Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ENCEPHALOMALACIA, EPILEPSI DAN HIDROCEFALUS NON


KOMUNIKANS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian

di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Abepura

Oleh:

Berthy Ivone Deda

0100840168

PEMBIMBING:

dr. Bima Yuswanti Elifas, Sp. S

SMF NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM ABEPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA-PAPUA
2018
BAB I
IDENTITAS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


No. DM : 35 60 73
Nama : Tn. SF
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Waena, Padang Bulan
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : tidak ada
Agama : Kristen Protestan
Suku atau Bangsa : Genyem
Tanggal MRS : 04-06-2018
Tanggal Pemeriksaan : 04-06-2018

1.2 ANAMNESIS
AUTOANAMNESA(dengan pasien)
RIWAYAT PENYAKIT Keluhan Utama :
SEKARANG Kejang

Kronologis :
Pasien datang ke poliklinik Neuro RSUD Abepura dengan
keluhan kejang dan kontrol karena obat habis.
RIWAYAT PENYAKIT Pasien mengaku terakhir kejang pada tanggal 12 Agustus
DAHULU 2017, dari tahun 2017 hingga tahun 2018 pasien mengaku
tidak mengalami kejang.
Sebelumnya pasien sudah sering mengalami kejang, di mana
awalnya pasien mengalami kejang pertama kali pada usia 4
tahun sebanyak 2 kali, yang terjadi saat pasien demam. Kejang
berikutnya terjadi pada kurang lebih 8 bulan yang lalu, Saat
kejang di rumah, pasien tidak diberikan obat, karena setiap
kali kejang hanya berlangsung 2-3 menit dan berhenti dengan
sendirinya. Dari setiap kejang yang terjadi, pasien dapat
kembali sadar dan berespon dalam waktu < 5 menit.
Riwayat hipertensi (-),riwayat DM (-), riwayat hiperlipidemia
(-) riwayat kejang (+)( saat pasien berumur 4 tahun kejang
pertama kali). Riwayat trauma kepala, mual dan muntah
disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat epilepsi..
KELUARGA Riwayat darah tinggi, diabetes, riwayat sakit jantung (-),
riwayat hiperlipidemia (-)
RIWAYAT Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol (-)
KEBIASAAN

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


TANDA-TANDA VITAL

• Keadaan Umum : Baik


• Kesadaran : Compos Mentis
• GCS : E4M6V5 = 15
• Tekanan Darah : 120/70 mmHg
• Frekuensi nadi : 88x/menit, regular, isi cukup
• Suhu : 36,7 oC
• Pernapasan : 22 x/menit
STATUS GENERALIS

Kepala Normosefal, rambut tak mudah dicabut, warnah hitam

Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)

Bentuk normal, tak tampak ada sekret dari hidung maupun


THT
telinga, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis.

Leher Tidak ditemukan pembesaran KGB, letak trakea ditengah

Toraks Tampak simetris, tidak tampak ada retraksi

 Inspeksi: pulsasi iktus kordis tidak tampak di sela iga 4


linea mid clavicula sinistra.
 Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra.
Jantung  Perkusi: batas jantung kanan pada sela iga 3 parasternal
kanan. Batas jantung kiri di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra. Batas jantung atas di sela iga 3 linea
parasternal sinistra.
 Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Inspeksi: simetris, tidak tampak retraksi interkosta.
 Palpasi: taktil fremitus simetris.
Paru
 Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi: suara nafas vesikular, ronki -/-, wheezing -/-
 Inspeksi: datar, tak tampak lesi.
 Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tak
Abdomen teraba
 Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
 Auskultasi: bisung usus 10/menit
Akral hangat, edema tidak ada, tidak tampak sianosis,
Ekstremitas
capillary refill time < 2 detik.
STATUS NEUROLOGIS

 Tanda Rangsang Meningeal


- Kaku kuduk : (-)
- Laseque : >70o / > 70o
- Kernig : ˂135o / > 135o
- Brudzinski 1 : (-)
- Brudzinski 2 : (-)
- Brudzinski 3 : (-)
 Pemeriksaan Saraf Kranial
I Tidak dilakukan

