Anda di halaman 1dari 23

Portofolio (Kasus I)

Nama Peserta: dr. M. Rizki Darmawan M


Nama Wahana: RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun
Topik: Meningitis, Ensefalitis, Kejang Demam, GEFS
Tanggal (kasus): 6 Maret 2016
Nama Pasien: An. EFS / 7 tahun

Nama Pendamping: dr. Agus Ashari

Tanggal Presentasi: 8Maret 2016

Nama Pembimbing: dr. Agus Ashari

Tempat Presentasi: RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun


Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus

Keterampilan
Manajemen
Bayi

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Masalah

Istimewa

Anak

Lansia

Bumil

Remaja
Dewasa
Deskripsi: An. EFS usia 7 tahun. Ibu pasien mengeluh anaknya kejang-kejang, kejang pada seluruh tubuh selama
5 menit.
Tujuan: menegakan diagnosa, mencari penyebab, melakukan tatalaksana yang tepat, mencegah komplikasi.

Bahan bahasan:

Tinjauan

Riset

Pustaka
Cara membahas:

Audit
Kasus

Presentasi dan

Diskusi

Email

Pos

diskusi
Data pasien:

An. EFS 7 tahun

Nama RS: RSUD Sultan Imanuddin

Nomor Registrasi: 182816


Telp:

Terdaftar sejak: 4 Agustus 2004

Pangkalan
Bun
Data utama
untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis:
Observasi konvulsi e.c suspek Meningitis, Ensefalitis, GEFS
Gambaran Klinis:
Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang tinggal di Kota Pangkalan Bun. Pasien datang ke RSSI pada tanggal
23 Februari 2016 atas rujukan puskesmas semanggang dengan keluhan kejang sejak pagi tadi SMRS. Ibu pasien menyatakan
awalnya anaknya menderita batuk dan pilek sejak 6 hari SMRS. Batuk kering, tidak berdahak. Pilek kental berwarna
kehijauan. Ibu pasien sudah membawa anaknya ke dokter namun belum ada perbaikan, pada saat itu ibu pasien hendak
mengontrol penyakit anaknya ke puskesmas namun tiba-tiba anaknya kejang. Kejang terbatas pada lengan kanannya saja ,
kejang sebanyak 1x selama 5 menit. Pada saat kejang pasien terlihat kaku lalu menghentak-hentakan lengan kanannya.
Pasien tidak sadar saat kejang, mata melirik ke atas dan mulut berbuih. Setelah kejang berhenti pasien tertidur dan tidak
sadarkan diri. Ibu pasien menyatakan saat itu pasien demam tinggi. Kemudian kejang berhenti setelah diberikan obat kejang
oleh dokter di Puskesmas Semanggang. Ibu pasien menyatakan kemudian anaknya dirujuk ke RSSI setelah kejang berhenti.
Pada saat perjalanan menuju RSSI anak kejang kembali sebanyak 1x. Kejang seperti kejang pertama hanya terbatas pada
bagian lengan kanan saja dan berlangsung selama 5 menit dan disertai muntah. Setelah kejang pasien kembali tertidur.
2

2. Riwayat Pengobatan:
-

Diberikan obat kejang melalui anus di Puskesmas Semanggang

3. Riwayat kesehatan/Penyakit:
- Riwayat kejang sebelumnya disangkal
4. Riwayat keluarga:
Riwayat kejang pada keluarga disangkal
5. Riwayat pekerjaan: -

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN):


Tidak ada yang berhubungan.

7. Lain-lain:
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran
: GCS = E2V1M4
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 162x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Suhu
: 38,9 C
Respirasi
: 28 x/menit
Berat badan
: 23 kg
Tinggi badan
: 103 cm
Kepala
i. Muka
:sianosis (-) edema (-)
ii. Bentuk
:normocephal
iii. UUB
:datar, sudah menutup
iv. UUK
:sudah menutup
v. Rambut
:warna hitam, tidak mudah dicabut
vi. Mata
: anemis -/- ikterik -/- strabismus -/- pupil isoko, bulat, reflek cahaya +/+
vii. Hidung
: NCH (-) sekret -/viii. Mulut
: sianosis (-) pursed lip breath (-) faring hiperemis (-)
Leher
Retraksi suprasternal (-)
KGB tidak teraba
Trakea di tengah
Thorax
I : Bentuk dada normal, gerak simetris, sela iga tidak melebar
P : Vokal Fremitus normal kiri = kanan, Nyeri tekan (-)
P : sonor kiri = kanan
A : Vesikuler kiri sama dengan kanan, Rhonki (-), Wheezing (-)

