Anda di halaman 1dari 38

MINI PROJECT

UPAYA PENINGKATAN ANGKA KUNJUNGAN PEMERIKSAAN IVA


DI PUSKESMAS ARUT SELATAN
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH

Disusun oleh:
dr. Noor Aida Ariyani

Pendamping:
dr. Hj. Asmawati
NIP. 19691112 200904 2 001

Puskesmas Arut Selatan


Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah
Program Dokter Internsip Periode Januari 2015

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
1. PENDAHULUAN.....................................................................................................................
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................
1.2.Pernyataan Masalah............................................................................................................
1.3.Tujuan.................................................................................................................................
1.4.Manfaat...............................................................................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................
2.1.Definisi Kanker Serviks dan Faktor Resiko.......................................................................
2.2.Epidemiologi Kanker Serviks.............................................................................................
2.3.Stadium Kanker Seviks......................................................................................................
2.4.Deteksi Dini Kanker Serviks..............................................................................................
2.5.IVA sebagai Metode Pemeriksaan Alternatif yang sesuai untuk Indonesia......................
2.6.Kapan harus melakukan Test IVA....................................................................................
2.7.Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan IVA.........................................................
3. METODE.................................................................................................................................
3.1.Identifikasi Penyebab Masalah.........................................................................................
Analisis Masalah...............................................................................................................
4. HASIL......................................................................................................................................
4.1.Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).......................................................................
4.2.Hasil Test IVA...................................................................................................................
5. DISKUSI..................................................................................................................................
6. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina). Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar
500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.1
Di Indonesia, kasus kanker leher rahim menempati urutan pertama dengan jumlah
kasus 14.368 orang. Dari jumlah itu, 7.297 di antaranya, meninggal dunia, dan prevalensi
setiap tahunnya 10.823 orang. Informasi tersebut memberikan arti bahwa dari jumlah
kasus yang ada, (50,78%) mengalami kematian. Sementara jika mengacu pada prevalensi
setiap tahunnya yang mencapai 10.823 kasus, berarti setiap tahunnya terjadi kematian
5.495 orang.2
WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam penanganan
kanker serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan
kewaspadaan dan program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta
perawatan paliatif untuk kasus lanjut. Deteksi dini kanker serviks meliputi program
skirining yang terorganisasi dengan sasaran perempuan kelompok usia tertentu,
pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan
edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia produktif. 3,4
Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan
adanya pilihan metode yang mudah diujikan di berbagai negara, metode IVA (inspeksi
visual dengan aplikasi asam asetat) dapat dijadikan sebagai metode skrining alternatif
untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa
metode skrining IVA muudah, praktis dan sangat mampu laksana dengan sensitivitas
sekitar 65%-96% dan spesifisitas 54%-98%. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan
kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai
untuk pusat pelayanan sederhana.5
Mengingat pentingnya peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan masyarakat Puskesmas Arut Selatan di Pangkalabun memiliki salah satu

program pengembangan yaitu deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA (Inspeksi
Visual Asam Asetat). IVA maksudnya adalah melihat serviks secara langsung tanpa alat
pembesaran setelah pengusapan serviks dengan asam asetat 3-5% untuk mendeteksi
adanya perubahan pada sel (displasia). Metode IVA memberi peluang dilakukannya
skrining secara luas di tempat-tempat yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode
ini memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil skrining
dapat segera ditindaklanjuti.6
Program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Arut
Selatan dimulai sejak bulan Mei 2014 dengan petugas kesehatan yang sudah melakukan
pelatihan. Dan didapatkan data masyarakat yang melakukan test IVA di Puskemas Arut
Selatan sejak bulan Mei 2014 sampai Desember 2014 ialah 84 orang dengan rata-rata
tiap bulan 10,5 orang dan cakupan 66% , dimana berdasarkan data tersebut belum
mencapai target yang diinginkan yaitu diharapkan 16 orang tiap bulannya.
Atas latar belakang tersebut penulis bermaksud melaksanakan mini project upaya
peningkatan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di puskesmas Arut Selatan
Pangkalanbun. Melalui upaya tersebut diharapkan puskesmas sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan masyarakat dapat turut menurunkan angka kejadian kanker serviks
dengan penemuan awal kanker serviks.
1.2 Pernyataan Masalah
-

Bagaimana upaya peningkatan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA di
Puskesmas Arut Selatan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
-

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas Arut Selatan


Puskesmas Arut Selatan dapat turut menurunkan angka kematian akibat kanker
serviks masyarakat di wilayah puskesmas Arut Selatan .

1.3.2 Tujuan Khusus


Peningkatan kunjungan masyarakat

untuk mendeteksi kanker seviks dengan

pemeriksaan IVA di Puskesmas Arut Selatan.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi Penulis


-

Berperan serta dalam upaya deteksi kanker serviks


Mengaplikasikan pengetahuan mengenai program deteksi kanker serviks
Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat
Melaksanakan mini project dalam rangka program internsip dokter Indonesia

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas


Bertambahnya peran serta puskesmas dalam peningkatan temuan kanker serviks
stadium awal sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
-

Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai kanker serviks, faktor resiko,

bahaya dan upaya deteksi dini kanker serviks


Memberikan pemikiran yang positif mengenai pentingnya melakukan deteksi dini

kanker serviks untuk mencegah terjadinya kanker serviks


Masyarakat terfasilitasi dalam program deteksi dini kanker serviks
Program deteksi dini kanker serviks diharapkan dapat menurunkan angka kematian
akibat kanker serviks

