Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PLENARY DISCUSSION

BLOK XIX

TUTORIAL 10
Vika Jati Awaliyah 20120310027
Denny Andrianto 20120310040
Kumalatus Sadea 20120310109
Andi Bagus Pribadi 20120310142
Aliannor 20120310165
Vika Aprilia Isnaeni 20120310171
Ahmad Zaki Romadlon 20120310180
Yunita Dwi Setyawati 20120310211
Luthfi Adinda Nindya Carera PH 20120310225
Avi Syifa 20120310242
Nedya Ulfadhina 20120310251
Lisdaryati 20120310270

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Tahun 2015 / 2016
KASUS
Identitas
Nama : Ny. Santi
Umur : 28 th
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Kaliwiro, Wonosobo
Pendidikan : SD

Anamnesis

Keluhan utama : Batuk darah sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit : Tiga tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh
sekarang batuk keluar darah warna merah segar 1x sebanyak 1 sendok.
Sebelumnya pasien mengeluh batuk-batuk lama lebih kurang
selama 1 bulan, didapatkan penurunan berat badan sekitar 5
kg dalam waktu 1 bulan, nafsu makan menurun, lemas,
keringat malam dan badan nggreges.

Pasien kemudian periksa ke puskesmas, dilakukan


pemeriksaan dahak, hasil dahak dikatakan positif, pasien
kemudian diterapi selama 6 bulan, selama periode ini
dikatakan pasien tidak minum obat secara teratur. Karena
belum sembuh pengobatan dilanjutkan selama 1 tahun,
keluhan batuk berkurang.

Setelah berhenti minum obat selama 1 tahun, keluhan batuk-


batuk kambuh lagi, pasien kemudian kontrol ke puskesmas
lagi dan diobati selama 6 bulan dengan obat yang sama.
Pasien sering lupa minum obat (tidak teratur). Keluhan
dikatakan sempat membaik, namun selesai pengobatan
beberapa bulan kemudian pasien mengeluh batuk darah lagi.
Pasien kemudian dirujuk ke PKU Wonosobo

Riwayat penyakit dahulu : (-)

Riwayat penyakit : Suami juga didapatkan keluhan batuk lama yang tidak
keluarga sembuh-sembuh dan berat badan yang turun. Anak kandung
sedang dalam pengobatan flek paru di puskesmas
Hasil Pemeriksaan Fisik sebagai berikut :

Keadaan umum : KU tampak lemah, kurus, CM, kesan gizi kurang

Tanda vital : Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 100 kali/menit, Respiratory
rate 28x/mnt, Suhu.37,2 C

Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : Teraba limfonodi multiple di regio colli dextra et sinistra,


diameter 0,5 cm, mobile, konsistensi kenyal, tidak terfiksir, tidak
nyeri tekan

Toraks : Inspeksi : simetris, Ketinggalan gerak (-), Retraksi (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan > kiri

Perkusi : Dextra : Redup spatium intercosta II ke bawah

Sinistra : Sonor

Auskultasi : Dextra : Vesiculer melemah, Ronki basah kasar (+)

Sinistra : Vesiculer (+) normal, Ronki basah kasar


(-)

Abdomen : nyeri tekan epigastrium (-), Hepar dan lien tidak teraba,
peristaltik normal. Nyeri tekan supra pubik tidak ada.

Ekstremitas : Tangan, kaki dan jari-jari teraba hangat, oedem tidak ada,
capillary refill time dalam batas normal.

Dokter lalu melakukan pemeriksaan darah dengan hasil sebagai berikut :

Pemeriksaan penunjang :
Hb : 12,6
AL : 8,76
AT : 246
AE : 4,9
HT : 40
MCV : 79,8
MCH : 25,5
SGOT : 1596
SGPT : 628
UREUM: 37,8
CR : 0,8
GDS : 115
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan penunjang kultur sputum dan sensitivitas, dengan
hasil sebagai berikut :

BTA kultur : Positif +2


Biokimia : Niasin tes :+
PNB tes :-
Resistensi tes :
Rifampisin : Resisten
INH : Resisten
Streptomisin : Sensitif
Etambutol : Sensitif

