Anda di halaman 1dari 37

CASE BASED DISCUSSION

PPOK EKSASERBASI AKUT

OLEH

Ni Nyoman Sulindri Intan Sari


018.06.0065

PEMBIMBING

dr. Erwin Winaya, Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
laporan Case Based Discussion ini dapat terselesaikan. Laporan ini dibuat dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar, diRSUD KlungkungPada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr.Erwin Winaya, Sp.P (K) selaku pembimbing dalam Case Based


Discussion ini

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauhdari kata


sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis
miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca.

Klungkung, 15 Febuari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS..........................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................35
BAB V KESIMPULAN................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan terbatasnya aliran udara persisten dan
umumnya progresif, terkait dengan respons peradangan kronis yang
berlebihan pada saluran nafas dan parenkim paru akibat gas atau partikel
berbahaya. PPOK bersifat irreversible karena perubahan structural pada
saluran nafas kecil yaitu inflamasi kronis, fibrosis, metaplasia sel goblet dan
hipertrofi otot polos. Gejala utamanya berupa sesak napas yang memberat
saaat aktivitas, batuk dan produksi sputum berlebih.

PPOK eksaserbasi akut adalah kejadian akut yang ditandai dengan


perburukan gejala respirasi yang berbeda dari variasi normal sehari- hari.
Adapun gejala eksaserbasi akut yaitu sesak bertambah berat, produksi sputum
meningkat dan terjadi perubahan warna sputum. Morbiditas dan mortalitas
penderita PPOK dihubungkan dengan eksaserbasi periodik yaitu terjadi
perburukan gejala. Eksaserbasi memicu kondisi klinis yang beragam sesuai
derajat serangan.

Pada pasien PPOK, pneumonia adalah salah satu infeksi yang paling
umum. Pneumonia ditandai dengan adanya infiltrat pada gambaran radiologi
dada disertai penyakit akut yang terkait dengan satu atau lebih tanda dan
gejala, seperti batuk dengan atau tanpa dahak, nyeri dada pleuritik, dispnea,
demam atau hipotermia, perubahan suara nafas pada auskultasi dan
leukositosis. Dalam kasus ini, kami melaporkan seorang pasien pria berusia 75
tahun dengan keluhan sesak napas, demam, dan batuk. Yang didiagnosis
sebagai eksaserbasi akut PPOK dengan pneumonia. Pasien mendapatkan
berbagai jenis terapi saat dirawat di rumah sakit dan memberikan respon klinis
yang baik.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas pasien
 Nama : Tn. IWS
 Tanggal Lahir : 31-12-1958
 Usia : 65 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
 Pendidikan : SD
 Pekerjaan : Buruh kelapa
 Alamat : Dusun pasek (Klungkung)
 Status Perkawinan : Sudah Menikah
 Tanggal MRS : 10 Febuari 2023
 No. RM : 031657
 Ruangan : Jambu ruang 3 (Bed 17)

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama: Sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Klungkung dengan keadaan sadar dan
diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas sejak kemarin
malam 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan
sesak ini dirasakan terus menerus dan semakin memberat hingga
mengganggu aktivitas pasien. Pada awalnya pasien tidak mengalami
sesak seberat ini dan rutin kontrol ke poli paru namun pasien
mengatakan semenjak obat semprotnya habis sekitar seminggu yang
lalu keluhanya mulai muncul dan memberat. (+). Pasien sudah di terapi
nebulizer di IGD namun keluhan sesak tidak membaik

Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah batuk dan berdahak


yang kadang sulit dikeluarkan sejak 2 hari lalu, dahak yang dikeluarkan
terkadang warna putih dan kadang sedikit hijau, dahak berdarah
(-)batuk dirasakan pasien sudah lama sejak 1 tahun yang lalu dan batuk
dirasakan semakin sering, pasien mengalami demam sejak 1 hari yang
lalu, mual (+), muntah (+).nyeri disekitar perut (-) BAK dan BAB
normal.

Pasien memiliki riwayat sering sesak dan batuk dan rutin


mendapatkan pengobatan. Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP
namun baru saja berhenti sekitar 6 bulan yg lalu

 Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat keluhan yang sama : (+) MRS 14 November 2022


Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (+) terkontrol sejak 4 bulan yg lalu
Riwayat penyakit jantung : (-)
Riwayat asma/alergi : (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat DM : (-)
Riwayat penyakit jantung : (-)
Riwayat asma : (-)
 Riwayat Sosial:
Merokok : (+) Sejak SMP 2 bungkus/ hari, namun saat
ini sudah berenti sejak 6 bulan yang lalu
Minum alkohol : (+) namun saat ini sudah berenti 6 bulan
yang lalu

• Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Lemah
 Kesadaran : Composmentis
 GCS:E4V5M6
 Tanda-TandaVital:
•TD : 158/86 mmHg
•Nadi : 78×/menit teraba, kuat angkat, reguler
•RR : 28×/menit
•Suhu : 36℃ aksila
•SpO2 : 95% tekananan ruang
•VAS : -
•BB : 58 kg
• TB : 160 cm
• IMT: 22,65 kg/m2
• Status Generalis
• Kepala : normocephali
• Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek
pupil (+) isokor, edema palpebral (-).
• Hidung : discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas
(-/-), deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).