Visus: tidak diperiksa


II
Lapang pandang: Normal

Pupil: refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak


III, IV, VI langsung +/+, nistagmus -/-
Gerak bola mata: baik ke segala arah

Motorik: baik
V Sensorik: V-1, V-2, V-3: +/+
Refleks kornea: +/+

Angkat alis, kerut dahi: dapat, simetris


Tutup mata : dapat, simetris
VII Kembung pipi: dapat, simetris
Menyeringai: dapat, simetris
Rasa 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan

Tes berbisik: tidak dilakukan


Rinne, Webber, Schwabach: tidak dilakukan
VIII
Nistagmus: (-)
Tes Romberg: tidak dilakukan

IX, X Arkus faring: simetris


Uvula: terletak di tengah. Simetris
Disfonia: (-)
Disfagia: (-)

XI Menoleh kanan-kiri: dapat melawan tahanan


Angkat bahu: dapat melawan tahanan

XII Disartria (-/-)


Lidah di dalam mulut: tidak ada deviasi, fasikulasi (-), atrofi
(-),tremor (-)
Menjulurkan lidah: tidak ada deviasi

 Pemeriksaan motorik
 Sikap : kepala & leher bungkuk ke depan, lengan dan tungkai fleksi (Bent
Posture)
 Ekstremitas atas
- Tremor kasar (-)/(-), atrofi (+), fasikulasi (-)
- Kekuatan:
- Lengan kanan :4
- Lengan kiri :5
- Tonus otot
- Hipotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Rigiditas (-)/(-)
 Ekstremitas bawah
- Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi (-)
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Kekuatan:
Kaki kanan :5
Kaki kiri :5
 Pemeriksaan sensorik
 Ekstremitas atas : + /+
 Ekstremitas bawah : +/+
 Refleks fisiologis
➢ Bisep : +/+

➢ Trisep : +/+

➢ Patella : +/+

➢ Achilles : +/+

• Refleks patologis

➢ Hoffman trimmer : -/-

➢ Babinski : -/-

➢ Chaddok : -/-

➢ Oppenheim : -/-

➢ Gordon : -/-

➢ Schaeffer : -/-

➢ Rosolimo : -/-

➢ Gonda : -/-

➢ Bing : -/-

➢ Stransky : -/-

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium tidak di lakukan
 CT- Scan Kepala tanpa Kontras

1.5 RESUME
Seorang pria berumur 37 tahun datang ke poli saraf RSUD Abepura dengan
keluhan kejang kurang lebih 8 bulan lalu dan kontrol obat. Tangan kanan juga
dirasakan nyeri dan menjadi kaku. Pada pemeriksaan neurologis pada pemeriksaan
rangsang mningeal didapatkan kernig sign terdapat tahanan kurang dari 130 derajat ,
ransangan fisilogis normal, kesadaran compos mentis, E4V5M6.

1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Encephalomalacia + Epilepsi + Hidrocephalus Non Komunikans

Diagnosis etiologi : Simtomatik

Diagnosis topis : Lobu Frontal

Diagnosa patologis : Epilepsi

1.7 TATALAKSANA:
1. Non medikamentosa
Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.Menimbulkan rasa simpati
dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikis mereka
menjadi maksimal.

2. Medikamentosa
- HCT Tab 1 x ½ tab (siang)
- Citikolin tab 2 x 500 mg (po)
- Carbamazepin 2 x 200 mg (po)
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg (po)
- Asam Folat 1 x 1 tab (po)

Farmakologi Terapi Non Farmakologi

- HCT Tab 1 x 1 tab


- Makan makanan bergizi
- Citikolin tab 2 x 500 mg (po)
- Minum obat teratur
- Carbamazepin 2 x 200 mg (po)
- Hindari stress
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- Kontrol kembali ke polik Saraf
(po)
pada tanggal yang sudah di
- Asam Folat 1 x 1 tab (po)
tetapkan.