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Serviks dan Faktor Resiko


Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan wanita.
Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium yang normal sampai menjadi
karsinoma invasif dengan gejala dan proses yang perlahan-lahan dengan waktu bertahuntahun. 1
Serviks atau leher mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol
ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif.
Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang
menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ,
kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma insitu dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar
3-20 tahun.1,2,3
Faktor Resiko Kanker Serviks 7,8,9,10,11
HPV
Kanker serviks 90% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV), yang menyerang
serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa
menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. Sebagian besar HPV ditularkan
secara kontak seksual namun ternyata tidak semua tertular lewat kontak seksual, ada sebagian
kecil tanpa harus kontak seksual.
Melakukan hubungan seksual di usia muda
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia
dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya kanker
serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformasi pada
usia tesebut bila sering terekspos.
Berganti-ganti pasangan seksual
Melakukan hubungan seks dengan pria yang sering berganti-ganti pasangan
Merokok
Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker
serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan

seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin pada cairan serviks wanita
perokok bahan ini bersifat sebagai komponen dan bersama-sama dengan karsinogen yang
telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.
Riwayat terkena PMS dan penderita HIV
Penderita HIV memiliki faktor resiko lebih tinggi terkena kanker serviks hal
disebabkan karena menurunnya sistem imun tubuh oleh HIV sehingga lebih mudah terkena
HPV.
Kontrasepsi oral atau AKDR
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relatif pada pemakaian
kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian. Tali IUD
akan menyebabkan trauma pada leher rahim, dikhawatirkan akan terjadinya proses
metaplasia.
Sosial ekonomi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat
oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan
kebersihan genitalia juga diduga berhubungan dengan masalah tersebut.
2.2 Epidemiologi Kanker Serviks
Menurut Snyder (1976), Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS) umumnya ditemukan
pada usia muda setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks
pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama
dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9
tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7 tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LW dan
Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia,
sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2
kali.12
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics) tahun
1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya.
Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun,

sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun,
stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. 6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditemukan
bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan stadium
IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa
penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu
17,4%. 13
Frekuensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang seperti
Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika
Selatan frekuensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua
penyakit keganasan yang ada lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer
Society (2000) membuktikan bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita
minoritas seperti imigran Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan
anggapan mereka bahwa wanita yang tidak melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas)
tidak perlu melakukan Pap smear. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 19881994 insidens kanker serviks mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi
kanker serviks dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada tahun 2000,
seperti Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar 25,1%,
Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%. 14
2.3 Stadium Kanker Seviks
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat
oleh FIGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu sebagai berikut :12
Stage 0: Karsinoma insitu =Karsinoma intraepithelial = Karsinoma preinvasif.
Stage 1: terbatas pada cerviks.
Stage 1 a: Disertai invasi daro stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui secara
histologi.
Stage 1 b: Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2: Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke

panggul,

telah mengenai

dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.


Stage 3: Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina
Stage 4: Sudah mengenai organ-organ yang lain

Stadium Kanker Serviks


2.4 Deteksi Dini Kanker Serviks
Deteksi dini kanker serviks meliputi program skirining yang terorganisasi dengan
sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada
tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia
produktif.3
Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker) memerlukan
biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan penatalaksanaan kanker serviks.
Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya
skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan
efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas. WHO mengindikasikan
skrining dilakukan pada kelompok berikut : 3
1) Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun yang sudah pernah melakukan
hubungan seksual,
2) Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal
lainnya.
3) Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining hendaknya
dilakukan 3 tahun sekali.

4) Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan
pada perempuan antara usia 35-45 tahun.
5) Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali
6) Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65
tahun, tidak perlu menjalani skrining.
Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan
sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat
diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel,
serta aman. Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut : 3
Tes Pap Konventional
Tes pap adalah suatu cara untuk mendapatkan bahan sediaan sitologi servikovaginal,
penamaan tersebut berasal dari nama seorang serjana kedokteran kelahiran Yunani bernama
Goerge N. Papanicolaou (1928), yang mempelopori pemeriksaan sel-sel mulut rahim untuk
menemukan kanker. Nama lain dari tes Pap adalah Pap Smear. Dalam pelaksanaannya dapat
di lakukan oleh dokter ahli (Obstetri-Ginekologi), dokter umum, bidan dan tenaga medis lain
yang sudah terlatih. Sediaan apus kemudian dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk
dipulas dan diperiksa di bawah mikroskop oleh Ahli Patologi Anatomi.
Salah satu tujuan pemeriksaan tes Pap adalah untuk skrining atau penapisan sel-sel
serviks (sitodiagnosis) dari wanita yang tampak sehat dan atau tanpa gejala, apabila terdapat
kelainan yang mengarah ke prakanker maupun kanker in-situ maka perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan cara biopsi jaringan yang di perlukan untuk konfirmasi.
Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang dibuat dengan baik, fiksasi dan
pewarnaan yang baik serta tentu saja pemeriksaan mikroskopik yang tepat. Supaya
didapatkan pengertian yang baik antara pembuat tes Pap dan laboratorium penting adanya
informasi klinik yang lengkap.
Tujuan utama tes Pap adalah untuk mengetahui sel-sel kanker dalam stadium dini.
Tujuan umum adalah untuk mengetahui sel-sel mulut rahim:
-