• Mulut dan gigi : mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor
(-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral (-), carries gigi
(-).
• Telinga: kelainan kongenital(-),discharge (-).
• Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-), JVP (5+1) cmH2O, deviasi trakea (-)
• Thorax: Cor
• Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
• Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
• Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea midsternalisdextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior Sin
Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalissinistra Batas
Pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
• Auskultasi:
Suara jantung utama : S1S2 tunggal regulerr, Murmur
(-), Gallop : (-)
• Thorax: Pulmo (depan dan belakang)
• Inspeksi:

Statis: Normochest, bentuknya simetris kanan dan kiri,


tidak tampak kelainan bentuk seperti barrel chest,
scoliosis, kifosis maupun lordosis, gerakan nafas tertinggal
(-), massa (-), tanda peradangan (-)
Dinamis : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal ,
tidak ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada
keterbatasan gerak dinding dada

• Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, pergerakan dinding dada


simetris kanan dan kiri, fremitus taktil kanan kiri
getarannya sama.
• Perkusi: pekak di lapang paru kanan dan Sonor di lapang
paru kiri.
• Auskultasi:

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + + +
+ + + +
+ + + +

• Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata, tidak
tampak peradangan
- Auskultasi: Bising usus(+) normal
- Perkusi:
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
- Palpasi: distensi (-), nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
- hepatomegaly (-), splenomegaly (-), Pemeriksaan ascites: tes
undulasi (-)
• Genitalia: Dalam batas normal
• Ekstremitas
Akral hangat
+ +
+ +

Edema
- -
- -

• CRT < 2 detik


• Turgor kulit normal
• Kulit tidak kering

• Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap10 febuari 2023
Pemeriksaan urin 10/2/23

Pemeriksaan kimia klinik febuari 2023


Jenis hasil Nilai
pemeri 1010 1111 1212 1313 rujua
ksaan n
Glukos 348 - 396 270 80-
a rapid 200
sewakt
u
Glukos 219 <140
a darah
2 jam
PP
Glukos 233 74-
a darah 106
puasa

Radiologi: foto Thorax

Hasil permeriksaan foto thorax AP:


 Batas jantung terselubung
• Mengesankan gambaran pneumonia dengan dominan fibrosis
• Efusi pleura kanan organisasi, adanya atelectasis maupun destroy
lung masih memungkinkan

2.4 Diagnosis Kerja

PPOK Eksaserbasi Akut,


Pneumonia bakteri, efusi pleura kanan
DM tipe II
2.5 Penatalaksanaan yang sudah diberikan
Terapi IGD 10/02/2023
Terapi awal
 IVFD NaCl0,9% 500cc habis dalam 1 jam,
 Injeksi Ondansetron,
 Injeksi Omeprazole,
 KIE rawat inap
Terapi lanjutan
  O2 Nasal 4Lpm,
 RL 7tetes/menit,
 Paracetamol 3x500mg k/p,
 Levofloxacin 1x750mg IV,
 Lansoprazol 1x30mg IV,
 Asetil sistein 3x200mg po,
 Nebul midatro plus budesma tiap 8jam, Fartison 2x100mg IV,
Symbicort 2x160mcg,
 Apidra Solostar dengan dosis 3x8unit,
 Ezelin 1 Pre-filled pen @3ml, 100 unit/ml dengan dosis 1x18
unit,
 Cek GDS ulang jam 20.00, Cek GD 1/2 besok

Terapi ruangan
 Paracetamol 500mg kaplet dengan dosis 3x1 ket jika demam,
 Levofloxacin 750mg/100ml infus dengan dosis 1x750mg),
 Lansoprazole 30 mg caps dengan dosis 1x30mg
 N-ACE Acetylcysteine 200mg caps dengan dosis 3x200mg
 Budesma 0,5mg/ml inh dengan dosis 3x1,
 Meprovent inh dengan dosis 3x1,
 Fartison 100 mg inj dengan dosis 2x100mg,
 Symbicort 160/4,5 mcg inh dengan dosis 2x1 puff
 zelin 0-0-24
 apidra 3x8
2.6 Follow up

11 Febuari 2023
S Sesak nafas (+) , lemas , mual, batuk tidak produktif
O KU: Lemah Kesadaran:
Composmentis (E4V5M6) SpO2: 95% dengan 𝑂2 Nasal
kanul 4lpm
Tanda Vital :
- TD : 116/99 mmHg
- N : 94 x/menit
- RR: 22x/menit
- Suhu : 36.2oC axila
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks
pupil (+/+), oedema palpebra (-/-)
- THT : Massa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda
asing (-), mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil
hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), KGB (-), deviasi
trakea (-)
- Thorax: Paru : Inspeksi :
- Statis : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak
nampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan maupun sikatrik
- dinamis: tidak ada pergerakan dada yang tertingga , tidak
ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada keterbatasan
gerak dinding dada
Perkusi: pekak di lapang paru kanan dan Sonor lapang paru
kiri.
Auskultasi:

Vesikuler Ronki whezing

+ + + +
+ + + +
+ + + +
Abdomen
-Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata, tidak
tampak peradangan
Auskultasi: Bising usus(+) normal
Perkusi:

Timpani Timpani Timpani


Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Palpasi: distensi (-), nyeri tekan

- - -
- - -
- - -
hepatomegaly (-), splenomegaly (-), Pemeriksaan ascites:
tes undulasi (-)
Genitalia: Dalam batas normal

Ekstremitas
Akral hangat Edema

+ +
+ + - -

Edema - -

-CRT < 2 detik


-Turgor kulit normal
-Kulit tidak kering

A PPOK Eksesebasi Akut ,Pneumonia bakteri, DM tipe 2


P  Paracetamol 500mg kaplet dengan dosis 3x1 ket jika
demam,
 Levofloxacin 750mg/100ml infus dengan dosis 1x750mg),
 Lansoprazole 30 mg caps dengan dosis 1x30mg
 N-ACE Acetylcysteine 200mg caps dengan dosis
3x200mg
 Budesma 0,5mg/ml inh dengan dosis 3x1,
 Meprovent inh dengan dosis 3x1,
 Fartison 100 mg inj dengan dosis 2x100mg,
 Symbicort 160/4,5 mcg inh dengan dosis 2x1 puff
 ezelin 0-0-20 apidra 3x8

12 Febuari 2023
S Sesak nafas mulai membaik , batuk tidak produktif
O KU: Lemah Kesadaran:
Composmentis (E4V5M6) SpO2: 95% dengan 𝑂2 Nasal
kanul 4 lpm
Tanda Vital :
- TD : 122/73 mmHg
- N : 94 x/menit
- RR: 18x/menit
- Suhu : 336,3oC axila
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks
pupil (+/+), oedema palpebra (-/-)
- THT : Massa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda
asing (-), mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil
hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), KGB (-), deviasi
trakea (-)
- Thorax: Paru : Inspeksi :
- Statis : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak
nampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan maupun sikatrik
- dinamis: tidak ada pergerakan dada yang tertingga , tidak
ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada keterbatasan
gerak dinding dada
Perkusi: pekak di lapang paru kanan dan Sonor lapang paru
kiri.
Auskultasi:

Vesikuler Ronki whezing

+ +
+ +
+ +

Abdomen
-Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata, tidak
tampak peradangan
Auskultasi: Bising usus(+) normal
Perkusi:

Timpani Timpani Timpani


Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Palpasi: distensi (-), nyeri tekan

- - -
- - -
- - -
hepatomegaly (-), splenomegaly (-), Pemeriksaan ascites:
tes undulasi (-)
Genitalia: Dalam batas normal

Ekstremitas
Akral hangat Edema

+ +
+ + - -

Edema - -

-CRT < 2 detik


-Turgor kulit normal
-Kulit tidak kering

A PPOK Eksesebasi Akut ,Pneumonia bakteri, DM tipe 2


P  Paracetamol 500mg kaplet dengan dosis 3x1 ket jika
demam,
 Levofloxacin 750mg/100ml infus dengan dosis 1x750mg),
 Lansoprazole 30 mg caps dengan dosis 1x30mg
 N-ACE Acetylcysteine 200mg caps dengan dosis
3x200mg
 Budesma 0,5mg/ml inh dengan dosis 3x1,
 Meprovent inh dengan dosis 3x1,
 Fartison 100 mg inj dengan dosis 2x100mg,
 Symbicort 160/4,5 mcg inh dengan dosis 2x1 puff
 ezelin 0-0-20 apidra 3x8

13Febuari 2023
S Sesak nafas tidak ada,deman tidak ada, batuk membaik
O KU: Lemah Kesadaran:
Composmentis (E4V5M6) SpO2: 95% dengan 𝑂2 Nasal
kanul 4 lpm
Tanda Vital :
- TD : 122/73 mmHg
- N : 94 x/menit
- RR: 18x/menit
- Suhu : 336,3oC axila
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks
pupil (+/+), oedema palpebra (-/-)
- THT : Massa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda
asing (-), mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil
hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), KGB (-), deviasi
trakea (-)
- Thorax: Paru : Inspeksi :
- Statis : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak
nampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan maupun sikatrik
- dinamis: tidak ada pergerakan dada yang tertinggal , tidak
ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada keterbatasan
gerak dinding dada
Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi:

Vesikuler Ronki whezing

+ +
+ +
+ +
Abdomen
-Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata, tidak
tampak peradangan
Auskultasi: Bising usus(+) normal
Perkusi:

Timpani Timpani Timpani


Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Palpasi: distensi (-), nyeri tekan

- - -
- - -
- - -
hepatomegaly (-), splenomegaly (-), Pemeriksaan ascites:
tes undulasi (-)
Genitalia: Dalam batas normal

Ekstremitas
Akral hangat Edema

+ +
+ + - -

Edema - -

-CRT < 2 detik


-Turgor kulit normal
-Kulit tidak kering

A PPOK Eksesebasi Akut ,Pneumonia bakteri, DM tipe 2


P  Paracetamol 500mg kaplet dengan dosis 3x1 ket jika
demam,
 Levofloxacin 750mg/100ml infus dengan dosis 1x750mg),
 Lansoprazole 30 mg caps dengan dosis 1x30mg
 N-ACE Acetylcysteine 200mg caps dengan dosis
3x200mg
 Budesma 0,5mg/ml inh dengan dosis 3x1,
 Meprovent inh dengan dosis 3x1,
 Fartison 100 mg inj dengan dosis 2x100mg,
 Symbicort 160/4,5 mcg inh dengan dosis 2x1 puff
 ezelin 0-0-20 apidra 3x8
 terapi lanjutan poliklinis
 BPL
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 PPOK
3.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah Penyakit paru yang dapat
dicegah dan dapat pula untuk diobati, dimana PPOK memiliki karakteristik
atau simptomp persisten pada system respirasi dan terdapat pula hambatan
pada aliran udara di saluran nafas dan atau ketidak normalan pada alveolar
yang disebabkan oleh paparan zat tertentu berupa partikel berbahaya atau gas.
Pasien PPOK ditandai dengan hambatan pada aliran udara di saluran
pernafasan yang tidaklah sepenuhnya reversible (Verayanti Budiman, 2021).
Hambatan aliran udara pada pasien PPOK disebabkan oleh penyempitan
dari saluran nafas seperti terjadinya bronkiolitis obstruksi dan destruksi
parenkim yang biasanya terjadi pada empisema, dengan kontribusi yang
bervariasi pada tiap organnya (Putra &Artika,2017).
3.1.2 Epidemiologi
Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan metode
survei, kriteria diagnostik, serta pendekatan analisis yang dilakukan pada
setiap studi. Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang
dilakukan terhadap lima negara di Amerika Latin (Brasil, Meksiko,
Uruguay, Chili, dan Venezuela) didapatkan prevalensi PPOK sebesar
14,3%, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 18,9% dan
11.3%.5 (Fitri Tambunan et al., 2021)

Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2017


(RISKESDAS), adalah sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini
meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%)
dibanding perempuan (3,3%) Prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%
atau sekitar 9,2 juta penduduk Indonesia. PPOK pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan dengan usia pertengahan di atas 40 tahun, Prevalensi
PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah.
Prevalensi PPOK di indonesia terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%),
diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan masing-
masing 6,7% dan Bali (3,5%) (Riskesdas, 2013). sedangkan pada provinsi
Bali mencapai angka 3,5% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016) (GOLD, 2017) (Kemenkes, 2017).
Angka dari penderita PPOK ini diperkirakan akan terus bertambah
dikarenakan semakin tingginya perokok di Indonesia dan udara yang tidak
bersih akibat dari penggunaan kendaraan bermotor serta asap yang
ditimbulkan industri.