Jantung

I : ictus cordis tidak tampak


P : ictus cordis teraba di ICS V LMCS
P : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal dextra, batas atas ICS III LMCS, dan batas kiri ICS V LMCS
A : Bunyi jantung S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), murmur (-)

Abdomen

I : datar, simetris, ikut gerak nafas


A : peristaltik (+) 6x/ menit, kesan normal
P : NT (-), MT (-) H/L tidak teraba
P : Timpani (+), Ascites (-)

Ekstremitas: akral dingin, tidak sianosis, CRT 3s edema -/PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Kaku kuduk (-) Brudzinsky I, II, II, IV (-)

Pemeriksaa

LENGAN

TUNGKAI

n Neurologis
Gerakan

KANAN
Tidak dapat

KIRI
Tidak dapat

KANAN
Tidak dapat

KIRI
Tidak dapat dinilai

Kekuatan

dinilai
Tidak dapat

dinilai
Tidak dapat

dinilai
Tidak dapat

Tidak dapat dinilai

Trofi

dinilai
E

dinilai
E

dinilai
E

N
-

N
-

N
-

N
-

fisiologis
Reflek

patologis
Klonus

Tonus
Reflek

Daftar Pustaka:
1.
2.
3.
4.
5.

Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Ja
Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.

Hasil Pembelajaran:
1 Penegakan diagnosis Meningitis, ensefalitis kejang demam, GEFS+
2 Penegakan diagnosa etiologi kejang
3 Penatalaksanaan kegawatdaruratan pasien kejang
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. SUBYEKTIF:
Keluhan Utama: Kejang sejak pagi tadi SMRS
Anamnesis Terpimpin: Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang tinggal di Kota Pangkalan Bun. Pasien
datang ke RSSI pada tanggal 23 Februari 2016 atas rujukan puskesmas semanggang dengan keluhan kejang sejak pagi tadi
SMRS. Ibu pasien menyatakan awalnya anaknya menderita batuk dan pilek sejak 6 hari SMRS. Batuk kering, tidak berdahak.
Pilek kental berwarna kehijauan. Ibu pasien sudah membawa anaknya ke dokter namun belum ada perbaikan, pada saat itu
ibu pasien hendak mengontrol penyakit anaknya ke puskesmas namun tiba-tiba anaknya kejang.

Kejang terbatas pada

lengan kanannya saja , kejang sebanyak 1x selama 5 menit. Pada saat kejang pasien terlihat kaku lalu menghentak-hentakan
6

lengan kanannya. Pasien tidak sadar saat kejang, mata melirik ke atas dan mulut berbuih. Setelah kejang berhenti pasien
tertidur. Ibu pasien menyatakan saat itu pasien demam tinggi. Kemudian kejang berhenti setelah diberikan obat kejang oleh
dokter di Puskesmas Semanggang. Ibu pasien menyatakan kemudian anaknya dirujuk ke RSSI setelah kejang berhenti. Pada
saat perjalanan menuju RSSI anak kejang kembali sebanyak 1x. Kejang seperti kejang pertama hanya terbatas pada bagian
lengan kanan saja dan berlangsung selama 5 menit dan disertai muntah. Setelah kejang pasien kembali tertidur.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat kejang sebelumnya (-)
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
1

Kehamilan
Kontrol di bidan PUSKESMAS, rutin tiap bulan. Selama hamil ibu tidak pernah demam lama, muntah berlebihan. Ibu
mendapat obat tambah darah dan vitamin setiap kontrol kehamilan dan mendapat

imunisasi TT 1x. Tekanan darah

normal. Memelihara hewan (-)


2

Persalinan
Lahir dari ibu 30 tahun, P1A0, di PUSKESMAS, pasien dilahirkan spontan, umur kehamilan 9 bulan, air ketuban jernih, lahir
langsung menangis, BBL pasien 3800 gram dan saudara kembarnya 3000 gram.

Riwayat Perkembangan :
Ibu pasien tidak ingat fase-fase perkembangan anak.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi lengkap
Riwayat Makanan :
7

Pasien minum ASI sampai usia 3 bulan. Mulai mendapat makanan tambahan saat usia anak 4 bulan. Makanan sehari-hari
yang dimakan pasien makanan yang dilunakan.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan :
1 Sosial Ekonomi:
Ayah bekerja sebagai buruh, penghasilan per bulan tidak tetap. Ibu tidak bekerja. Pasien anak ke 4 dari 6 bersaudara.
2 Lingkungan:
Tinggal bersama kedua orang tua dan kakak kandung di rumah sendiri, dinding tembok, lantai semen, atap genting,
ventilasi dan penerangan
cukup. Riwayat kontak erat dengan hewan peliharaan (anjing, kucing, burung, ayam) disangkal.
Pohon Keluarga

KETERANGAN :
Pasien

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat keluarga dengan riwayat kejang
demam tidak diketahui secara pasti.

