Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous
sistem, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan
piamater). Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus,
seperti agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi
dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan
kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah
"sabuk meningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur.
Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah
meningitis di mana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban
jiwa.
Meningitis yg disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan
meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yg
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat, kata Dr. Setyo
Handryastuti, SpA, Divisi Neurologi Departemen Kesehatan Anak RSCM-FKUI.
Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah.
Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal
Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien
meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka
kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma
ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi
pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh
anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.

Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya


menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan
pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit
tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.
Penderita meningitis perlu mendapat antibiotik sesegera mungkin.
Perawatan umumnya dilakukan selama 10-14 hari. Pengobatan panjang itu
dianggap perlu untuk mencegah komplikasi atau mencegah infeksi datang
kembali. Pada kasus yang dianggap berat, diperlukan perawatan intensif di UGD
dan ketersediaan ventilasi udara untuk membantu pernapasan.

B. TUJUAN
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang
terdapat pada kasus.
3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama

: An. NA

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 6 bulan

Alamat

: Palaran

Anak ke

:1

MRS A. W Sjahranie : 12 September 2010


ANAMNESA
Alloanamnesa (oleh ayah dan ibu kandung pasien)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami demam selama dua hari sebelum kejang, demam
disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada
perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Lalu pasien
sempat kejang 1 kali 1 jam sebelum masuk rumah sakit RSU AW Sjahranie
Samarinda. Kejang terjadi selama 5 menit, kejang seluruh tubuh dengan mata
keatas. tanpa disertai muntah, Setelah kejang pasien tetap sadar (menangis / rewel)
sampai MRS. Lalu pasien kejang lagi 1 kali selama 5 menit saat sampai di rumah
sakit. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma (-), BAB (+), BAK (+)
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit kejang.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :


Berat badan lahir

: 3000 gr

Panjang badan lahir

: 49 cm

Berat badan sekarang

: 7,2 kg (saat MRS, 10 januari 2010)

Tinggi badan sekarang

: 66 cm

Gigi keluar

:-

Tersenyum

: 2 bulan

Miring

: 5 bulan

Tengkurap

: 5 bulan

Duduk

:-

Merangkak

:-

Berdiri

:-

Berjalan

:-

Berbicara 2 suku kata

:-

Makan Minum anak :


ASI

:-

Dihentikan

:-

Susu sapi/buatan

: 0 - sekarang, SGM, 6x120 cc

Buah

: 6 bulan

Bubur susu

: 6 bulan

Tim saring

: 6 bulan

Makanan padat dan lauknya

:-

Pemeliharaan Prenatal

: 3x selama hamil

Periksa di

: Bidan

Penyakit kehamilan

: sakit kepala, muntah-muntah

Obat-obatan yang sering diminum

: obat sakit kepala

Riwayat Kelahiran :
Lahir di

: Klinik bersalin, ditolong oleh : bidan

Berapa bulan dalam kandungan

: 9 bulan 11 hari

Jenis partus

: Spontan, bayi langsung menangis

Pemeliharaan postnatal :
Periksa di

: tidak pernah (alasan jauh dari puskesmas)

Keadaan anak

: sehat

Keluarga berencana

:Ya

Memakai sistem

: Suntik tiap 3 bulan

Sikap dan kepercayaan

: Baik

IMUNISASI
Imunisasi

Usia saat imunisasi


I

II

III

IV

Booster I

Booster

BCG
Polio

////////////
-

////////////
-

////////////
-

////////////
-

II
////////////
-

Campak
DPT

////////////
-

////////////
////////////

////////////
-

////////////
-

Hepatitis B

//////////

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 11 Januari 2010
Berat badan

: 7,5 kg

Panjang Badan

: 66 cm

Tanda Vital
Nadi

: 136 kali/menit

Suhu badan

: 38oC

Frekuensi nafas

: 36 kali/menit

Kesan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Kepala
Rambut

: Hitam

Lingkar kepala

: 40 cm

Ubun-ubun besar

: tegang

Mata

: Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks


Cahaya (+/+), Pupil: Isokor (2mm/2mm).