3.1.3 Etiologi
PPOK dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok, seringnya terpapar zat-
zat tertentu yang berbahaya, seperti polusi udara. Selain disebabkan oleh
lingkungan,dapat juga disebabkan oleh faktor genetik, abnormal paru dan
proses penuaan merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian PPOK.
Penyebab tersering PPOK adalah merokok seperti pipe, cigar, dan water
pipe. Selain itu, pengkonsumsian marijuana merupakan faktor risiko lain dari
PPOK.
Penyebab lain dari PPOK berupa penyebab intra thoraks dan Extra thorak.
Intra thoraks seperti Asthma, kanker paru, tuberculosis, bronchiektasis, gagal
jantung kiri, penyakit paru interstitial, kistik fibrosis, batuk kronik. Dan Ekstra
thoraks seperti rinitis alergi kronik, sindrom post nasal drip (PNDS), sindrom
batuk saluran nafas atas, refluks gastroesofagus, dan obat-obatan seperti
golongan ACE Inhibitor (Ciptaningrum & Karyus, 2022).
3.1.4 Faktor resiko
Menurut KEMENKES RI ada beberapa factor resiko penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) meliputi :
- Rokok, Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan
factor utama penyebab PPOK serta sejumlah penyakit pernafasan
lainnya.
- Pajanan Polusi udara, misalnya kendaraan bermotor, debu jalanan, gas
buangan industry, briket batu bara, debu vulkanik gunung Meletus, asap
kebakaran hutan, asap obat nyamuk bakar, asap kayu bakar , Polusi
ditempat kerja (bahan kimia, debu/ zat iritasi dan gas beracun).
- Usia, PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun.
Gejala penyakit umumnya muncul pada pengidap yang berusia 35
hingga 40 tahun.
- Keturunan / genetic. Jika memiliki anggota keluarga yang mengidap
PPOK, maka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit
yang sama.
3.1.5 Patofisiologi
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon
inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk
amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan disebabkan faktor genetik.
Beberapa pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada
pasien ini belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan
kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik
perubahan patologis PPOK (Sari et al., 2021).
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan
mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran
napas dan parenkim paru-paru. Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme
penguatan penting dalam PPOK. Biomarker stres oksidatif (misalnya,
peroksida hidrogen, 8- isoprostan) meningkat dalam dahak, kondensat
hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK. Stres oksidatif
lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang dihasilkan oleh asap
rokok dan partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel
inflamasi (seperti makrofag dan neutrophil) diaktifkan. Mungkin juga ada
penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK. Stres oksidatif memiliki
beberapa konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktivasi gen
inflamasi, inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan stimulasi
eksudasi plasma meningkat. Perubahan patologis karakteristik PPOK
ditemukan di saluran napas proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan
vascular paru (Sari et al., 2021).
Perubahan patologis akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan
sel inflamasi kronis di berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan
dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara
umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap
berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti
merokok (Sari et al., 2021).
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara
kecil berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan
FEV1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer
ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas
residual fungsional, khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai
hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan
kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit
merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea pada aktivitas. Tingkat
keparahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q). Obstruksi jalan napas perifer
juga menghasilkan ketidakseimbangan VA/Q, dan penggabungan dengan
gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakit yang sudah parah akan
mengurangi ventilasi, yang menyebabkan retensi karbon dioksida.
Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru
akan lebih memperburuk kelainan VA/Q. Hipersekresi lender, yang
mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah gambaran dari bronkitis kronis
tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara.
Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki gejala
hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang
meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa
sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau
agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang
hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR. Kakeksia
umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan karena
hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosis
yang meningkat dan atau tidak digunakannya otot-otot tersebut. Pasien
dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi dan
anemia kronis (Sari et al., 2021).
3.1.5 Diagnosis
Indikator utama untuk mempertimbangkan diagnosis PPOK dengan
melakukan pengukuran spirometry. Jika salah satu indikator ini ada pada
individu di atas usia 40 tahun. Ada beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk menegakkan
diagnosis (Putra & Artika, 2017).
Dyspnea Progresif dari waktu ke waktu, akan lebih sesak
apabila berolahraga atau beraktivitas. Persisten.

Batuk Kronis Gejala dapat intermitten atau hilang timbul, dan


Mengi yang berulang.

Produksi Setiap pola produksi sputum kronis dapat


sputum kronis mengidentifikasikan PPOK

Infeksi saluran nafas bawah berulang


Faktor resiko Faktor penjamu (faktor genetik,asap tembakau,
asap indrustri, debu , uap gas dan bahan kimia
launya di tempat kerja

Riwayat Misalnya berat badan lahir rendah, infeksi saluran


Keluarga pernafasan masa kanak-kanak.
dengan PPOK
dan atau faktor
masa
kecil

Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut:

Gambaran klinis

1. Amnanesis

 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala


pernapasan

 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara

 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksan fisik

Inspeksi :

- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)

- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding) -


Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater Palpasi Pada emfisema


fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma


rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi

- Suara napas vesikuler normal, atau melemah

- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa

- Ekspirasi memanjang

- Bunyi jantung terdengar jauh Pink puffer adalah gambaran yang khas
pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-
lips breathing. Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik,
penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan rongki basah di
basal paru, sianosis sentral dan perifer.

3. Pemeriksaan rutin

a) Faal Paru

Spirometri (VEP1 , VEP1 prediksi, KVP, VEP1 /KVP)


- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 prediksi (%) dan atau VEP
1 /KVP (%). - Obstruksi: % VEP 1 (VEP 1 /VEP 1 pred) < 80% VEP
1 % (VEP 1 /KVP) < 75%

- VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk


menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE


(Arus puncak Ekspirasi) meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore,
tidak lebih dari 20%.