Normal atau tidak

Jenis kelainannya radang, prakanker atau kanker

Derajat kelainan

Evaluasi sitohormonal

10

Selain melihat gambaran sel-selnya, pemeriksaan sitologi juga sekaligus dapat memberikan
informasi mengenai organisme penyebab peradangan (jamur, parasit dll) serta memantau
hasil terapi.
Telah diakui, bahwa dengan pemeriksaan Tes Pap telah membuktikan mampu
menurunkan kematian akibat kanker serviks dibeberapa negara, walaupun tentu ada
kekurangan. Sensitivitas tes Pap untuk mendeteksi NIS berkisar 50-98%. sedang negatif
palsu antara 8-30 % untuk lesi skuamosa, 40% untuk lesi adenomatosa. Adapun spesifisitas
tes Pap adalah 93%, nilai prediksi positif adalah 80,2% dan nilai prediksi negatif adalah
91,3%. Harus hati-hati justru pada lesi serviks invasif, karena negatif palsu dapat mencapai
50% akibat tertutup darah, adanya radang dan jaringan nekrotik. Fakta ini menunjukkan,
bahwa pada lesi invasif kemampuan pemeriksa melihat serviks secara makroskopik sangat di
perlukan. Kemudian di tegaskan bahwa hasil tes Pap hanya sebagai petunjuk, dasar terapi
untuk lesi di serviks harus berdasarkan hasil histopatologi. Karena itu hasil tes Pap abnormal
harus diikuti dengan prosedur diagnosik selanjutnya. Dari hasil tes Pap abnormal, pasien
dapat dikatagorikan pada kelompok:
- Negatif
- Ada infeksi, atipik, maka tes Pap perlu diulang
- Abnormal : LISR, dapat dilakukan tes Pap ulang 4 bulan, atau dilakukan kolposkopi
see and treat. LIST, perlu dilakukan kolposkopi dan biopsi.

11

Cara Pemeriksaan Pap Smear


Kolposkopi
Yang pertama kali memperkenalkan kolposkopi adalah Hiselman pada tahun 1925.
Pemeriksaan kolposkopi telah digunakan secara luas di Eropa dan Amerika Selatan untuk
diagnosis kelainan pada serviks. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan kolposkop, yaitu
suatu alat yang dapat disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
didalamnya (pembesaran 10-40 kali). Untuk menampilkan portio dipulas terlebih dahulu
dengan Asam Asetat 3-5%. Portio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak
putih atau perubahan corakan pembuluh darah.
Alat ini selain dilengkapi sumber cahaya juga dilengkapi dengan filter hijau waktu
melihat gambaran pembuluh darah dan juga dapat di hubungkan dengan kamera foto atau TV.
Pemeriksaan ini merupakan cara pemeriksaan dengan meneliti perubahan dari permukaan
epitel serviks dan ujung-ujung pembuluh darah didaerah tersebut. Pemeriksaan kolposkopi
disamping untuk membuat diagnosis, juga dapat mengarahkan dimana biopsi dilakukan,
sehingga banyak tindakan konisasi dapat dihindari.

11

Pemeriksaan kolposkopi dapat

mempertinggi ketepatan deteksi sitologi menjadi 98,7% dan menurunkan frekuensi


melakukan konisasi sebanyak 96%.
Lima hal yang harus di perhatikan dalam penilaian kolposkopi adalah:

12

1) Pola pembuluh darah


2) Jarak antar kapiler
3) Pola permukaan epitel
4) Kegelapan jaringan
5) Batas-batas proses
Setelah kolposkopi, maka pasien dapat dikatagorikan:
Kolposkopi normal
Ada kelainan pada zona transformasi, dan perlu di biopsi.

Kolposkopi dengan pandang tak memuaskan misalnya karena sambungan skuamosa


kolumnar tak tampak seluruhnya atau tak tampak sebagian. Pada keadaan ini, maka
tergantung pada hasil tes Pap. Bila hasil tes Pap adalah HPV, atau atipik atau displasia
ringan, maka dapat di pertimbangkan untuk merencanakan pemeriksaan Tes Pap dalam
interval waktu tertentu, misalnya 4 bulan. Namun bila hasil tes Pap termasuk LIST atau
lesi serviks invasif, maka prosedur konisasi perlu di lakukan.
Penggunaan kolposkopi dapat sebagai alat skrining awal. Tetapi karena alat

kolposkopi termasuk alat yang mahal, maka hal ini hanya bisa di lakukan di pusat-pusat
kesehatan tertentu, tidak bisa dijadikan alat skrining massal, dan alat ini lebih sering di
gunakan sebagai prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil tes Pap abnormal. Jadi bila kita
melakukan skrining dengan kolposkopi keuntungannya: dapat memvisualisasikan daerah
transformasi, visualisasi lesi, biopsi lebih terarah. Kerugiannya: peralatan mahal
membutuhkan pendidikan dan kurang spesifik.

Pemeriksaan dengan Koloskopi

13

Tes DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, semua neoplasma intraepitel
serviks (NIS) dan kanker serviks mengandung DNA HPV. Hubungan kuat dan tiap tipe HPV
mempunyai hubungan patologik yang berbeda. Tes DNA HPV merupakan metode molekuler
untuk menentukan tipe HPV resiko tinggi. Dikenal berbagai tipe HPV, sehingga kini telah ada
sampai 60 tipe yang di kelompokkan
-

Tipe HPV resiko rendah: tipe 6 dan 11, yang jarang di temukan pada karsinoma
invasif, kecuali karsinoma varikosa.

Tipe HPV resiko tinggi: HPV tipe 16, 18, 31, dan 45.