Hidung
Telinga
Mulut

: Sumbat (-), Sekret (-)


: Bersih, Sekret (-)
: Lidah bersih, Faring Hiperemis (-), mukosa bibir
basah, pembesaran Tonsil (-/-), sekret (+)

Leher
Pembesaran Kelenjar

: (-)

Dada
Inspeksi

: Gerakan simetris

Palpasi

: Thrill (-)

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
S1/S2 tunggal reguler
Bising

: (-)

Abdomen
Inspeksi

: Flat

Palpasi

: Soefl, Nyeri tekan sulit dievaluasi,


Hepar/ lien tidak teraba,

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Genitalia

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Akral hangat, Edema (-)

Lain-lain

: Tanda rangsang meningeal :


Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Kernig (-)
Tonus klonus (-)
Refleks patologis :
Babinski (+)
Chadock (-)
Openheim (-)
Gordon (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 10-01-2010)
Leukosit

: 15.400 / mm3

Hb

: 10,2 gr/dl

Ht

: 25,7 %

Trombosit

: 337.000/ mm3

Na

: 141

: 4,1

Cl

: 109

Ureum

: 49,2

Creatinin

: 0,8

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 13-09-2010)


Leukosit

: 25.100 / mm3

Hb

: 10,7 gr/dl

Ht

: 31,0 %

Trombosit

: 489.000/ mm3

SGOT

: 69

SGPT

: 74

Ureum

: 46,9

Creatinin

: 1,4

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 13-09-2010)


APTT : - Kontrol : 30,5 detik
- Pasien : 24,5 detik
PT

: - Kontrol : 12,6 detik


- Pasien : 15,5 detik

Urine Lengkap :
BJ

: 1030

Warna

: Kuning

Kejernihan

: keruh

pH

: 5

Sel epitel

: +

Leukosit

: 2-3

Eritrosit

: 0-1

Kristal

: Uric acid (+)

Feces Lengkap :

Warna

: hitam

Konsistensi

: lembek

Darah : (-)
Lender : (-)
Eritrosit : 1-2
Leukosit : 1-2
Amuba: (-)
Kista : (-)
Telur cacing : (-)
Pemeriksaan cairan otak: (tanggal 14-09-2010 di Laboratorium A. W. Sjahranie)
A. Makroskopis
Kejernihan

: Agak keruh

Warna

: Putih kekuningan

B. Mikroskopis
a. Hitung sel

: 58 sel (normal: 0-6/mm3, abnormal: 10 sel /mm3

untuk orang dewasa)


b. Hitung jenis
Mononuklear : 30%
Polinuklear

: 70%

C. Protein
Test Busa

: (+) positif

Test Pandy

: (+) positif

Test Nonne/Apelt

: (+) positif

Glukosa

: 61 mg/dl

Protein

: 122 mg/dl

Diagnosis Kerja Sementara :


Suspect Meningoensefalitis
PENATALAKSANAAN :
O2 1-2L/Menit
IVFD KAEN4A 8gtt/menit
Cefotaxim 3x250 mg iv
Dexamethason 3 mg iv (bolus) kemudian setelah 12 jam 3x1 mg iv
Phenytoin 2x17,5 mg iv
Farmadol 100mg / 6jam atau Dumin rectal 125mg
Bila kejang, diazepam 2mg iv
Ranitidin 3x7mg iv
Transamin 3x70mg iv
Nootropil 3x100 mg iv
Puasa, pasang NGT
Prognosa :
Dubia et malam

10

Follow-Up

Tanggal
12-09-2010
BB: 12 kg

S
Demam (+),
Muntah (-),
Kejang (+)
Kesadaran
menurun

O
E2M3V1
Ubun-ubun tegang
N: 136 x/menit,
RR: 36 x/menit, T:
38C.
Reflek cahaya (+/
+),
Ronki (-/-)
Akral hangat

A
Meningoencephal
itis

P
O2 1-2L/Menit
IVFD KAEN4A 8gtt/menit
Cefotaxim 3x250 mg iv
Dexamethason 3 mg iv (bolus)
kemudian setelah 12 jam 3x1
mg iv
Phenytoin 2x17,5 mg iv
Farmadol 100mg / 6jam atau
Dumin rectal 125mg
Bila kejang, diazepam 2mg iv
Puasa, pasang NGT
Ranitidin 3x7mg iv
Transamin 3x70mg iv
Observasi
CT-scan brain
Konsul mata
Rencana LP
Nootropil 3x100 mg iv

13-09-2010

Demam (+),
muntah (-),
Kejang (+)
Kesadaran
menurun
(+)

E1M4V1
Ubun-ubun tegang
N: 140 x/menit,
RR: 36 x/menit, T:
38,2 C.
Ronki (+/+)
Ekstremitas:
Akral hangat

