Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

SOL

Pembimbing:
dr. Tutwuri Handayani, Sp.S, M.Kes

Disusun Oleh:
Garry Grimaldy
(2015-061-073)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SYAMSUDIN, S.H.
27 MARET 2017 21 APRIL 2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. O
Umur : 75 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukabumi
Pekerjaan : Pensiun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal Masuk : Kamis, 30 Maret 2017 (19.00 WIB)
Tanggal Pemeriksaan : Sabtu, 1 April 2016 (08.00 WIB)

II. Anamnesis (Autoanamnesis dan alloanamnesis oleh anak pasien)


1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 minggu SMRS

2. Keluhan Tambahan
Nyeri kepala yang memburuk dirasakan sejak 3 bulan SMRS
Demam sejak 3 bulan SMRS

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 minggu SMRS.
Penurunan kesadaran dirasakan hanya pada waktu tertentu terutama pada malam
hari. Pada saat penurunan kesadaran terjadi perubahan perilaku mendadak. Pasien
akan berhalusinasi, tidak dapat mengenali orang dan meracau. Pasien berhalusinasi
tentang ingatan yang masa lalu. Pasien tidak dapat mengenali keluarganya sendiri
dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik serta atensi terganggu. Keluhan
seperti demam pada pasien dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Demam tidak diukur,
hanya dengan perabaan, terdapat hari bebas demam sifatnya hilang timbul. Selain
itu pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang memburuk sejak 3 bulan SMRS.
Nyeri kepala dirasakan bermula dari kepala bagian belakang lalu seluruh kepala.

2
Nyeri kepala ini bertambah berat, sifat nya tumpul, dengan durasi 10 jam terutama
saat demam muncul. Nyeri kepala tidak dapat diringankan dengan obat yang dibeli
dari warung. Keluhan muntah dirasakan pasien terutama ketika nyeri kepala datang.
Muntah secara tiba-tiba, dan tidak membaik dengan makanan, muntah tidak
didahulukan dengan mual. Keluhan lain seperti penglihatan kabur dikeluhkan hanya
ketika nyeri kepala muncul. Keluhan punggung terasa pegal sejak 1 bulan SMRS,
sejak pasien mengalami penurunan kesadaran. Keluhan telinga sakit, berdenging,
keluar cairan dari telinga, pilek, batuk, keringat malam, penurunan berat badan,
bintik-bintik merah disangkal pasien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat pengobatan TB pada akhir 2016, pengobatan dilakukan selama 9
bulan, dinyatakan sembuh oleh dokter puskesmas dengan foto radiologi
thoraks. Riwayat pengobatan menggunakan terapi kombinasi RHZE3
dilanjutkan dengan RH3
Riwayat hipertensi : +, konsumsi obat anti hipertensi namun
pasien tidak tahu obat dan tidak teratur
Riwayat asam urat : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat kolesterol : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat kelainan darah : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat stroke sebelumnya : disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
Riwayat operasi kepala sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
b. Riwayat Penyakit Turunan : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Minum Alkohol : tidak ada
b. Konsumsi obat-obatan terlarang : tidak ada

3
c. Riwayat merokok : ada, 1 bungkus sehari
d. Riwayat kebiasaan minum kopi : tidak ada

III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : somnolen-apatis, GCS E3M5V4
3. Kooperasi : tidak kooperatif
4. Tipe badan : piknis
5. Berat badan : 60 kg
6. Tinggi badan : 170 cm
7. BMI : 20.76 kg/m2
8. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat, penuh
c. Respirasi : 24 x/menit
d. Suhu : 36,50 C, per axilla
9. Pemeriksaan fisik
a. Kepala :
Normosefali, deformitas (-), jejas (-), luka (-).
1) Wajah
simetris, tidak ada deviasi
2) Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
3) Telinga
Serumen -/-, membrane timpani tidak diperiksa
4) Hidung
Deviasi septum nasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
5) Mulut
Mukosa oral basah, sianosis (-), gusi berdarah (-)
6) Leher
KGB tidak teraba, JVP 5+1 cmH2O
b. Thorax
Paru
Inspeksi : pergerakan simetris (statis), deformitas (-), otot nafas tambahan (-)

