Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ASMA PADA KEHAMILAN

Disusun sebagai syarat kelengkapan Program Internship Dokter


Indonesia

Oleh :
dr. Billy Gerson

Dokter Penanggung Jawab:

dr. Benyamin, SpOG


dr. Adi Rosadi, SpP

RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH

KOTA PANGKAL PINANG

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

2020
Topik : Asma pada Kehamilan
Tanggal (kasus) : 5 Januari 2020 Presenter : dr. Billy Gerson
Tanggal Presentasi : 17 Januari 2020 Pendamping :
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Atas RS BAKTI TIMAH
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Perempuan, 32th keluhan sesak
□ Tujuan : Penegakkan diagnosis, memberikan terapi
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Nama : Ny. GM, 32th
Data Pasien : No. Registrasi : 43.00.12

Nama Klinik : RS BAKTI TIMAH Telp : Terdaftar sejak :


Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Os datang dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak siang pk 13.00 atau sekitar 2
jam SMRS. OS mengatakan 1 hari SMRS sudah datang ke IGD Rumah Sakit Bakti Timah
dengan keluhan yang sama, pada saat datang Os mendapat terapi Nebulizer di IGD RSBT dan
keluhan sesak berkurang, lalu Os dinyatakan boleh pulang untuk rawat jalan dengan obat
pulang Salbutamol. Kemudian keesokan harinya siang os merasa sesak, lalu kembali ke IGD
RSBT, os mengatakan sudah meminum obat salbutamol 1x dan menggunakan inhaler seretide
namun keluhan sesak masih dirasakan. Os merasa sesak tidak berkurang dengan duduk,
terbangun pada saat tidur malam hari karena sesak tidak dijumpai. Demam (-). Os mengatakan
bahwa memiliki riwayat asma sejak kecil. Os saat ini sedang dalam kehamilan kedua dengan
usia kehamilan 34 minggu. Riwayat keguguran sebelumnya (-). Nyeri perut kontraksi (-).
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat asma pada keluarga (+), riwayat kencing manis
dan darah tinggi (-). Os juga mengatakan memiliki riwayat operasi SC pada kehamilan
pertama. Os memiliki alergi obat ketorolac.
2. Riwayat Pengobatan: Salbutamol dan Seretide inhaler
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Riwayat alergi/asma (+), riwayat operasi SC (+), penyakit jantung(-), hipertensi (-), diabetes
mellitus (-), penyakit ginjal (-), keganasan(-).

4. Riwayat Keluarga :
Penyakit asma (+) ibu pasien, jantung(-), hipertensi(-), DM(-), keganasan(-)
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :-
7. Lain-lain :-
Daftar Pustaka :
1. Asthma GIF. Global Strategy for Asthma Management and Prevention (2019 update). 2019. p.
147.
2. Asthma and pregnancy: a review of two decades. Expert Review of Respiratory Medicine.
2008;2(1):97-107.
3. American College of Obstetricians and Gynecologists . 2008 Asthma in pregnancy. ACOG
Practice Bulletin No. 90. Obstetrics and Gynecology, 111(2): 457–464.
4. Cunningham,F.Gary, dkk. 2005. Pulmonary Disorders dalam Williams Obstetrics. Edisi ke-22.
McGraw-Hills Companies
5. Katz O SE. Asthma and pregnancy: a review of two decades. 2008;2:10.
6. Marcus L, Sinert R H. 2002. Astma in Pregnancy.
http://emedicine.medscape.com/article/796274-overview

Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan Diagnosis
2. Rencana Tatalaksana

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
Keluhan Utama: Sesak napas

Os datang dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak siang pk


13.00 WIB. OS mengatakan 1 hari SMRS sudah datang ke IGD Rumah
Sakit Bakti Timah dengan keluhan yang sama, pada saat datang Os
mendapat terapi Nebulizer di IGD RSBT dan keluhan sesak berkurang, lalu
Os dinyatakan boleh pulang untuk rawat jalan dengan obat pulang
Salbutamol. Kemudian keesokan harinya siang os merasa sesak, lalu
kembali ke IGD RSBT, os mengatakan sudah meminum obat salbutamol 1x
dan menggunakan inhaler seretide namun keluhan sesak masih dirasakan.
Os merasa sesak tidak berkurang dengan duduk, terbangun pada saat tidur
malam hari karena sesak tidak dijumpai. Demam (-). Os mengatakan bahwa
memiliki riwayat asma sejak kecil. Os saat ini sedang dalam kehamilan
kedua dengan usia kehamilan 34 minggu. Riwayat keguguran sebelumnya
(-). Nyeri perut kontraksi (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat
asma pada keluarga (+), riwayat kencing manis dan darah tinggi (-). Os juga
mengatakan memiliki riwayat operasi SC pada kehamilan pertama. Os
memiliki alergi obat ketorolac.

