Anda di halaman 1dari 21

Identitas Pasien

Nama : An. YA

Tanggal lahir : 19 Agustus 2019

Usia : 1 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Gang Cempaka, Kel. Pasirjati, Kec. Madalajati

Tanggal masuk RS : 16 April 2021

Tanggal Pemeriksaan : 20 Agustus 2021

Anamnesis (Alloanamnesis)

Keluhan utama : Berat badan sulit naik

Ibu pasien mengeluhkan pasien batuk pilek kemudian dibawa ke klinik. Namun, menurut
klinik pasien lemas dan perlu cek Mantoux, sehingga dirujuk ke RSUD Kota Bandung.
Sesampainya di RSUD Kota Bandung pasien diindikasikan untuk rawat inap karena lemas. Ibu
pasien mengatakan pasien tidak mau makan dan minum selama 1 hari SMRS. Batuk dikeluhkan
sudah terjadi 2 bulan SMRS dengan dahak berwarna, serta pilek. Keluhan muntah disangkal.
Pasien mengalami mencret 6x1 terakhir pada hari Kamis, yaitu 1 hari SMRS. Riwayat batuk
pada keluarga dialami oleh ibu pasien.

Pasien baru pertama kali mengalami gejala seperti ini. Tidak terdapat anggota keluarga
yang memiliki gejala yang sama dengan pasien. Tidak terdapat riwayat alergi pada pasien dan
keluarga pasien. Tidak terdapat riwayat kontak dengan orang dewasa penderita batuk lama
ataupun sedang mengonsumsi OAT 6 bulan.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Pasien merupakan anak ke 1 dari Ibu P1A0. Pasien lahir cukup bulan, lahir normal dan
langsung menangis. Proses kelahiran dibantu oleh bidan dengan berat lahir ± 2900 gram. Saat
kehamilan, ibu pasien tidak mengalami sakit apapun. Ibu pasien sering kontrol ke bidan selama
masa kehamilannya dan mengonsumsi vitamin serta zat besi dari puskesmasnya.

Riwayat Tumbuh Kembang

Pasien bisa duduk usia 8 bulan. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan usianya

Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio, HiB, HepB, Campak) pasien lengkap di
bidan.

Riwayat Nutrisi

Riwayat nutrisi pasien diberikan ASI 5 – 7 kali sehari. Pasien sudah diberikan susu
formula mulai usia 10 bulan. Pasien mulai MPASI sejak usia 12 bulan. Pasien mulai makan
makanan padat sejak usia 12 bulan.
Pemeriksaan Fisik (20 April 2021)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 120 kali/menit
Pernapasan : 30 kali/menit
Suhu : 36,9°C
SpO2 : 98%
CRT : < 2 detik

Antropometri dan Status Gizi (16 April 2021)


Berat Badan : 7,2 kg
Panjang Badan : 77 cm
BB/U : < -3 SD
PB/U : < -1 SD (median)
BB/PB : < -3 SD
Kesan : KEP grade III

Kepala dan Leher (21 April 2021)


UUB : Datar
Kepala :
Mata : Konjungtiva tidak anemi, Sklera tidak ikterik, mata tidak
cekung, air mata (+), PCH (-) POC (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Mulut : Mukosa tenang, basah, sianosis perioral tidak ada
KGB : Tidak teraba membesar

Thoraks :
Pulmo : Bentuk dan gerak simetris, tidak ada retraksi, VBS kanan= Kiri, Crackle
-/-, wheezing -/-,
Cor : S1-S2 murni reguler

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Darah Rutin


● Hemoglobin : 12,1 g/dL
● Hematokrit : 36 %
● Eritrosit : 4,51 juta sel/mm3
● Leukosit : 12.470 sel/mm3
● Trombosit : 725.00 /mm3

Hitung jenis leukosit :


● Basofil : 0%
● Eosinofil : 0 %
● Neutrofil batang : 0%
● Neutrofil segmen : 33%
● Limfosit : 58%
● Monosit : 9%
DEFINISI

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB
(Mycobacterium Tuberculosis), suatu basil tahan asam, yang biasanya menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.

EPIDEMIOLOGI

Di negara-negara berkembang jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah
seluruh populasi umum dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Proporsi
kasus TB Anak di antara semua kasus TB di Indonesia pada tahun 2010 adalah 9,4%, dan 9% pada tahun
2015. Proporsi tersebut bervariasi antar provinsi, dari 1,2% sampai 17,3%.

