Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi

klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.

WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler.

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit

jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga

menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia,

prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi

stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007,

stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung

lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik

lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu

tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh:

usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas,

hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan

kejadian stroke di satu negara.

1
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS

Nama : Tn.T Agama : Islam

Umur : 43 tahun Alamat : kota manna

Pekerjaan : swasta Tanggal masuk : 27/11/2018

Status perkawinan : Menikah

2.2 ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 27

november 2017

Keluhan Utama : Tangan dan kaki kiri terasa lemah tidak bisa digerakkan sejak bangun

tidur pagi

Keluhan Tambahan : Bicara pelo dan mulut miring ke kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Hasanudin Damrah Manna pada

tanggal 27 november 2017 dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kiri tidak bisa

digerakkan. Hal ini dirasakan oleh pasien bangun pagi SMRS. Pasien juga mengeluhkan

bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke kanan sejak tangan dan kaki kirinya lemas.

Keluhan lainnya seperti sakit kepala, muntah, dan pingsan sebelum timbul kelemahan

disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, dan

trauma disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

2
Pasien baru pertama kali mengalami hal yang seperti ini.Riwayat hipertensi (+)

sejak 2 tahun lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang seupa dengan pasien.

Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantungpada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien rutin kontrol dan meminum obat darah tinggi .

Riwayat Kebiasaan

Pasien gemar meminum kopi dan makan goreng-gorengan. Kebiasaan merokok di

akui pasien.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : compos mentis E4V5M6

Kesan sakit : Kesan sakit sedang

Tanda vital : Tekanan darah : 195/115 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Pernapasan : 19 x/menit

Suhu : 36,7oC

Status Generalis

a. Kulit :Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.

b. Kepala :Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL

+/+, pupil isokor 3mm/3mm

3
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),

sekret (-/-)

 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)

 Mulut : Sudur bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-), lidah sedikit

mencong ke kanan

 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah

c. Pemeriksaan Leher

a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa

b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak

terdapat deviasi trakea

d. Pemeriksaan Toraks

Jantung

a) Inspeksi :Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra

b) Palpasi :Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra

c) Perkusi :

Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup

Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup

Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi

redup

Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup

d) Auskultasi:Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi

otot-otot pernapasan (-)

b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri

4
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

e. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)

b) Auskultasi : Bising usus (+) normal

c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

k. Pemeriksaan Ekstremitas

 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)

 Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dextra

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat

tahanan sblm mencapai 135º)

5. Laseque : -/-(tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul

tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis

1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman

2. N-II (Optikus)

5
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)

a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),

atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)

b. Ptosis :- /-

c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm

e. Refleks Pupil

 langsung :+/+

 tidak langsung :+/+

4. N-V (Trigeminus)

a. Sensorik

 N-V1 (ophtalmicus) : +

 N-V2 (maksilaris) : +

 N-V3 (mandibularis) : +

(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)

b. Motorik : +

Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut

c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)

a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Motorik

 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri

6
 Menutup mata : +/+

 Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)

 Menyeringai` : kiri (lemah minimal), kanan (baik)

 Gerakan involunter : -/-

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Keseimbangan

 Nistagmus : Tidak Dilakukan pemeriksaan

 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Pendengaran

 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

a. Refleks menelan : +

b. Refleks batuk : +

c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )

f. Posisi arkus faring : Simetris

8. N-XI (Akesorius)

a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+

b. Kekuatan M. Trapezius : + /+

9. N-XII (Hipoglosus)

a. Tremor lidah :-

b. Atrofi lidah :-

7
c. Ujung lidah saat istirahat : -

d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan

e. Fasikulasi :-

c. Pemeriksaan Motorik

1. Refleks

a. Refleks Fisiologis

 Biceps : N/N

 Triceps : N/N

 Achiles : N/N

 Patella : N/ N

b. Refleks Patologis

 Babinski : -/-

 Oppenheim : -/-

 Chaddock : -/-

 Gordon : -/-

 Scaeffer : -/-

 Hoffman-Trommer : -/-

2. Kekuatan Otot

4444 3333

Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra

4444 3333

Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

Ket: 5  Dapat melawan tahanan, normal

8
3. Tonus Otot

a. Hipotoni : - /-

b. Hipertoni : -/-

d. Sistem Ekstrapiramidal

1. Tremor : -

2. Chorea : -

3. Balismus : -

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan

e. Sistem Koordinasi

1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

f. Fungsi Kortikal

1. Atensi : Dalam Batas Normal

2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal

3. Disorientasi : Dalam Batas Normal

4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Bahasa : Disartria

6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori

7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik

g. Susunan Saraf Otonom

Inkontinensia :-

Hipersekresi keringat :-

9
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 27 november 2017

Darah lengkap

Leukosit : 8600/uL (H)

Hemoglobi : 13,9 g/dL (L)

Hematokrit : 39% (L)

Trombosit : 359.000/uL

Kimia klinik

Asam urat : 4,6 mg/dL

Kolestrol : 125 mg/dL (H)

Kreatinin : 1,2 mg/dL (H)

Ureum : 31 mg/dL (H)

SGOT : 27 mg/dL

SGPT : 21 mg/dL

2.5 RESUME

Seorang laki-laki Tn.t usia 43 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD

hasanudin damrah mannadengan keluhan hemiplegi sinistra sejak bangun pagi SMRS.

Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya.. Dari pemeriksaan fisik

status generalis tidak ditemukan kelainan yang berarti selain hipertensi. Dari pemeriksaan

status neurologis ditemukan adanya kelemahan pada ekstremitas sinistra,bicara pelo ,mulut

10
miring ke kanan. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kesan leukosit, asam

urat ,trombosit, kolestrol ,ureum creatinine dalam batas normal. Pemeriksaan CT-Scan

menunggu.

2.6 DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis klinis : Hemiplegi sinistra dengan paresis N.VII Dextra tipe sentral dan

paresis N.XII sinistra tipe sentral.

Diagnosis topik : Suspek lesi pada hemisferium cerebri dextra

Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik

Diagnosis banding  Stroke hemoragik

2.7 TERAPI

 Bed rest

 Oksigen kanul 3lpm

 IVFD RL 20 tpm mikro

 Inj. Citicholin 3x500mg

 Inj. Furosemide 1x 1 ampul

11
2.8 FOLLOW UP

Tgl. S O A P

28/11/2017 Tangan dan kaki TD 140/90 mmHg SNH hari Infus RL 20tpm

kiri terasa berat N 80x/menit 2+ Inj.brainnact 2x500mg

dan kurang terasa hipertensi Inj. Ranitidine 2x 1 amp

GCS E4V5M6 grade 1 Amlodipine 1x5 mg

Pupil bulat isokor Cpg 1x 75 mg

3mm/3mm Neurodex 2x 1tablet

RCL +/+

RCTL +/+

Kaku kuduk (-)

Meningeal (-)

Refleks fisiologis

(-/-)

5 4

5 3

Refleks patologis

(- / -)

Otonom :

BAK (+)

12
BAB (+)

Motorik

29/11/2017 Tidak ada TD 170/90 mmHg SNH hari Infus RL 20tpm

keluhan N 87x/menit 3+ Inj.brainnact 2x500mg

hipertensi Inj. Ranitidine 2x 1 amp

GCS E4V5M6 grade 2 Amlodipine 1x5 mg

Pupil bulat isokor Cpg 1x 75 mg

3mm/3mm Candesartan 1x 8 mg

RCL +/+ Neurodex 2x 1tablet

RCTL +/+

Kaku kuduk (-)

Meningeal (-)

Refleks fisiologis

(-/-)

5 5

5 -5

Refleks patologis

(- / -)

motorik

Otonom :

BAK (+)

13
BAB (+)

2.9 PROGNOSIS

Ad vitam : Ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad malam

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

VASKULARISASI SARAF PUSAT

3.1 Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis

interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan

diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis

karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk

nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri

serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan

beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan

dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis

tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen

magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada

batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah

mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris

berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi

lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini

bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.

Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling

berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1

15
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem

kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni

lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri

komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri

serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri

serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita,

masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna.

Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah

ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri

tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan

otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang

terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior

dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan

menuju ke jantung.1

16
3.2 Fisiologi

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem

vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian

posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor

yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke

sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor

darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk

membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor

jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak

(arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan

darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi

pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1

17
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya

seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.

Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam

(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,

PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan

darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga

memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.

STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK

3.3 Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan

fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal

maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan

kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada

umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau

kematian.1

3.4 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh

emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga

dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses

yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik

yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2

18
1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan

tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3

a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian

kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;

 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang

meninggalkan gangguan pada katup mitralis;

 Fibralisi atrium;

 Infark kordis akut;

 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung

miksomatosus sistemik;

b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.

 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit

“caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-

sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik

adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),

trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung

kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh

19
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya

infark miokard.2

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering

adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri

karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi

aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus

aterosklerosis(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya

trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri

serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap

proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan

terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2

3.5 Faktor Resiko

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter

untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke

non hemoragik, yakni: 2,3

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)

2. Hipertensi

3. Merokok

4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi

atrium kiri)

5. Hiperkolesterolemia

6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

20
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas

darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami

stroke non hemoragik.2

3.6 Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah

di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit

(RIND).