2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : Compos mentis

 Tekanan Darah : 100/70 mmHg

 Nadi : 108x/menit, reguler, kualitas baik

 Frekuensi Nafas : 28x/menit, reguler

 T : 36,6°C (aksila)

 SpO2 : 97%

 BB : 68 kg

 TB : 160cm

 IMT : -

Status Internus
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), mata
cowong (-), refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+, pupil isokor 3mm.
 Hidung : deformitas (-), mimisan (-), cairan yang keluar (-),
pernafasan cuping hidung (-)

 Telinga : deformitas (-) , cairan yang keluar (-)


Otoskopi :
AD : membrane timpani intak, refleks cahaya (+) di arah jam 7
AS : membrane timpani intak, refleks cahaya (+) di arah jam 5

 Mulut : mukosa basah, lidah kotor (-)

 Pharynx : Hiperemis (-), tidak ada luka

 Leher : LNN tidak teraba, JVP tidak meningkat


 Thoraks
o Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri
sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua
lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler + / + , rhonki -/-, wheezing +/+
o Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea
midclavicula sinistra IC V Perkusi : Batas
jantung normal
Auskultasi : Irama reguler, murnur(-), gallop(-)
 Abdomen
Inspeksi : Sesuai massa kehamilan

Auskultasi : Bising usus (+)N , metalik sound(-)

Palpasi :NT(-) , defance muscularEkstremitas : Akral hangat (+)


Refilling capiller baik <2detik, edema (-), benjolan diselangkangan
kanan(-)
 Kulit : tidak ada peteki, tidak ada ruam
 Otot : eutrofi
 Tulang : tidak tampak deformitas
 Sendi : tidak tampak deformitas

Pemeriksaan Khusus
 Pemeriksaan Fisik Leopold
o Leopold I : keras, mendatar
o Leopold II : terabak lunak bulat dank keras bulat
o Leopold III : -
 Pemeriksaan Abdomen
o DJJ 165x/menit
o TFU 29cm
 Pemeriksaan VT tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang

Hematologi UGD

EKG
3. Assesment (penalaran klinis) :

Anamnesis: Os datang dengan keluhan sesak sejak 2 jam SMRS. OS mengatakan


1 hari SMRS sudah datang ke IGD Rumah Sakit Bakti Timah dengan keluhan yang sama,
pada saat datang Os mendapat terapi Nebulizer di IGD RSBT dan keluhan sesak
berkurang, lalu Os dinyatakan boleh pulang untuk rawat jalan dengan obat pulang
Salbutamol. Kemudian keesokan harinya siang os merasa sesak, lalu kembali ke IGD
RSBT, os mengatakan sudah meminum obat salbutamol 1x dan menggunakan inhaler
seretide namun keluhan sesak masih dirasakan. Os merasa sesak tidak berkurang dengan
duduk, terbangun pada saat tidur malam hari karena sesak tidak dijumpai. Demam (-). Os
mengatakan bahwa memiliki riwayat asma sejak kecil. Os saat ini sedang dalam
kehamilan kedua dengan usia kehamilan 34 minggu. Riwayat keguguran sebelumnya (-).
Nyeri perut kontraksi (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat asma pada keluarga
(+), riwayat kencing manis dan darah tinggi (-). Os juga mengatakan memiliki riwayat
operasi SC pada kehamilan pertama. Os memiliki alergi obat ketorolac. Dari anamnesis
diagnose yang diarahkan G2P1A0 hamil 34 minggu dengan Asma dan Riwayat SC 1x.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
 Keadaan umum : Tampak lemas

 Kesadaran : Compos mentis

 Tekanan Darah : 100/70 mmHg

 Nadi : 108x/menit, reguler, kualitas baik


 Frekuensi Nafas : 28x/menit, reguler

 T : 36,6°C (aksila)

