Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KANKER PARU DEXTRA DENGAN EFUSI PLEURA DAN


PENGOBATAN TB BULAN KE-3

Disusun Oleh :

Emaculata Advensy Rara NIM : I4061192024

PEMBIMBING

dr. Chandra Jaya, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT PARU

PERIODE 11 Juli 2022 – 6 Agustus 2022

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO PONTIANAK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul

KANKER PARU DEXTRA DENGAN EFUSI PLEURA DAN


PENGOBATAN TB BULAN KE-3

Disusun sebagai syarat menyelesaikan

Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak

Telah disetujui Pontianak, Juli 2022

Pembimbing, Penyusun,

dr. Chandra Jaya, Sp.P Emaculata Advensy Rara

2
BAB I

PENYAJIAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. H
No.RM : 00165286
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Setya Jaya, Kec Pinoh Selatan, Melawi
Tgl masuk RS : 03 Juli 2022, dari IGD Infeksius
1.2 Anamnesis (12 Juli 2022)

1.2.1 Keluhan utama


Sesak nafas
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Tn H, Laki-laki 51 tahun datang ke IGD Infeksius RSUD dr. Soedarso
dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak terjadi secara tiba-tiba dan dirasakan terus menerus, memberat jika
pasien beraktivitas dan saat makan. Saat makan pasien merasa perutnya
mudah kenyang dan penuh. Keluhan sesak nafas berkurang saat pasien
berbaring. Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk berdahak dan
berdarah sejak +/- 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak
disertai dengan keringat pada malam hari. Pasien berobat ke puskesmas
dan diberi pengobatan OAT diminum hingga saat ini. Keluhan demam dan
nyeri dada disangkal. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak masih
SMP sampai sebelum sakit sebanyak 1 bungkus per hari.

3
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengkonsumsi OAT sejak bulan Mei 2022. Riwayat hipertensi,
penyakit jantung, DM, asma disangkal
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa. Keluarga juga
tidak memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, dan DM.
1.2.5 Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan.
1.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi OAT sejak bulan Mei 2022
1.2.7 Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Pasien menggunakan BPJS
untuk berobat.

1.3 Pemeriksaan Fisik (12 July 2022)

1.3.1 Status Generalis


Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang dan lemah
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
1.3.2 Tanda Vital
Tekanan Darah : 94/57 mmHg
Denyut Nadi : 60x/menit
Frekuensi Napas : 26x/menit
Suhu : 36,5oC
Saturasi O2 : 99% dengan O2 5 lpm
1.3.3 Pemeriksaan
Kepala : Bentuk normocepal, simetris, nyeri tekan (-)
Mata : Pupil bulat, isokor diameter 3mm/3mm, RCL (+/+) RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-)
Hidung : Sekret (-), deformitas (-)
Mulut : Bibir sianosis (-)

4
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru
Inspeksi : pernafasan simetris, penggunaan otot bantu nafas (+),
retraksi (-), barrel chest (-). pursed lips breathing (-), tidak
tampak massa
Palpasi : Fremitus kanan menurun dibanding kiri, tidak teraba
massa, nyeri tekan (-)
Perkusi : Redup pada lapang paru kanan, sonor pada lapang paru
kiri
Auskultasi :

Suara nafas dasar Paru kanan Paru kiri

Lapang paru atas Vesikular Menurun

Lapang paru tengah Vesikular Menurun

Lapang paru bawah Vesikular Menurun

Suara nafas tambahan Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis ICS IV linea midclavicula sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan jantung di ICS IV linea parasternal desktra da
n batas kiri jantung di ICS V linea aksilaris anterior sinistr
a
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

5
Palpasi : Soepl, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba
Perkusi : timpani di seluruh abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, nadi kuat angkat, edema (-/-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang

1.4.1 Hematologi (3 Juli 2022)


Hemoglobin : 9,7 g/dl
Eritrosit : 3.53 x 106µl
Leukosit : 7.00 x 103µl
Hematokrit : 31.2 %
Trombosit : 431.000/µl
MCV : 88.4 fL
MCH : 27.5 fL
MCHC : 31.1 fL
1.4.2 Kimia Darah (3 Juli 2022)
GDS : 80 mg/dl
Ureum : 32,2 mg/dl
Kreatinin : 0,82 mg/dl
SGOT : 71,5 U/L
SGPT : 41,9 U/L
1.4.3 Antibody Rapid Test (3 Juli 2022)
Anti-SARS-CoV-2 IgG : Non Reaktif
Anti-SARS-CoV-2 IgM : Non Reaktif

6
1.4.4 Rontgen Thorax PA (3 Juli 2022)