4
Palpasi : teraba gerakan paru kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan jantung linea parasternalis dextra ICS IV
peranjakan 1 jari dari sternum, batas kiri jantung linea
midklavikularis sinistra ICS V, batas atas jantung ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-).
c. Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Bising usus (+) 5-6x/ menit.
Perkusi : timpani seluruh regio.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
d. Ekstremitas
Akral hangat, CRT<2 detik, edema -/-/-/-
e. Alat Kelamin
Tidak diperiksa

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


1. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk :-
Kernig :-/-
Laseque :-/-
Brudzinski I :-/-
Brudzinski II :-/-
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Sakit kepala :+
Penglihatan kabur : -/-
Bradikardia :-
Papiledema : tidak dilakukan

5
3. Saraf Kranial
N. I : tidak dapat dinilai
N. II
Asies visus : tidak dapat dinilai
Lihat warna : tidak dapat dinilai
Kampus visus : tidak dapat dinilai
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III IV VI
Kedudukan bola mata : di tengah, simetris
Ptosis :-/-
Eks/en-oftalmus :-/-
Diplopia : tidak dapat dinilai
Gerak bola mata : dalam batas normal
Pupil : bulat, isokor, 3mm / 3mm
Refleks cahaya langsung :+/+
Refleks cahaya tidak langsung :+/+
Refleks akomodasi :+
N. V
Motorik
Membuka mulut : maksimal 2 jari
Menggerakkan rahang : tidak dapat dinilai
Menggigit / mengunyah : tidak dapat dinilai
Sensorik
Oftalmikus : tidak dapat dinilai
Maksilaris : tidak dapat dinilai
Mandibularis : tidak dapat dinilai
Refleks kornea : +/+
Refleks masseter :-
N. VII
Raut wajah : simetris
Angkat alis : tidak dapat dinilai

6
Tutup mata rapat - rapat : tidak dapat dinilai
Kembungkan pipi : tidak dapat dinilai
Memperlihatkan gigi : tidak dapat dinilai
Mencucurkan bibir : tidak dapat dinilai
Rasa kecap 2/3 depan : tidak dapat dinilai
N. VIII
Nystagmus : tidak dapat dinilai
Vertigo : tidak dapat dinilai
Keseimbangan : tidak dapat dinilai
Tinitus : tidak dapat dinilai
Gesekan jari : tidak dapat dinilai
Test Scwabach : tidak dilakukan
Test Rinne : tidak dilakukan
Test Weber : tidak dilakukan
N. IX X
Menelan :+
Batuk :+
Arkus faring
Istirahat : simetris uvula di tengah
Fonasi : simetris uvula di tengah
Refleks muntah : tidak dilakukan
N. XI
Menoleh : baik
Mengangkat bahu : tidak dapat dinilai
N. XII
Disartria : tidak dapat dinilai
Posisi lidah
dalam mulut : di tengah
saat dijulurkan : tidak dapat dinilai
Gerak lidah : tidak dapat dinilai
Fasikulasi :-

7
Atrofi :-
4. Kekuatan Motorik
Ekstremitas atas :5/5
Ekstremitas bawah :4/3

5. Refleks Fisiologis
Biceps : ++ / ++
Triceps : ++ / ++
Patella : ++ / ++
Achilles : ++ / ++
7. Refleks Patologis
Babinski :-/-
Chaddock :-/-
Oppenheim :-/-
Gordon :-/-
Schaeffer :-/-
Hoffman Tromner :-/-
8. Klonus
Patella :-/-
Achilles :-/-
9. Tonus
Lengan
o Istirahat : normotonus / normotonus
o Gerakan pasif : normotonus / normotonus
Tungkai
o Istirahat : normotonus / normotonus
o Gerakan pasif : normotonus / normotonus
10. Koordinasi
Statis
o Intention tremor : -/-
o Disdiadokokinesia : tidak dapat dinilai

8
o Rebound phenomenon : tidak dapat dinilai
Dinamis
o Telunjuk telunjuk : tidak dapat dinilai
o Telunjuk hidung : tidak dapat dinilai
o Tumit tumit : tidak dapat dinilai
11. Sensibilitas
Permukaan
o Lengan : tidak dapat dinilai
o Tungkai : tidak dapat dinilai
o Tubuh : tidak dapat dinilai
Dalam
o Rasa gerak : tidak dapat dinilai
o Rasa getar : tidak dilakukan
o Diskriminasi 2 titik : tidak dapat dinilai
o Sikap dan arah : tidak dapat dinilai
12. Sistem otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
13. Tanda tanda regresi
Refleks glabela :-
Refleks mencucur :-
Refleks pegang :-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah (30 Maret 2017) :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
GLUKOSA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu 116 <140 mg/dL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.8 12-14 g/dL
Leukosit 8.800 4.000-10.000 /L
Hematokrit 48 37-47 %
Eritrosit 5.4 3.8-5.2 juta/L