 SpO2 : 97%
 Pemeriksaan Fisik Leopold
o Leopold I : keras, mendatar
o Leopold II : terabak lunak bulat dank keras bulat
o Leopold III : -
 Pemeriksaan Abdomen
o DJJ 165x/menit
o TFU 29cm

4. Plan :
a. Tatalaksana :
 Rawat inap
 IVFD RL 20 gtt/i
 O2 Nasal kanul 3L
 Nebulizer Combivent 3x selang 1 jam  selanjutnya k/p
 Inj metilprednisolone 2x125mg

Diagnosis : G2P1A0 hamil 34 minggu janin tunggal hidup + Asma + Riwayat SC


1x + letak lintang

FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal Perkembangan pasien

05/1/2020 S/ : Pindah ke bangsal dari IGD, sesak (+), kontraksi (-)


Pk 21.30 O/ : TD: 100/70; HR:104; RR: 26; SpO2: 98%
DJJ 180x/mnt, His (-)
A/ : G2P1A0 hamil 34 minggu dengan Asma + Riwayat SC 1x + letak lintang
P/ : IVFD RL 20 gtt/i
Nebu Combivent 3x selang 1 jam
Inj Metilprednisolon 2x125mg
CTG  monitoring DJJ
05/1/2020 S/ :Ssesak berkurang, kontraksi (-)
Pk 21.45 O/ : TD: 100/70; HR:96; RR: 22; SpO2: 98%
DJJ 152x/mnt, His (-)
A/ : G2P1A0 hamil 34 minggu dengan Asma + Riwayat SC 1x + letak lintang
P/ : IVFD RL 20 gtt/i
Inj Metilprednisolon 2x125mg
CTG  monitoring DJJ

06/1/2020 S/ :Nyeri perut seperti kontraksi, sesak (-), berdebar debar (+)
Pk. 05.30 O/ : TD: 110/80; HR:90; RR: 22x; SpO2: 98%
DJJ 140x/mnt, His (+), VT 2cm, portio tebal
A/ : G2P1A0 hamil 34 minggu inpartu kala I fase laten dengan Asma + Riwayat
SC 1x + letak lintang
P/ : Observasi His
Persiapan SC cito

06/1/2020 S/ :Nyeri perut bertambah


Pk 07.30 O/ : TD: 110/80; HR:96; RR: 20x; SpO2: 98%
DJJ 144x/mnt, His (+), VT 4cm, portio tebal
A/ : G2P1A0 hamil 34 minggu inpartu kala I fase aktif dengan Asma + Riwayat
SC 1x + letak lintang
P/ : SC cito

06/1/2020 S/ :Nyeri perut luka SC


Pk 09.35 O/ : TD: 100/70; HR:80; RR: 18x; SpO2: 98%
Bayi lahir BBL 2200gr, PB 46cm, AS 8/9
A/ : P2A0 Post SC
P/ :
Inj Asam traneksamat 2x1
Inj Ondancentron 2x1
Inj Omeprazole 1x1
Inj Metilprednisolon 2x1
Nebu Combivent + pulmicort 3x1
Durogesic 1amp

07/1/2020 S/ : Nyeri luka post SC berkurang, sesak (-)


O/ : TD: 110/80; HR:86; RR: 22x; SpO2: 98%
A/ : P2A0 Post SC h-1
P/ :
Inj Asam traneksamat 2x1
Inj Ondancentron 2x1
Inj Omeprazole 1x1
Inj Metilprednisolon 2x1
Nebu Combivent + pulmicort 3x1
Durogesic 1amp
08/1/2020 S/ : -
O/ : TD: 12080; HR:84; RR: 18x; SpO2: 98%
A/ : P2A0 Post SC h-2
P/ :
Inj Omeprazole 1x1
Inj Metilprednisolon 2x1

09/1/2020 S/ : -
O/ : TD: 110/70; HR:80; RR: 18x; SpO2: 98%
A/ : P2A0 Post SC h-3
P/ : Pasien boleh pulang dan kontrol pada tanggal 20/1/2020

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Asma
Asma merupakan sindrom klinis khas yaitu batuk-batuk episodik, wheezing, dan
dispneu dengan obstruksi jalan nafas reversibel tidak sulit dikenali, asma dapat timbul
dengan gejala-gejala tidak khas seperti batuk kadang-kadang, rasa tertekan pada dada,
atau dispneu yang dipicu oleh aktivitas. Secara definisi asma adalah penyakit inflamasi
kronik yang terdapat pada jalan nafas dengan karateristik meningkatnya respon
trakeobronkial terhadap beberapa stimulu .Inflamasi kronik menyebabkan hipersesponsif
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Meningkatnya respon
jalan nafas dan inflamasi subakut yang persisten telah dihubungkan dengan genetic.1-3