1.8 Prognosis
Ad vitam : Ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ENCEPHALOMALACIA

2.1 PENDAHULUAN
Vitamin E adalah vitamin yang mudah larut dalam lemak. Vitamin E berfungsi
sebagai antioksidan biologis, menjaga struktur liida dalam mitokondria terhadap
kerusakan oksidatif, berfungsi dalam reaksi –reaksi fosforilisasi normal terutama
persenyawaan fosfat berenergi tinggi seperti fosfat keratin dan trifosfat adinosin,
dalam metabolism asam nukleatdalam sintesis asam askorbat ubikuinon dan
metabolism sulfur asam amino. Salah satu kasus yang sering terjadi akibat
defisiensi vitaminE adalah Distropsi otot pectoral, encepalomalacia diathesis
eksudatif.

2.2 Definisi

Encephalomalacia (Crazy chick deases) atau perlunakan pada otak yaitu pada
selubung myelin sel saraf. Bagian otak yang mengalami kerusakan paling parah,
berurutan mulai dari serebelum, corpus striatum, medulla oblongata dan
mensencepalon. Encephalomalacia meliputi : polimalaciayang merupakan
pelunakan yang terjadi pada lapisan abu-abu 9substansia gricea leucomalacia) yang
merupakan pelunakan pada substansi putih (substansi alba)

2.3 Penyebab

Diduga penyebab encephalamalacia adalah defisiensi nutrisi, yaitu vitamin E. selain


itu bahan pakan yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (tepung ikan dan
minyak nabati juga dapat menyebabkan ensephalonmalacia.

2.4 Gejala klinis


Gejala klinis enchepalomalaciaadalah: Ataksia , tremor, inkordinasi, tortikolis,
paralisis, mati mendadak, lesiovaskularis sehingga menyebabkan edema dan
hemoragic sepanjang serebelum.

2.5 Patalogi anatomi

Perubahan patologi anatomi (PA) berupa pendarahan pada otot yang disebabkan oleh
rusaknya pembuluhdarah timus, ginjal, jaringan otot dan lambung. Duramater
membesar karena rangsangan air dan memperlihatkan pendarahan-pendarahan kecil
dipembuluh darah. Pada otak akan mengalami udem dan hemoragic yang disertai
dengan nekrosis dan degerasif saraf.

2.6 Diagnosa

Pemeriksaan mikroskopis lesi jaringan dapat digunakan untuk mngkonfirmasi kasus


dugaan defisiensi vitamin E terutama untuk ensephalomalasia dan diathesis eksudatif.

2.7 Pencegahan dan pengendalian

Encephalomalacia dapat dicegah dengan pemberian vitamin E yang tepat dengan


pemberian vitamin E yang tepat dan teratur. Pemberian antioksidan sintetik juga
dapat mencegah Encephalomalacia.
B. Epilepsi

Epilepsy merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure) yang
terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada
neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak,
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).6

- Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena


penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada
umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal
bangkitan – area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua
hemisfer otak (Generalized onset)- kategori utama lainnya bergantung pada
pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi. Tahun 1981
International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu klasifikasi
internasional mengenai kejang dan epilepsi yang membagi kejang menjadi 2
golongan utama : serangan parsial (partial onset seizures) dan serangan
umum (generalized-onset seizures). Serangan parsial dimulai pada satu area
fokal di korteks serebri, sedangkan serangan umum dimulai secara simultan
di kedua hemisfer. Serangan lain yang sulit digolongkan dalam satu
kelompok dimasukkan dalam golongan tak terklasifikasikan (unclassified).
ILAE kemudian membuat klasifikasi yang diperbarui menggunakan
diagnosis multiaksial pada tahun 1989, kemudian disempurnakan lagi pada
tahun 2001, namun klasifikasi tahun 1981 tetap masih sering digunakan.
Tabel 2.7 Klasifikasi ILAE 1981 :

