Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

CEREBRAL PALSY
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF atau bagian Neurologi

Rumah Sakit Umum Daerah Abepura

Oleh :

YOLANDA IKA PUSPASARI TOAM

Pembimbing:

dr. Bima Yuswanti Elifas, Sp,S

SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABEPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 IDENTITAS PASIEN

No. DM : 41 96 73

Nama :An. I.A.W

Umur : 5 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat :Perumnas II Waena

Status Pernikahan :-

Pekerjaan :-

Agama :Kristen Protestan

Suku atauBangsa : Wamena

Tanggal Pemeriksaan :04-06-2018

2
1.2 ANAMNESIS
HETEROANAMNESA oleh ibu pasien
RIWAYAT PENYAKIT Keluhan Utama :
SEKARANG tangan dan kaki mengalami kekakuan serta gerakan
tubuh yang tidak normal

Kronologis :
Pasien datang ke poliklinik Neuro RSUD Abepura dengan keluhan
gerakan tubuh yang tidak normal dan terdapat kekakuan pada
anggota gerak atas dan bawah. Ibu pasien mengaku ketika pasien
berusia 6 bulan saat itu pasien panas tinggi kemudian mengalami
kejang, kejangnya <1 menit, pada saat itu pasien segera dibawa ke
RS Dian Harapan dan mendapatkan perawatan disana, setelah lewat
3 bulan perawatan di RS Dian Harapan pasien kembali kejang lagi
dan dibawa lagi ke RSUD Dok 2 dan selanjutnya dirawat.

Menurut pengakuan dari ibu pasien bahwa kejang pada saat itu
terjadi 3-5x dalam sehari, pada saat pasien berumur 3 tahun
kejangnya menjadi 6-9x dalam sehari, hingga pasien saat ini
berumur 5 tahun kejangnya dapat terjadi sampai 11x dalam sehari.
Kejang ini terjadi pada saat pasien demam.

Setelah 1bulan keluar dari RS Dian Harapan ibu pasien mengaku


tangan kiri pasien mulai lemah dan selang 3bulan diikuti juga
kelemahan pada kaki kiri pasien, sebelum terjadi kejang pasien bisa
berdiri berpegangan pada kursi, namun setelah itu tangan dan kaki
kiri pasien lemah kemudian diikuti dengan kelemahan juga pada
tangan dan kaki kanan pasien, hingga saat ini pasien tidak dapat
berdiri, menurut ibu pasien, pasien dapatmemegang dot nya sendiri
tetapi hanya sebentar saja kurang lebih pada hitungan ke 8 dot nya
sudah terlepas dari tangan.

3
RIWAYAT PENYAKIT Kejang : (+) Hepatitis : (-)
DAHULU Batuk pilek : (+) TBC : (-)
Tifus perut : (-) Cacar air : (-)
Pneumonia : (-) Campak : (-)
Batuk rejan : (-) Ginjal : (-)
Difteri : (-) Diare :(-)
Tetanus : (-) Asma : (-)

RIWAYAT PENYAKIT
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit serupa
KELUARGA
RIWAYAT SOSIAL
Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara
EKONOMI

 Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Selama kehamilan ibu pasien rutin mengontrol kehamilannya, 3x di Puskesmas
Wamena dan 1x di dokter praktek (Jayapura).
Ibu pasien mengatakan pada saat kehamilan ibu sering sakit malaria, kemudian udem
pada kaki dan tanggan, padaa saat usia kehamilan 9 bulan ibu pasien sakit malaria tropika
kemudian dibeerikan obat anti malaria dan sempat dirawat di RSUD Abepura karena selalu
demam akhirnya terjadi kontraksi yang menyebabkan ibu pasien harus di operasi secepatnya
karena air ketuban sudah keluar ibu pasien lupa berapa lama air ketuban sudah keluar, ibu
pasien juga mengaku bahwa sempat diberikan oksigen pada saat itu karena menurut dokter
air ketubannya banyak tertelan oleh bayi.
Pasien lahir aterm, dengan secio caesarea, pasien tidak langsung menangis sesaat
setelah lahir, badan sianosis dan mendapat perawatan dalam incubator selama 1 minggu di
Perina RSUD Abepura, Berat badan lahir : 2800gr, panjang badan : 48cm.
 Tumbuh kembang anak
Kurva berat badan dan tinggi badan dari KMS
Berbalik : 4 Bulan

4
Duduk dengan bantuan : 6 bulan
Duduk tanpa pegangan : - bulan
Berjalan 1 tangan dipegangan : - bulan
Berjalan tanpa dipegang : - bulan
Bicara 1 kata : 6 Bulan
Bicara 1 kalimat : - bulan
Membaca : - bulan
Menulis : - tahun
Sekolah : - tahun
 Imunisasi ( tulis tanggal/umur saat diimunisasi )
Pasien tidak mendapat imunisasi lengkap
1x ketika umur 1 bulan.
 Makanan
Usia 0-12 bulan : ASI eksklusif selama 1 bulan setelah itu tidak diberikan lagi karena
ibu pasien mengaku sempat salah minum obat penghenti Air susu.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


TANDA-TANDA VITAL

• Keadaan Umum :Baik


• Kesadaran :Compos Mentis
• GCS : E4M6V5 = 15

Tanda-tanda vital
• Tekanan Darah : 90/60 mmHg
• Frekuensi nadi : 88x/menit, regular, isi cukup
• Suhu : 37,8oC
• Laju Pernapasan : 22 x/menit

5
STATUS GENERALIS

Kepala Normosefal, rambut tak mudah dicabut.


Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Bentuk normal, tak tampak ada sekret dari hidung maupun
THT
telinga, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis.
Leher Tidak ditemukan pembesaran KGB, letak trakea ditengah
Toraks Tampak simetris, tidak tampak ada retraksi
 Inspeksi: pulsasi iktus kordis tidak tampak di sela iga 4
linea mid clavicula sinistra.
 Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra.
Jantung  Perkusi: batas jantung kanan pada sela iga 3 parasternal
kanan. Batas jantung kiri di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra. Batas jantung atas di sela iga 3 linea
parasternal sinistra.
 Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Inspeksi: simetris, tidak tampak retraksi interkosta.
 Palpasi: taktil fremitus simetris.
Paru
 Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi: suara nafas vesikular, ronki -/-, wheezing -/-
 Inspeksi: datar, tak tampak lesi.
 Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tak
Abdomen teraba
 Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
 Auskultasi: bisung usus 10/menit
Akral hangat, edema tidak ada, tidak tampak sianosis,
Ekstremitas
capillary refill time< 2 detik.

6
STATUS NEUROLOGIS

 Tanda Rangsang Meningeal


-
Kaku kuduk : (-)
-
Laseque : > 70o / < 70o
-
Kernig : > 135o / < 135o
-
Brudzinski 1 : (-)
-
Brudzinski 2 : (-)
-
Brudzinski 3 : (-)
-
Brudzinski 4 : (-)

 Pemeriksaan Saraf Kranial


I Tidak dilakukan
Visus: tidak diperiksa
II
Lapang pandang: sulit dievaluasi
Pupil: refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
III, IV, VI langsung +/+, nistagmus -/-
Gerak bola mata: abnormal ke segala arah
Motorik: baik
V Sensorik: V-1, V-2, V-3: +/+
Refleks kornea: +/+
Angkat alis, kerut dahi: sulit di evaluasi
Tutup mata : dapat, simetris
VII Kembung pipi: dapat, simetris
Menyeringai: dapat, simetris
Rasa 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan
Tes berbisik: tidak dilakukan
Rinne, Webber, Schwabach: tidak dilakukan
VIII
Nistagmus: (-)
Tes Romberg: tidak dilakukan

7
Arkus faring: simetris
Uvula: tidak dilakukan
IX, X
Disfonia: (-)
Disfagia: (-)
XI Menoleh kanan-kiri: sulit dievaluasi
Angkat bahu: sulit dievaluasi
XII Disartria (-/-)
Lidah di dalam mulut: tidak ada deviasi, fasikulasi (-), atrofi
(-),tremor (-)
Menjulurkan lidah: tidak ada deviasi

 Pemeriksaan motorik
 Sikap : kepala & leher dominan miring kesebelah kiri.
 Anggota gerak dan tulang : keempat ekstremitas tampak flaccid dan atrofi
Kelainan bentuk (+), fraktur (-), gerak involunter.
 Refleks fisiologis
➢ Bisep : +/+

➢ Trisep : +/+

➢ Patella : +/+

➢ Achilles : +/+

• Refleks patologis

➢ Hoffman trimmer : -/-

➢ Babinski : +/-

➢ Chaddok : +/-

➢ Oppenheim : -/-

➢ Gordon : +/-

8
➢ Schaeffer : -/-

➢ Rosolimo : -/-

➢ Gonda : -/-

➢ Bing : -/-

➢ Stransky : -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

1.4 RESUME

Pasien anak umur 5 tahun datang ke poli Saraf RSUD Abepura dengan keluhan gerakan
tubuh yang tidak normal dan terdapat kekakuan pada anggota gerak atas dan bawah. Ibu
pasien mengaku ketika pasien berusia 6 bulan saat itu pasien panas tinggi kemudian
mengalami kejang, kejangnya <1 menit, pada saat itu pasien segera dibawa ke RS Dian
Harapan dan mendapatkan perawatan disana, setelah lewat 3 bulan perawatan di RS Dian
Harapan pasien kembali kejang lagi dan dibawa lagi ke RSUD Dok 2 dan selanjutnya
dirawat.

Menurut pengakuan dari ibu pasien bahwa kejang pada saat itu terjadi 3-5x dalam sehari,
pada saat pasien berumur 3 tahun kejangnya menjadi 6-9x dalam sehari, hingga pasien saat
ini berumur 5 tahun kejangnya dapat terjadi sampai 11x dalam sehari. Kejang ini terjadi pada
saat pasien demam.