Epidemiologi

Asma merupakan masalah di dunia dengan angka kejadian sebanyak 3.000.000


penduduk (prevalensi asma di dunia berkisar diantara 1%-18%) dan angka kematian
sebanyak 250.000 penduduk setiap tahunnya. Asma adalah penyakit saluran pernapasan
yang paling sering menyebabkan komplikasi terhadap kehamilan, dan memiliki asosiasi
dengan gangguan maternal dan perinatal yang luas, namun kontrol yang adekuat dapat
memperbaiki hasil dari ibu dan bayi. Namun setelah diketahui resiko bahwa asma yang
kurang terkontrol pada kehamilan, terdapat jumlah yang besar pada ibu dengan kontrol
asma sub- optimal, akibat ketakutan tentang efek samping obat-obatan, walaupun
terdapat kurangnya keefektifan dan keamanan dari beberapa manajemen strategi.
Prevalensi asma telah meningkat selama beberapa dekade terakhir ; Diestimasikan sekitar
3%-12%. Studi terbaru termasuk eksarsebasi asma saat kehamilan membutuhkan
intervensi medis terjadi kurang lebih 20% pada wanita dengan asma, dan sekitar 6%
membutuhkan rawat inap (Murphy 2006). Diperkirakan tingkat mortalitas asma di
amerika serikat adalah 2.1 orang per 100,000 orang.2,4

Di Indonesia prevalensi asma berkisar diantara 5%-6% dari populasi penduduk di


Indonesia, dengan prevalensi asma pada kehamilan berkisar diantara 3,7%-4%. Hal ini
mengarah kepada tingkat kejadian asma yang banyak dijumpai pada kehamilan.

Etiologi

Asma sebagai hasil dari kaskade yang masih jarang terdefinisikan interaksinya pada
faktor predisposisi yakni stimulasi genetic dan lingkungan. Mekanisme dasar untuk
hiperresponsifitas bronkial nonspesifik masih belum diketahui. Inflamasi jalan nafas
merupakan hipotesis yang paling sering didengar. Stimulus yang terimplikasi adalah
sebagai berikut:5-7

 Alergen, termasuk pollen, kutu debu rumah, antigen kecoa, bulu hewan, jamur,
dan sengatan hymenoptera.
 Irritan, seperti asap rokok, asap kayu, polusi udara, bau yang menyengat, sinusitis,
refluks esophagus, dan infestasi Ascaris
 Kimia dan obat-obatan, termasuk aspirin, NSAIDs, Beta Blocker, agen
radiokontras, dan sulfit
 Olahraga
 Udara dingin
 Haid
 Stres emosional

Patofisiologi
Kehamilan memiliki efek signifikan terhadap fisiologi pernafasan pada wanita.
Walau laju nafas dan kapasitas vital tidak berubah pada kehamilan, volume tidal, dan
ventilasi meningkat 40% dan pengambilan oksigen meningkat 20%, yang menyebabkan
penurunan dari kapasitas residu fungsional, dan kapasitas residu sebagai konsekuensi atas
elevasi diafragma. Sebagai tambahan, terdapat peningkatan airwat conductance dan
penurunan total pulmonary resistance, yang diperkirakan disebabkan oleh efek
progestron.

Sebagai konsekuensi dari perubahan fisiologis ini, terdapat gambaran


hiperventilasi sebagai keadaan yang normal. Hal ini dapat muncul sebagai alkalosis
respiratorik yang kronik selama kehamilan, dengan penurunan pCO2, penurunan
bikarbonat kan kenaikan Ph.4
Kadar pCO2 yang normal pada pasien hamil dapat berupa signal gagal nafas yang
tertunda. Peningkatan ventilasi dan fungsi paru dapat mengakomodasi pertukaran gas
yang lebih efisien dari paru ibu ke darah. Maka dari itu, perubahan keadaan pernafasan
terjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil.