Berdasarkan pengenalan derajat resiko dari HPV, maka menurut ahli yang mengunggulkan
peran HPV dan tipenya, menyatakan bahwa HPV Typing sangat penting dalam
menindaklanjuti penemuan HPV serviks. Bila dari hasil HPV Typing dikenal HPV tipe
resiko rendah, maka tindak lanjutnya follow up saja. Namun bila dikenal HPV tipe resiko
tinggi perlu ditindak lanjut. HPV Typing dilakukan dengan hibridasi DNA, spesifikasi tes
DNA-HPV lebih rendah dari Tes Pap dan biayanya mahal.
Inspeksi Visual
Inspeksi visual terdiri dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi Visual
dengan Lugol Iodin (VILI). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) maksudnya adalah
melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah pengusapan serviks dengan
asam asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya NIS. Asam asetat digunakan untuk meningkatkan
dan membuat tanda terhadap epitel, terhadap lesi prakanker atau kanker sebenarnya.
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat
yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil
dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti.Metode satu
kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan
bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk
peningkatan cakupan deteksi dini kanker serviks, sekaligus mengobati lesi prakanker.

2.5 IVA sebagai Metode Pemeriksaan Alternatif yang sesuai untuk Indonesia 5
Pemikiran perlunya metode pemeriksaan alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa temuan
sensitifitas dan spesitifitas tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannya

14

skrining massal dengan tes Pap belum mampu dilaksanakan antara lain karena keterbatasan
ahli patologi atau sitologi dan teknisi sitologi.
Manfaat dari IVA antara lain : memenuhi kriteria tes penapisan yang baik, penilaian
ganda untuk sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini sebanding dengan Pap
smear dan HPV atau kolposkopi. Dimana sensitivitas IVA ialah sekitar 65%-96% dan
spesifisitas 54%-98%. Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di
Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan diberbagai negara , metode IVA
layak dipilih sebagai metode pemeriksaan alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan
tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode pemeriksaan IVA :

Mudah, praktis dan sangat mampu dilaksanakan.

Dapat dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan bukan Dokter Ginekologi, dapat


dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu.

Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana.

Metode skrining IVA sesuai untuk pelayanan sederhana.


Pemeriksaan IVA pertama kali di perkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara

memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%. Pemberian
asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan
osmolaritas cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik, dan akan menarik cairan dari
intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak anter sel akan semakin dekat. Sebagai
akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke
stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih,
disebut (acetowhite).

15

Gambar Acetowhite

16

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah
pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang.
Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih
lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi
protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan
jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel
serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan
tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat
akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan
merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses keratosis.
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada
lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam cuka).
Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak
dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah
menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona
transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada Endoserviks rahim dalam
kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.
Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan
spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi serviksnya.
Setiap abnormalitas yang ditemukan, dicatat. Kemudian serviks dioles dengan larutan asam
asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya.
Serviks yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan
area plak atau ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan
lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih
parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang tegas, dimana
salah satu tepinya selalu berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar (SSK) .:
Kategori Temuan IVA :
1. Normal

Licin, merah muda, bentuk porsio normal

2. Infeksi

servisitis banyak fluor ektropion polip

3. Positif IVA

plak putih epitel acetowhite (bercak putih)

4.Kanker leher Rahim

seperti bunga kol pertumbuhan mudah berdarah


Alur Pemeriksaan IVA

17

CURIGA /
TIDAK
CURIGA

BIOPSI

SSK ?

TIDAK
TAMPAK

TAMPAK
SSK

PAP
SMEAR

IVA
NEGATIF

POSITIF

Negatif

- tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion) - bercak putih pada polip
endoservikal atau kista nabothi
- garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamokolumnar

Positif 1 (+1)

- samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang ireguler
pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic
acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai ke
sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat
-pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite

Positif 2 (+2)

2.6 Kapan Harus Menjalani Tes IVA


Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi,
pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut dapat dilakukan
pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan
untuk tiap hasil tes, termasuk ketika konseling dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan
diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu tersebut (mis., kunjungan ulang untuk
tes IVA setiap 1 tahun secara berkala atau 3/5 tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus

18

dibahas seperti kapan dan dimana pengobatan dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat
pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut. 3

2.7 Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA


Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA merupakan salah satu
program pengembangan Di Puskemas Arut Selatan Pangkalan Bun dimana program ini sudah
dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai sekarang dengan petugas kesehatan yang sudah
melakukan pelatihan.
Di Puskemas Arut Selatan Pangkalabun di targetkan setiap bulannya di dapatkan
angka kunjungan IVA sebanyak 16 orang setiap bulannya, dimana hasil perhitungannya
berdasarkan rumus berikut :
Jumlah Perempuan = Jumlah Penduduk x 46,69%
Jumlah Perempuan 30-50 tahun = Jumlah perempuan x 29%
Target IVA setiap 5 tahun = Jumlah Perempuan 30-50 thun x 80%
Target IVA setiap tahun = Target IVA setiap 5 tahun : 5
Target IVA setiap bulan = Target IVA setahun : 12

19

BAB III
METODE
3.1 Identifikasi Penyebab

Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai selisih antara ekspektasi dengan kenyataan.