Setelah 1 bulan keluar dari RS Dian Harapan ibu pasien mengaku tangan kiri pasien
mulai lemah dan selang 3bulan diikuti juga kelemahan pada kaki kiri pasien, sebelum terjadi
kejang pasien bisa berdiri berpegangan pada kursi, namun setelah itu tangan dan kaki kiri
pasien lemah kemudian diikuti dengan kelemahan juga pada tangan dan kaki kanan pasien,
hingga saat ini pasien tidak dapat berdiri, menurut ibu pasien, pasien dapatmemegang dot nya
sendiri tetapi hanya sebentar saja kurang lebih pada hitungan ke 8 dot nya sudah terlepas dari
tangan.
9
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kesadaran compos mentis, E4V5M6.
Pemeriksaan motorik didapatkan Sikap : kepala & leher dominan miring kesebelah kiri.
Anggota gerak dan tulang : keempat ekstremitas tampak flaccid dan atrofi, Kelainan bentuk
(+), fraktur (-), gerak involunter.

1.6 DIAGNOSIS
Cerebral palsy

1.7 TATALAKSANA:
1. Non medikamentosa
- Edukasi kepada orang tua
- Rujuk untuk Fisioterapi
2. Medikamentosa
- Depakene sirup 2x2 cth
- Piracetam sirup 2x1 cth
- Asam folat 1x1 tablet
- Fenitoin 75mg 2x1caps

IX. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : ad malam
Ad Sanationam : ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cerebral palsy

10
Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen dan tidak
progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis.
Gangguan ganglia basal dan serebellum dan kelainan mental.(1)
Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat nonprogresif, berbeda-
beda kronis dan akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan.(2)
Walaupun cerebral palsy pertama kali dilaporkan pada tahun 1827 oleh Cazauvielh, dan
kemudian digambarkan dan di perdebatkan oleh dokter seperti Little, Freud, Osler, dan
Phleps, patogenesis gangguan ini tetap tidak dimengerrti secara jelas.(2)

2.2 Epidemiologi Cerebral palsy


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi Cerebral palsy yaitu populasi
yang diambil cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insudensi serebral palsi sebanyak 2
per 1000 kelahiran hidup (2,3) . 5 dari 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai
dengan Cerebral palsy. 50% kasus termasuk ringan dan 10% termasuk kasus berat. (4) Yang
dimaksud ringan adalah penderita dapat mengurus dirinya sendiri dan yang tergolong berat
adalah penderita yang membutuhkan pelayanan khusus. 25% memiliki intelegensia rata-rata
(normal) sementara 30% kasus menunjukan IQ dibawah 70. 35% disertai kejang dan 50%
menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari perempuan (1,4 : 1,0).5

11
Narnun di negara-negara berkembang, kemajuan tektiologi kedokteran selain
menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan
gangguan perkembangan. Adanya variasi angka kejadian di berbagai negara karena pasien
cerebal palsy datang ke berbagai klinik seperti klinik saraf, anak, klinik bedah tulang, klinik
rehabilitasi medik dan sebagainya. Di samping itu juga karena para klinikus tidak konsisten
menggunakan definisi dan terminologi Cerebral palsy. (2)
Rata-rata 70 % ada pada tipe
spastik. 15% tipi atetotic, 5% ataksia, dan sisanya campuran. (2) Meningkatnya pelayanan
obstetrik dan perinatologi dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti
Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian Cerebral palsy akan menurun.

12
2.3 Etiologi Cerebral palsy
Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 bgian yaitu prenatal, perinatal, dan pascanatal.(1)
a) Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya
oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan yang menyolok
biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan (misalnya:
solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal), terkena
radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan “Cerebral palsy”(1)
b) Perinatal

1. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain injury”. Keadaan inillah
yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada kedaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefalo pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesaria.(1)
2. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat
pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang
subarachnoid akan menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus.
Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumuhan
spaatis. (1)
3. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak yang lebih
banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah enzim, faktor pembekuan darah
dan lain-lain masih belum sempurna. (1,2)
4. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen
akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan
darah. (1)

13
5. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan
mengakiatkan gejala sisa berupa “Cerebral palsy”.(1)

c) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan
“cerbral palsy”. (1)
1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.

2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.


3. Kern icterus
Seperti pada kasus-kasus sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal atau devisinsi enzim hati.

14
2.4 Manifestasi Klinis Cerebral palsy(8)
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastik
diplegia, merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai Cerebral
palsy. Hingga saat ini, Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang
terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :
1. Cerebral Palsy Spastik
Merupakan bentukan Cerebral Palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan
dan secara permanan akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas,
pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran
klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan galt gunting
(scissors galt). Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis, dimana
seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor
memberat akan terjadi gangguan gerak berat.
Cerebral Palsy Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu :
a. Monoplegi Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia, Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari pada kedua
lengan.
c. Triplegia, Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan
dan 1 kaki
d. Quadriplegia, Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia, Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat

2. Cereberal Palsy Atetoid/diskinetik


Bentuk Cereberal Palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan menulis yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai
dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringan
dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan
stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot
bicara (disartria). Cereberal Palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita Cereberal Palsy.