Interpretasi :
Cor : Besar dan bentuk kesan normal
Sinusphrenicocostalis kanan terselubung kiri tajam
Tulang-tulang baik
Kesan : Masif pleural effusion kanan
Pneumonia Dextra

1.4.5 CT Scan Thorax (6 Juli 2022)

7
Interpretasi :
Telah dilakukan CT Scan potongan axial tanpa dan dengan kontras dengan
tebal irisan 10 mm, MPR coronal dan sagital dengan hasil :
Tampak soft tissue mass padat isodens yang sangat mungkin berasal dari
mediastinum superior anterioro medius dan posterior kanan dengan uk.
11,6x13,4x13,5 cm yang pada pemberian kontras tampak relatif
menyangat inhomogen
Massa tampak meluas ke paru kanan dengan atelektasis paru kanan dan
mendesak jantung ke kiri, trachea, carina, vena cava superior dan vena
pulmonal kanan, mengobstruksi main bronchus kanan
Tampak perluasan massa ke dinding hemithorax kanan disertai multiple
pleural mass kanan disertai massif fluid collection di rongga pleura knan
Parenkim paru baik, tak tampak infiltrat/massa
Bronchovascular pattern paru kiri baik
Tak tampak massa di hilus kiri, main bronchus kiri baik
Jantung tak membesar, tak tampak kalsifikasi, arcus aorta tampak terdesak
ke kiri, kaliber aorta baik, tak tampak tanda-tanda aneurysma/diseksi
Tak tampak perikard efusi
Tulang-tulang dan soft tissue dinding dada baik
Kesan : Mediastinal mass superior kanan sugestif lymphoma malinga
dengan perluasan seperti tersebut diatas
DD/ Malignant tumor paru kanan
Pleural mass disertai efusi pleura masif kanan ec metastasis

1.4.6 Patologi atau Sitologi Pada Cairan Pleura


Mikroskopik
Kesimpulan : Aousan selularitas cukup terdiri dari sebaran dan kelompok
sel-sel neoplastik dengan morfologi bulat sebagian tersusun moulding,
sitoplasma basofilik sempit, inti bulat ovoid, hiperkromatik, beberapa salt
and pepper, membran inti ireguler dengan beberapa anak inti conspicous.

8
Diantaranya tampak sel-sel mesothel. Latar belakang apusan berupa
sebaran erotrosit, sel limmfosit matur dan degenerated
Kesimpulan : sitomorfologi menunjukkan seeding karsinoma

1.4.7 Patologi atau Sitologi Pada Massa


Mikroskopik
Hapusan hiperseluler menunjukkan sebaran relatif difus sel berukuran
kecil-sedang, inti bulat-oval, anak inti kecil, sitoplasma tipis kebiruan dan
sejumlah sel mitosis atipik dengan latar belakang bahan debris nekrotik
dan darah
Kesimpulan : malignant small cell tumor
DD : Non Hodgkin’s Lymphoma Maligna
Small cell carcinoma

1.5 Resume Medis


Tn H, Laki-laki 51 tahun datang ke IGD Infeksius RSUD dr.
Soedarso dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Sesak terjadi secara tiba-tiba dan dirasakan terus menerus, memberat
jika pasien beraktivitas dan saat makan. Saat makan pasien merasa perutnya
mudah kenyang dan penuh. Keluhan sesak nafas berkurang saat pasien
berbaring. Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk berdahak dan berdarah
sejak +/- 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak disertai
dengan keringat pada malam hari. Pasien berobat ke puskesmas dan diberi
pengobatan OAT diminum hingga saat ini. Keluhan demam dan nyeri dada
disangkal. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak masih SMP sampai
sebelum sakit sebanyak 1 bungkus per hari.
Keadaaan umum pasien tampak sakit sedang dan lemah, tekanan
darah 94/57 mmHg, frekuensi nadi 60 x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit,
suhu tubuh 36,5OC, saturasi O2 99% dengan bantuan O2 5 lpm. Hasil
pemeriksaan fisik ditemukan kedua mata tampak konjungtiva anemis.
Inspeksi thorax pernafasan simetris, pengguanan otot bantu nafas (+),
retraksi, barrel chest, pursed lips breathing dan massa tidak ditemukan.
9
Palpasi thorax fremitus kanan menurun dibanding kiri, tidak teraba massa,
nyeri tekan (-). Perkusi thorax redup pada lapang paru kanan, sonor pada
lapang paru kiri. Auskultasi didapatkan suara napas dasar vesikuler menurun
pada dada kanan, rhonki (+/-), wheezing (-/-). Kepala, telinga, hidung,
mulut, leher, jantung, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
Dari pemeriksaan penunjang berupa darah rutin didapatkan
hemoglobin 9,7 g/dL. Hasil rontgen thorax kesan: Masif pleural effusion
kanan dan Pneumonia Dextra. Hasil pemeriksaan CT Thorax didapatkan kes
an : Mediastinal mass superior kanan sugestif lymphoma malinga dd
Malignant tumor paru kanan, Pleural mass disertai efusi pleura masif kanan
ec metastasis. Hasil pemeriksaan FNAB ditemukan malignant small cell
tumor, dd : Non Hodgkin’s Lymphoma Maligna dan Small cell carcinoma

