Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

GANGGUAN PANIK DAN AGORAFOBIA

Oleh :
Yolanda Ika P. Toam
0090840144

Pembimbing :
dr.Manoe Bernd P. SpKJ.MKes

Ka SMF Psikiatri RSUD Jayapura-FK UNCEN


Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSUD Jayapura
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSJ Abepura
JAYAPURA
2017

1
IDENTITAS PASIEN

Nomor Registrasi : 0002458

Nama : Tn. Yones Pigome

Usia : 25 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kotaraja Luar

Agama : Kristen Protestan

Suku Bangsa : Paniai

Pendidikan : SMA

Status Pekerjaan : Mahasiswa

Status Perkawinan : Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 15-08-2017

Yang Mengantar : Pasien datang sendiri

Pemberi Informasi : Pasien sendiri

2
BAB I
LAPORAN PSIKIATRI

1.1 RIWAYAT PSIKIATRI


Berdasarkan:
- Autoanamnesa: Dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2017

a. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli Psikiatri dengan keluhan susah tidur.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang sendiri ke Poli Psikiatri RSJ Abepura karena pasien
mengeluh susah tidur sejak ± 1 tahun, keluhan dirasakan semakin berat ± 4
bulan terakhir yang dirasakan pasien seperti merasa takut, dan semua
kegiatan yang pasien lakukan sepanjang hari akan muncul lagi dalam
pikiran sehingga pasien tidak bisa tidur sampai pagi, pasien coba untuk
tidur sebentar saja namun bangun lagi dan muncul kecemasan, kecemasan
pasien adalah untuk hari esok , melakukan aktifitas seperti ada beban
berat. Pasien juga mengatakan bahwa ketika sudah tidur kemudian kaget
bangun karena memiliki pikiran jahat (ingin punya rumah besar dan
menjadi pengusaha), selain itu ada perasaan takut jangan sampai melihat
bayangan orang yang sudah meninggal atau melihat hantu. Waktu tidur
pasien sebelum sakit seperti ini adalah pukul 21.00 atau 22.00 wit.
Sebelum Pasien sakit begini pasien dapat tidur dengan nyenyak tanpa ada
kaget bangun seperti yang dikeluhkan oleh pasien.
Selain itu Pasien juga mengaku tidak percaya diri saat tampil
didepan umum karena pasien adalah ketua tingkat di kampusnya dan ketua
pemuda di gereja, pasien sering merasa takut, berkeringat (keringat dingin)
jika tiba-tiba diminta untuk berbicara didepan umum sampai tidak dapat
berbicara dengan baik. Keluhan pasien yang lain lagi adalah pasien tidak
dapat fokus jika pasien belajar atau membaca buku. Pasien juga mengaku
bahwa sering sekali punya rasa untuk memiliki buku yang bukan milik

3
pasien hanya untuk kesenangannya saja jika melihat buku di perpustakaan
daerah.
Masa kecil pasien kurang bagus karena sewaktu pasien kecil kira-
kira kelas 3 SD pasien adalah seorang pencuri di kampungnya, pasien
sudah sering sekali mencuri dan ketahuan, dulunya ketika pasien ketahuan
mencuri masyarakat tidak memukulnya tetapi hanya memarahi. Kegiatan
mencuri ini berlangsung terus hingga pasien kelas 6 SD setelah itu pasien
tidak lagi mencuri sampai sekarang.
Pasien mulai konsul ke RSJ Abepura pada tanggal 10-8-2017 setelah
konsultasi ke dokter dan diberikan obat, pasien mengaku masih sedikit
susah tidur dan masih sering kaget bangun. Pasien diminta untuk kontrol
ulang tanggal 22-8-2017.

c. Riwayat Penyakit Medis Dan Psikiatri Dahulu


Pasien :
- Pasien tidak pernah dirawat di RSJD Abepura
- Anak : pasien mengaku sejak kecil tidak pernah sakit berat,
Sakit malaria pernah diderita paien, kejang tidak pernah
diderita pasien.
- Dewasa :Asma disangkal,TB disangkal, Diabetes melitus disangkal,
hipertensi disangkal, kolesterol disangkal.
- Trauma : Riwayat trauma disangkal.

d. Riwayat Penggunaan Zat


Pasien memiliki riwayat meminum alcohol tidak pernah, merokok tidak
pernah, tidak menggunakan zat adiktif lainnya.

e. Riwayat Keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang sakit sama seperti pasien.