15
3. Cereberal Palsy Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena
sering menunjukan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki
terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan baju. Mereka juga
sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya buku, menyebabkan
gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk
sama dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini
mengenai 5-10% penderita Cerebral Palsy.

4. Cerebral Palsy Campuran


Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk
Cerebral Palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik
dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai. 2,5
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.
1) Ringan, Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2) Sedang, Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau
berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri
sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah
masyarakat dengan baik.
3) Berat, Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat
hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan
sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan
khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat,
atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun
lingkungannya.
Cerebral Palsy juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan
kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (tabel 1).(8)
16
Tabel I Klasifikasi cerebral Palsy berdasarkan Derajat Penyakit (8)

17
Gejala awal cerebral Palsy

1. Adanya faktor resiko


2. Mikrosefali, sutura bertumpuk, penutupan UUB terlalu cepat
3. Hipotonia tertutup.
4. Gerakan ekstremitass terbatas
5. Spastisitas dimulai dari tangan (tergenggam) dan kaki (fleksi plantar)
6. Kesulitan makan, mengiler berlebihan
7. Gagal tumbuh

18
8. Reflex primitive menetap
9. Reflex postural terlambat
10. Ataksia, distonia, diskinetik sering baru muncul setelah gejala stabil, sulit dinilai pada
bayi kecil.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis Cerebral palsy(2,10,11)


Patofisiologi dari cerebral palsy sangat berkaitan dengan perkembangan otak manusia
dan hal-hal yang yang dapat mempengaruhi perkembangan tersebut. Perkembangan otak
manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi berikut:2,10
• Primer neurulation - Minggu 3-4 kehamilan

• Perkembangan Prosencephalic - Bulan 2-3 kehamilan

• Neuronal proliferasi - Bulan 3-4 kehamilan

• Neuronal migrasi - Bulan 3-5 kehamilan

• Organisasi - Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pascakelahiran

• Mielinasi - Lahir sampai bertahun-tahun pascakelahiran


Penelitian kohort telah menunjukkan peningkatan risiko pada anak yang lahir sedikit
prematur (37-38 minggu) atau postterm (42 minggu) dibandingkan dengan anak yang lahir
pada 40 minggu.(11)

Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal


Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau
perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis cerebral palsy
bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toxin atau infeksi, atau insufisiensi
vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 20 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit
migrasi neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat mengakibatkan leukomalacia
periventricular (foci nekrosis coagulative pada white matter berdekatan dengan ventrikel
lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40 dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau
multifokal.(2)

19
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor pada saat
cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah otak dan regulasi
aliran darah, dan respon biokimia jaringan otak untuk oksigenasi menurun.(2)

Prematuritas dan pembuluh darah serebral


Stres fisik pada bayi prematur dan ketidak matangan pembuluh darah otak dan otak
mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil otak pada
kecenderungan hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi dapat mengakibatkan
perdarahan matriks germinal atau leukomalacia periventricular. Antara minggu 26 dan 34
usia kehamilan, daerah white matter periventricular dekat ventrikel lateral yang paling rentan
terhadap cedera. Karena daerah-daerah membawa serat bertanggung jawab atas kontrol motor
dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi dalam diplegia spastik (yaitu, kelenturan dominan
dan kelemahan kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah).(2)

Periventricular leukomalacia
Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari korteks motor untuk
melibatkan centrum semiovale dan korona radiata, baik ekstremitas bawah dan atas mungkin
terlibat. Leukomalacia periventricular umumnya simetris dan dianggap karena cedera iskemik
white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk white matter periventricular dapat
menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh dari yang lain. Hasilnya meniru
hemiplegia spastik tetapi lebih baik dicirikan sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks
germinal kapiler di daerah periventricular sangat rentan terhadap cedera hipoksia-iskemik
karena lokasi mereka di sebuah zona perbatasan vaskular antara zona akhir arteri striate dan
thalamic. Selain itu, karena mereka adalah otak kapiler, mereka memiliki kebutuhan tinggi
untuk metabolisme oksidatif.(2)

Perdarahan periventricular - perdarahan intraventricular


Banyak pihak berwenang telah menentukan tingkatan beratnya perdarahan
periventricular -perdarahan intraventricular menggunakan sistem klasifikasi awalnya
dijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai berikut: (2)
1. Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal
20
2. Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel lateral tanpa
pembesaran ventrikel

3. Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel lateral dengan
pembesaran ventrikel

4. Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah dan meluas ke parenkim
otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak adanya perdarahan intraventricular, juga
disebut sebagai perdarahan intraparenchymal saat ditemui di tempat lain di parenkim
tersebut. Perdarahan meluas ke white matter periventricular berkaitan dengan perdarahan
germinal ipsilateral perdarahan/intraventricular matriks yang disebut infark vena
periventricular hemo
Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi
Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi serebral dewasa,
cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada distribusi arteri
serebral tengah, mengakibatkan cerebral palsy spastik hemiplegia. Namun, otak matur juga
rentan terhadap hipoperfusi, yang sebagian besar menargetkan daerah aliran dari korteks
(misalnya, akhir zona arteri serebral utama), mengakibatkan cerebral palsy spastik
quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga cerebral palsy ekstrapiramidal
atau dyskinetic.(2)
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron, dan degenerasi
laminar akan menimbulkan narrow gyrus, sulcus dan berat otak rendah. Cerebral palsi
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oeh cacat
nonprogresif atau trauma otak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu
kelainan dasar (Struktur otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal atau luka-luka/ kerugian
setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin dan infeksi).
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal
yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu
ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan
kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase
selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4.