Hasil pemeriksaan Rontgen Thoraks PA sebagai berikut :

Dokter mendiagnosis pasien : observasi hemoptisis et causa MDR TB. Pasien disarankan untuk
rawat inap untuk pemantauan kondisi, dilakukan edukasi untuk teratur minum obat dan diberi
terapi TB second line.
PROBLEM DEFINITION AND ANALYZING PROBLEM

1. Kenapa pasien tersebut batuk?


Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di
lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat
adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus
primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi
lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.
Selama berminggu- minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai
oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya
respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih
negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan
paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat
juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang
berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar
karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang
juga nantinya akan menimbulkan gejala batuk.
2. Mengapa pada pasien terjadi penurunan berat badan?
Pasien TB sering ditemukan mengalami kehilangan berat badan yang hebat, suatu
gejala yang menjelaskan mengenai penurunan imun seseorang (immuno-suppresive)
dan merupakan penentu utama dari berat dan prognosa malnutrisi menyebabkan berat
badan berkurang, kekuatan otot pernapasan berkurang, menurunnya kapasitas ventilasi
dan berkuranganya pertahanan paru sehingga memperburuk kondisi pasien.
Kekurangan nutrisi pada umumnya berkaitan dengan terganggunya respon imun,
khususnya fungsi fagosit, produksi sitokin, respon sekresi antibody, dan sistem
komplemen. Ringkasnya kekurangan nutrisi menyebabkan immudodefisiensi secara
umum untuk berbagai penyakit infeksi termasuk tuberkulosis. Kebanyakan penderita
TB adalah kelompok usia produkif (15-55 tahun) secara tidak langsung penyakit dan
status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktivitas. Untuk itu diperlukan
dukungan nutrisi yang adekuat sehingga akan mempercepat perbaikan status gizi dan
menignkatkan sistem imun yang dapat mempercepat proses penyembuhan disamping
pemberian obat yang teratur sesuai metode pengobatan TB, gizi secara umum terdiri
dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Dalam keadan normal gizi dapat
tercukupi dari makanan sehari-hari tetapi dalam kondisi kemiskinan dan penyakit
kronis, tidak semua komponen gizi dapat terpenuhi terutama protein. Kebutuhan
protein dalam keadaan normal 0,8-1 gr/kgBB/hari, dan pada keadaan sakit kebutuhan
protein mencapai 1,5-3 gr/kgBB/hari.
Penyebab penurunan berat badan pada penderita tuberkulosis dapat terjadi karena
kombinasi dari banyak hal lain, antara lain:
a) Menggunakan lebih banyak energi dan nutrisi.
Mungkin karena dibutuhkan lebih banyak energi untuk bernapas atau melakukan
aktivitas fisik.
b) Kebutuhan kortikosteroid oral lebih sering.
Obat kortikosteroid oral dapat meningkatkan kerusakan jaringan otot.
c) Nafsu makan berkurang
Penderita dapat makan lebih sedikit karena mereka mengalami depresi, sehingga
dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Mengonsumsi obat-obatan
tertentu juga dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan.
d) Terlalu sedikit oksigen
Tuberkulosis dapat menyebabkan terlalu sedikit oksigen yang masuk ke dalam
darah.
e) Kebiasaan makan yang buruk.
Oleh karena kebiasaan makan yang buruk tentunya juga dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Penderita terkadang tidak ingin makan terlalu banyak,
karena:
1. Perut yang terlalu penuh dapat menekan diafragma dan membuat lebih sulit
untuk bernapas. Menahan napas ketika mengunyah atau menelan mungkin tidak
nyaman jika sudah merasa sesak napas.
2. Jika penderita COPD adalah seorang lansia yang telah hidup sendirian, mungkin
tidak akan makan dengan benar karena tidak ada yang mengawasi atau
mengingatkan.
3. Biaya makan yang mahal dapat menyebabkan kebiasaan makan yang buruk
pada orang yang memiliki penghasilan terbatas.