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,

tapi tidak lebih dari seminggu.

3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana

sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,

kesadaran tidak terganggu

Berdasarkan subtipe penyebab :4

a. Stroke lakunar

Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom

stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.

Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah

satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau

21
arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-

pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut

lacuna.Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman

pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.

b. Stroke trombotik pembuluh besar

Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami

dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik

ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang

terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.

c. Stroke embolik

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi

akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek

maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien

beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita

stroke hemoragik di kemudian hari.

d. Stroke kriptogenik

Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab

yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis

yang ekstensif.

3.7 Patofisiologis

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah

aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri

kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi

di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan

bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:

22
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran

darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan

aterom.

3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang

kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan

hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut

sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami

kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan

permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis

laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul

dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis

mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.

Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu

dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron

di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan

glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan

menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat

akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels).

Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel

yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi

neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga

23
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau

NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel

akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya

aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia

3.8 Diagnosis

1. Gambaran Klinis

a) Anamnesis

24
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit

neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan

non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan

tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala

umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau

qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,

ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-

gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.

Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan

perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu

dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan

hingga pasien bangun (wake up stroke).

 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari

pertolongan.

 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,

infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan

hiponatremia.2

b) Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,

25
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus

mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,

dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko

stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2

c) Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala

stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti

stroke, dan menyediakan informasi neurologi untukmengetahui keberhasilan

terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan

status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik

dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan

tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus

dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s

palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu

mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang

tersumbat:6

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain

Sindrom Sirkulasi Anterior

A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),

(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-

tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit

kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia

A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer

atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect

tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),

26
kontralateral. hemianopsia, disfagia

A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer

bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer

non-dominan), kontruksional

apraksia

A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal

tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan

atau ringan sekali sensoris neglect sementara

(hemisfer non-dominan)

A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer

(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-

lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan

kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan

ringan) alvi

Sindrom Sirkulasi Posterior

A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke

umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf

cranial yang menyebabkan

diplopia, disartria, disfagia,

disfonia, gangguan emosi

A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian

berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia

chorea pada tangan,

hipestesia atau anestesia

terutama pada tangan

Pembuluh Darah Kecil

Lacunar infark Gangguan motorik murni,

27
gangguan sensorik murni,

hemiparesis ataksik, sindrom

clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin

pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang

memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula

menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.

Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan

antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke

dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya

hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3

3. Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan

stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik

memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini

juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi

kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke

(hematoma, neoplasma, abses).3

28
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.

Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang

menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah

hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu

terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya

insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan

hilangnya perberdaan gray-white matter.3

CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk

mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan

pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya

hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi

(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral

yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,

CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami

hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3

b) MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih

awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI

29
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak

panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis

atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG

transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih

lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri

vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien

dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.

Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain

itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.

Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG

dan foto thoraks.3

3.9 Penatalaksanaan

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita

jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak

mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah

30
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu

dipelihara fungsi optimal:1

 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar

 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG

 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan

sampai menurunkan perfusi otak

 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh

diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus

kronis

 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans

cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang

menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan

pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1

a) Mengembalikan reperfusi otak

1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan

secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu

enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan

protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of

Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan

dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9

mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara

bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah

pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya

31
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,

yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah

mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7

2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang

mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak

artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark

lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan

penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri

karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang

terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena

pemberian heparin tersebut.7

3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

 Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan

sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti

thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan

stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80

mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan

dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang

merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat

diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi

cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half

time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic

acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari

32
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang

merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan

diduga: sindrom Reye.8

 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat

menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan

mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,

mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan

fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-

platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan

bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun

indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping

tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila

obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15

hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah

purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8

b) Anti-oedema otak

Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse

1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.

c) Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron

yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki

fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7

2. Fase Pasca Akut

33
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan

rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1

 Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka

yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin

kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan

psikoterapi.1

 Terapi preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,

dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko

stroke seperti:

 Pengobatan hipertensi

 Mengobati diabetes mellitus

 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

 Berolahraga teratur1

34
BAB IV

KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya

terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.

Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik.

Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke

iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan

iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk

mengerucutkan diagnosa.

Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi

iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,

mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran

darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press; 2005. h.81-82.

2. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.

Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

3. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P.

Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.

4. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.

McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

5. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A Research-Based

Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.

6. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

7. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi

sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.

36

Anda mungkin juga menyukai