21
Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium
selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi
melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan
subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara
tangensial sampai dengan berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks
serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun
pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan
metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal.
Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.

Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan
Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai
korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan
serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim
Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan
menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan
Cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat
mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan
timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma
lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah
terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa
mengakibatkan bangkitan epilepsi(2)

2.6 Pemeriksaan Fisik (13)


22
1. Pemeriksaan Tonus

2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Panggul
- Kontraktur fleksi, rotasi internal & ekternal, aduksi, panjang tidak simetris

- Thomas test : kontraktur fleksi

- Ely test : kontraksi kuadriseps

- Aduksi , rotasi
b. Lutut
- Sudut poplitea
c. Kaki dan Pergelangan
- Kontraktur, torsi tibia
d. Punggung
- Postur, skoliosis, asimetris
e. Exstermitas Atas
- Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi motor halus

3. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks tendon

b. Refleks Patologis/klonis

c. Refleks Primitif menetap


- Asymetric tonic neck refleks
- Neck righting refleks

- Graps refleks

d. Refleks Protektif terlambat


- Parachute, dll

23
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral
palsy.

2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya


suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy, CSS normal.

3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis
baik yang disertai kejang maupun yang tidak.

4. Foto rongent kepala.

5. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.


6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.

2.8 Diagnosis Cerebral palsy


2.8.1. Anamnesis
Pada Cerebral palsy dapat ditemukan gejala danggun motorik berupa kelainan fungsi
dan lokasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis “Cerebral palsy”.
(1) Kelainan fungsi motirik terdiri dari :
a) Spastisitas
Terdapat peningkatan tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
refleks babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peningkatan tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap adduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. (1)
“Tonic neck reflex” dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya
terletak pada trkstu kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 – ¾ penderita
“Cerebral palsy”. (1)

24
Banyak kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu :
1. Monoplegia/monoparesis(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak pada stu sisi, tetapi salah satu anggota gerak lebih
hebat dari yang lainnya.
2. Hemiplagia/hemiparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama.
3. Diplegia/diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
4. Tertaplagia/tetraparesis/quadriplagia(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan
dengan tungkai.

Gambar 1. Kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan(6).

b) Tonus otot yang berubah


Bayi pada golonggan ini pada usia bulan pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok
terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada “lower motor neuron”. Menjelang umur 1
tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring
tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai
diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis. Refleks otot yang normal dan refleks

25
babinski negatif, tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan “tonic neck reflex” menetap.
Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau
ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus “Cerebral palsy”. (1)
c) Koreo-atetosis(extrapiramidal Cerebral Palsy)
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan \
sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasid, tapi sesudah
itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya
perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan disebabkan oleh afiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus “Cerebral palsy”. (1)
d) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila
mulai belajar duduk. Mulai berjaan sangat lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku.
Kerusakan terletak si serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus “Cerebral palsy”. (1)
e) Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10 % anak dengan “Cerebral palsy”. Gangguan berupa gangguan
neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menagkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis. (1)
f) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gengguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak beliur. (1)

26
g) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.
Pada kedaan afiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25%penderita “Cerebral
palsy” menderita kelainan mata. (1)
Pasien dapat datang dengan keluhan(7) :
-Pola gerak abnormal

-Terlambat dalam perkembangan berdiri dan berjalan


-Sentral paresis (hemiparesis, paraparesis, atau tetraparesis)
-Spasticity (kekakuan)

-Ataxia

-Choreoathetosis

- Retardasi mental

- Epileptic seizures,

- Gelisah

- Sulit berkonsentrasi

- Gangguan dalam penglihatan, pendengaran dan berbicara.

- deformitas tulang dan sendi (talipes equinus, contracture, scoliosis, hip dislocation)

27
Tabel 1. Klasifikasi Cerebral Palsy dan Penyebab Utamanya3,9

28
2.8.2 Pemeriksaan Khusus Cerebral palsy(1)
1. Pemeriksaan Refleks, tonus otot, postur dan koordinasi

2. Pemeriksaan mata dan pendengaran setelah dilakukan diagnosis “Cerebral palsy”


ditegakan.

3. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya


suatu proses degeneratif. Pada “Cerebral palsy” CSS normal.

4. Pemeriksaan EEG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis
baik yang disertai kejang maupun yang tidak.

5. Foto Rontgen kepala, MRI, CT-Scan, cranial ultrasounds umtuk mendapatkan


gambaran otak.

6. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.

7. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.