9
INDEX ERITROSIT
MCV 88 80-100 fL
MCH 29 26-34 Pg
MCHC 33 32-36 g/dL
Trombosit 240.000 150.000-450.000 /L

10
Hasil CT Scan Kepala dengan kontras (3 April 2017)

11
VI. RESUME
Pasien laki-laki, 75 tahun datang dengan penurunan kesadaran yang bersifat fluktuatif
progresif sejak 1 minggu SMRS terutama saat malam dan saat demam muncul.
Pasien dengan psikomotor asthenia berhalusinasi, tidak mengenali orang, meracau.
Demam dengan sifat tidak diketahui bersifat fluktuatif dan terdapat hari bebas demam,
hanya diukur dengan perabaan sejak 3 bulan SMRS. Keluhan lain adanya sefalgia
kronik progresif sejak 3 bulan SMRS dengan sifat tumpul berdurasi 10 jam terutama
saat demam muncul. Muntah bersifat proyektil terutama saat nyeri kepala. Penglihatan
kabur terutama saat nyeri kepala muncul. LBP sejak 1 bulan SMRS.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : somnolen-apatis, GCS E3M5V4
Kooperasi : tidak kooperatif
Tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat, penuh
c. Respirasi : 24 x/menit
d. Suhu : 36,50 C, per axilla
Nervus Kranialis : sulit dinilai, kesan DBN
Tanda Ransang Meningeal: -
Tanda peningkatan TIK: Sakit kepala +
Refleks Fisiologis : ++
Refleks patologis: -
Kekuatan Motorik : kesan paraparese
Ekstremitas atas :5/5
Ekstremitas bawah :4/3
Klonus :-/-
Tonus : normotonus

VII. ASSESMENT/ DIAGNOSIS


Pasien laki-laki, usia 75 tahun dengan :

12
1. Klinis : penurunan kesadaran+sefalgia kronis
2. Topis : hemisfer serebri dekstra
3. Etiologis : SOL supratentorial
4. Patologi : suspect pylocyctic astrocytoma

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. SOL supratentorial PXA
2. SOL supratentorial gliomatosis serebri
3. SOL supratentorial metastatic carcinoma

IX. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah lengkap
2. EKG
3. MRI
4. Cek Elektrolit
5. Fungsi hati dan fungsi ginjal
6. Foto rontgen thorax PA

X. TATALAKSANA IGD
Rawat inap rawat ke bagian saraf
IVFD 2A + mecobalamin 12 tpm
Inj. Ranitidine 2x1 amp/IV
As. Mefenamat 3x500mg
Pemerikasaan penunjang: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, GDS, Index eritrosit

XI. TATALAKSANA BANGSAL


IVFD futrolit + mecobalamin 15 tpm
Amlodipine 1x5 mg 0-0-1
Dexamethasone IV 4 x 5 mg
Ranitidine IV 1 amp/12 jam
CT scan kepala dengan kontras
Foto rontgen VLS AP/Lateral

13
XII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia ad malam
Qua ad functionam : Malam
Qua ad sanationam : ad Dubia

14
FOLLOW-UP

Minggu, 2 April 2017 (HR-3, HO-9) Senin, 3 April 2017 (HR-4, HO-10)

S Pasien berbicara kacau pada malam Pasien sulit tidur malam hari, tidur di
sebelumnya, nyeri kepala (VAS 4-5) siang hari, pasien berbicara kadang masih
berkurang namun masih ada kacau, nyeri kepala (VAS 3-4) berkurang
namun masih ada