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversible yang berasal dari
kontraksi otot polos pada bronkial, kongesti vaskular, produksi mukus yang berlebih dan
edema mukosa. Terdapat infiltrasi mukosa melalui eosinofil, sel mast, dan limfosit T
yang menyebabkan inflamasi pada jalan nafas dan meningkatnya respon terhadap stimuli
termasuk iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan olahraga. Beberapa mediator
inflamasi diproduksi oleh sel-sel ini termasuk histamine, leukotriene, prostaglandin,
sitokin dan sebagainya. IgE juga memiliki peranan yang penting pada patofisologinya .6

Inflamasi pada asma terbagi atas inflamasi akut dan inflamasi kronis. Pada
inflamasi akut disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang
dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan
pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi asma tipe cepat, alergen
akan terikat dengan IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast
tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamine,
protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus dan vasodilatasi. Para reaksi
fase lambat, reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinophil, sel T CD4+, neutrophil dan makrofag.3,4

Manifestasi Klinis dan Faktor Resiko

Pemicu terjadinya serangan asma diantaranya:4

- Infeksi saluran napas baik bacterial maupun infeksi virus.


- Merokok
- Asap dari masakan atau pembakaran kayu
- Emosi
- Alergi makanan
- Rhinitis alergi
- Perubahan cuaca, terutama dingin, udara kering
- Olahraga
- Reaksi akergi pada zat kimia terttentu
- Reaksi alergi terhadap kosmetik, sabun, sampo
- Reaksi alergi terhadap zat iritan seperti debu, kutu, bulu, dan lain-lain.

Serangan asma biasanya bersifat episodic dan dapat berakhir dalam beberapa
menit sampai hari. Diantara serangan pasien biasanya sehat. Serangan akut dapat dimulai
beberapa menit setelah paparan. Pasien akan merasakan sesak napas, diikuti dengan batuk
dan wheezing. Ketika obstruksi pada saluran napas menjadi parah, rhonchi dan wheezing
akan hilang. Kebingungan, letih, sianosis merupakan tanda dari serangan asma berat dan
merupakan indikasi untuk diberikan terapi segera .

Diagnosis

Asma dapat timbul pertama kali selama kehamilan sehingga penegakan


diagnosisnya mungkin dikacaukan dengan dispneu fisiologis kehamilan. Diagnosis asma
berdasarkan pada riwayat kesehatan yang cocok, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium.
Diagnosis asma terpusat pada adanya obstruksi jalan nafas episodik dan reversibilitas
obstruksi tersebut. Reversibilitas dinyatakan dari peningkatan 15% FEV1 atau lebih
setelah 2 kali menghirup preparat agonis B-adrenergik. Jika pemerikasaan spirometri
memperlihatkan hasil yang normal, diagnosis dapat dibuat berdasarkan peningkatan
respon saluran napas terhadap tantangan dengan histamine, methacholine atau isocapnic
hiperventilasi udara dingin.

Penderita asma biasanya memiliki riwayat episode batuk, dada terasa tertekan,
wheezing, dan dispneu. Asma mungkin timbul dengan gejala-gejala yang tidak khas
seperti batuk terisolasi, nyeri dada, bronkitis berulang, atau dispneu yang timbul karena
aktivitas.

Selama eksaserbasi akut, pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperinflasi, ekspirasi


memanjang, wheezing, dan penggunaan otot-otot pernafasan tambahan. Pemeriksaan fisik
dapat kembali normal pada interval eksaserbasi.

Tes fungsi paru dapat ditemukan adanya obstruksi aliran udara yang reversibel pada
spirometri. Kegagalan respon langsung terhadap bronkodilator inhalasi tidak
menyingkirkan diagnosis. Spirometri ulang setelah beberapa minggu perawatan dapat
menunjukkan kemajuan. Pengukuran udara ekspiratoar puncak mungkin menunjukkan
peningkatan variabilitas atau penurunan aliran puncak seiring timbulnya gejala-gejala.
Metacholine challenge test dapat menunjukkan adanya hiperreaktivitas jalan nafas namun
tes ini jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Tes ini tidak menimbulkan
efek samping berlebihan pada wanita hamil jika dilakukan dengan pemantauan yang baik
.

Setelah diagnosis dipastikan, perjalanan penyakit dan efektifitas dari terapi dapat
diikuti dengan pengukuran Peak Expiratori Flow Rate (PEFR) atau FEV1. Untuk
mengetahui jenis elergi yang dimiliki dapat dilakukan test dengan bermacm-macam
allergen

Secara labolatoris dapat ditemukan sel-sel eosinofil dari darah dan sputum dan
juga dapat diukur serum IgE, walupun penemuan tersebut tidak hanya terjadi pada asma.6

Pengaruh Kehamilan terhadap Asma

Belum terdapat bukti-bukti yang menunjukkan efek terprediksi terhadap


kehamilan dengan asma. Pada 6 studi prospektif yang dilakukan pada lebih dari 2000 ibu
hamil, Gluck dan Gluck (2006) melaporkan sekitar satu per tiga subjek mengalami
perbaikan, satu per tiga tidak mengalami perubahan dan satu per tiga subjek lainnya
mengalami perburukan. Eksarsebasi akan terjadi lebih sering pada pasien dengan
penyakit berat.

Beberapa wanita mengalami eksaserbasi asma pada saat melahirkan. Sekitar 20%
dari wanita dengan asma sedang atau berat mengalami eksarsebasi intra partum.

Pengaruh Asma terhadap Kehamilan

Asma khususnya jika berat pada kenyataannya dapat berpengaruh pada


kehamilan. Menurut Clark, dkk (1993) dua penelitian besar epidemiologi mengatakan
bahwa asma berpotensi memberikan efek yang merugikan, diikuti dengan peningkatan
insidensi lahir premature, BBLR, kematian perinatal, dan preeklamsi, gangguan tekanan
darah ini disertai dengan bocornya protein pada urine ibu dan sangat potensial untuk
terjadinya kerusakan ginjal, otak, hepar, dan mata. Lehrer, dkk (1993) melaporkan bahwa
wanita asma memiliki insidensi dua koma lima kali lipat dari kehamilan menimbulkan
hipertensi.

Komplikasi yang dapat mengancam hidup yaitu pnemothorax, pnemomediatinum,


akut cor pulmonale, cardiac aritmia, kelelahan otot dengan respiratory arest5

Penatalaksanaan

Penanganan Asma Akut

Penanganan asma akut pada kehamilan memegang prinsip yang sama dengan
asma biasa dengan tambahan ambang batas rawat inap yang lebih rendah. Secara umum,
dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemasangan sungkup oksigen
dengan target PO2 > 60 mmHg dan pemasangan pulse oximetry dengan target saturasi
O2 > 95%. Kemudian dilakukan pemeriksaan analisa gas darah (AGDA), pengukuran
FEV1 serta PEFR, dan dilakukan pemantauan janin.

Obat lini pertama adalah agonis β-adrenegik (subkutan, peroral, inhalasi) dengan
loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,8-1 mg/kgBB/jam
sampai tercapai kadar terapeutik dengan kadar plasma sebesar 10-20 ng/ml. Obat ini
akan berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan sel dan mengaktifkan adenilil
siklase untuk meningkatkan cAMP intrasel dan merelaksasi otot polos bronkus. Selain
itu, diberikan kortikosteroid metilprednisolon 40-60 mg intravena setiap 6 jam. Terapi
selanjutnya bergantung kepada pemantauan respon hasil terapi sebelumnya. Bila FEV 1
dan PEFR >70% baseline maka pasien dapat dapat dipulangkan dan berobat jalan.
Namun, bila FEV1 dan PEFR < 70% baseline setelah 3 kali pemberian agonis β-
adrenegik, maka diperlukan masa observasi di rumah sakit hingga keadaan pasien stabil.
Asma berat yang tidak berespon terhadap terapi dalam 30- 60 menit dimasukkan
dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif di intensive care unit (ICU) dan
intubasi dini, serta penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan otot, retensi
CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki morbiditas.1,3
Keamanan Penggunaan Obat-Obatan Asma Terhadap Kehamilan