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan


APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20


menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE

b) Laboratorium darah rutin , analisis gas darah

c) Radiologi pada emfisema terlihat gamabaran hiperinflasi , hiperlusen

3.1.3 Diagnosis Banding


PPOK Onset pada usia tua atau paruh baya Gejalanya
perlahan lahan dan progresif
Riwayat merokok atau paparan jenis asap lainnya
Asthma Onset dari kecil (masa kanak-kanak) Gejalanya
sangat bervariasi dari hari ke hari
Gejala memburuk pada malam hari/pagi hari
alergi , rhinitis dan atau cuaca ekstrim
Riwayat keluarga terkena asma
Obesitas
Gagal Jantung Rontgen dada menunjukkan jantung melebar,
edema
kongestif
paru, tes fungsi paru menunjukkan pembatasan
volume, bukan pembatasan aliran udara.
Bronkiektasis Volume sputum banyak dan purulent
Berhubungan dengan infeksi bakteri
Rontgen dada menunjukkan pelebaran
bronkus,
penebalan dinding bronkus
Tuberculosis Bisa dimulai di segala usia
Adanya infiltrat paru, dan terkonfirmasi adanya
mikrobiologi
Bronkiolitis Onset paa usia yang lebih muda, bukan prokok
Obliteratif Bisa juga karena memiliki Riwayat rheumathoid
artritis atau paparan asap akut.
Panbronkiolitis Pada pasien keturunan asia, mayoritas laki-laki
difus dan bukan perokok. Hampir semua menderita
sinusitis kronik. Rontgen dada dan HRCT
menunjukkan kekeruhan nodular sentrilobular
kecil difus dan
hiperinflasi.
(GOLD-2022_teaching-Slide-Set-V1, n.d.)

3.2 Spirometri
Spirometri secara khusus digunakan untuk menentukan klasifikasi
keterbatasan aliran udara berdasarkan cut off poin. Derajat keterbatasan
aliran udara dikaitkan dengan peningkatan prevalensi eksaserbasi dan
risiko kematian. Tabel di bawah ini menunjukkan klasifikasi keparahan
keterbatasan aliran udara pada PPOK (GOLD-2022_teaching-Slide-Set-V1,
n.d.).
Kalsifikasi keparahan Batasan aliran udara pada PPOK (berdasarkan
Post-
Bronkodilator FEV)
Pada Pasien dengan FEV1/FVC < 0.70
GOLD 1 Ringan FEV, 80%, diprediksi
GOLD 2 Sedang 50% FEV, < 80%, diprediksi
GOLD 3 Berat 30% FEV, < 50% diprediksi
GOLD 4 Sangat Parah FEV, < 30% diprediksi

3.3 Modifikasi MRC Skala Dyspnea


Ada beberapa kuesioner yang divalidasi untuk menilai gejala pada
pasien PPOK yang digunakan untuk membedakan pasien dengan gejala
yang lebih ringan dan pasien dengan gejala yang lebih berat. Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah
merekomendasikan penggunaan modifikasi British Medical Research
Council (mMRC) suatu kuesioner pada sesak napas atau COPD
Assessment Test (CAT), yang keduanya memiliki cakupan yang lebih luas
terhadap dampak PPOK pada kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan
pasien. Skala gejala lain dapat juga digunakan, misalnya kuesioner klinis
PPOK (GOLD-2022_teaching-Slide-Set-V1, n.d.).
mMRC Saya hanya terengah engah dengan ☐
olahraga
grade 0
berat
mMRC Saya sesak nafas saat bergegas di lantai ☐
atau
grade 1
berjalan sedikit mendaki
mMRC Saya berjalan lebih lambat daripada ☐
grade 2 orang orang pada usia saya, karena sesak
napas. Saya harus berhenti sejenak
untuk menarik
napas sesuai kecepatan saya sendiri.
mMRC Saya berhenti berjalan setelah 100 meter ☐
dan
grade 3
setelah beberapa menit pada jalan yang
rata.
mMRC Saya terlalu terengah engah ☐
untuk
grade 4
meninggalkan rumah atau saya
terengah engah saat menggunakan
pakaian

3.4 COPD Asessment Test (CAT)


Untuk setiap item dibawah ini, beri tanda (X) pada kotak yang paling
menggambarkan anda saat ini, pastikan untuk hanya memilih satu jawaban
untuk setiap pertanyaan.
Keterangan : (Skor CAT <10 gejala ringan, skor CAT>10 gejala berat)

3.5 PPOK Eksaserbasi

PPOK eksaserbasi akut adalah peristiwa akut yang ditandai dengan


memburuknya gejala pernapasan pasien yang melebihi variasi normal
sehari-hari dan menyebabkan perubahan dalam pengobatan. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti
sesak nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan
volume atau purulensi sputum. Terkadang dapat juga memberikan gejala
yang tidak khas seperti malaise, fatigue dan gangguan susah tidur (Sari et
al., 2021).
Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi dua yaitu
gejala respirasi berupa sesak napas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering,
napas yang dangkal dan cepat. Sedangkan gejala sistemik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan status
mental pasien (Verayanti Budiman, 2021).
Tingkat terjadinya eksaserbasi sangat bervariasi antara pasien.
Prediktor terbaik adalah dengan menilai riwayat peristiwa seringnya
eksaserbasi sebelum diobati. Keparahan eksaserbasi biasanya
diklasifikasikan sebagai ringan saat gejala eksaserbasi pernafasan
membutuhkan pengobatan inhalasi terhadap pasien, moderat ketika gejala
eksaserbasi pernafasan membutuhkan intervensi medis