Diagnosis Banding Cerebral palsy(1)
a) Proses degeneratif

b) Higroma subdural

c) Arterio-venosus yang pecah

d) Kerusakan medula spinalis

e) Tumor intrakranial

2.9 Penatalaksanaan Cerebral palsy


Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang
diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah
atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang
diberikan dan untuk menentukan ke- berhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan
Cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan
berat. Tujuan terapi pasien Cerebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya
29
memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan
pendidikan sehingga pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain,
diharapkan penderita bisa mandiri pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan
merupakan suatu team antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikologi, fisioterapi, “occupational therapist”, pekerja sosial, guru sekolah luar
biasa dan orang tua penderita. (1)
a) Fisioterapi
Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan psikolog
atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada anak yang lebih besar.
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu pro
gram latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada
waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di
suatu pusat latihan. Fisioterapi ini diakukan sepanjang penderita hidup. (1)
b) Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk melakukn
pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan gerakan koreo-atetosis yang berlebihan. (1)
c) Pendidikan
Penderita “Cerebral palsy” dididik sesuai tingkat intelegensinya, di sekolah luar biasa
dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Mereka
sebaiknya diperlakukan sama dengan anak yang normal, yaitu pulang ke rumah dengan
kendaraan bersama-sama, sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana
normal. Orang tua juga janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk ini pekerja
sosial dapat membantu dirumah dengan nasehat seperlunya. (1)
d) Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai dengan
karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot
berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat menolong, misalnya diazepam,
klordiazepoksid (librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreoatestosis diberikan
artan. Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan depresi. (1)
30
Penderita Cerebral Palsy memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat
masalah yang dihadapi sangat kompleks, yaitu: (4)
a. Gangguan motorik

b. Retardasi mental

c. Kejang

d. Gangguan pendengaran

e. Gangguan rasa raba

f. Gangguan bahasa dan bicara

g. Makan/gizi

h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)

i. Gangguan konsentrasi

j. Gangguan emosi

k. Gangguan belajar

Tim diagnostik dan penatalaksanaan Cerebral Palsy ini meliputi: (4)


1. Tim Inti :
a. Neuropediatri

b. Dokter Gigi

c. Psikolog

d. Perawat

e. Fisioterapi (terapi kerja, terapi bicara)

f. Pekerja Sosial (pengunjung rumah)

31
2. Tim Konsultasi :

a. Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

b. Dokter Bedah (Ortopedi)

c. Dokter Mata

d. Dokter THT

e. Psikiater Anak

f. Guru SLB (cacat tubuh, tunanetra, tunarungu)

Penatalaksanaan Cerebral Palsy meliputi:(4)


A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :
1. Benzodiazepin : adalah jenis obat yang memiliki efek sedative atau menenangkan yang
mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan psikoleptika.
Benzodiazepine memiliki limaefek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti
konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinaliss dan amnesia retrogate. Hampirsemua efek
benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama :sedasi,
hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan anti konvulsi.
Hanya ada dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer :
vasodilatasi koroner (setelah pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara
iv), dan blockade neuromuscular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi)
• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi

• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih 10 mg/dosis)
2. Baclofen (Lioresal) : digunakan untuk mengobati kejang otot yang disebabkan oleh
kondisi tertentu (seperti multiple sclerosis, penyakit tulang belakang).Baclofen bekerja
dengan membantu mengendurkan otot-otot.
- 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80 mg/hari).

32
3. Dantrolene (Dantrium): bekerja langsung pada otot rangka untuk menghambat kontraksi
otot. Hal ini digunakan untuk meringankan kelenturan diganggguan neurologis dan
untuk melampiasskan atau mengobati hipertermia ganas, langka komplikassi anestesi
ditandai dengan hiperkarbia, asidosis metabolic, skeletal kekakuan otot, demam, dan
sianosis. Untuk profilaksis pra operasi pada orang dengan episode sebelumnya
hipertermia ganas dan intra operatif obst diberikan secara intravena (IV). Oral bekerja
lambat memuncak di 4 sampai 6 jam dan berlangsung 8 sampai 10 jam, sedangkan
obat iv bertindak lebih cepat dan berlangsung 6 sampai 8 jam. Efek samping yang
umum termasuk drowsiness, pusing, diare dan kelelahan. Yang paling serius yang
merugikan efek berpotensi hepatitis fatal, dengan penyakit kuning dan lainnya gejala
yang biasanya terjadi dalam waktu satu bulan obat mulai terapi. Tes fungsi hati harus
di pantau secara berkala pada semua pasien yang menerima dantrolene. Efek samping
tidak terjadi dengan penggunaan jangka pendek obat IV untuk hipertermia.
dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 40 mg/hari

4. Haloperidol :

Merupakan obat antipsikosis dengan potensi tinggi, memiliki efek sedasi rendah dan
memberikan efek extrapiramidal yang besar. Haloperidol merupakan golongan butirofenon,
haloperidol merupakan salah satu obat skizoprenia, obat ini berguna untuk menenangkan
keadaan mania pada penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin.

