Anda di halaman 1dari 18

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

(UAP)
Billy Gerson
102010345
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

Pendahuluan

Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai
respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina
dapat menyebar ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen.1

Rasa nyeri yang dirasakan seperti diperas atau tertekan di daerah perikadium atau
substernum didada ini membuat rasa yang sangat tidak nyaman dan ketakutan pada orang
yang mengalaminya. Pada kebanyakan kasus timbul rasa nyeri yang semakin bertambah
dan dengan intensitas serta frekuensi yang sering menyebabkan pasien datang ke rumah
sakit untuk diperiksa. Rasa nyeri di dada yang timbul ini dapat disebabkan karena adanya
kelainan pada sirkulasi darah pada jantung. Perlunya ketepatan dan kecepatan dalam
menagani kasus ini diperlukan agar tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada
jantung sehingga menimbulkan masalah yang lebih serius.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Email : gersonbilly@ymail.com
NIM : 10-2010-345; kelompok : C-1
ANAMNESIS

Pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien : 2

 Pendekatan umum : perkenalan diri anda,ciptakan hubungan yang baik,menanyakan


identitas pasien
 Nilai keluhan utama dan riwayatnya : misalnya tentang nyeri ( sejak kapan nyeri
dirasakan, bagaimana nyeri yang dirasakan, intensitas nyerinya,lokasi nyeri)
 Tanyakan riwayat penyakit dahulu : seperti hipertensi
 Tanyakan mengenai kebiasaan : seperti merokok, minum minuman beralkohol
 Keluhan tambahan lainnya

Hasil anamnesis : Seorang laki-laki 56 tahun dengan keluhan nyeri pada dada kiri sejak
5 jam lalu dengan onset ± 5 menit, terutama timbul saat bekerja disertai dengan keringat
dingin dan mual muntah. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan perokok.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fisik : 3

Bila riwayat klinis pada pasien dengan angina merupakan kunci diagnosis, maka
pemeriksaan fisik sering tidak memberikan hasil apapun kecuali bila gejala terjadi
sebagai akibat satu kondisi lain selain PJK. Pemeriksaan pasien selama satu episode nyeri
dada dapat membantu dalam menunjukkan adanya bunyi jantung tambahan transien
(bunyi jantung ketiga (S3) atau keempat (S4)) atau murmur (misalnya sekunder karena
regurgitasi mitral (MR)).
Tekanan darah sistemik
Peningkatan TD merupakan faktor risiko penting PJK.
Denyut nadi
Denyut nadi sering normal pada pasien dengan angina stabil. Selama serangan akut,
takikardia atau aritmia transien (misalnya fibrilasi atrium (AF), takikardia ventrikel)
dapat terjadi. Takikardia saat istirahat atau pulsus alterans dapat mengindikasikan
disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.
Tekanan vena
Normal pada angina tanpa komplikasi namun takanan vena dapat meningkat sebagai
akibat infark miokard sebelumnya.
Auskultasi
Selama serangan angina, penurunan komplians ventrikel menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri dengan S4 yang dapat terdengar. Ejeksi ventrikel yang
memanjang dapat menghasilkan pemisahan paradoksal (terbalik) bunyi jantung kedua
(S2). S3 tidak umum didapatkan pada pasien dengan angina kecuali telah ada kerusakan
miokard sebelumnya. Iskemi otot papilaris atau abnormalitas konfigurasi otot papilaris
(yang dapat transien) bisa menyebabkan murmur akhir sistolik akibat MR ringan. Yang
menarik adalah murmur mid—diastolik yang terdengar pada batas sterna kiri dan di
apeks akibat stenosis arteri koroner proksimal.4

● PENUNJANG

1. EKG (Elektrokardiogram) 4

Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi resiko
pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga menunjukkan salah
satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST kurang dari 0,5 mm
dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia dan
dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG
normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.

2. Uji latih

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
resiko tinggi perlu pemerikasaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila
didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya
apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena resiko terjadinya
komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.

3. Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak


stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya insufesiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu
menegakkan adanya iskemia miokardium.

4. Laboratorium

Pemerikasaan troponin T dan CKMB telah diterima sebagai petanda paling


penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC)
dan ACC dianggap mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan
tingkat kenaikan troponin. CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga
ditemukan di tot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan
meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.4

Enzim-enzim jantung yang bermanfaat dalam diagnosis dan pemantauan MCI :5

1. SGOT/ AST : naik sekitar 6-8 jam setelah mulainya MCI dan mencapai kadar
normal pada hari ke-5. SGOT juga meninggi. SGOT juga meninggi pada
penyakit hati, nekrosis otot, ginjal, otak, dan lain-lain.