FAKTOR RISIKO PENULARAN

▸ Konsentrasi/jumlah bakteri yang dapat masuk

▸ Lamanya waktu pajanan

▸ Usia seseorang terinfeksi (kelompok usia >65 tahun atau < 5 tahun)

▸ Tingkat daya tahan tubuh seseorang (kondisi cancer, malaria, kehamilan, DM)

CARA PENULARAN

Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan
manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau
jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam bakteri Mycobacterium tuberculosae
complex adalah: 1). M tuberculosae, 2). Varian Asian, 3). Varian African I, 4. Varian African 11, 5. M.
bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. Kelompok bakteri
Mycobacteria Other Than TB (MOTT) atypical adalah: 1. M. kansasi, 2. M. avium, 3. M. intra cellulare,
4. M. scrofulaceum, 5. M. malmacerse, 6. M. xenopi.

Sebagian besar-dinding bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena bakteri berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini bakteri dapat
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.

Di dalam jaringan, bakteri hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam ha1 ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi
dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Bakteri TB dalam droplet (<5
mikrometer) akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh bakteri, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian
besar dihancurkan. Akan tetapi sebagian kecil bakteri TB yang tidak dapat dihancurkan terus
berkembang bak dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya,
kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. Dari fokus
primer Ghon, bakteri TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
life (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer (primary complex).

Patogenesis dan Patofisiologi

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Bakteri TB dalam droplet
(<5 mikrometer) akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh bakteri, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian
besar dihancurkan. Akan tetapi sebagian kecil bakteri TB yang tidak dapat dihancurkan terus
berkembang bak dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya,
kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. Dari fokus
primer Ghon, bakteri TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
life (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer (primary complex).

Waktu yang diperlukan sejak masuk bateri TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut masa inkubasi. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung 4-8 minggu. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
uji tuberkulin positif. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau klasifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi.
Gambar 1. Patogenesis TB

*Catatan :

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).


Bakteri TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi
yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1),limfangitis (2), dan limfadenitis regional
(3)

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasi-komplikasinya

4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen), ini
disebut TB tiper dewasa (adult type TB)
Diagnosis

1. Gejala klinis

Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait.

a. Gejala sistemik/umum
i. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh (Failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
ii. Demam lama (22 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
iii. Batuk lama 22 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika
atau obat asra (sesuai indikasi).
iv. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain

Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat

b. Gejala spesifik terkait organ

Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang khas pada organ
yang terkena.

i. Tuberkulosis kelenjar
1. Biasanya di daerah leher (regio colli)
2. Pembesaran kelenjar getah bening
(KGB) tidak nyeri, konsistensi kenyal,
multiple dan kadang saling melekat
(konfluens).
3. Ukuran besar (lebih dari 2x2 cm), biasanya pembesaran KGB
terlihat jelas bukan hanya teraba.
4. Tidak berespon terhadap pemberian antibiotika
5. Bisa terbentuk rongga dan discharge
ii. Tuberkulosis sistem saraf pusat
1. Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
2. Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang
iii. Tuberkulosis sistem skeletal
1. Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang
(gibbus).
2. Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
3. Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.
4. Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
iv. Tuberkulosis mata
1. Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenular)
2. Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
v. Tuberkulosis kulit (skrofuloderma)

Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin
bridge).

vi. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal;


dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
2. Pemeriksaan bakteriologis

Pemeriksaan bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting untuk menentukan diagnosis


TB baik pada anak maupun dewasa. Saat ini pemeriksaan bakteriologis pada anak
merupakan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan, terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempunyai fasilitas pengambilan sputum dan pemeriksaan bakteriologis.
Untuk mendapatkan sputum pada anak dapat menggunakan cara :

a. Berdahak
i. Pada anak >5 tahun biasanya sudah dapat mengeluarkan dahak / sputum
secara langsung.
b. Bilas lambung
i. Bilas lambung menggunakan NGT dapat dilakukan pada anak yang tidak
dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2
hari berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi sputum
i. Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua
umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama
apabila menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan
secara rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang
memadai untuk melakukan metode ini.