O KU: tampak sakit sedang KU: tampak sakit sedang


Kesadaran: somnolen, GCS E3M5V4 Kesadaran: compos mentis, GCS
TTV:
E4M6V5
TD: 150/100 mmHg
TTV:
Nadi: 80x/menit
TD: 140/90 mmHg
Napas: 24 x/mnt
Nadi: 82x/menit
Suhu: 36,6 0C
Napas: 20 x/mnt
Pemeriksaan fisik umum: dbn
Suhu: 36,4 0C
Tanda ransang meningeal : -
Pemeriksaan fisik umum: dbn
Tanda peningkatan TIK : -
Tanda ransang meningeal : -
Pemeriksaan neurologis: dbn
Tanda peningkatan TIK : -
Motorik:
Pemeriksaan neurologis: dbn
Motorik:
5 5
Refleks Fisiologis ++ 5 5
4 4 patologis
Refleks
Refleks Fisiologis ++
Tanda regresi - 5 5 patologis
Refleks
Tanda regresi -

A Laki-laki, 75 tahun, dengan suspek Laki-laki, 75 tahun, dengan suspek


meningitis dan suspek spondylitis TB + meningitis TB + Hipertensi
Hipertensi

P Futrolit + mecobalamine 15 tpm Futrolit + mecobalamine 15 tpm


Amlodipine 1 x 5 mg IV (0-0-1) Amlodipine 1 x 5 mg IV (0-0-1)
Dexamethasone IV 2 x 5mg Dexamethasone IV 1 x 5mg
Ranitidine IV 2 x 25 mg Ranitidine IV 2 x 25 mg
CT scan kepala dengan kontras CT scan kepala dengan kontras
Foto rontgen VLS AP/Lateral Foto rontgen VLS AP/Lateral

Selasa, 4 April 2017 (HR-4, HO-10)

Pasien sulit tidur malam hari, tidur di siang hari, pasien sulit mempertahankan kesadaran,
cenderung tidur, nyeri kepala (VAS 2-3) berkurang namun masih ada

15
KU: tampak sakit ringan
Kesadaran: somnolen, GCS E3M5V5
TTV:
TD: 140/90 mmHg
Nadi: 82x/menit
Napas: 20 x/mnt
Suhu: 36,4 0C
Pemeriksaan fisik umum: dbn
Tanda ransang meningeal : -
Tanda peningkatan TIK : -
Pemeriksaan neurologis: dbn
Motorik:

4 4
Refleks Fisiologis ++
3 3 patologis
Refleks
Tanda regresi -

Laki-laki, 75 tahun, dengan SOL intrakranial

Konsul Sp. BS
Futrolit + mecobalamine 15 tpm
Amlodipine 1 x 5 mg IV (0-0-1)
Dexamethasone IV 1 x 5mg
Ranitidine IV 2 x 25 mg

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang ada lesi
pada ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan
tumor intracranial karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang
terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang
meluas pertama kali, komodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga kranium. Akhirnya vena mengalami kompresi dan gangguan sirkulasi darah otak
dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti
venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan
serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi ke kembali hal-hal seperti di atas.
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau
di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-
organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostat, ginjal dan lain-lain,
disebut tumor otak sekunder.4

2.
Etiologi
Space-occupying lesions (SOL) intrakranial mempunyai beberapa etiologi,
dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial yang
kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pembengkakan pada otak
dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal.4
Pembengkakan diffuse sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di otak
diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor dapat
menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di serebrum. Hal
ini terjadi sebagai respons terhadap hypercapnia dan hipoksia, dan juga terjadi akibat
head injury. Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga mekanisme yaitu vasogenik,
sitotoksik dan interstisial. Pada edema vasogenik terjadi peningkatan permeabilitas

17
pembuluh darah serebral akibat disfungsi sawar otak. Pada edema sitotoksik terjadi
jejas terhadap sel endotel, sel glia dan neuron pada otak. Pada edema interstisial terjadi
kerusakan pada ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus.4
Pembengkakan fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau
neoplasma. Lesi menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan meningioma juga
meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai space-occupying lesion.4
Pada neoplasma dapat ditemukan faktor-faktor resiko berikut:
Riwayat trauma kepala
Faktor genetic
Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
Virus tertentu
Defisiensi imunologi
Kongenital

3.
Klasifikasi5
-Berdasarkan gambaran histopatologi,klasifikasi tumor otak yang penting dari
segi klinis, dapat dilihat pada Tabel-1