Penggunaan β2-agonis kerja pendek secara umum dianggap aman. Pada 2005,
Bakhrireva et al melaporkan pada studi kasus terkontrol yang menggunakan β 2-agonis
kerja pendek selama kehamilan tidak memiliki kaitan dengan peningkatan resiko berat
lahir rendah. Pada studi kohort pada 2011 di Kanada, Eltonsy et al melakukan
investigasi kemungkinan hubungan antara penggunaan β2-agonis kerja pendek pada
trimester pertama pada kehamilan dan resiko terhadap kelainan kongenital pada ibu
hamil dengan asma. Diberikan kortikosteroid inhalasi, kontrol asma yang tidak rutin dan
penggunaan kortikosteroid oral. Total 13,117 kehamilan termasuk pada studi dan 1,242
bayi terdapat malformasi dan 762 bayi dengan malformasi mayor, teridentifikasi. Pada
tahun 2004, studi kohort yang dilakukan oleh Schatz et al pada 2004, meliputi 1,828 ibu
hamil yang menggunakan β2-agonis kerja pendek menemukan tidak terdapat hubungan
gangguan perinatal yang didefinisikan sebagai berat bayi lahir rendah, kecil masa
kehamilan, atau malformasi kongenital mayor. Pada studi ini juga diukur tingkat
keparahan, yang dimana diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau berat, yang
didapatkan melalui kombinasi tingkat fungsi paru, frekuensi gejala, dan penggunaan
obat-obatan asma. Pada penelitian lain pada tahun 2011 oleh Munsie et al melaporkan
pada studi kasus terkontrol melalui wawancara, 2,711 bayi lahir dengan sumbing oro-
dasial dan 6,482 bayi lahir tanpa ditemukan malformasi. Menurut bukti-bukti yang ada,
peggunaan β2-agonis kerja pendek pada kehamilan dapat memperbaiki gejala asma akut
dan terlihat aman untuk kehamilan.

Penggunaan β2-agonis kerja panjang digunakan sebagai tambahan kortikosteroid


inhalasi pada ibu hamil mapan digunakan, walaupun kurangnya studi sebelumya secara
statistik menunjukkan hubungan dengan malformasi kongenital. Sebuah studi prospektif
yang dilakukan oleh Clifton et al menunjukkan bahwa pada penggunaan glukokortikoid
inhalasi fluticasone propionate dikaitkan dengan berat lahir sesuai masa kehamilan,
terapi kombinasi dengan fluticasone propionate dan β2-agonis kerja panjang salmeterol
memiliki hubungan dengan kurangnya persentil berat lahir (mean 34.8; SEM (standard
error of the mean) 9.3; P=0.011). Namun, populasi total kehamilan dengan asma hanya
n=41 dan hanya sembilan orang yang diberikan terapi kombinasi fluticasone/salmeterol
dan menurut informasi yang dimiliki, bias mungkin dapat terjadi karena derajat
keparahan asma hanya ditentukan menurut penggunaan obat asma yang diberikan.
Penggunaan β2-agonis kerja panjang inhalasi masih membutuhkan investigasi lebih
lanjut melalui studi-studi. Namun menurut beberapa studi menunjukkan bahwa
penggunaan β2-agonis kerja panjang inhalasi aman diberikan pada ibu hamil.
Menurut pengalaman klinis dan beberapa studi menunjukkan bahwa
kortikosteroid inhalasi sebagai pengontrol asma pada kehamilan secara umum aman
digunakan dan resiko yang berkaitan dengan ketidakpatuhan penggunaan kortikosteroid
inhalasi memberikan ancaman yang lebih besar terhadap bayi. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, jumlah studi terkontrol yang menilai tingkat keberhasilan dan keamanan
penggunaan pbat terhadap asma pada kehamilan sangatlah sedikit. Dombrowski et al
membandingkan tingkat keberhasilan beclomethasone dipropionate inhalasi dengan
theophylline oral sebagai pencegahan untuk eksarsebasi asma yang membutuhkan
intervensi pada ibu hamil dengan tingkat keparahan sedang. Tingkat keparahan asma
dikaji melalui gejala tatalaksana.1-3

Prognosis

Penyakit asma merupakan penyakit episodic, yang memiliki karateristik


eksarsebasi akut yang diselningi oleh periode tanpa gejala. Kebanyakan serangan asma
biasanya pendek, terjadi selama menit sampai jam. Walau terlihat membaik penuh
secara klinis, bukti menunjukkan bahwa pasien memiliki keterbatasan kronik akan jalan
nafas. Walau ibu hamil dengan asma jarang memiliki masalah, pasien dengan asma
berat memiliki peningkatan resuko akan kerusakan, dengan porsi terbanyak pada akhir
dari kehamilan. Buruknya control asma erat dihubungkan dengan beberapa keadaan,
yakni:7
 Pre eclampsia
 Pregnancy-induced hypertension
 Perdarahan uterus
 Kelahiran preterm
 Kelahiran premature
 Anomali kongenital
 Restriksi perkembangan fetus
 Berat bayi lahir rendah
 Hipoglikemia neonates,kejang, takipnea dan masuknya neonates kedalam ruang
perawatan intensif

Anda mungkin juga menyukai