termasuk pemberian antibiotik dan steroid oral, dan saat gejala eksaserbasi
berat pernafasan memerlukan rawat inap.
Indikasi rawat jalan :
 Eksaserbasi ringan sampai sedang
 Gagal nafas kronik
 Tidak ada gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
 Sebagai evaluasi rutin berupa pemberian obat optimal,
evaluasi progesifitas optimaldan edukasi.
Indikasi rawat inap :
 Eksaserbasi sedang hingga berat
 Terdapat komplikasi berupa infeksi saluran nafas berat
 Gagal nafas akut , gagal jantung kanan.
Tabel derajat eksaserbasi PPOK Pada Pasien rawat inap dan
rawat jalan
Mild Eksaserbasi yang ditangani dengan
antibiotic, namun tidak membutuhkan
steroid sistemik. Tidak dijumpai
gagalnafas atau jika tidak ada
pemeriksaan Analisa gas darah dari
gejala klinik pasien dapat
diasumsikan tanpa gagal nafas
Moderate Eksaserbasi yang ditangani dengan
kortikosteroid parenteral dengan atau
tanpa antibiotic. Tidak dijumpai gagal
nafas atau jika tidak ada pemeriksan
Analisa gas darah dari gejala klinis
pasien dapat diasumsikan
tanpa gagal nafas
Severe Gagal nafas tipe 1 dengan hipoksemia
namun tanpa retensi karbondioksida dan
tanpa asidosis. Pa)2 < 8 kPa
(60mmHg), PaCo2 < 6 kPa (45mmHg))
Very severe Gagal nafas tipe 2 dengn hipoksemia
terkompensasi, retensi karbondioksida
amun tanpa asidosis. PaO2 < 8kPa
(60mmHg), Pa Co2 > 6 kPa (45mmHg)
dan konsentrasi >
44nM (pH >7.35)
Life threatening Gagal nafas tipe 2 dengn
hipoksemia

terkompensasi, retensi karbondioksida


amun tanpa asidosis. PaO2 < 8kPa
(60mmHg), Pa Co2 > 8 kPa (45mmHg)
dan konsentrasi >
44nM (pH <7.35)

Modifikasi British Medical Research Council (mMRC) atau skala CAT


direkomendasikan untuk menilai gejala, dengan tingkat mMRC ≥ 2 atau
skor CAT ≥ 10 menunjukkan tingkat gejala berat. Cut off ini harus
digunakan sebagai indikator. Tujuan utamanya adalah untuk memisahkan
pasien dengan beban gejala yang berat dari gejala ringan (GOLD-
2022_teaching-slide-set VI,n.d).
Ada dua metode untuk menilai resiko eksaserbasi. Salah satunya adalah
metode berbasis populasi menggunakan klasifikasi spirometri GOLD
dengan kategori GOLD 3 atau GOLD 4 menunjukkan risiko berat. Metode
lain didasarkan pada riwayat eksaserbasi dimana pasien yang mengalami
eksaserbasi dua atau lebih pertahun menunjukkan risiko berat. Keterangan
tentang mMRC, skala CAT dan klasifikasi spirometri berdasarkan kriteria
GOLD sudah dijelaskan sebelumnya. Pada gambar dibawah ini diterangkan
bagaimana penilaian kombinasi pengobatan terhadap PPOK (GOLD-
2022_teaching-slide-set VI,n.d).
Saat ini, diagnosis eksaserbasi dilakukan secara eksklusif berdasarkan
presentasi klinis pasien yang mengeluh terjadinya perubahan gejala akut
(dispneu, batuk, dan produksi sputum) yang berada di luar keadaan normal
yang bervariasi dari hari ke hari. Penilaian dari suatu eksaserbasi
didasarkan pada riwayat penyakit terdahulu dan keluhan klinis yang
memberat pada pasien. Di masa depan dibutuhkan biomarker yang
memungkinkan untuk diagnosis dan etiologi yang lebih tepat.

3.6 Penatalaksanaan

Secara umum pemeliharaan yang digunakan pada Pasien PPOK seperti


table dibawah ini.
 Alur Penanganan PPOK

Gambar 3. Alur penanganan PPOK menurut GOLD 2021

Penanganan PPOK farmakologi


Gambar 4. Follow up Pharmacological treatment GOLD-2022
 Obat pemeliharaan untuk PPOK

Gambar 5. Obat pemeliharaan PPOK(GOLD-2022)


 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi ringan dapat dirumah , dan
dirumah sakit untuk eksaserbasi sedang-berat

Gambar 6. Penatalaksanaaan Eksaserbasi ringan di rumah, dan eksaserbasi berat di Rumah


