Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK DISERTAI DIABETES MELITUS

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Adli Ilham Akbar Hafidz
30101407115

Pembimbing:
dr. Muktasim Billah, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Adli Ilham Akbar Hafidz


NIM : 30101307115
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Saraf
Judul : Stroke Non Hemoragik Disertai Diabetes Melitus

Semarang, April 2019


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Saraf RSI Sultan Agung Semarang

Pembimbing

dr. Muktasim Billah, Sp.S

2
A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. N
 Umur: : 51 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Status : Menikah
 Alamat : Gayamsari, Semarang
 Diantar oleh : Keluarga
 Tanggal Masuk: 24 April 2019

B. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Inaktif Tanggal


1. Hemiparesis Dextra DD. 24
SNH April
2019
2. Diabetes Melitus 24
April
2019
3. Foto thorax. : BRPN 25
disertai, Efusi Pleura April
dextra 2019

C. SUBJEKTIF
Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
pada tanggal 25 April 2019 13.00 WIB di Ruang Darul Muqommah
1. Keluah Utama: Kelemahan Anggota Gerak Kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Lokasi : Anggota Gerak Kanan
 Kualitas : Anggota Gerak Kanan terasa Lemah
 Kuantitas : Anggota Gerak Kanan hanya dapat menggerakk
 Onset : jam SMRS pada siang hari pukul 08.00 WIB
 Faktor yang memperberat :-
 Faktor yang memperingan :-
 Kronologis : 8 jam SMRS, saat pasien terbangun dari tidur,
merasakan sulit bicara dan diikuti dengan kelemahana anggota gerak

3
badan kanan. Tangan kanan dan kaki kanan sulit untuk digerakkan.
Malam sebelumnya, aktivitas pasien masih berjalan normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluahan yang sama : disangkal
 Riwayat Hipertensi : diakui, jarang menggunakan obat
 Riwayat penyakti jantung : disangkal
 Riwayat DM : pasien menderita DM sejak 5 tahun
lalu
 Riwayat Dislipidemi : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Stroke : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal satu rumah beserta anak dan suaminya, kegiatan di rumah
sebagian besar mengurus rumah, biaya pengoabtan ditanggung BPJS.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak lemah
- Kesadaran : Komposmentis
- GCS : E4V5M6 (15)
- Tanda vital :
Tekanan darah : 120/86 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Internus

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.

4
b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3mm/3mm.
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
 Mulut : Sudut bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-)
 Tenggorokan : Trismus (-), arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula di
tengah
c. Leher
a) Sikap : Simteris
b) Pergerakan : Normal
c) Pembesaran kelenjar limfe : (-)
d) Kaku Kuduk : (-)
d. Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra
dengan bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi
redup
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru
1. Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
2. Palpasi : Vocal fremitus melemah pada kanan

5
3. Perkusi : Redup pada lapang paru kanan
4. Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/-), wheezing (-/-)

e. Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Auskultasi : Bising usus (+) normal

k. Ekstremitas
Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : terdapat ulkus pada punggung kaki kanan, bekas trauma,
massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), odem (-/-), CRT < 2 detik
l. Status Berpikir
a) Cara Berpikir : Realistik
b) Perasaan Hati : Eutimik
c) Ti ngkah laku : Normoaktif
d) Ingatan : Baik

Status Neurologis
a. Rangsangan Meningeal
1) Kaku kuduk : - ( tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2) Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3) Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4) Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai
135º/tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5) Laseque : -/- (tidak timbul tahanan pada kedua kaki sebelum
mencapai 70o)

6
b. Nervus Kranialis
1) N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2) N-II (Optikus)
a) Tajam penglihatan : DBN / DBN
b) Lapang penglihatan : DBN / DBN
c) Tes warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Fundus oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Dekstra Sinistra
Pergerakan Bulbus Dbn Dbn
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Strabismus - -
Pupil Bulat, isokor, 2,5 mm Bulat, isokor, 2,5 mm
Refleks Cahaya + +
Refleks konvergensi + +
Melihat Kembar - -

