Anda di halaman 1dari 34

Bagian Ilmu Kesehatan Anak LaporanKasus

FakultasKedokteran November 2021


Universitas Halu Oleo

PNEUMONIA

Disusun Oleh:

Yerinda Ramadhani, S.Ked

K1B1 21065

Pembimbing:

dr. Miniartiningsih Sam, M.Kes. Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Yerinda Ramadhani, S.Ked

Stambuk : K1B1 21 065

Judul Lapsus : Pneumonia

Telah menyelesaikan tugas Laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2021

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Miniartiningsih Sam, M.Kes, Sp.A


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IdentitasPasien

Nama : By. I.P


Tanggal Lahir : 03 Februari 2021
Umur : 8 Bulan 7 Hari
Jenis kelamin : Laki-laki
BBL : 2560 gram
PBL : 47 cm
BB masuk : 5,5 kg
PB masuk : 58 cm
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Tolaki
Alamat : Jalan Langgai, Kota Kendari
No. RM : 2550XX
Tanggal masuk : 11 Oktober 2021 pukul12.20 WITA
Cara masuk : Instalasi Gawat Darurat

B. Anamnesis

Alloanamnesis pada ibu pasien

Keluhan Utama : Sesak

Anamnesis Terpimpin

Bayi Laki-laki Usia 8 Bulan 7 hari datang ke IGD RSUD Kota Kendari

diantar orang tuanya dengan keluhan Sesak sejak 2 hari SMRS. Keluhan batuk

(+) dirasakan sejak 2 hari yang lalu, disertai lendir (+) tidak keluar. Keluhan
lain berupa demam (+) yang dirasakan terus menerus sejak 3 hari. Keluhan

lainnya seperti kejang (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB

kesan normal, dan BAK kesan cukup.

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit

lain yang pernah diderita (-). Riwayat pengobatan (-). Riwayat kontak dengan

penderita TB (-), Riwayat paparan asap rokok dalam rumah (+) pamannya.

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga (-).Riwayat

sosial ekonomi: pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah, merupakan

anak keempat dari empat bersaudara, tinggal serumah dengan orang tua dan

saudara-saudaranya serta saudara ibunya.

Riwayat persalinan P4A0, selama kehamilan ibu tidak ada penyakit,

tidak minum obat sembarangan dan rutin ke posyandu. Riwayat kelahiran

pasien dilahirkan secara normal ditolong oleh Bidan di Puskesmas. BBL 2560

Gram dan PBL 47 cm. Riwayat konsumsi ASI tidak pernah. Riwayat

imunisasi dasar lengkap sesuai usia (Hepatitis B, BCG, Polio, DPT 1-3).

Riwayat tumbuh kembang pasien : berbalik usia 5 bulan, duduk usia 7 bulan.

Riwayat nutrisi konsumsi susu formula sejak lahir sampai sekarang dan

makanan pendamping ASI.

C. Pemeriksaan Fisis

1. Status Generalis
- Keadaan umum : sakit berat
- Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
- Status Gizi : 0 > Z > -1 SD (Gizi Baik)
- Tanda Vital
Tekanan darah : -mmHg
Nadi : 153 x/menit
Suhu : 39,9oC
Pernafasan : 56 x/menit
SpO2 : 92%
- Pucat : -
- Ikterus : -
- Sianosis :-
- Turgor : Kesan Normal
- Tonus : Kesan Normal
- Edema : (-/-)
2. Pemeriksaan Fisik
- Berat Badan : 5.5 kg
- Panjang Badan : 58 cm
- LILA : 8 cm
- Lingkar Kepala : 37 cm
- Lingkar dada : 35 cm
- Lingkar perut : 38 cm
- Kepala : normocephal
- Muka : simetris kri dan kanan
- Rambut : hitam, tidak mudah tercabut
- Ubun-ubun besar : belum tertutup, cekung (-)
- Telinga : otitis (-/-), serumen (-/-), otorhea (-/-)
- Mata : edema palpebra (-/-), pendarahan
subkonjungtiva (-/-), konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-/-)
- Hidung : napas cuping hidung (+),Epitaksis (-/-),
rinore (-/-)
- Bibir : pucat (-), kering (-), sianosis (-)
- Lidah : kotor (-), tremor (-)
- Mulut : pendarahan gusi (-), stomatitis (-)
- Tenggorok : hiperemis (-)
- Tonsil : T1-T1
- Bentuk dada : normochest

Jantung
Ictus cordis : tidak teraba
Batas kiri : ICS 4 linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS 2 linea parasternalis dekstra
Irama : BI/BII murni reguler

Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi subcostal (+/+),
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Perkusi : sonir kiri dan kanan
Auskultasi : bunyi napas bronkovesikuler (+/+), bunyi napas
tambahan ronkhi (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : datar, mengikuti gerak napas
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : distended (-), nyeri tekan (-)
Limfa : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Alat kelamin : edema (-)
Kelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
Kulit : sianosis (-/-), ikterus (-/-), peteki (-/-)
Anggota gerak : peteki (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), CRT < 2
detik
D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin (11/10/2021)
Parameter Hasil Nilai Rujukan