Dilihat dari sudut pandang sistem, masalah berarti kesenjangan antara tolok ukur
dengan hasil pencapaian. Untuk mengetahui masalah yang ada di Puskesmas Arut
Selatan penulis mencari data dari pencapaian program puskesmas. Berdasarkan data
kunjungan yang didapat di Puskemas Arut Selatan mulai bulan Mei 2014 sampai
Desember 2014
No
1
2
3
4
5
6

Bulan
Mei
Juni
Agustus
September
Nopember
Desember
Total

Jumlah
4
3
42
6
26
3
84

IVA (+)
1
2
1
4
1
9

Dari data tersebut didapatkan total jumlah test IVA 84 orang dengan rata-rata tiap
bulan 10,5 orang dan cakupan 66 % serta total IVA positif 9 orang. Dimana target
pencapaian rata-rata tiap bulan diharapkan 16 orang setiap bulannya.
3.2 Analisis Masalah
Analisis masalah dilakukan untuk menentukan penyebab dari masalah
program deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA di Puskesmas Arut
Selatan yang angka pencapaiannya belum tercapai. Kerangka konsep perlu dibuat
untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab masalah. Kerangka
konsep penyebab masalah disusun ke dalam diagram tulang ikan dengan masalah
SDM di puskesmas masih belum
Dana yang tersediamasukan,
dari dana
sebagai keluaran suatu sistem
yang
komponen
komponen
memebrikan
pemikiran melibatkan
yang positif
operasional
mengenai pentingnya melakukan
deteksi dini kanker serviks

proses, komponen lingkungan, dan komponen umpan balik.


Berdasarkan kerangka konsep dari masalah diatas, ditemukan penyebab
masalahKunjungan
dari setiap komponen. Analisis masalah tersebut dijabarkan melalui kerangka
konsep

untuk Program
deteksi diniberikut
sebagai
kanker serviks
belum mencapai
target

:
Belum adanya penyuluhan
secara ruti

Belum lengkapnya
instrumen untuk
melakukan krioterapi

20

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien di Puskesmas Arut


Selatan diperlukan program-program intervensi sebagai pemecahan masalah. Berdasarkan
pembahasan yang telah dibahas diatas, salah satu penyebab utama dari masalah program
deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA adalah karena belum berhasil
memberikan pemikiran yang positif mengenai pentingnya melakukan deteksi dini kanker
serviks untuk mencegah terjadinya kanker serviks.
Sehingga dari masalah tersebut diperlukan suatu upaya intervensi yang salah satunya
ialah dalam program sosialisasi langsung kepada masyakat dengan penyuluhan terhadap
kelompok masyarakat serta pembagian leafleat tentang deteksi dini kanker serviks.
Intervensi Pemecahan Masalah Berdasarkan Penyebab Masalah
No
1

Sebab masalah

Intervensi pemecahan masalah

Input
A. Man
A. Man
belum
berhasil
memberikan
pemikiran yang positif mengenai
pemikiran yang positif mengenai
pentingnya melakukan deteksi dini
pentingnya melakukan deteksi
kanker serviks untuk mencegah
dini kanker serviks untuk
terjadinya kanker serviks dengan
mencegah terjadinya kanker
lebih aktif memberikan memberikan
serviks.
konseling.
B. Money
B. Money
Dana yang tersedia dari dana Mengadakan kerjasama dengan YKI
operasional
atau Intalansi Kesehatan
C. Method

C. Method

21

Belum adanya
secara rutin

penyuluhan

Dilakukan penyuluhan tentang


deteksi dini kanker servik secara
rutin dan terjadwal

D. Material
D. Material
Belum tersedianya alat untuk Pengajuan proposal alat kepada
melakukan krioterapi
Dinas Kesehatan atau Instalansi
Kesehatan terkait
2

Process
E. Plan
Belum

E. Plan
perencanaan Membuat perencaan dengan dokter

adanya

untuk melakukan penyuluhan

pendamping, kepala puskesmas dan

secara berkala dan konseling

tenaga kesehatan untuk melakukan

secara intensif

penyuluhan tentang deteksi dini


kanker seviks secara berkala dan

F. Organization
Sudah ada

pengurus

penanggung

jawab

dan

konseling pasien secara intensif


F. Organization
Meningkatkan lagi pengurusan
dalam program pemeriksaan IVA

dalam

program pemeriksaan IVA


G. Actualization
Kurang adanya
mengenai

sosialisasi

kanker

G. Actualization
Meningkatkan sosialisasi mengenai

serviks,

faktor

resiko,

bahaya

upaya

deteksi

dini

mengenai kanker serviks, faktor

dan

resiko, bahaya dan upaya deteksi

kanker

dini kanker serviks dengan cara

serviks

presentasi pada saat ada kegiatan


ibu-ibu dan pembagian leafleat pada
pasien ibu-ibu yang berkunjung ke
puskesmas.

Environment
Kurangnya pendidikan yang
cukup

juga

mempengaruhi

terhadap kunjungan IVA

Meningkatkan

upaya

dengan

memberikan pengetahuan tentang


kanker

serviks,

faktor

resiko,

bahaya dan upaya deteksi dini .


1.1 Perincian Intervensi Pemecahan Masalah
Sosialisasi Deteksi Dini Kanker Serviks

dengan Pemeriksaan IVA

22

Tujuan

: Menambah peran serta puskesmas dalam deteksi dini kanker


serviks

Pelaksana

: dr. Noor Aida Ariyani ( Dokter Internsip )

Sasaran

: Seluruh Kader dan masyarakat di wilayah Puskemas Arut

Metode

: - Presentasi seputar kanker serviks dan tanya jawab langsung


- Pembagian leafleat

Tempat

: Puskesmas Arut Selatan

Waktu

: 24 Januari 2015 dan 29 Januari 2015

Fasilitas

: Ruang pertemuan, leafleat

Anggaran

:-

Kriteria Keberhasilan : Terdapat peningkatan angka kunjungan pemeriksaan IVA di


Puskesmas Arut Selatan

BAB IV
DISKUSI
4.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)15
4.1.1Gambaran Umum Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan meliputi
pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta

23

pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu.