Meningoencephal
itis

Nebulizer ventoline / 4jam


Aminofusin 8gr/hari
Gentamisin 2x17,5mg iv
Cek DL, LED, SGOT/SGPT,
Ureum/Creatinin, elektrolit,
UL
Terapi lain lanjut

14-09-2010

Demam (+),
muntah (-),
Kejang (+)
Penurunan

E2M4V1

Meningoencephal
itis

Fenitoin 2x20mg / IV
Terapi lain lanjut
observasi

Meningoencephal
itis

Terapi lanjut
PASI 8x(10-15cc) via NGT

15-09-2010

Demam (-),
muntah (-),
batuk (+)

N: 136 x/menit,
RR: 36 x/menit, T:
38,3C.
Reflek cahaya (+/
+),
NGT (cokelat)
BAB (+) hitam
E2M4V1
N: 132 x/menit,
RR: 28 x/menit,

11

Kejang (-)
Kesadaran
menurun
(+)
16-09-2010

Demam (-),
kejang (-),
sadar (+)

T: 36,8 C.
Reflek cahaya (+/
+), pupil isokor
2mm/2mm.
Rh: -/- , Wh: -/N: 132 x/menit,
RR: 32 x/menit, T:
37,2 C.

17-09-2010

Demam (-),
kejang (-),
sadar (+)

N: 128 x/menit,
RR: 28 x/menit, T:
36,8 C.

Meningitis
purulenta

18-09-2010

Demam (-),
kejang (-),
Batuk (+)
berdahak

N: 132 x/menit,
RR: 28 x/menit, T:
36,8 C.
Rh -/-, Wh -/-

Meningitis
purulenta

Terapi lanjut

20-09-2010

Demam (+),
kejang (-)

N: 132 x/menit,
RR: 32 x/menit, T:
38,0 C.
Rh -/-, Wh -/-

Meningitis
purulenta

21-09-2010

Demam (-),
kejang (-),
Batuk (+)

N: 128 x/menit,
RR: 28 x/menit, T:
37,0 C.
Rh +/+, Wh -/-

Meningitis
purulenta +
miliaria

Nootropil inj. Ganti oral


3x100mg
Phenytoin inj. Ganti oral 2x20
mg
Konsul bagian kulit:
Advise : betamethason cream
2x/hari
Caladin powder 2x/hari
Ventolin, nebulasi / 4jam
Terapi lain lanjut

22-09-2010

Demam (-),
kejang (-),
Batuk (+) ,
BAB cair
2x
Mencret >
5x
Batuk ,

N: 132 x/menit,
RR: 28 x/menit, T:
36, 8C.
Rh +/+, Wh -/-

Meningitis
purulenta

23-09-2010

N: 128 x/menit,
RR: 32 x/menit, T:
37, 2C.

Meningitis
purulenta

KAEN 4A 8 gtt/menit
Neebulizer stop
Aff DC
ASI/PASI 8x50cc (NGT +
oral)
Ranitidine + transamin +
farmadol stop
Dexamethason (kamis-jumat)
2x1 mg iv, dilanjutkan (sabtuminggu) 1x1mg iv
Terapi lain lanjut
ASI/PASI 8x75cc / oral
Aff NGT & O2
Terapi lain lanjut

Terapi lanjut
Meropenenm s/d hari minggu

Zinkid 1x1 tablet


Terapi lain lanjut

12

24-09-2010

25-09-2010

27-09-2010

demam (-),
kejang (-)
Demam (-),
kejang (-),
Batuk (+),
BAB cair

Rh +/+, Wh -/N: 120 x/menit,


RR: 28 x/menit, T:
37,2C.
Rh +/+, Wh -/-

Meningitis
purulenta

Terapi lanjut

Demam (-),
kejang (-),
Batuk (+),
BAB cair
(-)
Demam (-),
kejang (-),
Batuk (-),
BAB cair