4
Ganogram :

Keterangan
Perempuan :
Laki-laki :
Pasien :
Meninggal :
Sakit yang sama seperti pasien:

Pasien memiliki 3 orang saudara. Pasien merupakan anak


pertama dari 3 orang bersaudara. Kedua orang tua pasien masih
hidup.

f. Riwayat Pribadi
1. Masa kanak-kanak (awal, pertengahan dan akhir) : Pasien mengaku bahwa
waktu kelas 3 SD pasien sering mencuri dan dimarahi oleh masyarakat
sekitar.
- Riwayat sekolah : pendidikan terakhir pasien SMA.
2. Masa dewasa
- Riwayat kuliah : pasien saat ini kuliah di Stie Ottow Geisler Kotaraja
di jurusan biologi murni semester 5.
- Riwayat pekerjaan : belum bekerja
- Aktivitas sosial : interaksi dengan teman atau orang sekitar baik.
- Seksualitas Dewasa : pasien belum menikah sehingga belum mengerti
tentang kehidupan seksual.

5
1.2 STATUS PSIKIATRIKUS

a. Kesadaran Compos Mentis Pasien secara sadar penuh terhadap


lingkungan serta memberikan reaksi yang
memadai.

b. Orientasi Orang : baik Pasien bisa mengenal orang disekitarnya

Tempat : baik Pasien tahu dan sadar ketika datang berobat


ke Poli Psikiatri RSJ Abepura

Waktu : baik Pasien tahu waktu pemeriksaan dilakukan


pada pagi hari selasa 15-08-2017

c. Penampilan Wajar, tampak rapi dan Pasien laki-laki dengan postur tubuh sedang,
bersih. menggunakan kaos berwarna hitam polos,
menggunakan celana panjang training
berwarna biru, memakai sandal jepit dan
membawa noken kecil. Tampak bersih.

d. Roman muka normal Ekspresi muka pasien menunjukkan ekspresi


sesuai suasana hati ketika pasien sedang
cemas, atau bahagia.

e. Perilaku Kontak : Ada


terhadap
Rapport : Adekuat Pasien menjawab saat ditanya dan banyak
pemeriksa
bercerita.
Sikap terhadap
pemeriksa : kooperatif.

f. Atensi Hipervigilensi Pasien mampu memusatkan perhatian saat di


tanya dan jarang menghindar.

g. Bicara Artikulasi : jelas Pasien berbicara dengan irama yang jelas,


spontan dan berespon cepat saat diajak

6
Kecepatan bicara :
berbicara
sedang

h. Emosi Mood :eutimik Perasaan pasien dalam rentang normal

Afek : sesuai Pasien menunjukan ekspresi yang sesuai


dengan irama emosional dengan gagasan,
pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.

i. Persepsi Ilusi :tidak ada

Halusinasi : tidak ada

j. Pikiran Bentuk : realistik Pasien menjawab setiap pertanyaan dengan


sungguh-sungguh dan langsung pada tujuan.

Isi : waham (paranoid, Waham pada pasien ini tidak didapatkan.


persekutorik, kebesaran)

Arus :goal directed Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan


sungguh-sungguh dan langsung pada tujuan.

l. Memori & Konsentrasi : baik Perhatian pasien pada saat berbicara sangat
fungsi kognitif fokus.

Memori :long term Pasien dapat mengingat dimana dulu sekolah


memory (+) (SD, SMP, bahkan SMA)

m. Tilikan Tilikan 4 Menyadari dirinya sakit diakibatkan sesuatu


yang tidak diketahui oleh diri pasien.

1.2 FORMULASI DIAGNOSIS

7
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pasien
ditemukan adanya masalah yang muncul yang mengakibatkan perubahan sikap,
perilaku dan emosi pada pasien. Perubahan pola perilaku dan psikologis pada
pasien saat ini memenuhi Kriteria diagnostik F41.0 Gangguan Panik dan F40.1
Fobia Sosial berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa di
Indonesia.
a. Diagnosis Banding : - F32.2 Episode Depresi berat tanpa gejala psikotik
-F 60.1 Gangguan kepribadian Skizoid
b. Diagnosis multiaxial
 Axis I : Belum ada
 Axis II : Belum ada
 Axis III : Tidak ada
 Axis IV : Masalah dalam belajar pasien sering tidak dapat fokus.
 Axis V : GAF 70  terdapat beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
masih baik.