1.6 Daftar Masalah

Daftar masalah Plan diagnostik Plan terapi

Sesak nafas AGD O2 masker 5 lpm

Pneumonia Kultur darah/kultur Levofloxacin 1x750mg


sputum
RO ulang dan cek darah
lengkap ulang setelah 2
hari pemberian antibiotik

Covid-19 PCR Anti virus : favipiravir


loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-
1 dan selanjutnya 2x600
mg (hari ke 2-5)
Vitamin : tablet vitamin
C non acidic 500 mg/6-
8 jam oral (untuk 14

10
hari) dan vitamin D
1000-1500 IU (selama
14 hari)

TB paru TCM OAT

Efusi pleura Proof puncture Proof puncture


Sitologi Sitologi
Analisa cairan pleura Analisa cairan pleura

Kanker paru Pemeriksaan PA/sitologi Kemoterapi


pada massa Radiasi
FNAB dengan tuntunan
USG

KU Lemah Pengukuran BB, IMT Infus makanan

1.7 Diagnosis
Kanker paru dextra
Efusi pleura dextra
Pneumonia
1.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. IVFD RL 20 tpm
2. O2 5 lpm
3. Inj. Levofloxacin 1x750 mg IV
Non medikamentosa
Kemoterapi
1.9 Prognosis
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad sanactionam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam

11
12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Paru

2.1.1 Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari
epitel bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma).1
2.1.2 Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai
hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika
Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan
160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO,
kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan
terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga
merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua
terbanyak pada perempuan.1
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker paru
merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada
perempuan tapi merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan
perempuan. Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomi RSUP
Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis
kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun
2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru merupakan
keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker nasofaring (13,63%)
dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%).1
Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun
meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah
merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus kanker paru pada laki-
13
laki dan 50% kasus pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik
(genetic susceptibility), polusi udara, pajanan radon, dan pajanan industri
(asbestos, silika, dan lain-lain).1
2.1.3 Etiologi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Menurut konsep masa kini kanker adalah
penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai
sebab terjadi ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor
suppresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel.2
Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya
hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor
menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan
dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.
Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH
juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel
kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang
berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras
sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain, gen p53, gen rb. Sedangkan
perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p sering ditemukan pada sel kanker
paru.2
2.1.4 Faktor risiko1
Kelompok pasien dengan risiko tinggi mencakup pasien usia > 40
tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun
waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat
merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya.
Faktor risiko kanker paru lainnya adalah pajanan radiasi, paparan okupasi
terhadap bahan kimia karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau keluarga
pasien, dan riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru.

14
2.1.5 Manifestasi Klinis1
Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yang khas, tetapi batuk, sesak
napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung
sembuh dengan pengobatan biasa pada pasien “kelompok risiko”.
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung misalnya
batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala
tersering (60-70%) pada kanker paru.
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura,
efusi perikard, sindrom vena kava superior, disfagia, sindrom Pancoast, dan
paralisis diafragma. Sindrom Pancoast merupakan kumpulan gejala dari kanker
paru yang tumbuh di sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakhial
sehingga menimbulkan nyeri pada lengan dan munculnya sindrom Horner (ptosis,
miosis, hemifacial anhidrosis).
Keluhan suara serak menandakan telah terjadinya kelumpuhan saraf atau
gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang
menyertai yaitu penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan
menurun, dan demam hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan
neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika terdapat penyebaran
ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker
yang telah menyebar ke tulang. Gejala lainnya yaitu gejala paraneoplastik,
seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru
dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor, dan penyebarannya.
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila
menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala
atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan
suara napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik didapat jika terdapat massa
yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding
dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan
bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindrom Horner sering terjadi pada
tumor yang terletak di apeks (Pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas,