18
4. Gejala dan Tanda Klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena
pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang meragukan tetapi umumnya berjalan
secara progresif.
Gejala yang timbul tiba-tiba sering menandakan lesi serebrovaskuler sementara
gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) menimbulkan gejala secara
perlahan-lahan.3
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
A. Gejala serebral umum
-Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang
dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil,
pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,
mungkin ditemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat
dijumpai pada 2/3 kasus

19
1. Nyeri Kepala
-Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala
awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan
episodik sampai berat dan berdenyut maupun tumpul, umumnya bertambah berat pada
malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi kenaikan
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu
dicurigai tumor otak.
2. Muntah
-Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering
dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak
disertai dengan mual.
3. Kejang
-Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%
kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah
tumor otak bila:
Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
Mengalami post iktal paralisis
Mengalami status epilepsi
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
Bangkitan disertai dengan gejala TIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
-Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada
pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan diketemukan papil oedem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena dapat
timbul herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh
TIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TIK tanpa gejala-gejala fokal
maupun lateralisasi adalah meduloblastoma, spendimoma dari ventrikel III,
haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

20
B. Tanda-tanda melokalisir
Lobus temporalis
Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan gangguan psikologis yang
umum seperti perubahan perilaku dan emosi. Selain itu pasien juga dapat mengalami
halusinasi dan dj vu. Lesi pada lobus temporalis juga dapat menyebabkan afasia.
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi deria bau
dangustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan
kesadran yang benar. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi,
gangguan emosi, gangguan sikap, sensasi dj vu, mikropsia atau makropsia (objek
kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapangan pandang
(crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi auditorik, Lesi bagian
kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia, dan lesi pada bagian kanan
menggangu persepsi pada nada dan melodi.
Lobus frontalis
Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan terjadinya anosmia. Gangguan
perilaku juga dapat terjadi. Afasia dapat terjadi apabila area Broca terlibat.
Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan intelektual,
perlambatan aktivitas mental, gangguan personality dan reflex grasping kontralateral.
Pasien mungkin mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bagian posterior
daripada gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada
saraf olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motoric fokal atau defisit
piramidalis kontralateral.
Lobus parietal
Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan terjadinya disfasia. Selain itu dapat
juga terjadi kehilangan hemisensorik.
Lobus occipital
Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan menyebabkan gangguan pada satu
mata saja. Lesi pada chiasma optic tersebut akan menyebabkan gangguan kedua mata.
Lesi di belakang chiasma optic akan menyebabkan gangguan pada mata yang
berlawanan.
Mesensefalon

21
Tanda-tanda seperti pupil anisokor, ketidakmampuan menggerakkan mata ke
atas atau ke bawah, amnesia, dan kesadaran somnolen sering timbul apabila terdapat
lesi pada mesensefalon.
Tumor intracranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral secara
umum dan memberikan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Karena itu, dapat
terjadi perubahan personalitas, penurunan intelektual, gangguan emosi, kejang, sakit
kepala, mual dan malaise. Jika tekanan intrakranial meningkat, jaringan otak dapat
mengalami herniasi ke dalam ruangan dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling
sering ditemukan adalah herniasi lobus temporalis. Tanda paling awal untuk sindroma
ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor, komaposturasi deserebrasi dan
sulit bernafas. Tumor intracranial dapat mengarah kepada deficit fokal tergantung
lokasinya.3,4
Lesi Tanda & Gejala Klinis
Glioblastomamultiformis Mengambarkan keluhan non spesifik dan
peningkatan tekanan intracranial. Dengan
perkembangan akan menghasilkan defisit lokal.
Astrocytoma Gambaran mirip glioblastoma multiformis tetapi
lebih lambat sering setelah beberapa tahun.
Cerebellar astrocytoma Dapat memiliki gambaran yang lebih jinak.
Medulloblastoma Sering terlihat pada anak-anak.Seringkali timbul
daripada dasar ventrikel keempat dan mengarah
kepada peningkatan intracranial selanjutnya
menghasilkan tanda cerebellar dan batang otak.
Ependymoma Glioma Timbul daripada ependymal ventrikel, terutama
pada ventrikel IV membawa kepada gejala wal
peningkatan tekanan intracranial.
Oligodendroglima Berkembang lambat. Seringkali timbul daripada
hemisfer serebral pada dewasa dan dapat terlihat
kalsifikasi.
Brainstem glioma Timbul pada saat usia muda dengan palsy sara
kranial. Tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial timbul lambat.