4) N-V (Trigeminus)
a) Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b) Motorik
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut.
c) Refleks :
Reflek kornea : +

7
5) N-VII (Fasialis)
Dekstra Sinistra
Mengerutkan Dahi + +
Menutup Mata + Menurun
Menahan rangsang + Menurun
membuka mata
Meringis/tersenyum + Menurun
Pengecapan lidah 2/3 Dbn Dbn

6) N. VIII (Vestibulocochlearis)
Dextra Sinistra
Jentik Jari Dbn Dbn
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7) N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


a) Refleks menelan :+
b) Refleks batuk :+
c) Perasat lidah (1/3 anterior) : normal
d) Refleks muntah :+
e) Posisi uvula : Normal, Deviasi ( - )
f) Posisi arkus faring : Simetris
8) N-XI (Akesorius)
a) Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b) Kekuatan M. Trapezius : + /+
9) N-XII (Hipoglosus)
a) Tremor lidah : Tidak ditemukan
b) Atrofi lidah : Tidak ditemukan
c) Ujung lidah saat istirahat : Kearah kanan
d) Ujung lidah saat dijulurkan : Tak dapat dinilai
e) Fasikulasi :-

8
c. Pemeriksaan Motorik
1) Refleks
a) Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/N
b) Refleks Patologis
 Babinski : +/-
 Oppenheim : +/-
 Chaddock : +/ -
 Gordon : -/-
 Scaeffer : -/-
 Hoffman-Trommer : -/-

2) Kekuatan Otot
2 5
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
2 5
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

3) Tonus Otot
a. Hipotoni : -/-
b. Hipertoni : -/-

9
d. Sistem Koordinasi
1) Romberg Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
2) Tandem Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) Finger to Finger Test : Sulit dinilai
4) Finger to Nose Test : Sulit dinilai

e. Fungsi Luhur
1) Fungsi bahasa : Sulit Dinilai
2) fungsi orientasi : Sulit Dinilai
3) fungsi memori : Sulit Dinilai
4) fungsi emosi : Sulit Dinilai

g. Susunan Saraf Otonom


Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan

h. Sensibilitas
Eksterospektif / rasa permukaan (superior dan inferior)
Rasa raba : (+)/(+) simetris
Rasa nyeri : (+)/(+) simetris
Rasa suhu panas : (+)/(+) simetris
Rasa suhu dingin : (+)/(+) simetris
Prospioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : (+)
Rasa getar : (+)
Rasa nyeri dalam : (+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas: (+)
Asteriognosis : (+)
Gradognosis : (+)
Badan dan Anggota Gerak
1. BADAN

10
MOTORIK
 Respirasi : takipneu
 Duduk : dbn
SENSIBILITAS
1. Taktil : +/+
2. Nyeri : +/+
3. Thermi : +/+
4. Diskriminasi 2 titik : +/+
2. ANGGOTA GERAK ATAS
MOTORIK
Motorik Dextra Sinistra
Pergerakan Menurun Normal
Kekuatan (2) (5)
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
SENSIBILITAS
Dextra Sinistra
Taktil + +
Nyeri + +
Suhu + +
Diskriminasi 2 titik + +
REFLEK
Dextra Sinistra
Biceps N N
Triceps N N
Hoffman - -
Tromner - -

3. ANGGOTA GERAK BAWAH

11
MOTORIK
Motorik Dextra Sinistra
Pergerakan Menurun Normal
Kekuatan (2) (5)
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
SENSIBILITAS
Dextra Sinistra
Taktil + +
Nyeri + +
Suhu + +
Diskriminasi 2 titik + +
REFLEK
Dextra Sinistra
Biceps N N
Triceps N N
Hoffman - -
Tromner - -