15
yang ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan
sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer), menjadi gejala telah terjadinya
bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi
pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis
akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.
2.1.6 Diagnosis1,3
1. Anamnesis
Batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak,
sulit/nyeri menelan yang tidak merespon dengan pengobatan atau
penurunan berat badan dalam waktu singkat, nafsu makan menurun,
demam hilang timbul, sakit kepala, nyeri di tulang atau parese, dan
pembengkakan atau ditemukannya benjolan di leher, aksila atau dinding
dada.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru
dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan
penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke
KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi
petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang
abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa
yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di
dinding dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan
berkaitan dengan bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindroma
Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast
tumor). Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai
nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan
kadar D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam
(DVT). Tanda- tanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker
yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis akan
didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang

16
3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan patologi anatomi
Mencakup pemeriksaan sitologi dan histopatologi, pemeriksaan
imunohistokimia untuk menentukan jenis tumor (mis. TTF-1 dan lain-
lain), dan pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi EFGR, yang
dilakukan apabila fasilitasnya tersedia
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati,
dan fungsi ginjal.
- Pemeriksaan Pencitraan
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien
dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan
ini, lokasi lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis
penunjang dan penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks
ditemukan lesi yang dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT
scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.
CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting
untuk mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan
segmen paru yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas
hingga kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga
regio tersebut. CT scan kepala/MRI kepala dengan kontras diindikasikan
bila penderita mengeluh nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan
adanya metastasis ke otak.
Pemeriksaan lainnya seperti USG abdomen dilakukan kecuali pada
stadium IV, bone scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-
tulang, bone survey dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada, dan PET
Scan dilakukan untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
- Pemeriksaan Khusus
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosa kanker paru.
Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer,

17
pertumbuhan tumor intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk
sitologi dan biopsi, sehingga diagnosa dan stadium kanker paru dapat
ditentukan. Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang
dapat menilai paru hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan
kadang hingga derajat ke-enam. Spesimen untuk menghasilkan
pemeriksaan sitologi dan histopatologi didapat melalui bilasan bronkus,
sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini dapat
memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama
kanker paru dengan lesi pada regio sentral. Kontraindikasi
prosedur bronkoskopi ini adalah hipertensi pulmoner berat,
instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen
tambahan, perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan hiperkapnia akut.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks dan perdarahan
Pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS)
Dilakukan untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal,
hilus, intrapulmoner juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran
pernapasan, serta mendapatkan jaringan sitologi dan histopatologi pada
kelenjar getah bening yang terlihat pada CT-scan toraks maupun PET CT-
scan.
Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy-TTB), merupakan tindakan
biopsi paru transtorakal, tanpa tuntunan radiologis (blinded TTB) maupun
dengan tuntunan USG (USG-guided TTB) atau CT-scan toraks (CT-
guided TTB), untuk mendapatkan sitologi atau histopatologi kanker paru.
Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk
pembesaran kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan
bila diperlukan
2.1.7 Klasifikasi Histologik Dan Stadium
Klasifikasi berdasarkan histologi2
1. Karsinoma squamous (epidermoid karsinoma), dengan tipe :
Papiller, clear cell, small cell, basaloid
2. Small cell carcinoma, with varians :

18
Combined small cell carcinoma
3. Adenocarcinoma, with varians :
Acinar, Papillary
Bronchoalveolar carcinoma
- Non-mucinous
- Mucinous,
- Mixed mucinous and non-mucinous or intermenate
Solid adenocarcinoma with mucin
Adenocarcinoma with mixed subtypes
Varian dari Adenocarcinoma with mixed subtypes
- Well diffrentiated fetal adenocarcinoma
- Mucinous (colloid) adenocarcinoma
- Mucinous cystadenocarcinoma
- Signet ring adenocarcinoma
- Clear cell adenocarcinoma
4. Large cell carcinoma, with varians :
Large cell neuroendocrine carcinoma
- Combined large cell neuroendocrine carcinoma
Basaloid carcinoma, Lymphoepithelioma-like carcinoma, Clear cell
carcinoma, Large cell carcinoma with rhabdoid phenothype
5. Adenosquamous carcinoma
6. Carsinoma with pleomorphic, sarcomatoid atau sarcomatous with
elemets
Carcinoma with spindle and/or giant cell
- Pleomorphic carcinoma
- Spindle cell carcinoma
- Giant cell carcinoma
- Carcinosarcoma
- Pulmonary blastoma
- Other types
7. Carcinoid tumours

