Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai


manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-
negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah


penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.
Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000
penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan
hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan
penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.3

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke


iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor
resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang
dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor
resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.1

2
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama: Kemala Rusni


Usia : 64 Tahun
Alamat : Sungai Pauh, Langsa Barat
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan: IRT

2.2 ANAMNESA

Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kiri dan kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD langsa dengan kelemahan anggota gerak
kiri dan kanan yang terjadi secara tiba-tiba saat bangun tidur yang dirasakan
1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan tersebut disertai dengan nyeri
kepala yang hebat tanpa adanya penurunan kesadaran. Keluhan tersebut
dirasakan terus menerus sehingga aktivitas pasien terganggu. Selain itu
pasien juga mengeluhkan bicara pelo tidak jelas dan mulut merot.
Sebelumnya pasien mengeluhkan kesemutan pada kedua kaki, akan tetapi
keluhan kejang, mual dan muntah disangkal oleh pasien. Untuk keluhan BAK
dan BAB dalam batas normal.
Pasien sebelumnya pernah mengalami hal yang sama, akan tetapi
hanya pada kedua anggota gerak kanan ,bicara pelo dan tidak jelas, keluhan
4

tersebut dirasakannya sejak 1 tahun yang lalu dan pernah di rawat di rumah
sakit. Untuk riwayat trauma disangkal oleh pasien. Pasien mengaku memiliki
riwayat darah tinggi yang tidak terkomtrol sejak 15 tahun yang lalu, pasien
mengkonsumsi obat penurunan tekanan darah apabila kepalanya terasa sakit.
Pasien juga memilki riwayat kencing manis sejak 10 tahun yang lalu., untuk
menurunkan kadar gula darah pasien mengkonsumsi metformin dan
glucodex.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan yang sama (+)

Hipertensi (+)

Diabetes Melitus (+)

Penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan yang sama (-)
Hipertensi (+)
Diabetes Mellitus (+)
Penyakit jantung (-)

Riwayat Pengobatan :
Candesartan (Tidak rutin)
Metformin
Glucodex

Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak teratur minum obat, pasien minum obat apabila kepalanya
terasa sakit. Pasien gemar minum kopi, makan goreng-gorengan, dan sering
mengkonsumsi makanan yang tinggi garam. Kebiasaan merokok dan minum
alkohol disangkal oleh pasien.
5

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Kesan sakit : Kesan sakit sedang

Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7oC

Status Generalisata :

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,


turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba
hangat.

b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata


 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL
+/+, RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-),
sekret (-/-)
 Mulut : mencong (-), kering (-), sianosis (-)
 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-
); uvula di tengah.
6

c. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
2. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasi trakea.

d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
 Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae
sinistra
 Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae
sinistra
 Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan
bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
 Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru
 Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun
dinamis, retraksi otot-otot pernapasan (-)
 Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
7

1. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
dextra.

Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)


2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak
terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai

70o/tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis

1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman


2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak ada gangguan
b. Warna : Tidak ada gangguan
c. Funduskopi : Tidak ada gangguan
d. Lapang pandang : Tidak ada gangguan
8

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)


a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+),
medial (+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+),
bawah medial (+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
d. Refleks Pupil
 langsung : + /+
 Tidak langsung :+/+

4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : + (pasien dapat menunjukkan tempat
rangsang raba)
b. Motorik : + (pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut)
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : +/+
 Menggembungkan pipi : Asimetris, kiri lebih gembung
 Menyeringai` : Asimetris, kanan tertinggal
 Gerakan involunter : -/-
9

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N. IX, N. X (Glossofaringeus, Vagus)


a. Refleks menelan : +
b. Perasat lidah (1/3 anterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Refleks muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Posisi uvula : Normal, Deviasi (-)
e. Posisi arkus faring : Normal

8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Simetris
b. Kekuatan M. Trapezius : Simteris
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Menjulurkan lidah : Devi asi kear ah ki ri
d. Artikulasi : Pello
10

c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/ N

b. Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Chaddock : -/-
 Gordon : -/-
 Scaeffer : -/-
 Hoffman-Trommer : -/-