5. Diagnosis

22
Penegakkan diagnosis Space-occupying lesion (SOL) intrakranial pada pasen
dapat dilakukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis yang teliti dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien biasanya datang dengan keluhan yang menandakan
peningkatan tekanan intracranial seperti nyeri kepala, kejang, penurunan kesadaran,
muntah dan gangguan penglihatan. Nyeri kepala yang dirasakan mungkin lebih berat
pada pagi hari, dan diperberat saat beraktivitas, atau saat batuk, bersin dan mengejan.
Muntah yang dialami pasien biasanya merupakan muntah yang menyembur (projectile
vomiting). Keluhan penurunan kesadaran pada pasien dengan Space-occupying lesion
(SOL) intrakranial sering bersifat perlahan-lahan dimana pasien dikatakan semaking
sering mengantuk dan tidak aktif. Kejang pada pasien dicurigai dengan Space-
occupying lesion (SOL) dapat bersifat parsial atau umum.3
B. Pemeriksaan fisik neurologis
Tanda-tanda dari Space-occupying lesion (SOL) intrakranial bervariasi dan
tergantung letak dan jenis lesi di otak. Secara umum, tanda-tanda yang sering
ditemukan pada pasien SOL adalah tanda-tanda peningkatan intrakranial seperti edema
papil dan hidrosefalus. Selain itu, dapat juga ditemukan parase ekstrimitas, ataksia dan
gangguan gait.3
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang
mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat.6
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena
sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Kekurangan CT-Scan
adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang kecil, massa yang berdekatan
dengan struktur tulang kranium, maupun massa di batang otak.6
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

23
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi
tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak
dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi
perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial.
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan
kelainan dalam tubuh. Misalnya pada abses serebri dapat ditemukan leukositosis.
4. Foto Toraks
Foto toraks dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor di paru yaitu tempat
tersering untuk terjadinya metastasis primer paru.
5. USG Abdomen
Dilakukan untuk mendeteksi tumor dari bagian tubuh lain.
6. Biopsi
Pada tumor otak, biopsy dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut
sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan
menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan
seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.
7. Lumbal pungsi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jenis infeksi atau tumor pada otak.
Namun, pemeriksaan lumbal pungsi dikontraindikasikan pada pasien dengan tekanan
intrakranial yang tinggi.

6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan pada Space-occupying lesion (SOL) adalah untuk
mengobati penyebab atau etiologi lesi, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi
gejala-gejala dan mengurangi komplikasi penyakit.7
Beberapa faktor dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial seperti
obstruksi dari venous return (posisi kepala / agitasi), gangguan respiratori (obstruksi
respiratori, hipoksia, hypercapnia), demam, dan hipertensi berat. Antara penanganan
peningkatan tekanan intrakranial adalah:7
1. Elevasi kepala 30.
Elevasi kepala 30 dapat melancarkan aliran vena jugular dan menurunkan
tekanan intrakranial.
2. Menurunkan demam.

24
Demam dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah serebral dan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik dan kompres harus
diberikan dalam upaya menurunkan demam. Jika dari hasil pemeriksaan diketahui
adanya abses, maka antibiotik merupakan salah satu terapi yang harus diberikan.
Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada.
Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan,
apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon,
aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus
memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk
mencegah toksisitas.
3. Menangani kejang.
Kejang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Oleh karena itu profilaksis
untuk kejang harus diberikan untuk mencegah terjadinya kejang. Phenitoin (300-
400mg/kali) adalah yang paling mum digunakan. Selain itu, dapat juga digunakan
carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-150mg/hari) dan asam valproate
(750-1500mg/hari).
4. Hiperventilasi
Hiperventilasi dapat menurunkan PaCO2 yang kemudian memicu vasokonstriksi
arteri serebral dan mengurangi aliran darah serebri.
5. Terapi hiperosmolar
Mannitol seering digunakan sebagai agen hyperosmolar untuk menurunakan
tekanan intrakranial. Baru-baru ini salin hipertonik (NaCl 3%, NaCl 23,4%) juga sering
digunakan. Mannitol sering diberikan secara intravena secara bolus dengan dosis 0,25-
1.00g/kgBB dalam situasi darurat. Untuk jangka waktu panjang, mannitol diberikan
0,25-0,5g/kgBB dan dapat diberikan setiap 2 sampai 6 jam. Cairan harus tetap diberikan
kepada pasien karena mannitol bekerja sebagai osmotik diuretik. Mannitol meningkat
serum meningkat sehingga menarik cairan edem dari parenkim serebri. Osmolaritas
serum dikatakan optimal di antara 300 sampai 320 mOsm. Osmolaritas lebih dari 320
mOsm dapat menimbulkan efek samping seperti hipovolemi, hiperosmolartas, dan
gagal ginjal. Salin hipertonik dikatakan lebih aman diberikan kepada pasien
hipovolemik atau hipotensi karena salin tidak bekerja sebagai diuretik.
6. Drainase CSF
Pada pasien yang dipasan kateter intraventrikular untuk monitor tekanan
intrakranial. Drainase cairan CSF efektif untuk menurunkan tekanan intrakranial.