Aksi dan farmakologi klinis haloperidol adalah butyrophenone antipsikotik turunan


dengan sifat-sifat yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas,
gelisah dan mania. Haloperidol adalah neuroleptic yang efektif dan juga memiliki sifat
antimuntah, tetapi memiliki kecenderungan untuk memprovokasi ditandai efek
ektrapiramidal dan reltif lemah adrenolytic alfaproperti. Ini juga menunjukkan anorexiant
hipotermia dan efek yang mungkin terjadi tindakan barbiturates, anastesi umum dan obat-
obat depresan SSP lain. Selain itu dapat memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di
postsinaptik mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormone hipotalamus dan hipofisa,

33
menekan reticular activating system (RAS) sehingga mempengaruhi metabolism basal,
temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.

Onset kerja : sedasi:IV.: sekitar 1 jam, durasi dekanoat : sekitar 3 minggu; distribusi
melewati placenta dan masuk ke ASI. Ikatan protein : 90%, metabolism: di hati menjadi
senyawa tidak aktif, bioavailabilitas oral : 60%, T1/2 eliminasi 20 jam, T mask serum : 20
menit, eksresi urine dalam 5 hari, 33-40% sebagai metabolit, fese 15%.

5. Botulinum toksin A : botulium toxin atau botox adalah zatprotein yang diproduksi
bakteri clostridium botulinum untuk menghambat dan memperlambat aktivitas otot saraf.
Botulium toxin pada umumnya bekerja dengan mecegah ontraksi otot selama 2 hingga 3
bulan, mengakibatkan otot melemah dan lumpuh selama waktu tersebut. Indikasi utama
dariobat ini adalah untuk mengobati masalah saraf seperti strabismus atau mata juling, kaku
pada otot leher (cervical dystonia) danmigran yang berkepanjangan hingga lebih dari 15 hari
(durasi bisa lebih dari 4 jam sehari). Selain itu, botox juga dapat digunakan untuk kasus
ketegangan pada otot siku, pergelangan, jari tangan dan kaki, keringat berlebih pada ketiak
( hyperhidrosis), kedutan (blefarospasme), air seni berlebih, dan untuk mengurangi kerutan.
- Usia < 12 tahun belum direkomendasikan

- Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)

- Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih 25 ml perkali atau 200 ml
perbulan.

B. Terapi Perkembangan Fisik (Rehabilitasi Medik)

C. Lain-lain :

1. Pendidikan khusus

2. Penyuluhan psikologis

3. Rekreasi

34
2.10 Prognosis Cerebral palsy
Di negeri yang telah maju misalnya Ingris dan Scandinavia, terdapat 20 -25%
penderita “Cerebral palsy” mampu bekerja sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di
“Institute Cerebral palsy”(1) .
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin banyak
gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan
pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya.(1)

35
BAB III

KESIMPULAN

Pada pasien ini didiagnosis dengan cerebral palsy spastic quadraplegia berdasarkan
anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Pasien dapat datang dengan keluhan :
Pola gerak abnormal, Terlambat dalam perkembangan berdiri dan berjalan, Sentral paresis
(hemiparesis, paraparesis, atau tetraparesis), Spasticity (kekakuan), Ataxia, Choreoathetosis,
Retardasi mental, Epileptic seizures, Gelisah, Sulit berkonsentrasi, Gangguan dalam
penglihatan, pendengaran dan berbicara, deformitas tulang dan sendi (talipes equinus,
contracture, scoliosis, hip dislocation).Pada pasien an. I.A.W datang dengan keluhan tangan
dan kaki mengalami kekakuan serta gerakan tubuh yang tidak normal.

Etiologi cerebral palsi ada 3 yaitu prenatal, perinatal, dan pascanatal. Cerebral Palsy
Spastik Merupakan bentukan Cerebral Palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan
dan secara permanan akan menjadi kontraktur.
Cerebral Palsy Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu :
-Monoplegi, Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
-Diplegia, Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari pada kedua lengan
-Triplegia, Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan
dan 1 kaki.
-Quadriplegia, Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama.
- Hemiplegia, Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat
Pada pasien ini juga diketahui bahwa keempat ekstremitasnya mengalami kekakuan.sehingga
pasien tidak dapat berdiri ataupun berjalan, memegang botol dot hanya sampai pada
hitungan ke 8.

Gejala awal cerebral Palsy adalah sebagai berikut :Adanya faktor resiko, Mikrosefali,
sutura bertumpuk, penutupan UUB terlalu cepat, Hipotonia tertutup, Gerakan ekstremitass
terbatas, Spastisitas dimulai dari tangan (tergenggam) dan kaki (fleksi plantar), Kesulitan
makan, mengiler berlebihan, Gagal tumbuh, Reflex primitive menetap, Reflex postural

36
terlambat, Ataksia, distonia, diskinetik sering baru muncul setelah gejala stabil, sulit dinilai
pada bayi kecil. Pada pasien An. I.A.W mengalami spastisitas dimulai dari tangan
(tergenggam) dan kaki (fleksi plantar), juga kesulitan makan diakibatkan karena .