Gerakan Abnormal

 Tremor: -

Alat Vegetatif

 Miksi : dbn
 Defekasi : dbn

E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

12
 Pemeriksaan laboratorium (Darah rutin, GDS, ureum, kreatinin, kolesterol

total, LDL, HDL, Trigliserid, Asam Urat)

 Foto Thorax

 CT Scan Kepala

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 EKG

o Tak tampak kelainan

o Irama Sinus Normoritme

 Foto Thorax

Interpretasi:

o Cor : apeks ke laterokaudal, pinggang jantung mendatar.

o Pulmo : coracan vascular meningkat, simetris, tampak blurring

vascular, tampak infiltrate di perihilar kanan kiri dan paracardial

kanan.

o Diafragma setinggi costa VIII posterior

o Sinus kostofrenikus kanan suram, kiri lancip.

Kesan

 Kardiomegali (LV, LA)

 Gambaran edem pulmo disertai dengan Bronopneumonia

 Efusi pleura kanan.

CT Scan Kepala :

 Sulkus kortikalis dan fisura masih normal

13
 Diferensiasi substansia alba dan grisea baik

 Tampak ada lesi hipodens kecil di kapsula interna kiri krus

posterior

 Tak ada efek massa

 Sisterna basalis-perimesenfalika masih normal

 Tak ada kelainan pada system ventrikel

 Tak tampak midline shifting

 Pons batang otak dan serebelum tak jelas kelainan

KESAN :

Infark lakuner di kapsula interna kiri krus posterior

Tak ada tanda peningkatan tekanan intracranial

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Hemoglobin : 8,6 (L)


Hematokrit : 26,1 (L)
Leukosit :19,34 (H)
Trombosit :408
Golongan Darah : O/Rh Positif
GDS : 252 (H)
Kolesterol : 245 (H)
Trigliserid : 157 (H)
Uric Acid : 6,5
Ureum : 55 (H)
Kreatinin Darah : 1,44 (H)
Natrium : 135
Kalium : 5,59 (H)

14
Klorida : 96
G. RESUME

Seorang perempuan usia 50 tahun datang dengan keluhan anggota gerak sisi
kanan lemah dan sulit digerakkan dan sulit bicara sejak 8 jam SMRS, tidak
dijumpai keluhan sakit kepala, mual, muntah proyektif, gangguan miksi atau
defekasi

 Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum : tampak lemah
o Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6
o Tanda Vital :
 Tekanan darah : 127/86 mmHg
 Nadi : 100 x/menit
 Pernapasan : 26 x/menit
 Suhu : 36,5oC
 Siriraj Stroke Score

Gejala/Tanda Penilaian Indeks Total Skor


Kesadaran CM (0) 2,5 0
Tidak Tidak (0) 2 0
Nyeri Kepala Tidak (0) 2 0
Diastolik 100 1/10 10
Ateroma Tidak (0) -3 0
Konstanta -12
Total -2

 Interpretasi skor :

 SS < - 1 (SNH)

 - 1 < SS < 1 (meragukan  CT scan)

15
 SS > 1 (SH)

 Skor = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + 10 – (3 x 0) – 12 = Sinraj


Stroke Score: Suspek Stroke Non Hemoragik

 Anggota Gerak

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan N Menurun N Menurun

Kekuatan 5 3 5 3

Tonus N N N N

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Klonus - - - -

Reflek N N N N

Fisiologis

Reflek - - - -

Patologis

Nervi Cranialis : Paresis Nervus VII (Facialis) kearah kiri

Sensorik : dalam batas normal

H. DIAGNOSIS

1. Diagnosis

 Diagnosis Klinis : Hemiparesis Dextra, Paresis Nervus VII


 Diagnosis Topis : Infark Lobus Cerebri Sinsitra

16
 Diagnosis Etiologis : Stroke Non Hemoragik E.c. Trombosis

2. Diabetes Melitus
3. Edema Pulmo
4. Efusi Pleura

I. INITIAL PLAN
1. HEMIPARESIS DEXTRA

Assesment:

Hemiparesis dextra dengan kekuatan otot 2 pada anggota gerak kanan


disertai, paresis nervus VII, kontraktur (-)

Terapi:

a. Medikamentosa
 Citicolin 500 mg
 Aspilet 80 mg
b. Nonmedikamentosa
 Fisioterapi: Konsul dokter Sp. KFR
c. Monitoring
Keadaan umum, tanda vital, reflex patologis, serta tanda-tanda stroke
in evolution
d. Edukasi
 Menjelaskan pada keluarga dan pasien tentang penyakit, penyebab,
pengobatan, dan penyakit pasien
 Minum obat teratur, mengikuti fisioterapi teratur, berlatih
menggerakkan anggota badan yang sakit dan rajin control ke
dokter
 Batasi makanan yang dapat memperberat factor resiko

2. DIABETES MELITUS
Assesment: Konsul dokter spesialis penyakit dalam dalam guna penanganan
penyakit lebih lanjut

J. PROGNOSIS
Ad sanam : dubia ad bonam

17
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE

DEFINISI

Menurut WHO

Gejala klinis yang terjadi mendadak dan cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal atau global dengan kelainan yang menetap 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab yang jelas selain vaskuler.

EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia data Nasional strok menunjukkan angka kematian tertinggi


15,4% sebagai penyebab (Riskesdas 2007).

Terdapat juga data strok di Indonesia berdasarkan penelitian potong lintang


multisenter di 28 RS dengan jumlah subyek sebanyak 2065 orang pada bulan
Oktober 1996 - Maret 1997.

Dua karakteristik demografik yang akan dikemukakan adalah usia dan


gender. usia rata-rata strok dari data 28 RS di Indonesia adalah 18 - 95 tahun. Angka
kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin
banyak kemungkinannya untuk mendapatkan stroke. Kejadian strok pada pria 2,5
kali lebih sering daripada wanita.

ANATOMI PERDARAHAN OTAK

Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.carotis


interna dan A. Vertebralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus
Wallisi. A.carotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis
caroticus dan setinggi chiasma opticus akan bercabang menjadi A.cerebri media
dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem karotis

19
akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia
basalis dan capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak
melalui foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A.
basilaris.Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi
cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang
cerebrum.

Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga cranium


berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut.
Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh
darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah mengalami peningkatan
turbulensi dan penurunan shear stress sehingga endotel yang ada mudah terkoyak.

Secara histologis, dinding pembuluh


darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-
turut dari dalam ke luar disebut tunika
intima, media dan adventisia. Bagian
tunika intima yang berhubungan
dengan lumen pembuluh darah adalah
sel endotel. Pada pembuluh darah yang
lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi
oleh jaringan ikat longgar yang disebut

20
jaringan subendotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat
yang tersusun konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik.

Tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis
yang disebut lamina elastic interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica
externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-
serabut tersebut dapat dilewati oleh zat-zat kimia dan sel darah.

Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan
mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang
memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos
pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika media dan masing-
masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan.

Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang
setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena
pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam
hal ketebalan dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih
tebal.

FAKTOR RISIKO

 Faktor yang tidak dapat dirubah


o Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita strok dibandingkan
wanita
o Usia : makin tinggi usia makin tinggi risiko terkena strok
o Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena strok
 Faktor yang dapat dirubah
o Hipertensi
o Penyakit jantung
o Kolesterol tinggi
o Obesitas
o Diabetes mellitus

21
o Polisitemia
o Stress emosional
o Kebiasaan hidup : merokok, peminum alcohol, obat-obatan terlarang,
kurang olah raga, makan makanan yang mengandung kolesterol.

KLASIFIKASI STROKE

Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, strok hemoragik
dan strok non-hemoragik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang
terlalu banyak, sedangkan pada stroke non-hemoragik terjadinya gangguan
ketersediaan darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan. oksigen dan nutrisi
area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe,
yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda.