N: 128 x/menit,
RR: 32 x/menit, T:
36,5C.
Rh -/-, Wh -/-

Meningitis
purulenta

Terapi lanjut

N: 126 x/menit,
RR: 30 x/menit, T:
36,5C.
Rh -/-, Wh -/-

Meningitis
purulenta

Pasien boleh pulang

Kurva Suhu

13

BAB III PEMBAHASAN

Resume Masuk Rumah Sakit


Pasien NA, umur 6 bulan, masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Dari
hasil anamnesa didapatkan kejang dialami pasien sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit A. W. Sjahranie Samarinda. Kejang terjadi selama 5 menit, kejang
seluruh tubuh dengan mata keatas, tanpa disertai muntah. Pasien kejang lagi
selang waktu 2 jam setelah kejang pertama selama 5 menit. Sebelumnya Pasien
mengalami demam tinggi selama dua hari sebelum kejang, demam disertai
menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada perubahan dan
selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Riwayat kejang sebelumnya
(-), riwayat trauma (-), BAB (+), BAK (+) normal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran E2M3V1, tanda vital: nadi 140
kali/menit, suhu badan 40,2 C, frekuensi nafas 40 kali/menit. Refleks cahaya (+/
+), pupil isokor (2mm/2mm). Pemeriksaan thorax dan abdomen dalam batas
normal. Sedangkan pada ekstremitas, spastik ekstensi pada ekstremitas atas dextra
et sinistra dan spastik pada ektremitas bawah dextra et sinistra, serta tidak di
dapatkan adanya refleks patologis dan tanda rangsangan meningeal.
Pada pemeriksaan laboratorium yaitu darah lengkap, ditemukan peningkatan
dari jumlah leukosit, yang menandakan terjadinya proses infeksi. Pada pasien ini
juga telah dilakukan pemeriksaan cairan lumbal dan CT scan kepala.
Pembahasan
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini di dapatkan diagnosis meningitis purulenta dengan gizi baik.
Dalam teori, meningitis mempunyai pelbagai penyebab, namun gejala klinis
meningitis lebih kurang sama dan khas, sehingga gejala tersebut dapat digunakan
sebagai diagnosis awal. Gejala ini bisa diperoleh dari anamnesa yaitu: suhu tubuh
mendadak naik; seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran dengan cepat
menurun, pada anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala sebelum

14

kesadarannya menurun, ada kejang yang dapat bersifat umum, fokal, atau hanya
twitching saja.2
Pada meningitis biasanya gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung
dari usia si penderita serta apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum
adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu
biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan
kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena
meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan
lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi
gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi,
Iskandar., 2002). Tanda-tanda neurologis setempat tidak ada, tetapi bayi dapat
mengalami stagnasi atau gangguan perkembangan. 1,6 Hal ini sesuai dengan yang
dialami pasien yaitu demam tinggi selama dua hari sebelum kejang, demam
disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas, tapi tidak ada
perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Dan tandatanda rangsangan meningeal tidak didapatkan serta repleks patologis sulit
dievaluasi.
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang
belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture
atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas
di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan
cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi,
sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu
menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit
kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken,
et al., 2006)
Pemeriksaan penunjang dengan CT/MRI dengan kontras dapat menentukan
adanya dan luasnya kelainan di daerah basal. Serta adanya dan luasnya
hidrosefalus.

15

Gambaran dari pemeriksaan CT-Scan/MRI kepala pada pasien meningitis


adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran
yang sering ditemukan adalah kelainan di daerah basal, tampak hidrosefalus
komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang
masih dini. 6,8,12 sedangkan pada pasien ini, gambaran CT-Scan kepalanya normal.
Pengobatan meningitis dapat diobati,tetapi tergantung dari penyebabnya.
Pengobatan meningitis dapat dilakukan terapi. Terapi tersebut bertujuan untuk
memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suportif . Selain itu
harus dilakukan pemberian obat sesuai anjuran dokter.
Pada Meningitis Purulenta :
1. Kombinasi ampisilin 12 18 gram, kloramfenikol 4 gram, intravena
dalam dosis terbagi 4 kali per hari.
2. Dapat ditambahkan campuran trimetoprim 80 mg, sulfametoksazol 400
3.
4.
5.
6.

mg intravena.
Dapat pula ditambahkan seftriakson 4 6 gram intravena.
Cairan intravena
Koreksigangguan asaam-basa dan elektrolit
Kortikosteroid . Berikan deksametason 0,6 mg/kgBB/hari selama 14
hari,15-20 menit sebelum pemberian antibiotik

Antibiotik. Terdiri dari 2 fase, yaitu empiric dan setelah ada hasil biarkan
dan uji resistensi. Pengobatan empiric pada neonatus adalah kombinasi ampisilin
dan aminoglikosida atau ampisilin dan sefotaksim.Pada umur 3 bulan sampai 10
tahun kombinasi ampisilin dan kloramfenikol atau sefuroksim / Sefotaksim /
Seftriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun digunakan penisilin. Pada Neonatus
pengobatan selama 21 hari, pada bayi dan anak 10-14 hari.