Penderita Cerebral Palsy memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat


masalah yang dihadapi sangat kompleks, yaitu: Gangguan motorik, Retardasi mental,
Kejang, Gangguan pendengaran, Gangguan rasa raba, Gangguan bahasa dan
bicara,Makan/gizi, Gangguan mengontrol miksi (ngompol), Gangguan konsentrasi, Gangguan
emosi, Gangguan belajar.
Pada pasien An. I.A. W sering mengalami kejang menurut pengakuan dari ibu pasien
bahwa kejang pada saat itu terjadi 3-5x dalam sehari, pada saat pasien berumur 3 tahun
kejangnya menjadi 6-9x dalam sehari, hingga pasien saat ini berumur 5 tahun kejangnya
dapat terjadi sampai 11x dalam sehari. Kejang ini terjadi pada saat pasien demam.

Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang
diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah
atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang
diberikan dan untuk menentukan ke- berhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan
Cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan
berat. Tujuan terapi pasien Cerebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya
memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan
pendidikan sehingga pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain,
diharapkan penderita bisa mandiri pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan
merupakan suatu team antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikologi, fisioterapi, “occupational therapist”, pekerja sosial, guru sekolah luar
biasa dan orang tua penderita. (1)

a) Fisioterapi, Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan psikolog
atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada anak yang lebih besar. Tindakan ini harus
segera dimulai secara intensif.

37
b) Pembedahan : Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
melakukn pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.
c) Pendidikan : Penderita “Cerebral palsy” dididik sesuai tingkat intelegensinya, di sekolah
luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal.
d) Obat-obatan : Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang
sesuai dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya. Pada
keadaan tonus otot berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat menolong, misalnya
diazepam, klordiazepoksid (librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreoatestosis
diberikan artan. Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan depresi. (1)
Pada pasien An. I.A.W pasien mendapatkan penanganan Non medikamentosa berupa

Edukasi kepada orang tua tentang sakit yang dialami pasien, kemudian pasien diarahkan un-
tuk Fisioterapi. Selain mendapatkan penanganan non medikamentosa pasien juga diberikan
Depakene sirup 2x2 cth ( depakene (valproate) adalah salah satu OAE (Obat anti epilepsy)
lini pertama yang hamper dapat diberikan pada semua jenis epilepsy. Penggunaan obat ini
dapat mengakiatkan gangguan pada hati jika diberikan pada anak usia 2 tahun, karenanya
tidak boleh diberikan pada anak dengan gangguan fungsi hati atau sedang mengkonsumsi
obat anti TBC. Efek samping dapat menyebabkan gusi menebal dan ataksia.)
Piracetam sirup 2x1 cth ( piracetam merupakan kelompok obat yang dikenal sebagai analog
GABA. Obat ini bekerja pada otak dan sistem saraf fan diduga dapat melindungi otak ter-
hadap kekurangan oksigen (iskemia). Piracetam tablet umumnya digunakan dalam kombi-
nasi dengan obat lain untuk mengobati myoclonus. Myoclonus adalah suatu kondisi dimana
sistem saraf menyebabkan otot-oto, terutama di lengan dan kaki, untuk mulai kedutan tak
terkendali.) Asam folat 1x1 tablet ( asam folat merupakan vjenis vitamin B yang biasanya
ditemukan dalam makanan seperti kacang kering, kacang polong, lentil, jeruk, produk gan-
dum, hati, asparagus, bit, brokoli, kubis brussel, dan bayam. Asam folat membantu tubuh
anda mmproduksi dan mempertahankan sel-sel baru dan juga membantu mencegah peruba-
han DNA yang dapat menyebabkan kanker. Asam folat kadang-kadang digunakan dalam
kombinasi dengan obatan lain untuk mengobati anemia pernisiosa. Namun, itu tidak akan
mengobati defisiensi vitamin B12 dantidak akan mencegah kemungkinan kerusakan pada

38
sumsum tulang belakang.) Fenitoin 75mg 2x1caps (fenitoin adalah obat dengan fungsi un-
tuk mencegah dan mengontrol kejang ( juga disebutkan antokonvulsan atau obat
antiepilepsi). Ia bekerja dengan mengurangi penyebaran aktivitas kejang di otak.)

39
REFERENSI

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta :
Infomedika Jakarta ; 2007

2. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's Pediatrics,


21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2003

3. Kliegman R M, Behrman R E, Jenson H B, Stanton B F. Kliegman: Nelson Textbook of


Pediatrics, 18th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier. USA. 2007

4. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK
UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006.

5. Ropper A H, Brown R H. Adams and Victor’s Principeples of Neurology, 18th ed.


McGraw-Hill. USA. 2005

6. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap Continuing
Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. Surabaya:
RS DR. Soetomo, 2006

7. Rohkamm R, Color Atlas of Neurology. New York: Thieme ; 2004. p 288

8. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 1999 : 116

9. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson Textbook of


Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.

10. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy among term and
postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.

11. Hankins GDV, Speer M. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of Neonatal
Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS & GYNECOLOGY 2003;102;628-636

40
12. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran
1995, No.104; 37-40 13. http://ebookbrowse.com/gds-138-slide-cerebral-palsy-pdf-
d174047946.

41
42

Anda mungkin juga menyukai