19
Typical carcinoid, atypical carcinoid
8. Salivary gland type carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma,, adenoid cystic carcinoma, other types
9. Unclassified carcinoma
Menurut Klasifikasi WHO 2015 bahan dari Patologi Anatomi
Penentuan Stadium Karsinoma paru (ICD-10 C33-34), penentuan stadium
penyakit berdasarkan sistem TNM dari American Joint Committee on
Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010.1
Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan


bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif
(ditemukan sel ganas)
T0 Tidak tampak lesi atau tumor primer
Tis Carcinoma in situ
T1 Ukuran terbesar tumor primer ≤3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus
yang sampai ke proksimal bronkus lobaris
T1a Ukuran tumor primer ≤2 cm
T1b Ukuran tumor primer >2 cm tetapi ≤3 cm
T2 Ukuran terbesar tumor primer >3 cm tetapi ≤7 cm, invasi
intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina,
berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah
hilus atau invasi ke pleura visera
T2a Ukuran tumor primer >3 cm tetapi ≤ 5 cm
T2b Ukuran tumor primer >5 cm tetapi ≤ 7 cm
T3 Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada
termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel
pleura mediastinum, pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina
tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu nodul dalam satu
lobus yang sama dengan tumor primer.

20
T4 Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi
ke mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus
laring, esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus
pada sisi yang sama dengan tumor (ipsilateral).

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)

Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi


N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
N1 Metastasis ke KGB peribronkus, hilus, intrapulmonary ipsilateral

N2 Metastasis ke KGB mediastinum ipsilateral dan atau subkarina

N3 Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum


kontralateral dan atau KGB supraklavikula

Metastasis (M)

Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi


M0 Tidak ditemukan metastasis
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas,
efusi pericardium
M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher,
aksila, suprarenal, dll

Pengelompokkan Stadium

Occult Carcinoma Tx N0 M0
Stadium 0 Tis N0 M0
T1a N0 M0
Stadium IA T1b N0 M0
Stadium IB T2a N0 M0

21
Stadium IIA T1a N1 M0
T1b N1 M0
T2a N1 M0
Stadium IIB T2b N1 M0
T3 (>7cm) N0 M0
Stadium IIIA T1a N2 M0
T1a N2 M0
T2a N2 M0
T2b N2 M0
T3 N1 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
Stadium IIIB T4 N2 M0
Sembarang T N3 M0
Stadium IVA Sembarang T Sembarang N M1a (pleura,
paru
kontralateral)
Stadium IVB Sembarang T Sembarang N M1b
(metastasis
jauh)

2.1.8 Tampilan Umum1


Tampilan umum menjadi suatu parameter untuk menentukan prognosis
penyakit, indikasi untuk menentukan jenis terapi, dan agresivitas pengobatan.
Pembagian tampilan umum berdasarkan skor Karnofsky dan WHO

Skor Karnofsky WHO Batasan


90 – 100 0 Aktivitas normal
70 – 80 1 Ada keluhan, tapi masih aktif, dapat mengurus
diri sendiri
50 – 60 2 Cukup aktif; namun kadang memerlukan bantuan

22
30 – 40 3 Kurang aktif, perlu perawatan
10 – 20 4 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu di
rawat di Rumah Sakit
0 – 10 - Tidak sadar

2.1.9 Pencegahan2
Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang
dikandung asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara epidemiologik juga
terlihat kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru,
maka tidak dapat disangkal lagi menghindarkan asap rokok adalah kunci
keberhasilan pencegahan yang dapat dilakukan. Keterkaitan rokok dengan kasus
kanker paru diperkuat dengan data bahwa risiko seorang perempuan perokok pasif
akan terkena kanker paru lebih tinggi daripada mereka yang tidak terpajan kepada
asap rokok. Dengan dasar penemuan di atas adalah wajar bahwa pencegahan
utama kanker paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok. Menghentikan
seorang perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan lebih dari seorang
perokok pasif. harus diusahakan sebagai usaha perang terhadap rokok dan
dilakukan terus menerus. Program pencegahan seharusnya diikuti dengan
tindakan nyata anti-rokok yang melibatkan tenaga medis dan mahasiswa FK dan
non-FK
2.1.10 Tatalaksana1,3
Manajemen terapi dibagi atas:
A. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small
cell carcinoma)
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari beberapa jenis,
yaitu
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS)
2. Adenokarsinoma
3. Karsinoma sel besar (KSB)
4. Jenis lain yang jarang ditemukan.