STROKE HEMORAGIK

20% dari total kejadian stroke. Diakibatkan karena pecahnya pembuluh


darah karena hipertensi dan adanya aneurisma yang pecah. Dapat dibedakan
berdasarkan:

Stroke Perdarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri


ditandai oleh adanya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil–kecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-
Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini
mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke

22
dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens.

Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat


beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab
utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab
lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa
tidak dijumpai adanya riwayat TIK.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,


serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu
menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya
Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya


darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang
telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru,
yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.


Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang
pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi
jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena
jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi
berat dalam beberapa jam.

23
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT
Scan.

Stroke Perdarahan Subarachnoid

Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid.


Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran
dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan
lebih banyak pada wanita.

Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture


aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan
terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan
percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid
atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.

Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat


penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya
aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan
kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk
akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada
funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan
adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat
terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan defisit
neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa minggu
setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung
beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

STROKE NON-HEMORAGIK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan

24
jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka
metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron
akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika
oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat
reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit
(normal 55 ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat
menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi
keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal (ischemic penumbra),
kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan
tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium
dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat
dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan
penurunan ATP, peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium
intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan
menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain
asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler).

25
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis
dalam keadaan iskemia.
Stroke Infark Arterotrombotik

 Patogenesis pada pasien hipertensi : pembuluh darah pasien hipertensi


mudah mengalami perlukaan. Pada lokasi perlukaan tersebut mudah
membentuk trombus yang dapat berasal dari deposit lemak, sel-sel darah,
dan komponen darah lainnya. Suatu saat akibat aliran darah yang kencang,
trombus tersebut dapat terlepas mengikuti aliran darah dan akan menyumbat
lumen pembuluh darah yang sesuai dengan besarnya trombus.

 Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus : Pembuluh darah pasien DM


dapat mengalami “arterosklerotik” sehingga mengganggu fungsi
autoregulasi vaskular (kemampuan berdilatasi dan berkonstriksi secara
simultan). Autoregulasi pada orang normal bernilai 53 cc/100g/menit. Pada
pasien DM autoregulasi tersebut dapat menurun. Penurunan autoregulasi
sampai sekitar 10-15 cc/100g/menit menyebabkan terbentuknya
“Penumbra” dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak
berfungsi lagi. Maka waktu 3-6 jam tersebut menjadi “Therapeutic
Window” karena jika terapi dilakukan dalam jam ini dapat memberikan
prognosis yang baik. Apabila penurunan autoregulasi mencapai < 10
cc/100g/menit maka dapat terjadi peningkatan drastis kadar Ca ekstrasel dan
K intrasel. Sehingga dapat merusak Retikulum Endoplasmik yang
mengakibatkan gangguan mitokondria sehingga menyebabkan asidosis dan
kematian sel.

 Manifestasi Klinis
 Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala
yang mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah

26
mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa,
bingung dan lain-lain.
 Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode
pusing, diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang
pandang dan dysarthria.
 Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa
menit hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
 Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada,
lokasi nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas
nyeri tidak parah.
 Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum
ditemukan pada pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
Stroke Infark Cardioemboli

 Terjadi pada pasien dengan Tensi normal atau Hipertensi ringan. Umumnya
pada pasien dengan gangguan irama jantung karena gangguan katup, banyak
pada pasien mitral stenosis (MS) dan mitral insufisiensi (MI).
 Patogenesis :Pada pasien dengan gangguan katup jantung terjadi benturan /
“injury” antara sel darah yang masuk ke ventrikel kiri dan sel darah yang
tidak seluruhnya dipompa jantung. Akibatnya terbentuk trombus di sekitar
katup, ruang dan dinding jantung. Kemudian karena tekanan pompa jantung
yang tinggi, trombus tersebut keluar dengan tekanan yang tinggi sebelum
akhirnya menyumbat lumen pembuluh darah
 Manifestasi Klinis :
 Nyeri kepala ringan
 Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
 Tidak memiliki riwayat hipertensi
 Memiliki riwayat sakit jantung
 Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan ‘Pulsus Defisit’, yaitu
perbedaan antara Heart Rate dengan denyut nadi mencapai > 10.