1.3 RENCANA TERAPI


Terapi Farmakologis
Pengobatan di berikan selama kontrol di Rumah Sakit Jiwa Abepura
meliputi:
Obat Anti-Panik : Aprazolam 0,25mg (2x1 tablet siang dan malam)

1.4 PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia at bonam
b. Ad fungsionam : dubia at bonam
c. Ad sanationam : dubia at bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI GANGGUAN CEMAS

Cemas didefinisikan sebagai salah satu sinyal yang menyadarkan,

memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang

mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan

gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi rasa sesak di dada, tidak

nyaman pada perut, dan gelisah. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau

internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang

dengan komunitas,teman, atau kelarga. Masalah internal umumnya terkait dengan

pikiran seseorang.1,2

2.2 TANDA DAN GEJALA GANGGUAN CEMAS

Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,

kesadaran terhadap sensasi fisiologis (palpitasi atau berkeringat) dan kesadaran

terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan visceral, rasa cemas

juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal

tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat

9
mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian,

menurunkan daya ingat dan mengganggu kemampuan untuk menghubungkan satu

hal dengan lainnya. Aspekyang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan

rasa cemas akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat

membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa

cemas.2

2.3 PATOFISIOLOGI GANGGUAN CEMAS

2.3.1 Teori Psikoanalitik

Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “1926 Inhibitions, symptoms,

Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu

dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkanperwakilan dan

pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarakan ego untuk

mengambil defenisif terhadap tekanan dari dalam. Jikakecemasan naik diatas

tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu siinyal yang akan

timbul sebagai serangan panic.2

2.3.2 Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang

spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang

memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu

ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita,

bahkan seorang anakdapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.3

2.3.3 Teori Eksistensi

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas

yang bersifat kronis. Inti dari eksistensi adalah seseorang merasa hidup didalam

10
dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa

kekosongan eksistensi dan arti.

Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapateori yang mendasari timbulnya

cemas yang patologis antara lain :

- System saraf otonom

- Neurotransmitter. 2

2.3.4 Neurotransmiter

Gejala kronis yang ditunjukan pasien dengan gangguan cemas berupa

serangan panic, insomnia, terkejut dan autonomic hyperarousal, merupakan

karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergic. Teori umum dari keterlibatan

norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki

kemampuan regulasi system noradrenegik yang buruk terkait dengan peningkatan

aktifitas yang mendadak. Sel-sel dari system noradrenegik terlokalisasi secara

primer pada locus ceruleus pada rosral pons, dan memiliki akson yang menjurus

padakorteks serebri, system limbic, medulla oblongata, dan medulla spinalis.

Percobaan pada primate menunjukan bila diberi stimulus pada daerah

tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primate tersebut

tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien

dengan gangguan serangan panic, bila diberikan agonis reseptor β-adrenergik

(Isoproterenol)dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan serangan

panic secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikanya, clonidine, agonis reseptor

α-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.2

2.3.5 Serotonin

11
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian

serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan

peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nucleus accumbens,

amygdale,dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan

penggunaan obat-obat serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif

kompulsif. Efektifitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukan

kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki

reseptor serononergik ditemukan dominan pada raple nuclei pada rostral

brainstem dan menuju pada korteks serebri, system limbic, dan hipotalamus.2

2.3.6 GABA

Peran GABA pad gangguan cemas sangat terlihat dari efektifitas obat-obatan

benzodiazepine, yang meningkatkan aktifitas GABA pada reseptor GABA tipe A.

Walaupun benzodiazepinepotensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan

cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan

clonazepam ditemukan ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik.

Pada suatu studi struktur dengan CT Scan dan MRI menunjukan peningkatan

ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat

benzodiazepine. Pada suatu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal

kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panic. Beberapa studi

pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada

hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI,SPECT, dan EEG

menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan

cemas yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.

