merujuk pasien ke puskesmas bila ada efek
samping
h. Menenangkan pasien dan meyakinkan bahwa keluhan
yang dialami dapat ditangani.
Pesan-pesan yang harus disampaikan kepada keluarga.
Petugas kesehatan harus memberikan informasi dan edukasi
penting seputar TB dan pengobatan TB kepada keluarga mengenai
33
pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi
penyakitnya.
1. Saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TB
Pesan-pesan yang penting untuk disampaikan kepada keluarga
pasien TB adalah :
a. Penjelasan tentang TB gejala dan penyebab TB
b. TB dapat disembuhkan
c. Pengobatan TB
d. Rencana pengobatan
e. Dosis dan cara pemberian obat TB
f. Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran
dokter.
g. Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan
dan ke mana harus mencari pertolongan.
h. Pentingnya pengawasan keteraturan menelan obat selama
pengobatan.
i. Penularan TB
34
3. Kunjungan berikutnya selama masa pengobatan
Pada pertemuan berikutnya, apabila pasien datang bersama
keluarganya, petugas kesehatan dapat mengulang pesan-pesan
seperti pada pertemuan pertama. Meyakinkan keluarga tentang
pentingnya pengobatan sampai selesai. Jika seorang pasien tidak
datang untuk mengambil obat atau tampak tidak bersemangat,
petugas kesehatan dapat mencari tahu lewat anggota keluarga apa
yang menjadi masalah dan turut mencari solusi sesuai kebutuhan
dan kemampuan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita panyakit
tuberculosis
35
3.2 Saran
Kasus bisa diberi keterangan ataupun arahan yang lebih agar
mahasiswa dapat menyelesaikan kasus sesuai dengan sasaran
pembelajaran dan tidak lari dari topik yang sudah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
36
2. International Standards for Tuberculosis Care:Diagnosis, Treatment,
Public Health.Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).
2006
5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
6. Price AS, Wilson LMC. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC, 2006.
7. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Jakarta: Widya
Medika, 2002.
8. Hariyanto W. Bronkiektasis. Jurnal Respirasi, vol. 2, no. 2;2016.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003
11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Infomedika
12. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.
Jakarta: EGC.
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
14. Kemenkes RI 2012
15. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis oleh Kemeterian Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan 2011
37
38
i
ii
iii
iv
v
vi.
vii