27
DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,


mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi baik. Keadaan
timbul mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang
bekerja, atau sewaktu beristirahat. Selain itu ditanyakan pula faktor-faktor risiko
yang menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit
jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai. Ditanyakan pula riwayat keluarga.
Pada kasus berat dengan penurunan kesadaran, dilakukan observasi kesadaran.

Pemeriksaan Fisik

Penentuan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan darah, pernapasan, dan


suhu. Selain itu tentukan juga tingkat kesadaran penderita, tentukan dengan
menggunakaan Glasgow Coma Scale.

Jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi,


disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik
atau adakah disfasia.

Lakukan pemeriksaan reflex batang otak yaitu; reflex pupil terhadap


cahaya, reflex kornea, reflex okulosefalik, dan reflex okulo-vestibular.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah sewaktu, faal
ginjal, faal hepar, dan profil lipid), pemeriksaan homeostasis ( PTT, APTT,
viskositas plasma).

2. CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.

28
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.

3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).

4. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.

5. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

6. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke
PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

PENATALAKSANAAN

Pedoman pada stroke iskemik akut

Obat Trombolitik r-TPA

Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan
bekuan darah yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke
iskemik. Syarat utama adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin

29
setelah stroke iskemik terjadi (< 3 jam), agar belum terjadi perubahan sekunder
pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan terutama daerah otak yang
diperdarahinya. Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis
sebagai bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit 
monitor terus di ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.

Pengobatan antiplatelet pada strok akut

Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut strok, baru-baru ini
sangat dianjurkan. Uji klinis pada IST (International Stroke Trial) dan CAST (
Chinese Aspirin Stroke Trial) memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase
akut menurunkan frekuensi strok berulang dan menurunkan mortalitas penderita
strok akut.

Neuroprotektif pada stroke iskemik akut

Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang
dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti
glutamat, kalnat dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu
kerusakan sel-sel neuron dapat menyebabkan gangguan membran sel akibat
kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis neuroproteksi :

- Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:


.. Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)

.. Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)

- Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury : Abelximab


Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:

- Piracetam
- Citicholin
Terapi bedah

- Carotid endarterectomy
- Angioplasty

30
- Catheter embolectomy

Penatalaksanaan Stroke Perdarahan

Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak
penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:

1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.


2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya
gangguan pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan
tindakan bedah.
Terapi Umum

1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”, paling
sedikit dua minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan
dalam dua minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital

Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan

Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan
tekanan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-
rata. Kriteria penurunan:

1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg
pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium
nitroprusid atau nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg
atau tekanan darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran
tekanan darah selang 20 menit berikan labetalol injeksi atau enalapril.

31
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka
pemberian obat anti-hipertensi ditangguhkan.

Terapi Khusus

1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital


30-60 mg/p.o atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk
nyeri kepala.
2. Pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25
gr/kgBB tiap 4 jam untuk edema serebri.
3. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan β-blocker seperti
propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
4. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan
NaCl, transfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida. H2-blocker,
misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer. Untuk
mual muntah dapat diberikan antiemetik.
5. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV
(loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau
phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

PENCEGAHAN STROKE

1. Mengatur pola makan yang sehat


2. Menghentikan rokok
3. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
4. Melakukan olahraga yang teratur
5. Menghindari stres dan beristirahat yang cukup

32
PROGNOSIS

- Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali


menjalankan fungsi normalnya.
- Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak
mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal.
- Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of


Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

2. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised


edition. NewYork : Thieme. 2005.

3. Gilroy. John. Basic Neurologi. 2000. The McGraw-Hill Companies: USA.

4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :


Guideline Stroke 2011. Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai