A. LATAR BELAKANG
1
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya
menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan
pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit
tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.
Penderita meningitis perlu mendapat antibiotik sesegera mungkin.
Perawatan umumnya dilakukan selama 10-14 hari. Pengobatan panjang itu
dianggap perlu untuk mencegah komplikasi atau mencegah infeksi datang
kembali. Pada kasus yang dianggap berat, diperlukan perawatan intensif di UGD
dan ketersediaan ventilasi udara untuk membantu pernapasan.
B. TUJUAN
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang
terdapat pada kasus.
3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.
2
BAB II LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An. NA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 6 bulan
Alamat : Palaran
Anak ke :1
MRS A. W Sjahranie : 12 September 2010
ANAMNESA
Alloanamnesa (oleh ayah dan ibu kandung pasien)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami demam selama dua hari sebelum kejang, demam
disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada
perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Lalu pasien
sempat kejang 1 kali 1 jam sebelum masuk rumah sakit RSU AW Sjahranie
Samarinda. Kejang terjadi selama 5 menit, kejang seluruh tubuh dengan mata
keatas. tanpa disertai muntah, Setelah kejang pasien tetap sadar (menangis / rewel)
sampai MRS. Lalu pasien kejang lagi 1 kali selama 5 menit saat sampai di rumah
sakit. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma (-), BAB (+), BAK (+)
normal.
3
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 3000 gr
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat badan sekarang : 7,2 kg (saat MRS, 10 januari 2010)
Tinggi badan sekarang : 66 cm
Gigi keluar :-
Tersenyum : 2 bulan
Miring : 5 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk :-
Merangkak :-
Berdiri :-
Berjalan :-
Berbicara 2 suku kata :-
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Klinik bersalin, ditolong oleh : bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 11 hari
4
Jenis partus : Spontan, bayi langsung menangis
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : tidak pernah (alasan jauh dari puskesmas)
Keadaan anak : sehat
IMUNISASI
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster
II
BCG - //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio - - - - - -
Campak - - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT - - - //////////// - -
Hepatitis B - - - ////////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 11 Januari 2010
Berat badan : 7,5 kg
Panjang Badan : 66 cm
Tanda Vital
Nadi : 136 kali/menit
Suhu badan : 38oC
Frekuensi nafas : 36 kali/menit
5
Kesan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kepala
Rambut : Hitam
Lingkar kepala : 40 cm
Ubun-ubun besar : tegang
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), Pupil: Isokor (2mm/2mm).
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, Faring Hiperemis (-), mukosa bibir
basah, pembesaran Tonsil (-/-), sekret (+)
Leher
Pembesaran Kelenjar : (-)
Dada
Inspeksi : Gerakan simetris
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
S1/S2 tunggal reguler
Bising : (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat
Palpasi : Soefl, Nyeri tekan sulit dievaluasi,
Hepar/ lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
6
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Refleks patologis :
Babinski (+)
Chadock (-)
Openheim (-)
Gordon (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 10-01-2010)
Leukosit : 15.400 / mm3
Hb : 10,2 gr/dl
Ht : 25,7 %
Trombosit : 337.000/ mm3
Na : 141
K : 4,1
Cl : 109
Ureum : 49,2
7
Creatinin : 0,8
Urine Lengkap :
BJ : 1030
Warna : Kuning
Kejernihan : keruh
pH : 5
Sel epitel : +
Leukosit : 2-3
Eritrosit : 0-1
Kristal : Uric acid (+)
Feces Lengkap :
8
Warna : hitam
Konsistensi : lembek
Darah : (-)
Lender : (-)
Eritrosit : 1-2
Leukosit : 1-2
Amuba: (-)
Kista : (-)
Telur cacing : (-)
9
Diagnosis Kerja Sementara :
Suspect Meningoensefalitis
PENATALAKSANAAN :
O2 1-2L/Menit
IVFD KAEN4A 8gtt/menit
Cefotaxim 3x250 mg iv
Dexamethason 3 mg iv (bolus) kemudian setelah 12 jam 3x1 mg iv
Phenytoin 2x17,5 mg iv
Farmadol 100mg / 6jam atau Dumin rectal 125mg
Bila kejang, diazepam 2mg iv
Ranitidin 3x7mg iv
Transamin 3x70mg iv
Nootropil 3x100 mg iv
Puasa, pasang NGT
Prognosa :
Dubia et malam
10
Follow-Up
Tanggal S O A P
12-09-2010 Demam (+), E2M3V1 Meningoencephal O2 1-2L/Menit
Muntah (-), Ubun-ubun tegang itis IVFD KAEN4A 8gtt/menit
BB: 12 kg Kejang (+) N: 136 x/menit, Cefotaxim 3x250 mg iv
Kesadaran RR: 36 x/menit, T: Dexamethason 3 mg iv (bolus)
menurun 38C. kemudian setelah 12 jam 3x1
Reflek cahaya (+/ mg iv
+), Phenytoin 2x17,5 mg iv
Ronki (-/-) Farmadol 100mg / 6jam atau
Akral hangat Dumin rectal 125mg
Bila kejang, diazepam 2mg iv
Puasa, pasang NGT
Ranitidin 3x7mg iv
Transamin 3x70mg iv
Observasi
CT-scan brain
Konsul mata
Rencana LP
Nootropil 3x100 mg iv
11
Kejang (-) T: 36,8 C.
Kesadaran Reflek cahaya (+/
menurun +), pupil isokor
(+) 2mm/2mm.
Rh: -/- , Wh: -/-
16-09-2010 Demam (-), N: 132 x/menit, Meningitis KAEN 4A 8 gtt/menit
kejang (-), RR: 32 x/menit, T: purulenta Neebulizer stop
sadar (+) 37,2 C. Aff DC
ASI/PASI 8x50cc (NGT +
oral)
Ranitidine + transamin +
farmadol stop
Dexamethason (kamis-jumat)
2x1 mg iv, dilanjutkan (sabtu-
minggu) 1x1mg iv
Terapi lain lanjut
17-09-2010 Demam (-), N: 128 x/menit, Meningitis ASI/PASI 8x75cc / oral
kejang (-), RR: 28 x/menit, T: purulenta Aff NGT & O2
sadar (+) 36,8 C. Terapi lain lanjut
20-09-2010 Demam (+), N: 132 x/menit, Meningitis Nootropil inj. Ganti oral
kejang (-) RR: 32 x/menit, T: purulenta 3x100mg
38,0 C. Phenytoin inj. Ganti oral 2x20
Rh -/-, Wh -/- mg
Konsul bagian kulit:
Advise : betamethason cream
2x/hari
Caladin powder 2x/hari
21-09-2010 Demam (-), N: 128 x/menit, Meningitis Ventolin, nebulasi / 4jam
kejang (-), RR: 28 x/menit, T: purulenta + Terapi lain lanjut
Batuk (+) 37,0 C. miliaria
Rh +/+, Wh -/-
12
demam (-), Rh +/+, Wh -/-
kejang (-)
24-09-2010 Demam (-), N: 120 x/menit, Meningitis Terapi lanjut
kejang (-), RR: 28 x/menit, T: purulenta
Batuk (+), 37,2C.
BAB cair Rh +/+, Wh -/-
Kurva Suhu
13
BAB III PEMBAHASAN
Pembahasan
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini di dapatkan diagnosis meningitis purulenta dengan gizi baik.
Dalam teori, meningitis mempunyai pelbagai penyebab, namun gejala klinis
meningitis lebih kurang sama dan khas, sehingga gejala tersebut dapat digunakan
sebagai diagnosis awal. Gejala ini bisa diperoleh dari anamnesa yaitu: suhu tubuh
mendadak naik; seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran dengan cepat
menurun, pada anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala sebelum
14
kesadarannya menurun, ada kejang yang dapat bersifat umum, fokal, atau hanya
twitching saja.2
Pada meningitis biasanya gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung
dari usia si penderita serta apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum
adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu
biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan
kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena
meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan
lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi
gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi,
Iskandar., 2002). Tanda-tanda neurologis setempat tidak ada, tetapi bayi dapat
mengalami stagnasi atau gangguan perkembangan. 1,6 Hal ini sesuai dengan yang
dialami pasien yaitu demam tinggi selama dua hari sebelum kejang, demam
disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada
perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Dan tanda-
tanda rangsangan meningeal tidak didapatkan serta repleks patologis sulit
dievaluasi.