23
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan
umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost
effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia adalah bedah,
radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan
dilakukan secara integrasi multidisiplin.
1) Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar KPKBSK,
terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi
setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat
dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris.
Pilihan utama adalah lobektomi yang menghasilkan angka
kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan
komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah,
dilakukan pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru
2) Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
tatalaksana kanker paru. Dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel
Kecil (KPKBSK), radioterapi dapat berperan di semua stadium
KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan, ajuvan
maupun paliatif.
3) Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvan pada
stadium dini, atau sebagai adjuvan pasca pembedahan. Terapi
adjuvan dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA.
Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan
tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky
>60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah
sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
Lini pertama diberikan kepada pasien yang tidak pernah menerima
pengobatan kemoterapi sebelumnya (chemo naïve). Kelompok ini
terdiri dari kemoterapi berbasis- platinum dan yang tidak

24
mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat
berbasis-platinum adalah sisplatin, pilihan lainnya dengan
karboplatin. Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan
adalah toksisitas gastrointestinal. Karboplatin, efek samping
yang paling sering berupa hematotoksisitas. Obat kemoterapi
lini pertama tidak berbasis-platinum yang dapat diberikan adalah
etoposid, gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin. Kombinasi
sisplatin dengan gemsitabin memberikan angka kehidupan paling
tinggi, namun respon paling baik adalah terhadap regimen sisplatin
dengan paklitaksel. Komplikasi yang paling sering ditemukan
adalah demam neutropenia atau perdarahan akibat supresi sumsum
tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal, dan
neuropati perifer.
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah
mendapat kemoterapi lini pertama namun tidak memberikan respon
setelah 2 siklus, atau KPKBSK yang menjadi lebih progresif
setelah kemoterapi selesai. Obat- obat kemoterapi lini kedua adalah
dosetaksel dan pemetreksed. Selain itu, dapat diberikan juga
kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini
ketiga dan seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan
sebelumnya.
4) Terapi target
Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV
KPKBSK mutasi EGFR positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI.
Terapi EGFR-TKI yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau
Afatinib.
5) Terapi kombinasi
Terapi kombinasi dapat diberikan untuk tujuan pengobatan pada
pasien dengan tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan
penurunan berat badan minimal, serta pasien usia lanjut yang
mempunyai komorbiditas berat atau kontraindikasi operasi.

25
Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan secara
bersamaan (concurrent therapy), selang-seling (alternating
therapy), atau secara sekuensial. Hasil paling baik didapat dari
regimen concurrent therapy.
6) Pilihan terapi berdasakan stadium
1. Stadium 0
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic
Therapy (PDT).
2. Stadium I
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan
bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani
pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi
dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan
kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB,
dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
3. Stadium II
Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat
dilakukan bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks,
terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat menjalani
pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan
pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik.
4. Stadium IIIA
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih
dapat dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi
radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut.
Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant
dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan
lesi T3-4N1
5. Stadium IIIB

26
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada
kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri
pada lesi primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB
supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat diberikan dengan
regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-
TKI diberikan pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen
EGFR positif.
6. Stadium IV
Pilihan modalitas pengobatan pada stadium ini adalah terapi radiasi
dan kemoterapi. Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV
bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi,
terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain).

Catatan:
Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi
berbasis platinum (sisplatin atau karboplatin) dengan salah satu
obat generasi baru.
Sisplatin/Karboplatin + etoposid
Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel
Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin + vinoralbin
Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel,
monoterapi pemetreksat, atau kombinasi dari dua obat baru
(regimen non-platinum). Pada kondisi tertentu, untuk lini pertama
dapat diberikan kemoterapi berbasis platinum (doublet platinum
lini pertama seperti di atas) ditambahkan anti-VEGF
(bevacizumab). Pada rekurensi, pilihan terapi sesuai metastasis.
Modalitas yang dapat digunakan termasuk radiasi paliatif,
kemoterapi paliatif, atau bedah paliatif.

27
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia
lanjut, dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu
dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan
akut, meski Hb < 10 g% tidak pertu
tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab
anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

B. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell


carcinoma)
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok,
Stadium terbatas (limited stage disease = LD), dan stadium lanjut
(extensive stage disease = ED). Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan
KPKSK tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi target.
a) Stadium Terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari
kemoterapi berbasis platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi
dilakukan paling banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas
yang signifikan jika diberikan lebih dari 6 siklus. Regimen terapi
kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah concurrent
therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal
kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang
buruk (>2), dapat diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien
dengan tampilan umum baik (0-1) dapat diberikan kemoterapi
dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani
iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation/PCI).

28
Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP,
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), dan
sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Reseksi bedah dapat
dilakukan dengan kemoterapi adjuvan atau kombinasi kemoterapi
dan radiasi terapi adjuvan pada TNM stadium dini, dengan/tanpa
pembesaran kelenjar getah bening.
b) Stadium Lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi
kombinasi. Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada
stadium ini adalah sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan
utama) atau sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain
adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis.

