PENDAHULUAN
2
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
2.2 ANAMNESA
tersebut dirasakannya sejak 1 tahun yang lalu dan pernah di rawat di rumah
sakit. Untuk riwayat trauma disangkal oleh pasien. Pasien mengaku memiliki
riwayat darah tinggi yang tidak terkomtrol sejak 15 tahun yang lalu, pasien
mengkonsumsi obat penurunan tekanan darah apabila kepalanya terasa sakit.
Pasien juga memilki riwayat kencing manis sejak 10 tahun yang lalu., untuk
menurunkan kadar gula darah pasien mengkonsumsi metformin dan
glucodex.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan yang sama (+)
Hipertensi (+)
Riwayat Pengobatan :
Candesartan (Tidak rutin)
Metformin
Glucodex
Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak teratur minum obat, pasien minum obat apabila kepalanya
terasa sakit. Pasien gemar minum kopi, makan goreng-gorengan, dan sering
mengkonsumsi makanan yang tinggi garam. Kebiasaan merokok dan minum
alkohol disangkal oleh pasien.
5
Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Generalisata :
c. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
2. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasi trakea.
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae
sinistra
Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae
sinistra
Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan
bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun
dinamis, retraksi otot-otot pernapasan (-)
Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
7
1. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
dextra.
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada
a. Rangsangan Meningeal
b. Nervus Kranialis
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : + (pasien dapat menunjukkan tempat
rangsang raba)
b. Motorik : + (pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut)
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : +/+
Menggembungkan pipi : Asimetris, kiri lebih gembung
Menyeringai` : Asimetris, kanan tertinggal
Gerakan involunter : -/-
9
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Simetris
b. Kekuatan M. Trapezius : Simteris
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Menjulurkan lidah : Devi asi kear ah ki ri
d. Artikulasi : Pello
10
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : N/N
Triceps : N/N
Achiles : N/N
Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
4444 4444
Ekstremitas superior dextra Ekstremitas superior sinistra
3333 3333+
Ekstremitas Inferior dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-
b. Hipertoni : -/-
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.
11
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : dalam batas normal
2. Konsentrasi : dalam batas normal
3. Disorientasi : dalam batas normal
4. Kecerdasan : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Bahasa : dalam batas normal
6. Memori : tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : pasien dapat mengenal objek dengan baik
g. Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri
Raba Menurun +
Nyeri + +
Suhu + +
Prepioseptif + +
2.3 Diagnosa
a. Diagnosis Klinis : Bihemiparase+ disatria+parase N.Facialis+ Chelpagia
b. Diagnosis Topis : Subkorteks
c. Diagnosis Etiologi : Cerebral Infark
d. Diagnosis Skunder : Hipertensi dan Diabetes Mellitus+Hiperkolesterolemia
12
2.4 TERAPI
o Bed rest
o IVFD Asering 16 gtt/i
o Iv. Citicolin 250mg /12jam
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Paracetamol 2x500mg
Hematokrit 30,6 %
MCV 88,4 fL
MCH 30,9 pg
Hitung Jenis
Eusinofil 1.6 %
Basofil 0,1 %
Neutrofil 61,0 %
Limfosit 32,3 %
Monosit 5,0 %
Kimia Klinik
GDS 133 mg/dL
Ureum 29 mg/dL
Creatinin 1,11 mg/dL
Asam Urat 6.2 mg/dL
Cholesterol Total 214 mg/dL
Cholesterol HDL 47 mg/dL
Cholesterol LDL 132 mg/dL
Trigliserida 175 mg/dL
CT-Scan kepala
Kesan :
Tampak lesi hypodense batas kurang tegas
di lobe temporalis sinistra
Tampak lesi hypodense batas tegas di lobue
temporalis dextra
Sulcy dan gyrus baik
System ventrikel normal
Tidak tampak deviasi midline structure
Pons dan cerebellum baik
Kesimpulan: Orbita, mastoid normal
• Subacute infarction di lobe temporalis Sinus frontal, ethmoid, spenoid normal
dextra .
• Chronic infarction di lobe temporalis
sinistra
14
Foto Thorax
Kesimpulan : cardiomgegali
2.5 FOLLOW UP
Tanggal/ Hari Rawatan Analisa Penatalaksanaan
9/ 8 / 2019 S/ Lemah Anggota gerak Th/ Bedrest
H+2 (+/+), Bicara pelo (+), IVFD Asering 16 gtt/i
Citicolin 1x100mg
kejang (-) nyeri kepala(+)
Neurosanbe 2x100mg
mual (-), muntah (-) Amlodipin 1 x 5 mg
Atorvastatin 1x10mg
Paracetamol 2x500mg
O/ Kes : Compos Mentis
TD : 132/90 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
A/ Stroke Iskemik +
Hipertensi + Dm tipe 2 +
15
Hiperkolesterolemia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
3.2 Fisiologi
3.3 Definisi
3.4 Epidemiologi
3.5 Etiologi
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
3
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun
yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
22
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,
dan fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
3.7 Klasifikasi
4
Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi
setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans
sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh- pembuluh ini menyebabkan
daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala
yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan
terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
25
3.8 Patofisiologi
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik
penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan
terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya.
Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah
primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan
membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks
kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi
neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks
kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak
yang menyebabkan kematian sel.
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba
atau mendengar suaranya.
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang
disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan
raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
29
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-
tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat
terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
3.10 Diagnosis
Gambaran Klinis.
1. Anamnesa :
a. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan
fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor
kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler
(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan
kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.(4)
b. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial,
fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke
harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan
dahinya.4,7
anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri
serebri anterior dan media pun dapat timbul.4,8
6) Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans
kecil di daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20
mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja,
atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.4
2. Gambaran Laboratorium
Gambaran Radiologi
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut. 3
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.3
3.11 Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Penatalaksanaan komplikasi :
1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang
ada, lalu diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus : 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg
BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara
rutin.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
1) Terapi Trombolitik
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas.
Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian
dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E)
dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam.
Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas.
Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak
dianjurkan.15
2) Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.15
1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis:
40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung
PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.16
2. Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat
40
3) Hemoreologi
1. Aspirin
41
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.16
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi,
angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen
untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif
berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.16
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih
tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang,
adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.16
5) Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada
kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang
percobaan maupun pada manusia.15
43
6) Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.18
1. Karotis Endarterektomi
Rehabilitasi
Terapi Preventif
3.12 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.21
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun
agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol
dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan
dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder
stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami
45
transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada
5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis
dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan
evakuasi.
3.13 Prognosis
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak
terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan
perfusi ke otak, mengurangi oedem otak dan pemberian neuroprotiktor.
47
DAFTAR PUSTAKA