Beberapa pemeriksaan bakteriologi untuk TB:

a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain


i. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan minimal 2 kali yaitu sewaktu dan pagi.
b. Tes cepat molekuler (TCM) TB
i. Pemeriksaan TCM dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri M. tuberculosis
secara molekuler sekaligus menentukan resisten terhadap Rifampisin. Hasil
negatif TCM tidak menyingkirkan diagnosis TB,
c. Pemeriksaan biakan
i. Baku emas diagnosis TB adalah dengan menemukan bakteri penyebab.
3. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
TB pada anak:
● Uji tuberkulin
○ Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada
anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin
tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil uji positif tuberculin
menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan ada tidaknya sakit TB.
Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu menyingkirkan diagnosis TB.
● Foto toraks
○ Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas
kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang
menunjang TB adalah sebagai berikut:
■ Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/atau tanpa
infiltrate (visualisasinya selain dengan foto thoraks AP, harus
disertai foto toraks lateral).
■ Konsolidasi segmental/lobar
■ Efusi pleura
■ Milier
■ Atelectasis
■ Kavitas
■ Klasifikasi dengan infiltrate
■ Tuberkuloma.
● Histopatologi
○ Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkejuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia
langhans dana tau bakteri TB.
4. Alur Diagnosis
Langkah awal pada alur diagnosis TB adalah pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis/
TCM/Kultur). Pemeriksaan tsb. Tetap menjadi pemeriksaan utama untuk konfirmasi diagnosis
TB pada anak.
● Jika (+) → TB terkonfirmasi bakteriologis
● Jika (-) / spesimen tidak bisa diambil → uji tuberkulin dan foto toraks

Pada layanan yang memiliki fasilitas tuberkulin dan rontgen, hitung total skor dengan sistem
skoring :
● Skor ≥ 6 → TB terdiagnosis secara klinis
● Skor <6, tuberkulin (+) atau kontak erat → TB terdiagnosis secara klinis
● Skor <6, tuberkulin (-) atau tidak ada kontak erat → observasi 2-4 minggu, bila menetap
evaluasi ulang kemungkinan diagnosis TB atau dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi.

Pada layanan yg tidak memiliki fasilitas tuberkulin dan rontgen :


● Jika ada kontak erat → diagnosis TB secara klinis
● Jika tidak ada kontak → observasi 2-4 minggu, bila pada follow up gejala menetap, rujuk
anak untuk pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks.

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan:

1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier kavitas


2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:

a. Kejang, kaku kuduk

b. Penurunan kesadaran

c. Kegawatan lain, misalnya sesak napas


Parameter skoring :
1. Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil
laboratorium BTA dari sumber penularan.
2. Penentuan status gizi :
a. Berat badan dan panjang badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U.
i. Penentuan status gizi anak untuk usia ≤ 6 tahun merujuk pada buku KIA
Kemenkes 2016.
ii. Penentuan status gizi anak untuk usia > 6 tahun merujuk pada standar
WHO 2005, yaitu grafik IMT/U
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1-2 bulan.
Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberkulosis paru:
i. adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. TB milier dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pasca jaringan paru.
ii. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan
sebagai TB ekstra paru.
iii. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru :
i. Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
ii. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
iii. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang
terberat.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Pasien baru TB: adalah pasien yang belurn pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan ( < dari 28
dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
i. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
ii. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati
dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
iii. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up: adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
iv. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui: adalah pasien. TB yang
tidak masuk dalam kelompok (a) atau (b).
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:
a. Mono resistan (IB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistant (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan
d. Extensive drug resistant (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode
fenotip (konvensional).
4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
Pemeriksaan HIV wajib ditawarkan pada semua pasien TB anak. Berdasarkan pemeriksaan HIV,
TB pada anak diklasifikasikan sebagai:
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui
Tatalaksana
a. Rekomendasi Regimen
Rekomendasi regimen Obat Anti Tuberkulosis (OAT) menurut WHO adalah sebagai
berikut
b. Dosis obat yang digunakan pada TB anak

● Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT
dan sebaiknya dirujuk ke RS
● Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan
disesuaikan dengan berat badan saat itu
● Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
● OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
● Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersible).
● Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
● Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari
● Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan pada kondisi:
○ TB meningitis
○ Sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronchial TB)
○ Perikarditis TB
○ TB milier dengan gangguan napas yang berat
○ Efusi pleura TB
○ TB abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari,
sampai 4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan maksimal 60 mg/hari
selama 4 minggu. Tappering off dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu
pemberian kecuali pada TB meningitis pemberian selama 4 minggu seburn
tappering-off.
d. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama pada anak
dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan antiretroviral therapy
(ART) Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan
malnutrisi berat.
e. Nutrisi
Status gizi pada anak dengan 'TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB.
Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status
gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan
dengan mengukur berat, tinggi, lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda
malnutrisi seperti edema atau muscle wasting.
Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika tidak
memungkinkan dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TB dapat
diatasi. Air susu ibu tetap diberikan jika anak masih dalam masa menyusu.

Anda mungkin juga menyukai