2. OBJEKTIF :
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran
: GCS = E2V1M4
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 162x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Suhu
: 38,9 C
Respirasi
: 28 x/menit
Berat badan
: 23 kg
Tinggi badan
: 103 cm
Kepala
ix. Muka
:sianosis (-) edema (-)
x. Bentuk
:normocephal
xi. UUB
:datar, sudah menutup
xii. UUK
:sudah menutup
xiii. Rambut
:warna hitam, tidak mudah dicabut
xiv. Mata
: anemis -/- ikterik -/- strabismus -/- pupil isoko, bulat, reflek cahaya +/+
xv. Hidung
: NCH (-) sekret -/xvi. Mulut
: sianosis (-) pursed lip breath (-) faring hiperemis (-)
Leher
Retraksi suprasternal (-)
KGB tidak teraba
Trakea di tengah
Thorax
I : Bentuk dada normal, gerak simetris, sela iga tidak melebar
P : Vokal Fremitus normal kiri = kanan, Nyeri tekan (-)
9

P : sonor kiri = kanan


A : Vesikuler kiri sama dengan kanan, Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung

I : ictuas cordis tidak tampak


P : ictus cordis teraba di ICS V LMCS
P : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal dextra, batas atas ICS III LMCS, dan batas kiri ICS V LMCS
A : Bunyi jantung S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), murmur (-)

Abdomen

I : datar, simetris, ikut gerak nafas


A : peristaltik (+) 6x/ menit, kesan normal
P : NT (-), MT (-) H/L tidak teraba
P : Timpani (+), Shifting dullnes (-)

Ekstremitas: akral hangat, tidak sianosis, CRT 2s edema -/PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Kaku kuduk (-) Brudzinsky I, II, II, IV (-)


Pemeriksaa

LENGAN

TUNGKAI

n Neurologis
Gerakan

KANAN
Tidak dapat

KIRI
Tidak dapat

KANAN
Tidak dapat

KIRI
Tidak dapat dinilai

Kekuatan

dinilai
Tidak dapat

dinilai
Tidak dapat

dinilai
Tidak dapat

Tidak dapat dinilai

Trofi

dinilai
E

dinilai
E

dinilai
E

N
-

N
-

N
-

N
-

fisiologis
Reflek

patologis
Klonus

Tonus
Reflek

10

3. ASSESSMENT (Penalaran Klinis) :


Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per
rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. 2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak,
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk
kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 2
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai
susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :


a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b.

Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
11

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 5

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada
orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira
9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan
riwayat keluarga epilepsi.

5,6

Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental,

kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang
demam kompleks.5,6
Penegakan diagnosa kejang demam yaitu berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis dapat
ditanyakan adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang,
penyebab demam diluar susunan saraf pusat. Selain itu penting untuk menanyakan riwayat perkembangan, kejang demam
dalam keluarga, dan epilepsi dalam keluarga. Menyingkirkan penyebab kejang lainnya sangat penting dalam mendiagnosa
kejang demam. Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi tingkat kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP. 6 Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah.5 Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ;
bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila
yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Berdasarkan hasil anamnesa, anak ini berusia 7 tahun. Pada pasien ini didapatkan kejang terjadi terbatas pada lengan
kanan sebanyak dua kali, yang terjadi selama 5 menit. Pasien terlihat kaku lalu menghentak-hentakan lengan kanannya. Pasien
tidak sadar saat kejang, mata melirik ke atas dan mulut berbuih. Setelah kejang berhenti pasien tertidur. Pada saat kejang
12