2.1.11 Efusi Pleura pada kanker paru6


Pada semua jenis sel kanker paru-paru, efusi pleura merupakan
kemungkinan komplikasi penyakit. Efusi pleura paramaligna [PMPE] bukan
merupakan konsekuensi dari penyakit ganas yang menyebar ke pleura.
Probabilitas efusi adalah paramaligna lebih tinggi jika efusi adalah efusi
transudatif atau parapneumonik. Membedakan antara efusi paramaligna dan
maligna memiliki signifikansi terapeutik dan prognostik. MPE adalah tanda
penyebaran metastasis penyakit neoplastik. Di dalam cairan atau jaringan pleura
terdapat sel-sel ganas. Pada PMPE, kanker paru telah terdiagnosis sebelumnya.
Bronkoopstruksi, atelektasis, infeksi, emboli paru, terapi udara, dan helioterapi
menyebabkan perkembangan efusi. PMPE sama-sama muncul di semua jenis
patologis kanker paru-paru, karena MPE adalah yang paling umum pada
adenokarsinoma paru.
Pada pasien dengan kanker paru dan efusi pleura, terdapat gejala distres
pernapasan ringan hingga sedang. Riwayat klinis biasanya menunjukkan
diagnosis paru-paru, payudara, kanker ovarium atau limfoma. Pada saat diagnosis
efusi pleura ganas, 23% pasien tidak menunjukkan gejala. Efusi pleura yang
diikuti dengan nyeri pleura menunjukkan adanya peradangan pada pleura parietal.

29
Nyeri tumpul di dinding dada menimbulkan kecurigaan keganasan pleura. Namun
demikian, nyeri pleuritik atau tumpul di dinding dada menunjukkan distorsi pleura
parietal dan kemungkinan besar berkembangnya efusi eksudatif. Sebagai aturan,
rasa sakit adalah konsekuensi dari penyakit pleura. Lokalisasi nyeri berkorelasi
dengan area pleura yang terkena (pleura parietal dipersarafi oleh saraf interkostal).
Kadang-kadang, nyeri pleuritik menyebar ke bagian atas perut [saraf
interkostal juga mempersarafi perut]. Pengecualian dalam lokalisasi nyeri dan
penyebaran nyeri dicatat ketika bagian tengah pleura diafragma terkena penyakit.
Bagian pleura ini dipersarafi oleh saraf frenikus dan akibatnya rasa sakit
terlokalisasi ke bahu ipsilateral. Pada lebih dari 70% pasien dengan nyeri
intratoraks MPE merupakan gejala penyakit.
Batuk non-produktif juga bisa menjadi gejala efusi pleura. Mekanisme
terjadinya batuk tidak jelas dan kemungkinan berhubungan dengan inflamasi
pleura. Atau, kompresi paru-paru dan dinding bronkus oleh cairan dapat
merangsang refleks batuk. Batuk terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala umum
efusi pleura adalah dispnea. Dispnea terjadi pada sekitar 70% pasien dengan
MPE. Tingkat keparahan dispnea seringkali tidak sebanding dengan ukuran efusi
pleura. Dispnea biasanya muncul pada disfungsi diafragma.
Mulvey mengklasifikasikan perubahan hemi-diafragma yang terlihat pada
radiografi dada dan fluoroskopi menjadi tiga kelompok. Ketiga kelompok tersebut
adalah: fungsi normal hemidiafragma, hemidiafragma tetap, dan hemidiafragma
dengan gerakan paradoks. Pasien dengan diafragma yang berfungsi normal
biasanya tidak menunjukkan gejala, bahkan dengan efusi pleura yang besar.
Kelompok pasien kedua adalah pasien dengan hemidiafragma tetap. Diafragma
yang tidak bergerak menonaktifkan ventilasi paru-paru yang cukup. Pada
kelompok pasien ketiga, hemidiafragma menunjukkan gerakan paradoks yang
menghasilkan dispnea berat. Pergerakan paradoks hemidiafragma kanan jarang
terlihat, mungkin karena kedekatan hati.
Tingkat keparahan insufisiensi pernapasan tergantung pada ukuran efusi
dan fungsi paru sebelumnya. Efusi pleura mengurangi ruang toraks dan volume
paru-paru atau pada gilirannya rongga toraks membesar saat hemidiafragma

30
ipsilateral turun. Oleh karena itu, cairan dalam rongga pleura menyebabkan defek
ventilator restriktif. Efusi pleura kecil sampai sedang menyebabkan dislokasi
daripada kompresi paru-paru dan mereka memiliki sedikit efek konsekuensial
pada fungsi paru-paru.
Pada efusi pleura masif, gejala yang paling umum adalah yang merupakan
konsekuensi langsung dari gangguan fungsi paru. Peningkatan fungsi paru setelah
torakosentesis terapeutik kurang dari yang diharapkan. Penjelasan tidak
adekuatnya perbaikan fungsi paru kemungkinan terletak pada kenyataan bahwa
biasanya selain efusi pleura, juga terdapat perubahan parenkim paru. Pada efusi
pleura masif, mekanisme dispnea berhubungan erat dengan penurunan komplians
dinding dada, gerakan kontra mediastinum lateral, dan hilangnya volume paru
ipsilateral dengan kerja tambahan faktor neurogenik dari parenkim paru.