Wilayah kerja adalah batasan wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan
tugas dan fungsi pembangunan kesehatan, yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota berdasarkan keadaan geografis, demografi, sarana transportasi, masalah
kesehatan setempat, keadaan sumber daya, beban kerja Puskesmas dan lain-lain. Selain
itu juga harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan koordinasi, memperjelas
tanggung jawab pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme
pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme kegiatan dan
meningkatkan kinerja. Apabila dalam satu wilayah kecamatan terdapat lebih dari satu
Puskesmas maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menunjuk salah satu
Puskesmas sebagai koordinator pembangunan kesehatan di kecamatan.
Puskesmas memiliki tanggung jawab dalam hal mempromosikan kesehatan
kepada seluruh masyarakat sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar,
menyediakan media informasi, dan melakukan edukasi baik untuk perorangan,
kelompok, dan masyarakan guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat. Dengan berjalanannya program kesehatan yang dijalankan oleh setiap
Puskesmas, di harapkan pada akhirnya akan berpengaruh pada perubahan kepada setiap
individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara prilaku sehat serta
berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
4.1.2 Profil Puskesmas Arut Selatan
Kecamatan Arut Selatan beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2.300
mm/thn, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31,9 33 celcius dan suhu
minimum berkisar 21,9 Celcius dengan kelembaban udara sekitar 84,92%.
Kecamatan Arut Selatan memiliki 6 ( enam) buah puskesmas, yaitu :
1. Puskesmas Arut Selatan
2. Puskesmas Mendawai
3. Puskesmas Madurejo
4. Puskesmas Natai palingkau
5. Puskesmas Kumpai Batu Atas
6.

Puskesmas Runtu
Luas wilayah Kerja Puskesmas Arut Selatan 116,5 Km yang terdiri dari 2

(dua) Kelurahan terdiri dari Kelurahan Raja dengan luas 1,50 Km dan Kelurahan Raja
Seberang 115 Km.
Wilayah kerja Puskesmas Arut Selatan memiliki batas-batas :
24

Utara

: Kec. Arut Utara dan Kec. Kotawaringin Lama

Timur

: Wilayah Kerja Puskesmas Natai Palingkau

Barat

: Wilayah Kerja Puskesmas Mendawai

Selatan

: Wilayah Kerja Puskesmas Madurejo

Luas Wilayah kerja Puskesmas Arut Selatan 116,5 km yang terdiri dari 25%
daratan dan 75% merupakan daratan terjal dan tanah rawa-rawa.
Jalur darat berupa aspal dari gedung puskesmas Arut Selatan sampai
menjangkau desa dalam wilayah terjauh 0.5 km. Jalur air dengan menyelusuri sungai
Arut dapat dijangkau 3 desa, jarak terdekat ditempuh dengan waktu 0.25 jam,
sedangkan jarak terjauh dapat ditempuh dengan waktu 1.5 jam dengan menggunakan
spead boot.
4.1.3 Penyebaran Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Arut Selatan
Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Arut Selatan berjumlah 8.491 jiwa,
tersebar dalam 2 (dua) kelurahan. Penduduk terbanyak adalah Kelurahan Raja berjumlah
6.532 jiwa dan Kelurahan Raja Sebrang 1.959 jiwa.

Grafik 1. Persentase Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Di


Wilayah Puskesmas Arut Selatan Tahun 2013

25

A. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Wilayah kerja Puskesmas Arut Selatan akhir tahun 2013
per km sekitar 22 jiwa. Kelurahan yang terpadat penduduknya adalah kelurahan Raja
sebesar 4355 jiwa dan disusul berturut-turut kelurahan Raja Seberang 17 jiwa, kemudian
saat itu desa Rangda 15 jiwa, desa Kenambui 4 jiwa dan desa Sulung 7 jiwa.
Grafik 2. Kepadatan Penduduk per KM Menurut Desa/Kelurahan Di Wilayah
Puskesmas Arut Selatan Akhir Tahun 2013

B. Pertumbuhan Penduduk

26

Pertumbuhan penduduk disebabkan oleh adanya kelahiran, kematian dan


imigrasi. Pada akhir tahun 2012 penduduk di wilayah Puskesmas Arut Selatan 10.885
jiwa. Adapun rata-rata pertumbuhan penduduk di Kecamatan Arut Selatan selama 5
(lima) tahun terakhir adalah sebesar - 3,6 % pertahun.
C. Penduduk Menurut Golongan Umur
TABEL 1. JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK UMUR DI
WILAYAH PUSKESMAS ARUT SELATAN TAHUN 2013

1
1
2

KELOMPOK
UMUR
(TAHUN)
2
<1
14

NO

JUMLAH PENDUDUK
LAKI-LAKI
3
119
371

PEREMPUAN
4
105
324

LAKI-LAKI+PEREMPUAN
5

59

357

314

671

10 14

1323

1202

2525

15 19

482

436

918

20 24

454

412

866

25 29

432

422

854

30 34

421

381

802

224
695

35 39

411

372

783

10

40 44

298

259

557

11

45 49

257

232

489

12

50 54

249

223

472

13

55 59

235

217

452

14

60 64

116

106

222

15

65 69

111

99

210

16

70 74

39

35

74

17

75+

38

33

71

5713

5172

10885

PUSKESMAS

D. Sosial Ekonomi
Mata pencaharian penduduk diperhitungkan dengan prosentase:
Petani/nelayan

: 50%

Pedagang

: 40%

Pegawai/buruh

: 10%

Grafik 3. Persentase Mata Pencaharian Penduduk Di Wilayah


Puskesmas Arut Selatan Tahun 2013

27

2.1.4 Sarana Umum di Wilayah Kerja Puskesmas Arut Selatan

Sarana Kesehatan

: 18 buah

Sarana Pendidikan

: 28 buah

Sarana Ibadah

: 23 buah

Perkantoran

: 15 buah

4.1.5 Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Arut Selatan


Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan dalam menyerap
informasi termasuk informasi kesehatan dan lebih pandai dalam menyelesaikan masalah.
Pendidikan dapat diklasifikasikan bahwa semua penduduk di wilayah Puskesmas Arut
Selatan sudah melek huruf serendah-rendahnya pernah mengenyam bangku sekolah.Pada
wanita diharapkan angka melek huruf mempengaruhi dalam alternatif kesehatan sehingga
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi menurun.