2. Kekuatan Otot
4444 4444
Ekstremitas superior dextra Ekstremitas superior sinistra
3333 3333+
Ekstremitas Inferior dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-

b. Hipertoni : -/-
d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.
11

e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : dalam batas normal
2. Konsentrasi : dalam batas normal
3. Disorientasi : dalam batas normal
4. Kecerdasan : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Bahasa : dalam batas normal
6. Memori : tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : pasien dapat mengenal objek dengan baik

g. Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri
Raba Menurun +
Nyeri + +
Suhu + +
Prepioseptif + +

g. Susunan Saraf Otonom


Inkontinensia : -
Hipersekresi keringat : -

2.3 Diagnosa
a. Diagnosis Klinis : Bihemiparase+ disatria+parase N.Facialis+ Chelpagia
b. Diagnosis Topis : Subkorteks
c. Diagnosis Etiologi : Cerebral Infark
d. Diagnosis Skunder : Hipertensi dan Diabetes Mellitus+Hiperkolesterolemia
12

2.4 TERAPI

o Bed rest
o IVFD Asering 16 gtt/i
o Iv. Citicolin 250mg /12jam
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Paracetamol 2x500mg

2.5 RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium darah tanggal 8 Agustus 2019
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,7 g/dL

Eritrosit 3,46 106/uL

Hematokrit 30,6 %

MCV 88,4 fL

MCH 30,9 pg

MCHC 35,0 g/dL

Hitung Jenis

Eusinofil 1.6 %

Basofil 0,1 %

Neutrofil 61,0 %

Limfosit 32,3 %

Monosit 5,0 %

Trombosit 262 103/Ul


13

Kimia Klinik
GDS 133 mg/dL
Ureum 29 mg/dL
Creatinin 1,11 mg/dL
Asam Urat 6.2 mg/dL
Cholesterol Total 214 mg/dL
Cholesterol HDL 47 mg/dL
Cholesterol LDL 132 mg/dL
Trigliserida 175 mg/dL

CT-Scan kepala

Kesan :
 Tampak lesi hypodense batas kurang tegas
di lobe temporalis sinistra
 Tampak lesi hypodense batas tegas di lobue
temporalis dextra
 Sulcy dan gyrus baik
 System ventrikel normal
 Tidak tampak deviasi midline structure
 Pons dan cerebellum baik
Kesimpulan:  Orbita, mastoid normal
• Subacute infarction di lobe temporalis  Sinus frontal, ethmoid, spenoid normal
dextra .
• Chronic infarction di lobe temporalis
sinistra
14

Foto Thorax

Kesimpulan : cardiomgegali

2.5 FOLLOW UP
Tanggal/ Hari Rawatan Analisa Penatalaksanaan
9/ 8 / 2019 S/ Lemah Anggota gerak Th/ Bedrest
H+2 (+/+), Bicara pelo (+), IVFD Asering 16 gtt/i
Citicolin 1x100mg
kejang (-) nyeri kepala(+)
Neurosanbe 2x100mg
mual (-), muntah (-) Amlodipin 1 x 5 mg
Atorvastatin 1x10mg
Paracetamol 2x500mg
O/ Kes : Compos Mentis
TD : 132/90 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
A/ Stroke Iskemik +
Hipertensi + Dm tipe 2 +
15

Hiperkolesterolemia

10/ 8 / 2019 S/ Lemah Anggota gerak Th/ Bedrest


H+3 (+/+) Bicara pelo (+), IVFD Asering 16 gtt/i
Kejang (-), nyeri kepala Citicolin 1x1000mg
Neurosanbe 2x100mg
berkurang (+), mual (-),
Amlodipin 1 x 5 mg
muntah (-) Atorvastatin1x10mg
Paracetamol 2x500mg

O/ Kes : Compos Mentis


TD : 150/75 mmHg
HR : 87 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
A/ Stroke Iskemik +
Hipertensi + Dm tipe 2 +
Hiperkolesterolemia
16