31
BAB III

PEMBAHASAN

Tn H, Laki-laki 51 tahun datang ke IGD Infeksius RSUD dr. Soedarso


dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak
terjadi secara tiba-tiba dan dirasakan terus menerus, memberat jika pasien
beraktivitas dan saat makan. Saat makan pasien merasa perutnya mudah kenyang
dan penuh. Keluhan sesak nafas berkurang saat pasien berbaring. Keluhan sesak
nafas disertai dengan batuk berdahak dan berdarah sejak +/- 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Batuk berdahak disertai dengan keringat pada malam hari.
Pasien berobat ke puskesmas dan diberi pengobatan OAT yang diminum hingga
saat ini. Keluhan demam dan nyeri dada disangkal. Pasien memiliki kebiasaan
merokok sejak masih SMP sampai sebelum sakit sebanyak 1 bungkus per hari.

Keadaaan umum pasien tampak sakit sedang dan lemah, tekanan darah
94/57 mmHg, frekuensi nadi 60 x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit, suhu tubuh
36,5OC, saturasi O2 99% dengan bantuan O2 5 lpm. Inspeksi thorax pernafasan
simetris, pengguanan otot bantu nafas (+), retraksi, barrel chest, pursed lips
breathing dan massa tidak ditemukan. Palpasi thorax fremitus kanan menurun
dibanding kiri, tidak teraba massa, nyeri tekan (-). Perkusi thorax redup pada
lapang paru kanan, sonor pada lapang paru kiri. Auskultasi didapatkan suara
napas dasar vesikuler menurun pada dada kanan, rhonki (+/-), wheezing (-/-).
Kepala, telinga, hidung, mulut, leher, jantung, abdomen dan ekstremitas dalam
batas normal.

Dari pemeriksaan penunjang berupa darah rutin didapatkan hemoglobin


9,7 g/dL. Hasil rontgen thorax kesan: Masif pleural effusion kanan dan
Pneumonia Dextra. Hasil pemeriksaan CT Thorax didapatkan kesan : Mediastinal
mass superior kanan sugestif lymphoma malinga dd Malignant tumor paru kanan,
Pleural mass disertai efusi pleura masif kanan ec metastasis. Hasil pemeriksaan F

32
NAB ditemukan malignant small cell tumor, dd : Non Hodgkin’s Lymphoma
Maligna dan Small cell carcinoma

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


terhadap pasien mendukung diagnosis kanker paru kanan. Kanker paru dengan
Stadium IV A dengan histologi menunjukkan sebaran relatif difus sel berukuran
kecil-sedang, inti bulat oval, anak inti kecil yang merupakan kanker paru jenis
karsinoma sel kecil, maka didapatkan tatalaksana kemoterapi kombinasi yaitu
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama) atau sisplatin/karboplatin
dengan irinotecan. Pasien perlu di informed concent bahwa pengobatan hanya
untuk memperbaiki kualitas hidup dan tidak dapat menyembuhkan penyakit
pasien.

33
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


terhadap pasien mendukung diagnosis kanker paru kanan. Kanker paru dengan
Stadium IV A dengan histologi menunjukkan sebaran relatif difus sel berukuran
kecil-sedang, inti bulat oval, anak inti kecil yang merupakan kanker paru jenis
karsinoma sel kecil, maka didapatkan tatalaksana kemoterapi kombinasi yaitu
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama) atau sisplatin/karboplatin
dengan irinotecan. Pasien perlu di informed concent bahwa pengobatan hanya
untuk memperbaiki kualitas hidup dan tidak dapat menyembuhkan penyakit
pasien.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Kanker Paru; 2016.


2. PDPI. Kanker Paru : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit PDPI 2003.
3. Kemenkes RI. PNPK Kanker Paru: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI 2017
4. Zulkifli A. Kanker Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III (6th
ed). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2014
5. Huq S. Lung Cancer. Medicine Health. 2010
6. Milic M, Miras M and Danilo C. 2018. Pleural Effusions in Lung Cancer:
Detection and Treatment

35

Anda mungkin juga menyukai