12
Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainanan pada nucleus

kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan peningkatan aktivitas pada amygdale.2

System saraf otonom

Gejala-gejala yang timbul akibat stimulus terhadap system saraf otonom

adalah :

- System kardiovaskuler (palpitasi)

- Muskuloskletal (nyeri kepala)

- Gastrointestinal (diare)

- Respirasi (takipneu)

System saraaf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasin

dengan gangguan serangan panic, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik,

yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitive dan berlebih pada stimuli yang

sedang. Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah system limbic dan

korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya

cemas.2

Korteks serebri

Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan region parahippocampal,

cingulated gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan

cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga

karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan

epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

System Limbik

Selain menerima inervasi dari noradrenegik dan serotonergik, system limbic

juga memiliki reseptor GABA dalam jumlahyang banyak. Ablasi dan stimulasi

13
pada primatajuga menunjukan jikalau system limbic berpengaruh pada respon

cemas dan takut. Dua areapada system limbic menarik perhatian peneliti, yaktni

peningkatan aktifitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa

cemas dan cingulategyrus yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif

kompulsif.

2.4 KLASIFIKASI GANGGUAN CEMAS

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-

IV), gangguan cemas terdiri dari :

1. Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia

2. Agoraphobia dengan atau tanpa serangan panic.

3. Fobia spesifik

4. Fobia social

5. Gangguan obsesif-kompulsif

6. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

7. Gangguan Stress Akut

8. Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotic, gangguan

somatoformdan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

2.5 GANGGUAN PANIK

2.5.2 Definisi Gangguan Panik

14
Gangguan panik adalah satu perasaan serangan cemas mendadak dan terus

menerus disertai perasaan-perasaan akan datangnya bahaya/bencana, ditansai

dengan ketakutan yang hebat secara tiba-tiba. Gangguan panic disebut juga

Anxietas Paroksimal Episodik. 4,5,6,7

2.5.2 Epidemiologi

Diantara beberapa ganguan cemas yang dikenal, gangguan panic

merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini. Studi

epidemiologis melaporkan angka prevalensi seumur hidup 1,5sampai 55 % untuk

gangguan panic dan hingga 5,6% untuk serangan panic.

2.5.3 Etiopatogenesis

2.5.3.1 Faktor biologis

Sebagian besar penelitian dilakukan diarea dengan penggunaan stimulanbiologis

untuk mencetuskan serangan panic pada pasien dengan gangguan panik. Sistem

saraf otono pada sejumlah pasien dengan gangguan panic dilaporkan menunjukan

peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang,dan

berespons berlebihan terhadap stimulus sedang. Studi status neuroendokrin pada

pasien ini menunjukan beberapa abnormalitas, walaupun studi-studi ini

menghasilkan temuan yang tidak konsisten.1

Neurotransmitter yang berpengaruh pada gangguan panic adalah Epinefrin,

Serotonin, dan Gama AminoButyric Acid (GABA) Zat-zat yang bisa menginduksi

terjadinnya, serangan panic antara lain

- Carbondioksida (5 s/d 35%)

- Sodium laktat dan Bicarbonat

15
- Bahan Neurokimiawi yang bekerja melalui system Neurotransmiter

spesifik (yohimbin α2-adrenergik receptor antagonist,

mchlorophenylpiperazine/Mcp, bahan yang berefek serotonergik)

- Cholecystokinin dan caffeine

- Isoproterenol.

- Zat-zat yang menginduksi serangan panic tersebut diperkirakan bereaksi

mulanya pada baroreseptorr cardiovaskuler di perifer dan signal ke system

vagalafferent terus ke nucleus tractus solitary diteruskan ke nucleus

paragigantocellularis di medulla. Terjadinya hipervetilasi pada pasien

gangguan panik mungkin disebabkan hipersensitif akan kekurangan

oksigen karena peningkatantekanan CO2 dankonsentrasi laktat dalam otak

yang selanjutnya akan mengaktifkan monitor asfiksia secara fisiologis.