Sakit
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien
datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari yang lalu. Sesak yang dirasakan terus
menerus hingga menggagu aktivitas. Keluah lain yang dirasakan pasien batuk
sejak 3 hari yang lalu dan mengeluarkan dahak berwarna putih . Riwayat
demam disangkal, mual (+), muntah (+). Namun sejak masuk Rumah Sakit
keluhan sesak makin memberat. Pasien memiliki riwayat PPOK sejak setahun
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara tambahan berupa whezing
selama follow up berlangsung.
Pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 10 Febuari
2023menunjukkan gambaran leukositosis. Sedangkan pemeriksaan kimia
klinik terlihat glukosa darah sewaktu dan pemeriksaan sedimen urin
menunukan postif bakteri urin. hasil pemeriksaan thorax AP
menunjukkanefusi pleura kanan . Berdasarkan hal tersebut pasien di diagnosis
mengalami PPOK eksesebasi akut dengan pneumonia. Pasien diindikasikan
dirawat dirumah sakit karena keadaan umum pasien dibawah keadaan normal,
hal ini didasarkan pada saturasi oksigen yang dibawah normal pada saat pasien
datang, nafsu makan pasien menurun yang menyebabkan pasien tampak lemas
dan hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap , sedimen urin serta glukosa
darah mengindikasikan pasien dirawat. Pasien ditatalaksana terkait kondisinya
dengan Intravenous Fluid Drops (IVFD) Ringer laktat 7 tpm, 𝑂2 Nasal kanul 4
lpm, Paracetamol 3 x 500 mg (jika diperlukan), Levofloxacin 750mg/100ml,
Lansoprazole 1 x 30mg IV, Asetilsistein 3 x 200mg per oral Meprovent inh
dengan dosis 3x1,Fartison 100 mg inj dengan dosis 2x100mg, Symbicort
160/4,5 mcg inh dengan dosis 2x1 puffzelin 0-0-24apidra 3x8, diet lunak.
BAB V
KESIMPULAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Tn. IWS
usia 75 tahun datang ke IGD RSUD Klungkung tanggal 10 Febuari 2022
dengan keluhan Sesak nafas, batuk tidak produktif, dan riwayat penyakit
terdahulunya PPOK ,DM tipe II pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
berupa Pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik yang menadakan peningkatan
glukosa darah sewaktu, glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam PP,
pemeriksaan urin serta pemeriksaan rontgen thorax. dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis pasien adalah PPOK eksersebasi akut,DM
tipe II, Pneumonia bakteri , pasien mendapatkan terapi penanganan untuk
PPOK eksaserbasi akut berupa: Paracetamol 500mg kaplet dengan dosis
3x1 ,Levofloxacin 750mg/100ml infus dengan dosis 1x750mg),Lansoprazole
30 mg caps dengan dosis 1x30mgN-ACE Acetylcysteine 200mg caps dengan
dosis 3x200mg Budesma 0,5mg/ml inh dengan dosis 3x1, Meprovent inh
dengan dosis 3x1,Fartison 100 mg inj dengan dosis 2x100mg, Symbicort
160/4,5 mcg inh dengan dosis 2x1 puffzelin 0-0-24apidra 3x8. Pasien dirawat
selama 3 hari dan diperbolehkan pulang dalam keadaan keluhan pasien
membaik terapi dilanjutkan di poliklinis.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ciptaningrum, I., & Karyus, A. (2022). PENDEKATAN KEDOKTERAN


KELUARGA. 3, 46–58.
Fitri Tambunan, F., Nurmayni, Rapiq Rahayu, P., Sari, P., & Indah Sari, S.
(2021). Hipertensi Si Pembunuh Senyap “Yuk kenali pencegahan dan
penangananya.” In Buku Saku.
GOLD-2022_teaching-slide-set-v1. (n.d.).
Kementrian Kesehatan RI. (2014). InfoDatin Pusat Data dan Informasi
Kesehatan Hipertensi. Hipertensi, 1–6.
Putra, I. P., & Artika, I. D. M. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit
Paru Obstruktif Kronis. Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar, 1–16.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4872/3658
Ramadhani, S., Purwono, J., Utami, I. T., Keperawatan, A., Wacana, D.,
Kunci, K., & Nafas, S. (2022). Penerapan Pursed Lip Breathing
Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (Ppok) Di Ruang Paru Rsud Jend. Ahmad Yani Kota Metro.
Jurnal Cendikia Muda, 2, 276–284.
Sari, C. P., Hanifah, S., Rosdiana, R., & Anisa, Y. (2021). Efektivitas
Pengobatan pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di
Rumah Sakit Wilayah Yogyakarta. JURNAL MANAJEMEN DAN
PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy
Practice), 11(4), 215.
https://doi.org/10.22146/jmpf.56418
Sodikin, M., Purwono, J., Utami, I. T., Keperawatan Dharma, A., & Metro,
W. (2022). Penerapan Teknik Deep Breathing Exercise Untuk
Mengatasi Sesak Nafas Pada Pasien PPOK. Jurnal Cendikia Muda, 2(1),
110–117.
Veryanti, P. R., & Budiman, I. D. G. W. (2021). Forte jurnal. Forte Journal,
01(02), 17–24.
41

Anda mungkin juga menyukai