pasien demam tinggi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakanial berupa muntah.
Sebelum demam tinggu pasien mengalami infeksi saluran pernafasan yang tidak membaik meskipun setelah diobati. Pasien
datang dalam keadaan somnolen dan tanda-tanda vital yang tidak normal berupa hipertermi, takikardi dan nafas cepat.
Berdasarkan hal tersebut maka ada kemungkinan bahwa kejang yang dialamii pasien pada saat itu bukan kejang demam Selain
itu, kejang yang terjadi pada anak ini tidak sesuai dengan defnisi konsensus kejang demam IDAI, pada konsensus tersebut
dinyatakan bahwa kejang demam biasanya terjadi sampai anak berusian 5 tahun. Berdasarkan hal tersebut maka ada
kemungkinan bahwa anak menderita kejang akibat infeksi sususan saraf pusat, namun diagnose banding berupa Febrile
Seizure+ atau GEFS belum dapat disingkirkan sampai terbukti adanya infeksi SSP.
Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang membahayakan kehidupan anak,
dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen pada pasien yang hidup. Penyebab infeksi SSP yang baanyak terjadi
adalah meningitis dan ensefaitis atau disebut meningoensefalitis jika terjadi secara bersamaan. Meningitis adalah peradangan
atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis
yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit
dalam likuor cerebrospinal (LCS),3 sedangkan ensefalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan

suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis
merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral.
Etiologi meningitis pada anak dapat disebabkan bakteri, virus, maupun jamur, sedangkan etiologi ensefalitis yang paling sering adalah virus.
Secara umum etiologi meningitis pada anak dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

13

Penagakan diagnosa meningitis dan ensefalitis secara umum daitegakan melalui anamenesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan textbook ilmu kesehatan anak FK UI, beberapa hal yang dapat ditemukan pada meningitis
yaitu :
Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9
1

Gejala infeksi akut.


a

Lethargy.

Irritabilitas.

Demam ringan.

Muntah.

Anoreksia.

Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).


14

g
2

Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.


a

Muntah.

Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.

Crack pot sign.

Pernafasan Cheyne Stokes.

Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

Gejala ransangan meningeal.


a

Kaku kuduk positif.

Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di
daerah leher dan punggung.

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, pada pasien ini didapatkan adanya keluhan kejang. Kejang didahului
demam sejak 1 minggu sebelumnya. Kejang yang kedua kali pada pasien ini disertai muntah. Hal ini sesuai dengan dugaan
diagnosa yang mengarahkan bahwa kejang disebabkan oleh infeksi SSP. Namun demikian, dugaan adanya infeksi SSP
seharusnya dibuktikan dengan pemeriksaan LCS. Pemeriksaan LCS dapat membantu dalam menentukan etiologi dari infeksi
SSP. Berikut tabel perbedaan interpretasi hasil pungsi lumbal berdasarkan etiologi penyebab :

15

Epilepsi umum dengan kejang demam plus (General Epilepsy With Febrile Seizure Plus [GEFS +]) adalah sindrom
autosomal dominan berupa gangguan dimana individu dapat menunjukkan bermacam-macam fenotipe epilepsi. GEFS + dapat
terjadi pada anak usia dini (yakni usia 6 tahun). GEFS + juga dipercaya berhubungan dengan ketiga gangguan epilepsi lain:
Severe Myoclonic Epilepsy Of Infancy (SMEI), yang juga dikenal sebagai sindrom Dravet ini, Borderline SMEI (SMEB), dan
Intractable Epilepsy Of Childhood (IEC). Setidaknya ada enam jenis + GEFS, digambarkan oleh gen penyebabnya. Gen
penyebabnya adalah gen saluran natrium SCN1A subunit , SCN1B subunit , dan gen reseptor GABA

subunit , GABRG2 dan

ada gen lain yang berhubungan dengan saluran kalsium yaitu PCDH19 yang juga dikenal sebagai Epilepsy Female with Mental
Retardation. GEFS termasuk dalam klasifikasi sindrom epilepsy. idiopatik.
16

Seseorang dengan GEFS+ muncul dengan berbagai fenotipe epilepsi . Termasuk kejang demam yang berakhir pada usia 6
tahun. Kejang dapat muncul lebih lama yaitu setelah usia 6 tahun baik ada demam maupun tanpa demam.Pola kejang dapat
berupa: tonik-klonik, mioklonik ,absence, kejang atoni dan mioklonik-astatic epilepsi . Seseorang juga dapat muncul dengan
SMEI, yang ditandai dengan umumnya tonik-klonik, gangguan perkembangan psikomotor, kejang mioklonik, ataksia, dan
respon yang buruk terhadap obat epilepsi. Frekuensi kejang dapat muncul sering, yaitu >13 kali per tahun.
Penatalaksaan pada pasien ini sama dengan penatalaksanaan kejang pada umumnya. Apabila pasien datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan
dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. 5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya. 5

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM


KEJANG

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau


BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg
17 =
10 mg

KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

18

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2.

Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan
hipotensi.6
Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah penting. Pemilihan antibiotik inisial harus

memiliki kemampuan melawan 3 patogen umum: S pneumoniae, N meningitidis, dan H. influenzae.8 Menurut

Infectious

Diseases Society of America (IDSA) practice guidelines for bacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin dan
ceftriaxone atau cefotaxime dianjurkan bagi mereka yang dicurigai meningitis bakteri, dengan terapi ditargetkan berdasarkan
pada kepekaan patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan respon yang adekuat terhadap pneumococcus yang resisten
penisilin dan H. Influenza tipe B yang resisten beta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai aktivitas yang buruk
terhadap penumococcus dan tidak dapat digunakan sebagai substitusi untuk cefotaxime atau ceftriaxone. 8 Oleh karena
buruknya penetrasi vankomisin pada susunan saraf pusat, dosis yang lebih tinggi 60 mg/kg/hari dianjurkan untuk mengatasi
infeksi susunan saraf pusat. Cefotaxime atau ceftriaxone cukup adekuat untuk pneumococcus yang peka. Namun, bila
S.pneumonia terisolasi mempunya MIC yang lebih tinggi untuk cefotaxime, dosis tinggi cefotaxime (300 mg/kg/hari) dengan
vankomisisn (60 mg/kg/hari) bisa menjadi pilihan. 8
19

Terapi dengan Carbapenem merupakan pilihan yang baik patogen yang resisten sefalosporin. Meropenem lebih dipilih
dibandingkan imipenem oleh karena resiko kejang lebih rendah. Antibiotik lain seperti oxazolidinon (linezolid), masih dalam
penelitian. Fluorokuinolon dapat menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan antibiotik jenis lain atau gagal
pada terapi sebelumnya.8 Pada pasien yang alergi beta-laktam (penisilin dan sefalospori) dapat dipilih vankomisin dan
rifampisin untuk kuman S.pneumoniae. Kloramfenikol juga direkomendasikan pada pasien dengan meningitis meningococcal
yang alergi beta-laktam.8

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan anak dnegan meningitis bakterial sebagai
berikut :

10

Usia 1 3 bulan :
-

Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis,
atau

Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan :


-

Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur dan resistensi.

Injeksi Dexamethason 0.6 mg/KgBB/iv dalam 4 dosis terbagi selama 4 hari. Injeksi dosis dexamethason diberikan 15-30 menit
sebelum atau setelah pemberian antiboitik.

Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of bacterial meningitis adalah sebagai berikut :8

N meningitidis - 7 hari

H influenzae - 7 hari

S pneumoniae - 10-14 hari


20

S agalactiae - 14-21 hari

Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu

L monocytogenes - 21 hari atau lebih


Pada pasien ini diberikan antibitotik ceftriaxon, pemberian obat pada pasien ini sudah sesuai dengan rekomendasi IDAI.

Pemberian ceftriaxon pada pasien ini dikarenakan belum dilakukannya pungsi lumbal ataupun kultur darah. Selai itu, pada pasien ini
juga diberikan Dexametason, hal ini bertujuan untu menguragi edema otak yang terjadi pada infeksi SSP.

4. PLAN :
Diagnosis :
Observasi konvulsi e.c suspek dd :
1. Ensefalitis
2. Meningitis
3. GEFS+
HP 3

HP 2

FOLLOW UP PASIEN :

Demam (+)
Kejang (-) Batuk (+)
Muntah (-) sadar (+)
HP 3

HP 2

MRS
Oksigen 3 Lpm
NGT 100 cc/ 3 jam
IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 1 fls
Inj. Meropenem 3 x 1 g
Inj. Ranitidin 3 x 30 mg
Inj. Piracetam 3 x 500 mg
Inj. Dexamethason 4 x 3 mg
21
Inj.15 mg iv bila kejang tidak perlu diencerkan

HP 1

Pengobatan :
Farmakologis
Oksigen 3 Lpm
NGT 100 cc/ 3 jam
IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 1 fls
Inj. Meropenem 3 x 1 g
Inj. Ranitidin 3 x 30 mg
Inj. Piracetam 3 x 500 mg
Inj. Dexamethason 4 x 3 mg
Inj.15 mg iv bila kejang tidak perlu diencerkan
Nonfarmakologis
Observasi kejang
Diet nasi lunak
Edukasi
Menjelaskan kepada pasien kemungkinan rekurensi penyakit
Menjelaskan komplikasi penyakit
Memberikan informasi tanda dan gejala penyakit

Pangkalanbun, Maret 2016


22

Presentator

Pendamping

dr. M. Rizki Darmawan M

dr. Agus Ashari

23

Anda mungkin juga menyukai