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang
belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture
atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas
di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan
cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi,
sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu
menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit
kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken,
et al., 2006)
Pemeriksaan penunjang dengan CT/MRI dengan kontras dapat menentukan
adanya dan luasnya kelainan di daerah basal. Serta adanya dan luasnya
hidrosefalus.
15
Gambaran dari pemeriksaan CT-Scan/MRI kepala pada pasien meningitis
adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran
yang sering ditemukan adalah kelainan di daerah basal, tampak hidrosefalus
komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang
masih dini. 6,8,12 sedangkan pada pasien ini, gambaran CT-Scan kepalanya normal.
Pengobatan meningitis dapat diobati,tetapi tergantung dari penyebabnya.
Pengobatan meningitis dapat dilakukan terapi. Terapi tersebut bertujuan untuk
memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suportif . Selain itu
harus dilakukan pemberian obat sesuai anjuran dokter.
Pada Meningitis Purulenta :
Antibiotik. Terdiri dari 2 fase, yaitu empiric dan setelah ada hasil biarkan
dan uji resistensi. Pengobatan empiric pada neonatus adalah kombinasi ampisilin
dan aminoglikosida atau ampisilin dan sefotaksim.Pada umur 3 bulan sampai 10
tahun kombinasi ampisilin dan kloramfenikol atau sefuroksim / Sefotaksim /
Seftriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun digunakan penisilin. Pada Neonatus
pengobatan selama 21 hari, pada bayi dan anak 10-14 hari.
16
Kuman Antibiotik
H.influenzae Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim
S.pneumoniae Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson ,
vankomisin
N.meningitidis Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson
Stafilokok Nafsilin, vankomisin, rifampisin
Gram negative Sefotaksim, seftazidim, seftriakson, amikasin
17
ekstrakranial) atau mungkin dapat disebabkan suatu proses intrakranial akibat
infeksi di otak dan ini diperkuat keluhan pasien yang rewel serta tangisannya yang
cukup keras.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran, refleks cahaya (+/
+), pupil isokor (2mm/2mm), Ubun-ubun besar tegang, refleks patologis (+), kaku
kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig (-).
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, mengarah pada kecurigaan
meningitis, sehingga diganosa meningitis dapat ditegakkan. Namun, berdasarkan
literatur yang diperoleh pada pasien ini tidak disertai dengan tanda rangsang
meningeal, hal ini disebabkan karena tanda rangsang meningealvbelum muncul
atau sulit didapatkan pada anak usia dibawah satu tahun.
Setelah diagnosa meningitis ditegakkan, maka untuk memastikan jenis dan
penyebab meningitisnya, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lumbal punksi.
Pada pasien ini, cairan lumbal yang diperiksa di laboratorium RSU A.W. Sjahranie
adalah: cairannya agak keruh berwarna putih kekuningan, jumlah sel 58 sel/mm3,
PMN 70%, MN 30%,. protein: test Busa (+) positif, test Pandy (+) positif, test
Nonne/Apel (+) positif, glukosa 61 mg/dl, protein 122 mg/dl. Dari hasil
peneriksaan cairan lumbal, dapat disimpulkan jenis meningitisnya adalah
meningitis purulenta, yang didasarkan dengan cairannya yang keruh, peningkatan
sel PMN 70%, none pandy test positif, dan peningkatan jumlah protein
dibandingkan glukosanya. Namun belum bisa dipastikan penyebabnya, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tambahan berupa kultur cairan lumbal
apakah ada pertumbuhan kuman atau tidak. 6
Pada pasien ini tidak dilakukan uji tuberkulin (Mantoux test). Namun tidak
menyingkirkan kemungkinan diagnosa bisa kearah meningitis TB, karena pada
pasien ini memiliki riwayat belum pernah imunisasi BCG, dibuktikan dari
anamnesa pada orang tua pasien, dan pemeriksaan fisik dengan tidak
ditemukannya scarr ( jaringan parut ) pada lengan kanan atas pasien, tapi tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB yang mendukung diagnosa menderita
penyakit TB. Pasien ini juga telah dilakukan pemeriksaan CT scan kepala, dan
dari hasilnya diperoleh kesimpulan gambaran yang masih dalam batas normal.