C. Hidrocefalus Non Komunikans

Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans Terjadi bila CSS otak terganggu
(Gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran
CSS dalam sistem ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital : stenosis
akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel
IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang agak jarang ditemukan sebagai
penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro,
malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang (Eksudat, infeksi meningeal).
Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor
intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior).
BAB III

KESIMPULAN

Pada kasus ditemukan pasien atas nama Tn. SH umur 37 tahun datang dengan keluhan
kejang kurang lebih 8 bulan SMRS. Kejang muncul tiba –tiba lamanya 2-3 menit. Kejang
pada lengan dan tungkai kaki kanan pasien, awalnya kaku lalu muncul gerakan seperti
menghentak-hentak, dan mata berkedip-kedip berlebihan. Saat setelah kejang pasien
langsung tertidur dan lupa kejadian saat pasien kejang, pasien sempat lupa orang
disekitarnya dan bingung saat ditanyai. Pasien mengaku lemas dan sulit untuk duduk.
Sebelumnya pasien sudah mengalami keluhan yang sama sejak pasien masih bersekolah
di Sekolah Menegah Pertama, namun kejang pertama kali pada sat pasien berusia 4
tahun. Kejang pertama muncul dirumah saat pasien berumur 4 tahun, kejang pada lengan
dan tungkai kanan berlangsung selama 2-3 menit.

Untuk tipe serangan, epilepsi dibagi menjadi 2 yaitu parsial dan umum. Pasien kejang
pada lengan dan tungkai kanan sehingga di golongkan dalam kejang parsial. Saat kejang
pasien sadar namun setelah kejang pasien tertidur dan lupa kejadian saat kejang. Kejang
engan penurunan kesadarah merupakan kejang kompleks. Lalu ditemukan saat kejang
gerakan tubuh pasien menghentak – hentak yang sesuai dengan kejang tonik. Sehingga
tipe kejang pada kasus ini adalah kejang tonik parsial simpleks – kompleks.

Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan Benzodiazepin 50 mg, dengan dosis 1 x ½ tab,
Citicoli 500 mg pemberian 2 kali sehari, Hidrochlorthiazide (HCT) 50 mg diberikan ½
dengan dosis 1 hari sekali diberikan pada siang hari. Penatalaksanaan kejang pada kasus
ini sudah sesuai.
Prognosis pada kasus ini adalah baik namun kemungkinan menjadi buruk. Epilepsi
merupakan masalah neuroemergensi yang membutuhkan tatalaksana yang cepat dan
komprehensif. Di samping itu, evaluasi penyebab SE sangat penting untuk menentukan
prognosis. Oleh sebab itu pada kasus ini dianjurkan dilakukan pemeriksaan EEG.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed Z, Spencer S.S (2004) : An Approach to the Evaluation of a Patient for


Seizures and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1) : 49-55.
2. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W. The A
treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child 2000; 83:415-
19.
3. Guyton, Arthur C. 1987.Fisiologi Kedokteran. 148 – 168. Edisi ke 5. EGC. Jakarta.
4. Hadi S (1993) : Diagnosis dan Diagnosis Banding Epilepsi, Badan Penerbit UNDIP
Semarang : 55-63.
5. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin North Am
2001;48:683-94.
6. Harsono (2001) : Epilepsi, edisi 1, GajahMada University Press, Yogyakarta.
7. Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors) (2003) : Pedoman
Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi.
8. Lowenstein DH. Seizures and Epilepsy. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (ed). Harrison’s Principles ofInternal Medicine
15th Edition CD ROM. McGraw-Hill. 2001.
9. Fink J. Stephen, Growdon James B. Paralysis dan Gangguan Gerak. Dalam Fauci
AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al., editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 14th ed. New York: McGraw-Hill; 1998.
Hal.143 – 146
10. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement Disorders.
Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007. Hal 4-53.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
12. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.

Anda mungkin juga menyukai