TK dan PAUD

SD/MI

: 15 buah

SLTP

4 buah

SLTA

2 buah

8 buah

4.1.6 Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Arut Selatan

Puskesmas Induk

1 buah

Pustu / Poskesdes / Polindes :

1 buah

Posyandu

10 buah

Pos Yandu Lansia

4 buah

Poliklinik TNI-AD

1 buah

Rumah Bersalin/Bidan

1 buah

Dokter Praktek Swasta

1 buah

Dokter Praktek bersama

1 buah

Dokter Gigi Praktek swasta :

1 buah

Apotek

4 buah

28

Toko Obat

4 buah

Klinik Bedah dan Ibu&Anak :

1 buah

Optikal

2 buah

4.1.7 Fasilitas Penunjang Puskesmas Arut Selatan

Mobil (Pusling)

1 buah

Sepeda Motor

8 buah

PLN

2400 watt

Telephon

1 buah

PDAM

1 buah

Komputer

5 unit

Laptop

2 unit ( 1 buah rusak berat )

Genset / generator

1 buah

LCD

1 buah (rusak berat)

4.2 Data Kunjungan Test IVA


Berdasarkan data kunjungan yang didapat di Puskemas Arut Selatan mulai
bulan Mei 2014 sampai Desember 2014
No
1
2
3
4
5
6

Bulan
Mei
Juni
Agustus
September
Nopember
Desember
Total

Jumlah
4
3
42
6
26
3
84

IVA (+)
1
2
1
4
1
9

Dari data tersebut didapatkan total jumlah test IVA 84 orang dengan rata-rata tiap
bulan 10,5 orang dan cakupan 66 % serta IVA positif 9 orang. Dimana target
pencapaian rata-rata tiap bulan diharapkan 16 orang setiap bulannya.
Setelah dilakukan intervensi didapatkan data sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5

Bulan
Mei
Juni
Agustus
September
Nopember

Jumlah
4
3
42
6
26

IVA (+)
1
2
1
4

29

6
7

Desember
Januari
Total

3
22
106

1
9

Dari data tersebut didapatkan total jumlah test IVA pada bulan Januari 2015 sebanyak
22 orang. Dimana jumlah kunjungan bulan tersebut sudah memenuhi target kunjungan
test IVA setelah dilakukan intervensi.

BAB V
DISKUSI
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan pemantauan kesehatan
masyarakat. Upaya deteksi dini kanker serviks merupakan bagian dari tugas tenaga kesehatan
puskesmas di wilayah kerjanya masing-masing. Tugas tersebut menjadi sangat penting dan
karena insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Diperkirakan setiap tahun dijumpai
sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.

30

Puskesmas memiliki program pengembangan yaitu deteksi dini kanker servik dengan
metode IVA untuk menurunkan angka mortalitas di Indonesia. Dimana program
pengembangan ini sudah memiliki tenaga kesehatan yang sudah menjalani pelatihan untuk
prosedur pemeriksaan IVA dan sudah dimulai sejak bulan Mei 2014 sampai sekarang. Dan
berdasarkan rumus perhitungan target IVA diharapakan sebanyak 16 orang tiap bulannya.
Menurut data yang didapat dari Puskesmas Arut Selatan, angka kunjungan masyarakat untuk
melakukan test IVA yang dimulai bulan Mei 2014 di wilayah Puskesmas Arut Selatan ratarata 10,5 orang yang mana masih belum mencapai target, sedangkan target angka kunjungan
test IVA diharapkan tiap bulan minimal 16 orang. Oleh karena itu saya sebagai dokter
internsip ingin menggali penyebab dari kurangnya angka kunjungan test IVA di wilayah
Puskesmas Arut Selatan.
Pelayanan pemeriksaan test IVA erat kaitannya dengan sosialisasi dan publikasi
mengenai pentingnya program deteksi dini kanker serviks, dimana salah satu yayasan di
Indonesia yaitu Yayasan Kanker Indonesia (YKI) sebelumnya sudah mensosialisasikan dan
mempublikasikan mengenai pentingnya deteksi dini kanker serviks kepada masyarakat pada
bulan Nopember 2014. Namun angka kunjungan hanya meningkat pada saat bulan dilakukan
publikasi. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat sekitar wilayah kerja Puskesmas Arut
Selatan masih kurang mengenai pentingnya deteksi dini tentang kanker serviks
Berdasarkan metode tulang ikan yang dijabarkan diatas penulis mengambil
kesimpulan berdasarkan data dan oberservasi hal yang menjadi penyebab salah satu utama
dari masalah program deteksi dini kanker serviks ialah itu belum adanya perencanaan untuk
melakukan penyuluhan secara berkala dan konseling secara intensif. Sehingga setelah
melakukan perencanaan pemecahan masalah dengan pembimbing penulis memutuskan untuk
mengadakan penyuluhan dan pembagian leafleat untuk meningkatkan angka kunjungan IVA.
Dan pada tanggal 24 Januari 2015 dan 29 dan Januari 2015, dokter internsip bersama
pendamping memberikan penyuluhan dan pembagian leafleat kepada kelompok lansia dan
para kader tentang kanker serviks, bahaya kanker serviks dan deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA. Selanjutnya, dokter internsip memberikan saran pengembangan
perencanaan dengan dokter pendamping, kepala puskesmas dan tenaga kesehatan mengenai
program deteksi dini kanker serviks dengan IVA dengan merencanakan penyuluhan berkala
dan konseling secara intensif. Dimana penyuluhan ini tidak hanya sasarannya ibu-ibu, dapat
juga dilakukan pada suami dan anggota keluarga yang lain agar dapat mendukung melakukan
deteksi dini kanker serviks. Sehingga dengan perencanaan serta waktu yang mumpuni untuk