11/8/ 2019 S/ Lemah Anggota gerak Th Bedrest


H+4 kanan (+) kiri berkurang IVFD Asering 16 gtt/i
(+) Kejang (-) nyeri Citicolin 1x1000mg
kepala (-), mual (-), Neurosanbe 2x100mg
muntah (-) Amlodipin 1 x 5 mg
O/ Kes : Compos Mentis Atorvastatinn 1x10mg
TD : 120/70 mmHg Paracetamol 2x500mg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC Obat Pulang :
A/ Stroke Iskemik +  Amlodipin 1x5 mg
PBJ
Hipertensi + Dm tipe 2 +  Neurosanbe 2x100mg
Hiperkolesterolemia  Atorvastatin 1x10mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis


(arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis
interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk
ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan
retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri
media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis
dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri
vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar
tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk
17

rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-


masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan
pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir
sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah
bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri
serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
1
cabang-cabang arteri serebri lainya.

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3


sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan
arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri
karotis ekterna (Pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat
lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut
Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah
vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah
ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya
melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.2,3
18

3.2 Fisiologi

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan


sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak,
serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO)
19

dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah


tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena,
dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor
darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
1
(kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang terpenting
adalah tekanan darah sistemik (factor jantung, darah, pembuluh darah, dll),
dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk
menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan
darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut
daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan
1
sistolik antara 50-150 mmHg).

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di


antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun,
serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana
pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang
tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO
menurun.1

3.3 Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah


suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
20

Stroke Iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.1

3.4 Epidemiologi

Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian


besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin
tua umur, resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak
mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki
daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna
berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.2

Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian


nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang.3

Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5


juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5
juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.2

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit


utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit
jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan
700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama,
sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen
penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.2
21

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan


kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.2

3.5 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering


disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran
serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran
darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung
2
pada terjadinya kematian neuron dan infark serebr.

1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
3
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun
yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
22

 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit


“caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari


right- sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3%
stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi
pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2

3.6 Faktor Resiko

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan


seorang dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat
beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni:2,3

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


23

2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,
dan fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi


peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien
dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.2

3.7 Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam bentuk klinis:1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala
neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah


hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi
lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.
24

4
Berdasarkan subtipe penyebab :

a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi
setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans
sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh- pembuluh ini menyebabkan
daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala
yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.

b. Stroke trombotik pembuluh besar


Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran
kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik.

c. Stroke embolik

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan
terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.

d. Stroke kriptogenik
25

Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa


penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

3.8 Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah


satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli.
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+


dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul
26

iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik
penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan
terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya.
Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah
primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan
membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks
kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi
neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks
kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak
yang menyebabkan kematian sel.

3.9 Manifestasi Klinis

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak


bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan
pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
27

Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan


sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut
akan memberikan gejala klinis tertentu.11

 Gangguan pada sistem karotis


Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media)
dapat terjadi gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan
dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior),


dapat memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang
pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral
disebut cortical blindness.
28

2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba
atau mendengar suaranya.

 Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan


penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan
kesadaran.9,10

Selain itu juga dapat menyebabkan :


 Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan
 Kehilangan keseimbangan
 Vertigo
 Nistagmus.11

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang
disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan
raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
29

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-
tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat
terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9

3.10 Diagnosis

 Gambaran Klinis.
1. Anamnesa :

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami


defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala- gejala tersebut dapat
muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.

Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting


untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa
faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
2
ensefalitis, dan hiponatremia.
30

a. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan
fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor
kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler
(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan
kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.(4)

b. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial,
fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke
harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan
dahinya.4,7

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang


tersumbat.