3. Kenapa berkeringat di malam hari?


Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam
hari yang diakibatkan oleh irama temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu
tubuh normal manusia memiliki irama sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari
sebelum fajar yaitu 36.1C dan meningkat menjadi 37.4 C atau lebih tinggi pada sore
hari sekitar pukul 18.00 (Young, 1988; Boulant, 1991, Dinarello and Bunn, 1997)
sehingga kejadian demam/ keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama
sirkadian ini. Variasi antara suhu tubuh terendah dan tertinggi dari setiap orang
berbeda-beda tetapi konsisten pada setiap orang. Belum diketahui dengan jelas
mengapa tuberkulosis menyebabkan demam pada malam hari. Ada pendapat keringat
malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal
peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem
imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). Monosit
yang merupakan sumber TNF- akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan
kuman M.tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi. Walaupun makrofag ini tidak
dapat mengeradikasi bakteri secara keseluruhan, tetapi pada orang imunokompeten
makrofag dan sel-sel sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks bakteri tersebut untuk
mencegah penyebaran bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya. TNF- yang
dikeluarkan secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam,
keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat badan di mana semua ini merupakan
karakteristik dari tuberkulosis (Tramontana et al, 1995). Demam timbul sebagai akibat
respon sinyal kimia yang bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mengatur ulang
suhu tubuh ke temperatur yang lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan
kembali normal dan panas yang berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Untuk
lebih jelasnya berikut adalah fase demam. Pertama yaitu fase inisiasi di mana
vasokonstriksi kutaneus akan menyebabkan retensi panas dan menggigil untuk
menghasilkan panas tambahan. Ketika set point baru tercapai maka menggigil akan
berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi normal, vasodilatasi kutaneus
menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat

4. Kenapa batuknya bisa kambuh lagi?


Pada dasarnya pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap intensif.
Pada tahap ini pasien mendapatkan obat setiap hari dan diawasi secara langsung untuk
mencegak terjadinya resistensi obat. Jika diberikan secara tepat maka dalam dua
minggu pasien menjadi tidak menular dan sebagian besar pasien TB BTA + menjadi
BTA (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien akan mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun dengan
jangka waktu yang lebih lama, hal ini dilakukan untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah kekambuhan.

Resistensi Obat Anti Tuberkulosis Resisten OAT adalah penyakit Tuberkulosis dimana
Mycobacterium tuberculosisresisten terhadap satu atau lebih obat anti tuberkulosis.
Klasifikasi resistensi:
a. Primary Resisten (Pasien TB baru)
Terdapat resisten pada kultur pasien TB tanpa pengobatan sebelumnya atau seseorang
yang kurang mendapatkan pengobatan TB dari 1 bulan. Biasanya terkena pada pasien
pasien dengan HIV AIDS.
b. Aquired resisten (Resisten yang didapat)
Resisten pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan TB lebih dari 1 bulan.
c. Re treatment resisten
Terjadi resisten pada pasien dengan pengobatan yang diulang, setelah
pengobatannya selesai. Kejadiannya akan jauh lebih tinggi dibanding pada pasien
yang baru mendapatkan pengobatan
Klasifikasi resistensi obat TB berdasarkan Guidelines WHO (2008) dan direvisi pada
tahun 2013:
1. Rifampisin-resistant: adanya resistensi terhadap obat rifampisin.
2. Mono-resistant : adanya resistensi terhadap satu jenis obat anti tuberkulosis lini
pertama.
3. Poli resistant : resistensi terhadap lebih dari satu obat antituberkulosis lini pertama,
selain isoniazid dan rifampicin.
4. Multidrug resistant (MDR) : resistensi terhadap paling sedikit isoniazid dan
rifampisin.
5. Highly drug resistant (HDR) : MDR disertai resistensi terhadap minimal 2 dari 6
jenis obat lini kedua.
6. Extensively drug-resistant (XDR): MDR disertai resistensi terhadap semua jenis
fluorokuinon dan paling sedikit terhadap satu dari tiga jenis obat suntikan lini
kedua (capreomisin, kanamisin dan amikasin), MDR disertai resistensi tehadap
minimal 3 dari 6 jenis obat lini kedua.