31

pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks diharapkan angka kunjungan pemeriksaan
IVA di wilayah Puskesmas Arut Selatan memunuhi target setiap bulannya.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan pemantauan
kesehatan masyarakat. Dimana deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA
merupakan salah satu program pengembangan di Puskesmas Arut Selatan yang
diharapkan dapat menurnkan angka kejadian kanker serviks.

32

2. Terdapat peningkatan jumlah kunjungan test IVA di Puskesmas Arut Selatan setalah
dilakukan pembagian leafleat dan penyuluhan dimana terdapat angka kunjungan bulan
Januari 2015 sebanyak 22 orang.
3. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kunjungan pemeriksaan IVA di wilayah
kerja Puskesmas Arut Selatan, antara lain Input, proses dan Lingkungan.
4. Telah dilakukan langkah awal untuk peningkatan angka kunjungan pemeriksaan IVA
di wilayah kerja Puskesmas Arut Selatan pada pertenghan Januari 2015
6.2 Saran
1. Meningkatkan edukasi masyarakat dengan mensosialisasikan dan mempublikasikan
mengenai pentingnya kanker serviks, bahaya kanker serviks dan deteksi dini secara
berkala dan konseling secara intensif sehingga kesadaran masyarakat sekitar wilayah
kerja Puskesmas Arut Selatan bertambah mengenai pentingnya deteksi dini kanker
serviks.
2. Melakukan tindakan intervensi dan kerja sama dengan RS untuk merujuk dengan
segera jika ada didapatkan test IVA positif atau masalah yang tidak dapat ditangani di
puskesmas.
3. Menambah instrumen berupa karioterapi dengan pengajuan proposal kepada Dinas
Kesehatan atau Yayasan Kanker Indonesia atau Instalansi Kesehatan Lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Cancer facts and figures 2012. Available at
http://www.cancer.org/reseach/cancerfactsfigures-2012. Accessed february 28, 2012.
2. Dkk surakarta .2005, http://www.dinkesjateng.org/profil2005/bab5.htm, diperoleh 20
januari 2008
3. World Health Organization. Comprehensive cervical cancer control. A guide to
essential practice. Geneva : WHO, 2006.
4. Preventing cervical cancer in low-resources settings. Outlook. Volume 18, number 1,
september 2000.
5. Deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA di wilayah kerja puskesmas
ngoresan surakarta. Gaster, vol. 8, no. 1 februari 2011 (681 - 694)

33

6. Andrijono, Kanker Leher Rahim, divisi onkologi, dep.Obstetri-Ginekologi


FKUI.2007
7. Bouvard V,Baan R, Straif K, Grosse Y, Secretan B, El Ghissasi F et al. A review of
human carcinogens-part b:biological agents. Lancet Oncol. Apr 2009;10(4):321-2
8. Acog practice bulletin. Clinical Management Guidelines For ObstetricianGynecologist. Number 61,april 2005. Human papilomavirus. Obstet Gynecol. Apr
2005;105(4):905-18
9. Areds Mj,Wyllie Ah,Bird Cc. Papilomavirusses And Human Cancer. Hum pathol. Jul
1990;21(7);689-98
10. Schiffman MH, Bauer HM, Hoover RN, Glass AG, Cadell Dm, Rush Bb, et al.
Epidemiologic Evidence Showing That Human Papilomavirus Infection Causes Most
Cervical Intraepithelial Neoplasia. J Natl Cancer Inst. Jun 16 1993;85(12):958-64.
11. Liebrich C, Brummer O, Von Wasielewski R, Wegener G, Meijer C, Ifner T, et all.
Primary Cervical Cancer Truly Negatif For High-Risk Human Papilomavirus Is A
Rare But Distinct Entity That Can Affect Virgins And Young Adolescents. Eur J
Gynaecol Oncol, 2009;30(1):45-8.
12. Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Ed.2. Jakarta: PT.Bina Pustaka Surwono
Prawiroharjo. 2009
13. Aziz, MF. Masalah Pada Kanker Serviks. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 2001:
133;5-7
14. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan Registrasi Kanker IAPI,
Yayasan Kanker Indonesia. Kanker di Indonesia tahun 1997
15. Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Di Arut Selatan. Profil Kesehatan Puskesmas
Arut Selatan Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, 2013.

LAMPIRAN

34

Penyuluhan di Puskemas Arut Selatan

Penyuluhan di Puskesmas Arut Selatan

35

Penyuluhan dengan Kader di Puskemas Arut Selatan

Penyuluhan di tempat ibu-ibu Majelis Yasinan

36

Leafleat Halaman 1

37

Leafleat Halaman 2

38

Anda mungkin juga menyukai