1) Arteri serebri media (MCA)


31

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi


kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena
MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas maka kelemahan tungkai
atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.4,8
2) Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan
gangguan bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking
reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai
bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral,
demensia, dan inkontinensia urin.4,8
3) Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous
kontralateral, kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat
kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan memori.4,8
4) Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus
kranialis, serebellar, batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara
lain vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks
tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan
rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan
klinis yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan
deficit motorik kontralateral).4,8

5) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)


Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling
sering adalah bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis
interna dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna
adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang
episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea
32

anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri
serebri anterior dan media pun dapat timbul.4,8

6) Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans
kecil di daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20
mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja,
atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.4

2. Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan


mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.9

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan


yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal).9

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati


pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan.9

Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke


dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan
33

adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang


buruk dari stroke.9

 Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan


stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke
dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip
dengan stroke ( hematoma, neoplasma, abses ). 3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat
daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik
adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA),
3
asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
34

CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk


mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
3
hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT


angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah
3
yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.

b) MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut. 3

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai


stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada
semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
35

trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.3

3.11 Penatalaksanaan

Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang


perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.
Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul,
fokal, dan non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
hemoragik.

Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :


1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik
non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah
penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7

Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.

 Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian


besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi
jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan


sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
36

mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan


haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.

Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3


1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.3
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan
funduskopi.3
3. Blood
 Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
 Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
 Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
 Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
 Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti,
disertai latihan buli-buli.10
37

Penatalaksanaan komplikasi :
1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang
ada, lalu diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus : 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg
BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara
rutin.10

Penatalaksanaan keadaan khusus :


1. Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini :
 Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
 Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
 Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
 Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
38

4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak


yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut. 1

a) Mengembalikan reperfusi otak

1) Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara


intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.15

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders


and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari
3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10%
dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam
tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak
mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah
perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.15

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw


dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
39

skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas.
Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian
dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E)
dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam.
Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas.
Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak
dianjurkan.15

2) Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.15

1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis:
40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung
PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.16

2. Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat
40

dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan.


Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin.
Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu.
Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus
250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan
Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik
heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan
oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali
normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan
intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg
protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).16

3) Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan


hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline
diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela
waktu 12 jam sesudah onset.15

4) Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

1. Aspirin
41

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan


sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.16

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.16

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara


lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase).
Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.16

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg


(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita.16
42

2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi,
angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen
untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif
berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.16

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis


terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi
tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam
mencegah serangan ulang stroke iskemik.16

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih
tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang,
adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.16

5) Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada
kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang
percobaan maupun pada manusia.15
43

6) Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.18

1. Karotis Endarterektomi

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna


yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical
procedure that cleans out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in
the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin
saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk
stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas
akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.18

2. Angioplasti dan Sten Intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral


serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi
namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.18

 Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada


tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke. 1
44

 Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45


tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi
sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi,
terapi wicara, dan psikoterapi.1

 Terapi Preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru


sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
resiko stroke seperti:
 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur. 1

3.12 Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.21

1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun
agak jarang (10-20%)

2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol
dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan
dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder
stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami
45

transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada
5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis
dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan
evakuasi.

3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-


stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang
mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.
Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

3.13 Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling


penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.
Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien
dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini
tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke.
Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua
pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan
perawatan institusional.11,22
46

BAB IV
KESIMPULAN

Stroke Iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasikan berdasarkan etiologinya
yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti.

Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik


adalah CT-Scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan
iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-Scan maka dapat dilakukan sistem skoring
untuk mengerucutkan diagnosa.

Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak
terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan
perfusi ke otak, mengurangi oedem otak dan pemberian neuroprotiktor.
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum


tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita
Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press; 2005. h.81-82.
2. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan
dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
3. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit
Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
4. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of
Neurology 8 th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-
67
5. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8th
edition. New York: McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
6. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor
Yudha EK. 3rd edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251
7. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga;
2007. P. 89
8. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51.
Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014
48

9. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya:


Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993.
P. 20. Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014.
10. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd
edition. New York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8.
11. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-
Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of
Clinical Neurosciences 8; 2000. P. 245-9.
12. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19

Anda mungkin juga menyukai