Bahan Neurokimiawi yang menginduksi panic diduga mempengaruhi

system noradrenergic, serotonergik dan reseptor GABA dalam susunan

syaraf pusat secara langsung.4,6

2.5.3.2 Faktor Genetik

Keluarga generasi pertama pasigot.ien gangguan panic 4-8 kali beresikountuk

menderita gangguan ini. Kembar monozigot resiko lebih besar daripada

dizigot.4,6,7,8

2.5.3.3 Faktor Psikososial

Teori Kognitif perilaku : kecemasan, bila sebagai satu respon yang

dipelajari dari perilaku orang tua atau melalui proses kondisioning klasik yang

terjadi sesudah adanya stimulus yang menyebabkan individu menghindari

stimulus tersebut.4,6,9

16
Teori psikososial : serangan panic, muncul karena gagalnya pertahanan

mental menghadapiimpuls/dorongan yang menyebabkan anxietas.

2.5.4 Gambaran Klinik dan Diagnosis

Serangan panic menunjukan beberapa gejala anxietas yang berat dengan

onset cepat. Gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit, tapi bisa juga dalam 10

menit, tapi juga bisa dalam beberapa detik. Pasien mengeluh nafas pendek, sesak

napas, tremor, pusing, merasa panas atau dingin, ada depersonalisasi dan

derealisasi. Pasien dengan serangan panic akan berulangkali mencari pertolongan,

sering dibawa ke IGD Rumah Sakit. Bilatidak diobati serangan panic akan

berulang dan pasien akan berulangkali mengunjungi doter atau seringkali dibawa

ke IGD. Lama-lama pasien aka menghindaari tempat-tempat atau situasi serangan

paniknya pernah terjadi terutama tempat kegiatan social atau tempat dimana susah

untuk menyelamatkan diri. Lama-kelamaan bisa jatuh pada Agorafobia.

Gangguan panic merupakan serangan panic yang berulang-ulang dengan

onsetcepat dan dursi sangat singkat, karena adanya gejala-gejala fisikpada waktu

serangan, pasien menjadiketakutan mereka akan mendapat serangan jantung,

stroke dan lain-lain. Kadang pasien berpikir mereka akan kehilangan control atau

menjadi gila.

Beberapa peneliti menunjukan terjadi peningkatan resiko ide bunuh diri

percobaan bunuh diri pada pasien gangguan panic. Resiko bunuh diri tinggi pada

pasien dengan comorbiditas depresi berat.

2.5.5 Diagnosis Gangguan Panik

Menurut DSM-IV adalah :

A. Harus ada 1dari 2 kriteriadibawah ini :

17
1. Adanya serangan panic yang tidak diharapkan secaraberulang-ulang.

2. Paling sedikit satu serangan panic diikuti dalam jangka waktu 1 bulan

(atau lebih)oleh satu (atau lebih) keadaan-keadaan ini:

a. Kekhawatiran yang terus menerus tentang

kemungkinan akan mendapat serangan panic.

b. Khawatirtentang implykasi daripada serangan panic

atau akibatnya (missal: hilang kendali diri, mendapat

serangan jantung atau menjadi gila)

c. Adanya perubahan yang bermakna dalamperilaku

sehubungan dengan adanya serangan panic.

B. Ada atau tidak adanya agoraphobia

C. Serangan panic tidak disebabkan oleh effek fisiologis langsung dari satu

zat(missal: penyalahgunaan zat atau obat-obatan) kondisi medis umum

(hipertiroid)

D. Serangan panic tidak bisa dimasukkan pada gangguan mental emosional

lain.

2.6 FOBIA SOSIAL

2.6.1 Definisi

Bentuk fobia mengacu kepada ketakutan yang berlebihan terhadap benda,

lingkungan, atau situasi yang spesifik. Fobia social adalah ketakutan yang kuat

dan menetapterhadap situasi yang memalukan dapat terjadi. Diagnosisfobia social

memerlukanpeningkatan intensitas cemas, bahkan sampai pada titik panic, saat

dihadapkan pada objek maupun situasi yang menakutkan. Orang-orang dengan

fobia yang spesifik dapat mengantisipasi bahaya, seperti digigit anjing, atau

18
mungkin dapat menjadi panic pada saat berpikir kehilangan control,

contohnyajika mereka takut berada dalam elevator, mereka dapat menjadi

khawaatir ataupun pingsan setelah pintu tertutup.