25
7. Kraniektomi dekompresi
Prosedur ini dikatakan menguntungkan pada pasien dengan trauma kepala,
infark cerebri, perdarahan subarachnoid atau intraserebri dan sindrom Reye. Prosedur
ini mungkin dapat dilakukan apabila penanganan medikamentosa tidak berhasil
menurunkan tekanan intrakranial.
8. Steroid
Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi edema serebral vasogenik.
Regimen yang sering diberikan adalah dexamethasone secara intravena 4mg setiap 6
jam.
Penanganan khusus tergantung dari penyebab atau etiologi lesi intrakranial
tersebut. Antara etiologi dari Space-occupying lesion (SOL) adalah malignansi (tumor
primer atau metastasis), infeksi (abses serebri, subdural abses, epidural abses, kista
hidatid), perdarahan (intraserebral, subdural, epidural) dan granuloma
(neurosistiserkosis, tuberkuloma).
Apabila sudah ditegakkan tumor, dapat dilakukan biopsi untuk
mengidentifikasi secara histologi tipe dan grade dari tumor tersebut. Tumor otak
biasanya ditangani dengan operasi, terapi radiasi dan kemoterapi. 9
Pada abses serebri, terapi antimikroba harus diberikan bersamaan dengan
penanganan hipertensi intrakranial. Antibiotik diberikan selama 4 sampai 8 minggu.
Ukuran dan jumlah abses harus dievaluasi dari CT Scan atau MRI. Abses dengan
ukuran lebih dari 2,5cm dapat dieksisi atau diaspirasi. Abses dengan ukuran kurang dari
2,5cm diaspirasi untuk tujuan diagnostik.
Pada kasus perdarahan, tekanan darah harus diturunkan dan tanda-tanda vital
distabilkan. Operasi tidak direkomendasikan pada pasien dengan pendarahan di bawah
10cm3, dengan defisit neurologis minimal. Pasien dengan pendarahan >3cm di
serebelum dengan penurunan neurologis harus dioperasi segera. Antara tindakan operasi
yang dilakukan adalah drainase (burr hole) atau kraniotomi.8

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. Intracranial-Space


Occupying Lessions a Morphological Analysis. 2005; 21(6).
2. Irfan A, Qureshi A. Intracranial Space Occupying Lession Review of
386 Cases. 1995; 45.
3. Tidy C. patient.co.uk. [Online].; 2014 [cited 2017 April 4. Available
from www.patient.co.uk/doctor/space-occupying-lessions-of-the-brain .
4. Cross. S.S. Intracranial Space-Occupying Lesion. Underwoods
Pathology: A Clinical Approach. 6th Edition.
5. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM 1991 (324):1471-
1472
6. Meagher. R.J. emedicine.medscape.com. [Online].;[ cited 2017 April 4.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/1137207-workup
7. Castillo L.R., Gopinath. S., Robertson. C.S. Management of
Intracranial Hypertension. Neurol Clin. May 2008; 26(2): 521-541.
8. Broderick. J.P. Harold. P.A.J., Barsan. W. Guidelines for the
Manaement of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. 1999;30-905-915
9. UCSFHealth.org [Online].;2014 [cited 2017 April 4. Available from
http://www.ucsfhealth.org/conditions/brain_tumor/treatment.html
10. Robert Brown H, Allan Ropper. Adams and Victors Principles of
Neurology. 2005.

27

Anda mungkin juga menyukai