MENINGOENCEPHALITIS
Disusun oleh
Maria Monasias N 1610029012
Gita Rosalina 1610029071
Pembimbing
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
STATUS PASIEN
1. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : an. A
Usia : 4 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Pasundan RT. 27 No. 43 Samarinda
Anak ke : 2
Identitas Orangtua
Nama Ayah : Tn. MS
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMP
Ayah perkawinan ke : 1
Nama Ibu : Ny. IS
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMK
Ibu perkawinan ke :1
3
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
Riwayat Sosio-ekonomi
1. Pasien tinggal bersama bapak, ibu, kakak, adik, dan nenek.
2. Rumah terbuat dari beton, terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1
dapur, kamar mandi dengan wc di dalam rumah. Ventilasi cukup.
3. Jarak rumah satu dengan yang lainnya dekat.
4. Sumber air minum : air yang dimasak. Sumber air untuk MCK : air
PDAM.
5. Listrik dari PLN.
4
Tersenyum : -
Miring : -
Tengkurap : 3,5 bulan
Duduk : 5 bulan
Merangkak : -
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 9 bulan
Berbicara 2 suku kata : 8 bulan
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Puskesmas
Penyakit Kehamilan : -
Obat-obatan yang sering diminum : vitamin dan tablet Fe
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah Sakit
Persalinan ditolong oleh : dokter
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : sectio cesarea
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Puskesmas
Keadaan anak : baik
Keluarga berencana : Ya
5
Riwayat Imunisasi Dasar
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio (+) (+) (+) (+)
Campak (+) (+) //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT (+) (+) (+) ////////////
Hepatitis B (+) (+) (+)
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 29 September 2016
Tanda-tanda vital
Frekuensi Nadi : 102 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 25 x/menit, regular
Suhu : 36,7oC, aksiler
Tekanan Darah : 100/50 mmHg
Status gizi :
Berat badan : 14 kg
Tinggi Badan : 108 cm
BB/U : di antara +2 SD dan -2 SD (gizi baik)
PB/U : di antara +2 SD dan -2 SD (normal)
BB/TB : di antara -3 SD dan -2 SD (kurus)
6
Regio Kepala/Leher
1. Bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam
2. Ubun-ubun besar cekung (-),ubun-ubun besar cembung (-)
3. Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pupil anisokor (-)
4. Pernapasasan cuping hidung (-)
5. Faring hiperemis (-)
6. Mulut berselaput putih (-)
7. Kaku kuduk (-)
Regio Thorax
Paru-paru
1. Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris,
retraksi intercosta (-)
2. Palpasi : Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris
3. Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Suara napas simetris, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi : Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS V sinistra
3. Perkusi : Batas jantung kanan : parasternal line dekstra,
Batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
4. Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Regio Abdomen
1. Inspeksi : kontur datar
2. Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
3. Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran, shifting dulness
(-)
4. Palpasi : Soefl, defans muskular (-), hepar dan lien dalam batas
normal, nyeri tekan abdomen di empat kuadran (-)
7
Regio Ekstremitas
1. Inspeksi : Edema (-), deformitas (-), petekie (-)
2. Palpasi : Akral hangat, edema (-), nyeri tekan (-), refleks
fisiologis normal, refleks patologis (-), tanda kernig (+),
tonus otot 2 2
2 2
1. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Tanggal 29 September 2016
Hb 11,1
Hct %
Leukosit 11.000
Trombosit 232.000
LED -
GDS -
Radiologi
- Rontgen thorax: pulmo: bronkopneumonia, cor dalam batas
normal.
- CT Scan kepala: kesan: infark cerebri bilateral dd subdural
hematoma di sinus sagitalis superior bagian occipital, odem
serebri.