Antibiotik yang digunakan untuk Meningitis Bakterial

16

Kuman
H.influenzae
S.pneumoniae

Antibiotik
Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim
Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson ,

N.meningitidis
Stafilokok
Gram negative

vankomisin
Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson
Nafsilin, vankomisin, rifampisin
Sefotaksim, seftazidim, seftriakson, amikasin

Dosis yang diberikan Untuk Meningitis Bakterial


Antibiotik
Ampisilin
Kloramfenikol
Sefuroksim
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidim
Gentamisin
Amikasin

Dosis
200-300mg/kgBB/hari(tunggal 400mg)
100mg/kgBB/hari;Neonatus :50mg/kgBB/hari
250mg/kgBB/hari
200mg/kgBB/hari; Neonatus 0-7 hari:100mg/kgBB/hari
100mg/kgBB/hari
150mg/kgBB/hari; Neonatus :60-90mg/kgBB/hari
Neonatus 0-7hari :5mg/kgBB/hari
7-28hari:7,5mg/kgBB/hari
10-15mg/kgBB/hari

Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 1-2


mg/kgBB/hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 4-6 minggu,
setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6
minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya adalah lebih kurang 3 bulan. Indikasi kortikosteroid antara lain tekanan
intrakranial yang meningkat, adanya defisit neurologis, mencegah perlekatan
araknoidea pada jaringan otak.1,10,12
Dari alloanamnesa ditemukan kejang pada pasien ini, dimana sebelumnya
didahului dengan demam tinggi selama 2 hari tanpa penyebab yang jelas dan
setelah panas hari ke-2, pasien mengalami kejang yang bersifat umum (seluruh
tubuh), lama kejang 5 menit, sebanyak 2 kali selang waktu 2 jam, sebelumnya
belum pernah kejang. Kejang yang berulang pada pasien ini mungkin disebabkan
nilai ambang yang rendah terhadap setiap peningkatan suhu tubuh 10C (proses

17

ekstrakranial) atau mungkin dapat disebabkan suatu proses intrakranial akibat


infeksi di otak dan ini diperkuat keluhan pasien yang rewel serta tangisannya yang
cukup keras.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran, refleks cahaya (+/
+), pupil isokor (2mm/2mm), Ubun-ubun besar tegang, refleks patologis (+), kaku
kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig (-).
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, mengarah pada kecurigaan
meningitis, sehingga diganosa meningitis dapat ditegakkan. Namun, berdasarkan
literatur yang diperoleh pada pasien ini tidak disertai dengan tanda rangsang
meningeal, hal ini disebabkan karena tanda rangsang meningealvbelum muncul
atau sulit didapatkan pada anak usia dibawah satu tahun.
Setelah diagnosa meningitis ditegakkan, maka untuk memastikan jenis dan
penyebab meningitisnya, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lumbal punksi.
Pada pasien ini, cairan lumbal yang diperiksa di laboratorium RSU A.W. Sjahranie
adalah: cairannya agak keruh berwarna putih kekuningan, jumlah sel 58 sel/mm3,
PMN 70%, MN 30%,. protein: test Busa (+) positif, test Pandy (+) positif, test
Nonne/Apel (+) positif, glukosa 61 mg/dl, protein 122 mg/dl. Dari hasil
peneriksaan cairan lumbal, dapat disimpulkan jenis meningitisnya adalah
meningitis purulenta, yang didasarkan dengan cairannya yang keruh, peningkatan
sel PMN 70%, none pandy test positif, dan peningkatan jumlah protein
dibandingkan glukosanya. Namun belum bisa dipastikan penyebabnya, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tambahan berupa kultur cairan lumbal
apakah ada pertumbuhan kuman atau tidak. 6
Pada pasien ini tidak dilakukan uji tuberkulin (Mantoux test). Namun tidak
menyingkirkan kemungkinan diagnosa bisa kearah meningitis TB, karena pada
pasien ini memiliki riwayat belum pernah imunisasi BCG, dibuktikan dari
anamnesa pada orang tua pasien, dan pemeriksaan fisik dengan tidak
ditemukannya scarr ( jaringan parut ) pada lengan kanan atas pasien, tapi tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB yang mendukung diagnosa menderita
penyakit TB. Pasien ini juga telah dilakukan pemeriksaan CT scan kepala, dan
dari hasilnya diperoleh kesimpulan gambaran yang masih dalam batas normal.