2. LDH : Kadarnya akan naik dalam waktu 24 jam setelah terjadinya MCI,
mencapai kadar tertinggi pada hari ke-4 dan menjadi normal kembali dalam
waktu 8-14 hari. Isoenzim terpenting adalah α HBDH (LDH 1). LDH juga
dapat meninggi pada penyakit parenkim hati, anemia megaloblastik,
leukemia,hemolisis darah) dan lainnya.
3. CK/CPK : Kadar CK naik sekitar 6 jam setelah berjangkitnya MCI dan pada
kasus-kasus tanpa penyulit mencapai kadar tertinggi dalam waktu 24 jam
untuk menjadi normal kembali dalam waktu 72-96 jam.

4. Tes CKMB : CKMB adalah isoenzim CK yang spesifik untuk sel otot jantung
karena itu kenaikan aktivitas CKMB lebih mencerminkan kerusakan otot
jantung. Kadar CKMB seperti CK (total) mulai naik 6 jam setelah mulainya
MCI, mencapai kadar tertinggi lebih kurang 12 jam kemudian dan biasanya
lebih cepat mencapai kadar normal daripada CPK yaitu dalam waktu 12-48
jam. Sensitivitas tes CKMB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifitas
agak rendah. Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat
digunakan rasio antara CKMB terhadap CK total, dan tes-tes tersebut
diperiksa selama 36 jam pertama setalah onset penyakit maka diagnosis MCI
dapat dianggap pasti.

5. Troponin

Dibedakan menjadi 3 tipe yaitu C, I, dan T dimana I dan T lebih spesifik


untuk otot jantung. Troponin adalah protein spesifik berasal dari miokard (otot
jantung), kadarnya dalam darah naik bila terjadi kerusakan pada otot jantung.
Kadar troponin dalam darah mulai naik dalam waktu 4 jam setelah permulaan
MCI, selanjutnya meningkat terus dan dapat diukur satu minggu. Tes troponin
tidak diperiksa tersendiri, sebaiknya disertai dengan pemeriksaan laboratorium
lain seperti CKMB, CK, CRP,hsCRP, dan AST.

DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan skenario yang didapat pasien tersebut menderita angina pektoris


tidak stabil/APTS (UAP/Unstable Angina Pectoris). Angina tidak stabil (UAP) termasuk
gejala infark mioakard pada sindrom koroner akut dan memerlukan tindakan klinis yang
menyeluruh. Angina tidak stabil adalah kombinasi angina klasik dan angina varian, dan
dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung.1

Yang dimasukkan ke dalam angina tidak stabil, yaitu : 4

1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat
dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari

2. pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
prespitasi makin ringan

3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

Gambaran klinis angina pektoris 4

1. Lokasi : biasanya di dada, substernal atau biasanya di kirinya dengan penjalaran ke


leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggug
atau pundak kiri.

2. Kualitas nyeri : biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/ berat di
dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-
remas atau dada mau pecah dan biasanya disertai dengan keringat dingin dan sesak
napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa
diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia
hanya merasa tidak enak di dadanya (chest discomfort).

Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat, tapi tidak berhubungan
dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat
diprespitasi oleh stress fisik ataupu emosional.

3. Kuantitas nyeri : Nyeri yang timbul pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka
harus dipertimbangkan sebagai angina tidak stabil (UAP). Nyeri dapat dihilangkan
dengan nitrogliserin subligual dalam hitungan detik sampai beberapa menit.
Nyeri tidak terus-menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin
bertamabah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsug terus-
menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina
pektoris.

Gambaran klinis angina pektoris tidak stabil (UAP) 4

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina
yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

DIAGNOSIS BANDING

1. NSTEMI

Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya
tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis
UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker
jantung. 4

Biomarker Kerusakan Miokard

Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada
pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam
dan dapat menetap sampai 2 minggu.4

2. Angina Pektoris Stabil

Angina stabil atau disebut juga angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas
fisik seperti berolahraga atau naik tangga. Pajanan dingin terutama apabila disertai
dengan kerja dapat meningkatkan kebutuhan metabolik jantung dan merupakan
stimulan kuat untuk terjadinya angina klasik. Stres mental, termasuk stres yang terjadi
akibat rasa marah serta tugas mental berhitung dapat mencetuskan angina klasik.
Nyeri pada angina jenis ini biasanya menghilang apabila individu bersangkutan
menghentikan aktivitasnya.1

3. Prinzmetal Angina

Angina ini terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyatannya
sering terjadi pada saat istirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal (varian), suatu
arteri koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemia jantung di bagian hilir.
Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Pada lain waktu,
arteri koroner tidak mengalami sklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tidak
jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal
ini menyebabkan peptida vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan
menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina varian.1

ETIOLOGI 6

1. Aterioklerosis

2. Spasme arteri koroner

3. Anemia berat

4. Artritis

Faktor Pemicu Serangan 7

1. Emosi

2. Stres

3. Beban sirkulasi tambahan : makan dalam jumlah banyak atau pada cuaca dingin
4. Banyak merokok

5. Kerja fisik terlalu berat

Faktor Resiko 7

1. Dapat diubah : hiperlipidemia, rokok, hipertensi, stres, obesitas, kurang aktifitas,


diabetes melitus, pemakaian kontrasepsi oral.

2. Tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, herediter.

EPIDEMIOLOGI

Di amerika serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina
pectoris tak stabil, dimana 6-8% kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak
fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.

PATOFISIOLOGI

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay


oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa
penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang
bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis.

Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung.
Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat


oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya
fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang
memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum
mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan
maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan
angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan
asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah
suatu keadaan yang berlangsung singkat.1

Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak stabil : 4

1. Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris


tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic
cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan
intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur
menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi
terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi
infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%
dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.

2. Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar


terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan
karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti
lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya
trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak
berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk
memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan
platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam
memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

3. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan
spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat
menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

4. Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan


migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan
bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.

5. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik

PENATALAKSANAAN

Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin
perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat
nitrogliserin.

Terapi Medika Mentosa 4

1. Obat anti-iskemia

a. Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,


dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall
stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen
suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan
secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam.
Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.

Preparat :

- Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual

Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit

Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit

- Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual

Isodil 5-10 mg tablet sublingual

Cedocard 5-10 mg tablet sublingual

b. β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek


penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-
blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c. Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan
tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :

- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan


penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik
negatif juga kecil. Contoh: nifedipin.

- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan


mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal. Contoh : verapamil dan diltiazem.

2. Obat anti-agregasi trombosit

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti
bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.

a. Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi


kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai
72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan
untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis
selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.

b. Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.

c. Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat


menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari
d. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor
tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :

- absiksimab suatu antibodi mooklonal

- eptifibatid suatu siklik heptapeptid

- tirofiban suatu nonpeptid mimetik

Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk
obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak stabil.

3. Obat anti-trombin

a. Unfractionated Heparin

Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai


polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang
berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja
menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma,
sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat
ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).

b. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.


Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c. Direct Thrombin Inhibitors

Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja


langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).

4. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat


dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left
main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang
kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada
satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan
pembedahan PCI merupakan pilihan utama.

Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty


(PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik.
Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan
melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung.
Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal
ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan
arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk
dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh
baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau
arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar
tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah
pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi
mortalitas jangka-panjang.1
Terapi Non Medika Mentosa 1

1. Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume


sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal
ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi
duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring,
meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.

2. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

PENCEGAHAN

1. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,
penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.4

2. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit
DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.8

3. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan
serangan angina klasik pada seseorang.1

4. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk


meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung 4

KOMPLIKASI

1. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah
sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel
untuk menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan
energinya.1
2. Aritmia

Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat
berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun
banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina,
gagal jantung.4

3. Gagal Jantung

Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan
disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau
tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama
(kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.1

PROGNOSIS

Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta memberikan
pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis yang baik. Namun
bila tidak dapat menimbulkan kematian.

KESIMPULAN

Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu gejala atau sindrom yang menandakan
adanya iskemi pada sel-sel otot jantung. Iskemi tersebut timbul akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen pada jantung yang biasanya terjadi karena
arterosklerosis. Sindrom tersebut timbul dengan rasa nyeri pada kiri dan dapat menyebar
ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen. Angina tidak stabil dapat
terjadi pada saat istirahat atau saat melakukan kerja dan dapat disertai dengan keluhan
seperti mual, muntah,sesak napas, dan keringat dingin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
2. David Rubenstein, David Wayne,John Bradley. Lecture Notes: Kedokteran Klinis.
Edisi ke-6.Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.hal.297-301.
3. Mardi Santoso. Pemeriksaan Fisik Diagnosis. Jakarta : Yayasan Diabetes Indonesia;
2004.hal.50-57.
4. Sudoyo A.R . Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal.1728-34.
5. E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik.
Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8.
6. Burnside, John W. Diagnosis Fisik. Edisi ke-17. Jakarta: EGC;1995.
7. T. Bahri Anwar Djohan. Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi.2004.Diunduh dari
http://library.usu.ac.id, 9 September 2013.
8. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2000.

Anda mungkin juga menyukai