LCS
- Pewarnaan gram : coccus gram positif
- Selected organism: Staphylococcus haemolyticus
2. Diagnosis IGD
Susp. Encephalitis dd Meningoencephalitis
3. Penatalaksanaan IGD
1. Terapi Suportif :
- O2 NRM 5 lpm
- Co Sp.A
4. Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam
5. Follow up
HARI/TANGGAL PEMERIKSAAN PLANNING
25 Oktober 2016 S: Demam naik turun, kejang (-) P: IVFD D5 ½ NS 1200 ml/24 jam
9
26 Oktober 2016 S: demam (+), kejang (-) P: IVFD D5 ½ NS 1200 ml/24 jam
27 Oktober 2016 S: demam ↑↓, kejang (-) P: infus D5 ½ NS 1200 cc/24 jam
MLP 2x/hari
10
O: KU lemah, E2V3M3, BB: 14 Po. Captopril 7 mg/12 jam
kg, Suhu: 37,8°C, Nadi: 110 x/mnt,
Spironolakton 14 mg/24 jam
RR: 25 x/mnt, TD: 113/57 mmHg,
anemis (-), ikterik (-) vesikuler, Lasix 14 mg/12 jam
wheezing (-/-), ronkhi (-/-),
Valsartan 15 mg/24 jam
abdomen soefl, distensi (-), bising
usus (+) N, ekstremitas akral Nifedipine 1,4 mg/6 jam
hangat, CRT < 3’’, spastik + +
Jika krisis HT, TD sistol > 164/ TD
+ +
diastol > 102, extra nicardipin 1,4 mg
A: Meningoencephalitis bacterial +
sublingual
rubella infection + gizi kurang +
hipertensi membaik Susu peptamen 6 x 100 cc
MLP 2x/hari
29 Oktober 2016 S: demam naik turun, kejang (-) P: infus D5 ½ NS 1200 cc/24 jam
MLP 2x/hari
11
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Fisiologi
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis
cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a. Piameter : Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulkus dan girus. Piameter ini merupakan
lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan
penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi
nutrisi pada jaringan saraf.
b. Arachnoid : Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus,
yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter.
Membran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu
spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid
yang berisi cerebrospinal fluid.
c. Durameter : Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara
konvensional durameter ini terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal
dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat,
kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan
membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya
merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam
tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan
durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial
durameter.
13
Gambar 1: Anatomi meningeal
II. Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis.
Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama araknoid
dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada
MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya
proses inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim
otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke
medula spinalis. Kerusakan neuron, terutama pada struktur hipokampus, diduga
sebagai penyebab potensial defisit neuropsikologik persisten pada pasien yang
sembuh dari meningitis bakterial.
1. Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Nisseria meningitidis,
Streptococcus pneumonia, dan Haemophylus influenza.
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
14
1. Neonatus : Escerichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, Meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
Tipe Meningitis
• Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa
masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering.
Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain.
Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di
bawah 100.
Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus
dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen ( sebuah protein)
yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat
memberi hasi pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu
minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang
belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India.
• Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan
umumnya si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis
biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral
meningitis. Antara lain virus herpes dan virus penyebab flu perut.
• Bacterial meningitis
disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah
satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul
bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang
15
menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam
tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian.
• Meningitis Purulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku
kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan,
kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab: Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitides
(meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa.
Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan
otak, darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi,
radiologik, pemeriksaan EEG.
16
Bakteri dapat mencapai struktur intrakranial dengan berbagai cara. Secara
alami bisa penyebaran secara hematogen dan infeksi di nasofaring atau
perluasan infeksi dari struktur intrakranial misalnya sinusitis atau infeksi
telingah tengah. Infeksi bakteri pada SSP juga dapat terjadi karena trauma
kepala yang merobek duramete, atau akibat tidakan bedah saraf.
Meningitis bakterialis bermula dengan kolonisasi bakteri di nasofaring.
Bakteri menghasilkan imunoglobulin A protease yang bisa merusak barrier
mukosa dan memungkinkan bakteri menempel pada sel epitel nasofaring
setelah menempel pada sel epitel bakteri menyelinapmelalui celah antar sel
dan masuk ke aliran darah.
Bakteri yang biasa menyebabkan meningitis bakterialis akut mempunyai
kapsul polisakarida yang bersifat antifagositik dan anti komplemen sehingga
bisa lepas dari mekanisme pertahanan seluler yang umumnya
menghadangstruktur asing yang masuk ke dalam aliran darah. Bakteri
kemudian akan mencapai kapiler susunan saraf pusat lalu masuk ke ruang
subaraknoid. Kurangnya pertahanan seluler di dalam ruang subarakhnoid
membuat bakteri yang ada bermultiplikasi.
Kerusakan di dalam jaringan otak terjadi akibat peningkatan reaksi
inflamasi yang disebabkan adanya komponen diniding sel bakteri. Endotoksin
(bagian dari dinding sel bakteri gram negatif) akan menyebabkan sel-sel
endotelial dan sel glia lainnya melepaskan sitokin pro inflamasi terutama
tumor necrosing factor (TNF) dan interleukin α dan β ( IL-1).