Mekanisme Resistensi Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi


genetik dan hal ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan yang telah
mengalami mutasi. Mutasi dapat terjadi spontan menghasilkan resistensi OAT.
Diantara satu dalam 106 - 108 basil tuberkel adalah mutan spontan yang resisten
terhadap obat OAT lini pertama. Populasi galur Micobacterium tuberculosis resisten
mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati, namun terapi TB yang tidak
adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. Resisten lebih dari 1 OAT
jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak
adekuat, oleh karena itu sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan
Mycobacterium tuberculosis sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Kemoterapi
jangka pendek pun dapat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang
digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada
populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Selain itu dengan
meningkatnya koinfeksi TB HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR TB menjadi
risiko MDR TB dan peningkatan penularan MDR TB9. Ada beberapa penyebab
terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu:
a. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis.
b. Penggunaan paduan obat yang tidaka dekuat, atau karena jenis obatnya atau
komposisnya tidak tepat.
c. Pemberian obat yang tidak teratur.
d. Fenomena addition syndrome (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan
dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil.
e. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik,
sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.

5. Bagaimana Interpretasi hasil pemeriksaan fisik?

Keadaan umum : KU tampak lemah, kurus, CM, gizi kurang


CM : compos mentis sadar penuh
Tanda vital :
Tekanan darah 100/70 mmHg hipotensi, N : 120/80 mmHg
Nadi 100 kali/menit N
Respiratory rate 28x/menit meningkat, N : 16 24x/menit
Suhu 37,2 C demam, N : 36,5 37,5 C
Leher : Teraba limfonodi multiple di region colli dextra et sinistra, diameter 0,5 cm
mobile, konsistensi kenyal, tidak terfiksir, tidak nyeri tekan.
Limfonodi normalnya tidak teraba, jika teraba kemungkinan ada peradangan di
sekitar daerah limfonodi tersebut.
Regio colli terdiri dari : sternocleidomastoideus, trigonum submentale, musculare,
submandibular, caroticus, dan cervicalis lateralis.
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) dbn
Palpasi : vocal fremitus kanan > kiri vocal fremitus yang meninggi dapat terjadi
karena ada benda padat (infiltrate) di paru sebelah kanan sehingga gelombang suara
yang dihantarkan lebih kuat.
Perkusi : Dextra : Redup spatium intercostal II ke bawah bisa terjadi karena ada
infiltart di paru kanan
Sinistra : Sonor dbn
Auskultasi : Dextra : vesikuler melemah, ronki basah kasar (+) bisa terjadi
karena ada infiltart di paru kanan
Sinistra : vesikuler (+) normal, ronki basah kasar (-) dbn
Abdomen : nyeri tekan epigastrium (-), Hepar dan lien tidak teraba, peristaltic
normal, nyeri tekan suprapubik tidak ada dbn
Ekstermitas : tangan kaki dan jari-jari teraba hangat, oedem tidak ada, capillary refill
time dalam batas normal dbn, pasien tidak dalam kondisi syok

6. Bagaimana Interpretasi hasil pemeriksaan penunjang?


Hasil Range Keterangan
Hemoglobin (g/dL) 12,6 11,5-15,5 Normal
Angka Leukosit (/L) 8,76 4,0-11,0 x 109 Normal
Angka Trombosit 246 150-400 Normal
(rb/mmk)
Angka Eritrosit 4,9 3,9-5,6 Normal
12
(x10 /L)
Hematokrit (%) 40 36-48 Normal
MCV (fL) 79,8 80-95 Normal
MCH (pg) 25,5 27-34 Normal
SGOT 1596 <40 Naik
SGPT 628 <42 Naik
Ureum (mg/dL) 37,8 20-40 Normal
Creatinin (mg/Kg BB) 0,8 0,5-1,5 Normal
GDS (mg/dL) 115 72-126 Normal

7. Pengobatan terhadap pasien


Strategi Pengobatan Pasien TB-MDR
Sebelum pengobatan dimulai, harus dipastikan bahwa diagnosis awal telah ditegakkan
sebagai pasien TB-MDR. Setelah itu dilakukan persiapan awal meliputi pemeriksaan
penunjang yang berfungsi untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ. Dalam
hal ini dilakukan pemeriksaan fisik, kejiwaan, pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan dahak, darah, tes kehamilan dan lain-lain. Dan dipersiapkan juga seorang
PMO (Pengawas Minum Obat) yang berasal dari petugas kesehatan yang sudah terlatih.