18
Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda klinis kurang gizi yaitu
seperti pasien kurus, kulit kering, dan berat badan pasien saat MRS adalah 7,2 kg
dan tinggi badannya adalah 66 cm. Status gizi pasien ini dapat ditentukan
menggunakan Z-score WHO. Berdasarkan Z-score WHO maka status gizi pasien
termasuk gizi baik.
Saat masuk rumah sakit, berat badan pasien adalah 7,2 kg dan setelah
menjalani perawatan di rumah sakit, berat badan pasien menjadi 7,5 kg. Hal ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan berat badan setelah di rawat di rumah sakit.
Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi kita bahwa, sangat penting untuk
memperhatikan kebutuhan gizi pasien terutama yang dirawat dalam jangka waktu
yang lama. Sehingga pada pasien ini diberikan ASI/PASI 2x75cc melalui selang
NGT, hasilnya pasien mengalami perbaikan gizi ditandai dengan peningkatan
berat badan 0,3 kg selama perawatan di RSU A.W Sjahranie.
Dengan demikian berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang ditandai dengan cairan lumbal yang keruh,
peningkatan sel PMN 70%, none pandy test positif, dan peningkatan jumlah
protein dibandingkan glukosanya, dan peningkatan leukosit darah dari
15.400/mm3 menjadi 25.100/mm3 sehingga dapat disimpulkan diagnosa penyebab
meningitis purulenta.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah: O2 1-2L/Menit, IVFD
KAEN4A 8gtt/menit, Cefotaxim 3x250 mg iv, Dexamethason 3 mg iv (bolus)
kemudian setelah 12 jam 3x1 mg iv, Phenytoin 2x17,5 mg iv, Farmadol 100mg / 6
jam atau Dumin rectal 125mg, Bila kejang berikan diazepam 2mg iv, dipuasakan,
dipasang NGT, Ranitidin 3x7mg iv, Transamin 3x70mg iv.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah memenuhi standar pengobatan,
dimana selain memperbaiki keadaan umum dan nutrisinya, juga diberikan
pengobatan berdasarkan penyebabnya dengan pemberian antibiotik dan
Pemberian kortikosteroid (deksamethasone 2x2,5 mg iv) untuk mencegah
perlekatan araknoidea pada jaringan otak, tekanan intrakranial yang meningkat,
dan adanya defisit neurologis.1
19
Prognosis pada pasien ini berbanding lurus dengan tahapan klinis saat
pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya , semakin buruk
prognosisnya. Adanya hidrosefalus disertai kelainan (enhacement) daerah basal
pada pemeriksaan CT-scan menunjukan tahap lanjut penyakit dengan prognosis
yang buruk.1
20
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pasien di diagnosa meningitis purulenta. Diagnosa meningitis purulenta ini
dibuat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Pasien mendapat terapi meningitis sesuai dengan penyebabnya yaitu adanya
dugaan infeksi bakteri pada SSP (susunan syaraf pusat) nya.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan berupa kultur cairan
lumbal, kultur bilasan cairan lambung untuk membantu dan menegakkan
diagnosa pasti meningitis serosa nya.
2. Perlu dilakukan anamnesa ulang yang lebih teliti lagi pada keluarga pasien
apakah terdapat riwayat kontak dengan penderita TBC di lingkungan sekitar
tempat tinggal pasien.
3. Pada pasien ini juga perlu dilakukan pemantauan berat badan setiap hari
serta kebutuhan gizinya agar tidak lebih memperburuk keadaan umumnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Bagian Ilmu Penyakit Anak Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
MENINGITIS PURULENTA
Disusun Oleh :
Awang Heriady
01.30302.00050.09
Pembimbing :
dr. H.M. Adnan Sp.A
23