18

Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda klinis kurang gizi yaitu
seperti pasien kurus, kulit kering, dan berat badan pasien saat MRS adalah 7,2 kg
dan tinggi badannya adalah 66 cm. Status gizi pasien ini dapat ditentukan
menggunakan Z-score WHO. Berdasarkan Z-score WHO maka status gizi pasien
termasuk gizi baik.
Saat masuk rumah sakit, berat badan pasien adalah 7,2 kg dan setelah
menjalani perawatan di rumah sakit, berat badan pasien menjadi 7,5 kg. Hal ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan berat badan setelah di rawat di rumah sakit.
Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi kita bahwa, sangat penting untuk
memperhatikan kebutuhan gizi pasien terutama yang dirawat dalam jangka waktu
yang lama. Sehingga pada pasien ini diberikan ASI/PASI 2x75cc melalui selang
NGT, hasilnya pasien mengalami perbaikan gizi ditandai dengan peningkatan
berat badan 0,3 kg selama perawatan di RSU A.W Sjahranie.
Dengan

demikian

berdasarkan

anamnesa,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan penunjang yang ditandai dengan cairan lumbal yang keruh,


peningkatan sel PMN 70%, none pandy test positif, dan peningkatan jumlah
protein dibandingkan glukosanya, dan peningkatan leukosit darah dari
15.400/mm3 menjadi 25.100/mm3 sehingga dapat disimpulkan diagnosa penyebab
meningitis purulenta.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah: O2 1-2L/Menit, IVFD
KAEN4A 8gtt/menit, Cefotaxim 3x250 mg iv, Dexamethason 3 mg iv (bolus)
kemudian setelah 12 jam 3x1 mg iv, Phenytoin 2x17,5 mg iv, Farmadol 100mg / 6
jam atau Dumin rectal 125mg, Bila kejang berikan diazepam 2mg iv, dipuasakan,
dipasang NGT, Ranitidin 3x7mg iv, Transamin 3x70mg iv.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah

memenuhi standar pengobatan,

dimana selain memperbaiki keadaan umum dan nutrisinya, juga diberikan


pengobatan

berdasarkan penyebabnya

dengan pemberian

antibiotik

dan

Pemberian kortikosteroid (deksamethasone 2x2,5 mg iv) untuk mencegah


perlekatan araknoidea pada jaringan otak, tekanan intrakranial yang meningkat,
dan adanya defisit neurologis.1

19

Prognosis pada pasien ini berbanding lurus dengan tahapan klinis saat
pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya , semakin buruk
prognosisnya. Adanya hidrosefalus disertai kelainan (enhacement) daerah basal
pada pemeriksaan CT-scan menunjukan tahap lanjut penyakit dengan prognosis
yang buruk.1

20

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.

Pasien di diagnosa meningitis purulenta. Diagnosa meningitis purulenta ini


dibuat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.

Pasien mendapat terapi meningitis sesuai dengan penyebabnya yaitu adanya


dugaan infeksi bakteri pada SSP (susunan syaraf pusat) nya.

B. SARAN
1.

Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan berupa kultur cairan


lumbal, kultur bilasan cairan lambung untuk membantu dan menegakkan
diagnosa pasti meningitis serosa nya.

2.

Perlu dilakukan anamnesa ulang yang lebih teliti lagi pada keluarga pasien
apakah terdapat riwayat kontak dengan penderita TBC di lingkungan sekitar
tempat tinggal pasien.

3.

Pada pasien ini juga perlu dilakukan pemantauan berat badan setiap hari
serta kebutuhan gizinya agar tidak lebih memperburuk keadaan umumnya.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta


2. Mardjono M., Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat.
Jakarta.
3. Schwartz W. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. EGC. Jakarta
4. Mansjoer A, Suprohaita, Waedhani I, dkk. 2005. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta.
5. Price S. Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. EGC. Jakarta.
6. Davey P. 2006. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta.
7. Hull D., Johnston D. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. Edisi 3. EGC. Jakarta.
8. Harsono,dkk. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.

22

Bagian Ilmu Penyakit Anak

Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Umum


Universitas Mulawarman

MENINGITIS PURULENTA

Disusun Oleh :
Awang Heriady
01.30302.00050.09
Pembimbing :
dr. H.M. Adnan Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Anak
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Samarinda
2010
23

Anda mungkin juga menyukai