Pengobatan pasien TB MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT lini
pertama dan lini kedua, yang di bagi atas 5 kelompok berdasarkan potensi dan
efikasinya, yaitu :
Golongan 1 ; Obat Lini Pertama
Isoniazid
Rifampiicin
Ethambutol
Pirazinamid
Streptomicin
Golongan 2 ; Obat suntik lini kedua
Kanamisin
Amikasin
Kapreomisin
Golongan 3 ; Golongan Florokuinolone
Levofloksasin
Moksifloksasin
Ofloksasin
Golongan 4 ; Obat bakteriostatik lini kedua
Etionamid
Protionamid
Sikloserin
Terizidon
Paraaminosalisilat
Golongan 5 ; Obat yang belum terbukti efikasinya dan belum direkomendasikan oleh
WHO
Clofazimin
Linezolid
Amoksisilin/ Asam Kalvulanat
Clarithromisin
Imipenem

Untuk saat ini pilihan paduan OAT TB MDR adalah paduan terstandar, yang pada
permulaan permulaan pengobatan akan diberikan sama kepada pasien TB MDR.
Adapaun paduan obat yang diberikan tersebut adalah :
Km Eto Lfx Cs Z-(E) / Eto Lfx Cs Z-(E)
Kanamisin Etionamid Levofloksazin Sikloserin Pirazinamid (Ethambutol) /
Etionamid Levofloksazin Sikloserin - Pirazinamid (Ethambutol)

Pemberian obat ini diberikan dalam dua tahap yakni tahap awal dan tahap lanjutan.
Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling sedikit 6 bulan. Tahap
lanjutan adalah pemberian OAT tanpa suntuikan setelah menyelesaikan tahap awal.
Ethambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten.
Pada fase awal obat ditelan secara oral setiap hari, dan suntikan diberikan 5 hari dalam
seminggu. Pada fase lanjutan obat oral ditelan selama 6 hari dalam seminggu. Dosisnya
diberikan berdasarkan berat badan pasien. Obatnya sendiri akan disediakan dalam
bentuk paket. Selain OAT, diberikan pula nutrisi tambahan berupa protein, mineral dan
vitamin.

Lama pengobatan seluruhnya tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit adalah 18
bulan setelah konversi biakan. Cukup lama juga bukan. Oleh karena itu pasien benar-
benar harus teratur mengikuti pengobatan, dan karenanya PMO sangat penting untuk
menjamin pasien menyelesaikan setiap tahapan pengobatan dengan benar.

8. Bagaimana cara mengedukasi pasien?

Edukasi Pasien TB :
Menjelaskan bahwa batuk berdahak yang dirasakan berasal dari gangguan paru dan
kekhawatiran mengenai komplikasi penyakitnya dapat dicegah bila pasien berobat
dan kontrol secra teratur,dan tidak putus obat. Menjelaskan pentingnya
penatalaksanaan secara holistic (terutama preventif dan kuratif) untuk keluhannya
itu agar harapan pasien tercapai.
Edukasi tentang penyakit tuberculosis (etiologi, gejala, terapi, pencegahan dan
penularan).
Edukasi mengenai hipertensi dan modifikasi gaya hidup dengan diet rendah garam,
mengurangi konsumsi kopi, olahraga dan berhenti merokok.
Edukasi bahaya dari prilaku self-medication kepada kesehatan.
Edukasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang baik untuk
menciptakan rumah yang sehat.
Edukasi tentang lingkungan sehat dan bersih untuk meningkatkan taraf kesehatan.
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai
dan cara penggunaan obat.
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya
tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai
selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas
kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan
meminum dua kali pada hari berikutnya.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari atau
sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke
waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh,
dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan
waktu/dosis berikutnya.
Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang
diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.

Anda mungkin juga menyukai