Orang dengan fobia sosial (dikenal dengan social anxiety disorder) memiliki

ketakutan berlebihan akan dipermalukan didepan umum, spserti berbicara

dihadapan public, buang air kecil di toilet umum (shy bladder) dan berbicara

kepada teman kencan. Fobia social umum, yang sering kali kronik dan

meniadakan kondisi yang dikarakteristikan dengan penghindaran fobia dari situasi

yang lebih sering dapat sulit dibedakan dari avoidant personality disorder.2

2.6.2 Epidemiologi

Diperkirakan 5-10% dari seluruh opulasi mengalami gangguan ini. Gangguan

yang ditimbulkandari fobia, apabila tidak dihiraukan dapat menyebabkan

munculnya gangguan cemas lainnya, gangguan depresi,dan gangguan yang

berhubungan dengan penggunan obat terlarang dan alcohol.1,2

Prevalensi fobia social antara 3-13%. Untuk prevalensi 6 bulannya berkisar

antara 2-3/100 orang dimana kaum perempuan lebih sering mengalami fobia

social dibandingkan pria, namunpada studi klinis seringkali ditemukan

kebalikannya. Puncak onset fobia social adalah pada masa remaja, namun berkisar

antara usia 5 hingga 35 tahun.2

2.6.3 Tanda dan Gejala

Fobia ditandai oleh kesadaran akan kecemasan yang berat ketika pasien

terpapar situasi atau objek spesifik. DSM-IV-TR menyatakan bila serangan panic

dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik atau fobia social,namun mereka

19
sudah mengetahui kemungkinan terjadinya serangan panic tersebut. Paparan

terhadap stimulant tertentu dapat mencetuskan terjadinya serangan panik.

Pada pemeriksaan status mental ditandai dengan adanya ketakutan yang

irasional dan ego-distonik terhadap situasi, aktifitas atau obje tertentu. Pasien

umumnya menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut.

Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejaladepresi.1,2

2.6.4 Pedoman Diagnostik

Menurut DSM-IV-TR untuk fobia social dinyatakan bahwa fobia social dapat

diikuti dengan serangan panic. DSM-IV-TR jugamenyatakan untuk fobia social

yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi, prognosis, dan

respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnose fobia social bila

gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi karena rasa

mali dari kelainan mental atau non-mental.1,2

2.6.5 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa macam terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi dan

berbagai modalitas terapi lainnya.

Terapi perilaku

Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi

perilaku. Kesuksesan terapi ini bergantung pada:

- komitmen pasien dengan terapi

- permasalahan dan tujuan terapi yang jelas

- berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani masalah,

20
Psikoterapi

Dahulu psikiater-psikiater percaya bahwa psikoterapik merpakan terapi

yangutamanamun dengan seiring berjalannya waktu, psikiater dihadapkan pada

kenyataan bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang timbul dari

respon pasien terhadap stimulus terdebut. Kemudian para psikiater berinisiatif

untuk menghimbau pasien sumber-sumber kecemasannya.2

Terapi lainnya

Hypnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga berguna pada terapi gangguan

fobia. Hypnosis digunakan untuk meningkatkan sugesti ahli terapi bahwa objek

fobik tidaklah berbahaya, dan teknikhiposis diri diajarkan pada pasien sebagai

metode relaksai jika berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi suportif dan

terapi keluarga berguna dalam membantu pasien secara aktif menghadapi objek

fobik selama pengobatan. Obat-obatan seperti antagonis reseptor α-2 adrenergik

dapat berguna pada pasien dengan fobia spesifik, benzodiazepine,psikoterapi, atau

terapi kombinasi dapat digunakan pada kasus fobia spesifik. Pasien dengan fobia

social, psikoterapi dan farmakoterapi berguna untuk menangani gangguan fobia

soial, psikoterapi dan farmakoterapi berguna untuk menangani gangguan fobia

social. Menggabungkan kedua bentuk terapi diduga meningkatkan efektifitas

terapi. Obat-obatan yang dapat digunakan pada fobia social berupa:2

- Selective serotonin reuptake inhibitor

- Benzodiazepine

- Venlafaxine

21
- Buspirone

2.6.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk fobia social adalah gangguan depresi berat dan

gangguan kepribadian schizoid. Peghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan

mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,

pasien umumnya tidakingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan

social.3

BAB III
PEMBAHASAN

Bagaimana cara mendiagnosa pasien dalam kasus diatas?