Selanjutnya akan terjadi proses yang lebih kompleks dari sitokin ( meliputi
pelepasan IL-6, platelet activating factor dan leukotrien) yang akan merusak
sawar darah otak. Sawar darah otak yang rusak akan memudahkan masuknya
leukosit dan komplomen ke dalam ruang subaraknoid disertsi masuknya
albumin. Hal ini akan menyebabkan timbulnya edema vasogenik di otak.
Leukosit dan mediator–mediator pertahanan tubuh lainnya akan
menyebabkan perubahan perubahan patologis lebih lanjut (seperti trombosis
vena dan dan vaskulitis ) sehingga akan terjadi iskemi otak dan dapat
menimbulkan edema sitotoksik di otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan
menyebabkan gangguan reabsorbsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid
17
yang berakibat meningkatnya TIK sehingga dapat menimbulkan edema
interstisial di otak. Keadaan edema otak itu akan diperberat dengan
dihasilkannya asam arakhidonat dan metabolitnya yang dikeluarkan oleh sel
otak yang rusak dan adanya asam lemak yang dilepaskan dari leukosit PMN.
3. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus,
yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam
sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s dan Brudzinky
positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam
yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya
penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan
kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang
terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit,
tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku,
dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak
beraturan.
4. Diagnosis
1. Segera lakukan pemeriksaan fisik umum dan nerologi pada kecurigaan
meningitis bakterialis untuk menemukan sumber infeksi, penyakit yang
mendasari dan kontraindikasi tindakan LP.
2. Segera ambil darah untuk pemeriksaan rutin dan kultur bakteri.
3. Lakukan pemeriksaan CT-Scan/ MRI, berikan dahulu antibiotika empirik
(sesuai umur dan kecurigaan bakteri penyebab.
4. Berikan dexametason sebelum atau bersamaan dengan pemberian dosis
pertama antibiotika.
18
5. Jika LP tertunda sedapat mungkin LP dilakukan dalam 2-3 jam setelah
pemberian antibiotik agar masih dapat menjumpai bakteri atau gambaran
CSS yang khas.
5. Cara Pencegahan
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau
bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar
untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar
mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat
makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi
juga imunisasi termasuk vaksin-vaksin seperti HiB dan MMR.
6. Penatalaksanaan
a. Rejimen terapi empirik sesuai dengan usia, kondisi klinis dan pola
resistensi antibiotika setempat (jika data tersedia). Jika tidak ada data local
yang tersedia, dapat diikuti rekomendasi umum sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 2.
b. Sesuaikan antibiotika segera setelah hasil kultur didapatkan.
c. Deksametason diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama
antibiotika. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kgBB (10 mg per
pemberian pada orang dewasa) setiap 6 jam selama 2 – 4 hari.
d. Pertimbangkan merawat pasien di ruang isolasi, terutama jika diperkirakan
penyebabnya adalah H. influenza atau N. meningitides
e. Pada kecurigaan infeksi N.meningtidis berikan kemoprofilaksis kepada
(lihat Tabel 3) :
19
Petugas kesehatan yang ada kontak langsung dengan secret
mulut dan hidung pasien dalam 7 hari terakhir.
20
Seftriakson ≤ 12 tahun : 125 mg IM > 12 tahun : 250 mg IM
dosis tunggal dosis tunggal
7. Komplikasi
a. Komplikasi segera : edema otak, hidrosefalus, vaskulitis, thrombosis sinus
otak, abses efusi subdural, gangguan pendengaran.
b. Komplikasi jangan panjang: gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pada pasien anak, epilepsi.
8. Prognosis
Prognosis meningitis bakterialis tergantung pada kecepatan mendiagnosis
dan memberi terapi. Dengan pemberian antibiotika yang tepat penyakit ini
pada umumnya dapat diatasi, walaupun seringkali kematian disebabkan oleh
hebatnya respon imunologi pada pasien. Kematian paling banyak ditemukan
pada pasien terinfeksi S. pneumoniae dan pasien yang dating dengan
penurunan kesadaran. Deksametason terbukti menurunkan kematian dan
gejala sisa neurologi pada pasien dan anak dan dewasa, khususnya di negara
maju. Tidak ada data dari negara berkembang yang menunjukkan keunggulan
pemberian deksametason.
III. Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis.
Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan
mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini
sering dibuat berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi,
tanpa pemeriksaan histopatologi.
21
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan
adanya ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari
pemeriksaan patologi anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang
terkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti
dari istilah diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti
meningoensefalitis.
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat
dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal,
seperti kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara
benar. Karena gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah
kelainan atau gangguan pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran
secara menetap.
Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal
tersebut dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai
pusat-pusat fungsi otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi
jaringan otak, maka sukar untuk menentukan secara spesifik dari gejala klinik
kira-kira bagian otak mana saja yang terlibat proses peradangan itu.
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang
nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi
mental dan masalah tingkah laku.
Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab
yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi
radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai jenis
virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama sesuai
dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam
ensefalitis virus.
22
IV. Meningoencephalitis
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan otak
yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.
1. Epidemiologi
Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis
bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-
negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis
virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering
terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi,
yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah
mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari
satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”. Epidemik biasanya terjadi
dalam musim kering, dan gelombang epidemik bisa berlangsung dua atau tiga
tahun, mereda selama musim hujan. Angka serangan dari 100–800 kasus per
100.000 orang terjadi di daerah ini yang kurang terlayani oleh pelayanan
medis. Kasus-kasus ini sebagian besar disebabkan oleh
meningokokus. Epidemik terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah
melanda seluruh wilayah ini pada 1996–1997, yang menyebabkan lebih dari
250.000 kasus dan 25.000 kematian.
Epidemik penyakit meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana orang
tinggal bersama untuk pertama kalinya, seperti barak tentara selama
mobilisasi, kampus perguruan tinggi dan ziarah Haji tahunan. Walaupun pola
siklus epidemik di Afrika tidak dipahami dengan baik, beberapa faktor sudah
dikaitkan dengan perkembangan epidemik di daerah sabuk meningits. Faktor-
faktor itu termasuk: kondisi medis (kerentanan kekebalan tubuh penduduk),
kondisi demografis (perjalanan dan perpindahan penduduk dalam jumlah
besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk yang terlalu padat dan kondisi
23
kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan dan badai debu), dan
infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).
Ada perbedaan signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus meningitis
bakterial. Contohnya, N. meningitides grup B dan C menyebabkan
kebanyakan penyakit di Eropa, sedangkan grup A ditemukan di Asia dan
selalu menonjol di Afrika, di mana bakteri ini menyebabkan kebanyakan
epidemik besar di daerah sabuk meningitis, yaitu sekitar 80% hingga 85%
kasus meningitis meningokokus yang didokumentasikan.
2. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang
jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada
meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan
gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain
(lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak,
abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID,
immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bakterial sebelum
ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang
menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang
menyebabkan sepsis neonatus.
24
Imunodefi siensi Listeria monocytogenes; bakteri gram negatif; S.
pneumonia; Pseudomonas aeruginosa; Streptococcus
grup B; Staphylococcus aureus
25
Tabel 2. Virus penyebab meningoensefalitis
Akut Subakut
Adenoviruses HIV
1. Amerika utara JC virus
Eastern equine Prion-associated encephalopathies
encephalitis (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Western equine
encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne
encephalitis
Murray Valley
encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex
viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
26
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
3. Patofisiologi
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini
berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam
lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran
dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti
(sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan
adalah Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria
monocytogenes juga dapat terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-
10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides juga dapat menyerang pada
golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi golongan
streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena
bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini
menyebabkan kebanyakan kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat
menginfeksi khususnya pada anak-anak yang tidak divaksinasi Hib.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis,
S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang
memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi
sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat
27
penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh
darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses
opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella
multocida, yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing.
Walaupun kasus jarang terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan
morbiditas dan mortalitaas yang tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai
menyebabkan meningitis pada bayi berumur < 6 bulan. Infeksi bermula saat
ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial
dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal
melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi
infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya antibody tertentu
saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang
dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat
patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram
negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut
dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator
dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor
necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric
oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan
terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi, neuronal toxicity,
peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi leukosit. Sel endotel
kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial mengalami
peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah
otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
4. Manifestasi Klinis
Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
28
Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
Tanda kernig positif: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi
lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremitas yang
berlawanan.
Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata.
31
Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen
ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang
lambat, walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin
normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau
kelainan fokal. 8
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma
pneumoniae, cat-scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau
CSF untuk infeksi virus West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan
flaviviruses lain (St Louis ensefalitis) dapat terjadi. pengujian serologi tambahan
untuk patogen kurang umum harus dilakukan seperti yang ditunjukkan oleh
perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian serologi, sampel CSF dan
tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus. Dalam kebanyakan
kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan dengan
pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum
ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab
ensefalitis, terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak
mungkin cocok untuk pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan
perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit
prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin
penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis,
infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies
atau keganasan.
32
dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5kali dalam sehari. Perubahan
dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu
kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam
mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi.
Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit,serta
menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu
tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnose,
mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test
sensitivitas antibiotika. Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di
sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.
Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi
tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid
dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan
melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah
sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak
serta medulla spinalis.
34
2.9 Penatalaksanaan
a. Kejang diatasi dengan :
Anti Kejang.
- Beri Diazepam iv pelan-pelan dengan dosis 0,3-0,5 mg/menit
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20mg. Obat yang praktis diberikan yaitu
diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg. Atau:
Diazepam rektal 5mg untuk anak dengan BB kurang dari 10kg;
Diazepam rektal 10mg untuk BB lebih dari 10kg;
Diazepam rektal 5mg untuk anak dibawah 3 tahun;
Diazepam rektal 7,5mg untuk anak diatas 3 tahun
- Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke RS, agar dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
- Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara iv
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti,
dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari,dimulai 12 jam setelah
dosis awal.
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif.
b. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis diberantas dengan obat
– obatan atau dengan operasi
c. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis
pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.
35
Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang
setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan
tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan
jalan nafas.
d. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
e. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2
– 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
f. Fisioterapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid
berarti daya tahan host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
36
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
37
- Bayi 15 hari -12 tahun : 20 - 80 mg/kg BB, satu kali
sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg BB harus diberikan
melalui infus paling sedikit 30 menit.1,3
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini.
38
yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang, deteksi tepat waktu kelainan
elektrolit dan bila perlu, pemantauan jalan napas dan perlindungan dan
pengurangan peningkatan tekanan intrakranial. Asiklovir adalah pilihan
perawatan untuk infeksi HSV. Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV.
Infeksi M. pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin, eritromisin, azitromisin,
klaritromisin atau, meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen ini
masih diperdebatkan. Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan
tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang
memadai dan oksigenasi.
Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Semakin muda semakin bagus prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara
permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang.
39
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 ANAMNESIS
Teori Kasus
1. Meningoencephalitis adalah peradangan
1. Pasien berusia 4 tahun 5 bulan
pada selaput meningen dan jaringan otak.
2. KU : penurunan kesadaran
Meningoencephalitis memberikan keluhan
sakit kepala, demam, perubahan tingkat
3. Riwayat kejang sebanyak 2 kali dengan durasi
kesadaran (letargik, tidak responsif, dan >5 menit dan >30 menit.
koma), kejang.
4.
40
Kernig. Pemeriksaan fisik pasien diatas mendukung diagnosis
meningoencephalitis, namun tanda meningeal yang lain seperti kaku kuduk dan
tanda Brudzinsky tidak ditemukan.
4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Bila kejang, diberi obat anti kejang seperti 1. Terapi dari IGD:
diazepam rektal 5 mg atau 10 mg tergantung - O2 NRM 5 lpm
berat badan atau umur. - Co Sp.A
41
mempunyai spektrum luas baik terhadap - Lasix 14 mg/12 jam
kuman gram positif, gram negatif, dan - Valsartan 15 mg/24 jam
anaerob serta dapat melewati SDO. - Nifedipine 1,4 mg/6 jam
- Jika krisis HT, TD sistol > 164/
TD diastol > 102, extra
nicardipin 1,4 mg sublingual
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien an. A, laki-laki, berusia 4 tahun 5 bulan, datang dengan keluhan
penurunan kesadaran, disertai kejang dua kali dan demam dua hari SMRS.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalah Meningoencephalitis. Tatalaksana
yang diperoleh pasien ini adalah terapi suportif, terapi simptomatis dan terapi
kausal
43
DAFTAR PUSTAKA
45