Pedoman Diagnostik F41.0 dan F40.1

 Memenuhi kriteria umum diagnosis gangguan panik dan fobia sosial

Pada kasus diatas gejala-gejala dan temuan-temuan klinis dari hasil

wawancara dengan pasien. Pasien tersebut memenuhi kriteria diagnosis gangguan

panik dengan fobia social seperti merasa cemas, susah tidur, tidak percaya diri

atau gugup jika tampil di depan umum sampai keringat dingin, jika belajar atau

membaca buku pasien tidak dapat fokus.

Gangguan Panik (Panic Disorder) adalah satu perasaan serangan cemas

mendadak dan terus menerus disertai perasaan perasaan akan datangnya bahaya /

bencana, ditandai dengan ketakutan yang hebat secara tiba-tiba. Gangguan Panik

disebut juga Anxietas Paroksismal Episodik sedangkan Fobia social adalah

ketakutan yang kuat dan menetapterhadap situasi yang memalukan dapat terjadi.

22
Diagnosisfobia social memerlukanpeningkatan intensitas cemas, bahkan sampai

pada titik panic, saat dihadapkan pada objek maupun situasi yang menakutkan.

Pasien datang ke poli psikiatri RSJD Abepura dengan keluhan susah tidur,

memikirkan harus punya rumah yang besar dan jadi pengusaha,kemudian pasien

juga merasa tidak percaya diri saat tampil didepan umum, sering berkeringat bila

tampil didepan umum. Keluhan dirasakan bertambah berat sekitar 4 bulan

terakhir. Pasien juga sulit untuk fokus pada bacaan atau pelajarannya. Pasien tidak

mengalami perubahan perilaku yang bisa mengancam nyawa.

Terapi yang diberikan adalah Obat anti panik (alprazolam 0,25mg).

Mekanisme kerja obat Anti Panik adalah menghambat “reuptake”serotonin pada

celah sinaps antar neuron, sehingga pada awalnya terjadi peningkatan serotonin

dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek samping anxietas,agitasi, insomnia)

sekitar 2-4 minggu, kemudian seiring dengan peningkatan serotonin terjadi

penurunan sensitivitas reseptor (down regulation). Penurunan senitivitas reseptor

tersebut berkaitan dengan penurunan serangan panic (adrenergic overctivity) dan

juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang pula. Penurunan

hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga “efek bifasik”.

Pemilihan obat, Aprazolam merupakan obat yang paling kurang toksik

dan “onset of action” yang lebih cepat. Pengatran dosis, dosis efektif untuk

Aprazolam pada umumnya sekitar 4mg/hari, pada beberapa kasus dapat mencapai

6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosisefektif biasanya sekitar

150-200mg/hari. Aprazolam umumnya telah mulai berkhasiat dalam waktu

beberapa hari setelah pemberian obat,sedangkan TRISIKLIK/RIMA/SSRI baru

berkhasiat setelah pemberian 4-6 minggu.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia D. Elvira, Gitayani Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta :

FKUI.2010. H; 235-241.

2. Benjamin J.Sadock, Virginia A Sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2.

Jakarta: EGC, 2010. H; 233-241.

3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.

Jakarta : Bagian Ilmu kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001.H ;72-

74.

4. Sadock, BJ.; Sadock, VA :Panic Disorder and Agoraphobia in Synopsis of

Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Xth ED, Lippincott

Williams & Wilkins, Philadelphia- USA, 2007, p: 587-597.

5. Taylor, CT; Pollack, MH; LeBeau, RT; and Simon,NM : Anxiety Disorder

: Panic, Social Anxiey, and Generalized Anxiety in Massachusetts General

Hospital Comprehensive Clinical Psychiatry, Mosby Inc, 2008,p : 429-

433.

24
6. Han,J. Park, M; Hales, RE.: Anxiety Disorders in Lippincott’s Primary

Care Psyc; hiatry edited by: Robert M.McCarron, Glen L.Xiong, James

A.Bourgeois, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2009, p: 61-

79.

7. DEPARTEMEN KESEHATAN INDONESIA, DIREKTORAT

JENDERAL PELAYANAN MEDIK: PEDOMAN PENGGOLONGAN

DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA di INDONESIA III, 1993, hal :173-

179.

25

Anda mungkin juga menyukai