WBC 13,4 x 103/ul 4,00 – 10,00

RBC 4,97 x 106/ul 4,50 – 5,50

HGB 13,4 g/dl 11,0 – 17,9

HCT 43,1 % 37,0 – 48,0

MCV 86,7fl 80,0 – 98,0

MCH 27 pg 26,5 – 33,5

MCHC 31,1 g/dl 31,5 – 35,0

PLT 146/ µL 150 – 450

Pemeriksaan Rapid Tes Antigen SARS-CoV-2 (11/10/2021)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Rapid Test Antigen Negatif Negatif
SARS-Cov-2

2. Pemeriksaan Foto Thorax AP (11/10/2021)


- Soft Tissue : Dalam batas normal
- Tulang-Tulang : Intak
- Sinus : Costophrenicus kanan-kiri lancip
- Diafragma : Kanan-kiri baik
- Trachea : Midline
- Cor : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
- Pulmo : Bercak infiltrat pada kedua lapangan paru
- Kesan : Bronkopneumonia

F. Resume

Bayi Laki-laki Usia 8 Bulan 7 hari datang ke IGD RSUD Kota Kendari

diantar orang tuanya dengan keluhan Sesak sejak 2 hari SMRS. Keluhan batuk

(+) dirasakan sejak 2 hari yang lalu, disertai lendir (+) tidak keluar. Keluhan

lain berupa demam (+) yang dirasakan terus menerus sejak 3 hari. Keluhan

lainnya seperti kejang (-), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB kesan

normal, dan BAK kesan cukup.

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit

lain yang pernah diderita (-). Riwayat pengobatan (-). Riwayat kontak dengan

penderita TB (-), Riwayat paparan asap rokok dalam rumah (+) pamannya.

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga (-). Riwayat

sosial ekonomi: pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah, merupakan

anak keempat dari empat bersaudara, tinggal serumah dengan orang tua dan

saudara-saudaranya serta saudara ibunya.

Riwayat persalinan P4A0, selama kehamilan ibu tidak ada penyakit,

tidak minum obat sembarangan dan rutin ke posyandu. Riwayat kelahiran

pasien dilahirkan secara normal ditolong oleh Bidan di Puskesmas. BBL 2560
Gram dan PBL 47 cm. Riwayat konsumsi ASI tidak pernah. Riwayat

imunisasi dasar lengkap sesuai usia (Hepatitis B, BCG, Polio, DPT 1-3).

Riwayat tumbuh kembang pasien : berbalik usia 5 bulan, duduk usia 7 bulan.

Riwayat nutrisi konsumsi susu formula sejak lahir sampai sekarang dan

makanan pendamping ASI.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU Sakit berat/gizi baik. P:

56x/menit, N: 153x/menit, S: 39,90C, SpO2 : 92% pada pemeriksaan hidung

ditemukan pernapasan cuping hidung (+), pemeriksaan thoraks ditemukan

adanya retraksi subcosta (+), dan suara tambahan ronkhi (+/+), Pada

pemeriksaan foto thorax menunjang ke arah pneumonia.

G. DiagnosaKerja

Pneumonia

H. RencanaTerapi

1. TerapiMedikamentosa

- O2 nasal kanule 1-2 L/menit

- IVFD D5 ½ NS 8 Tpm (mikro)

- Paracetamol inj 55 mg/ 8 jam/ IV jika suhu > 38 0C

- Vicilin inj. 150 mg/ 6 jam/ IV

- Ambroxol 3 mg / PO/ 8 jam

Perhitungan dosis terapi :

- IVFD D5 ½ NS 8 Tpm

Kebutuhan cairan = 5.5 x 100 = 550cc/hari


= 7,6 tetes

- Paracetamol infus 10-15 mg/kgBB/kali (3x sehari)

= 10 mg x 5,5 kg sampai dengan 15 mg x 5,5 kg

= 55 mg – 82,5 mg/kali (3x1)

= 55 mg/8 jam

- Vicilin 100-200 mg/kgBB/hari (4x sehari)

= 100 mg x 5,5 kg sampai dengan 200 mg x 5,5 kg

= 550 mg – 1100 mg/hari (4x1)

= 137 mg – 275 mg/ kali (4x1)

= 150 mg/6 jam/ IV

- Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/hari (3x sehari)

= 0,4 mg x 5,5 kg sampai dengan 0,53 x 5,5 kg

= 2,2 – 3,07 mg/ kali (3x1)

= 3 mg/8 jam/ oral

2. Terapi Non Medikamentosa

- Monitoring tanda-tanda vital, Keadaan umum, dan balance cairan

- Tirah baring

- Sonde SF 30-60 cc/ 3 jam


I. Follow Up

Tanggal Keluhan Intruksi Dokter


11/ 10/ 21 S: Sesak napas (+) 2 hari SMRS, batuk  O2 nasal kanule 1-2
L/menit
12.20 WITA berlendir (+) 2 hari SMRS, demam (+)
 IVFD D5 ½ NS 8
sejak 3 hari SMRS, muntah (-), BAK Tpm
dalam batas normal, BAB kesan cukup.  Paracetamol inj 55
mg/ 8 jam/ IV jika
O: suhu > 38 0C
KU: Sakit berat  Vicilin inj. 150 mg/
6 jam/ IV
Kesadaran : Compos Mentis  Pulv Ambroxol 3
TTV : mg / PO/ 8 jam
 Susu formula 30
P: 56x/menit cc/3 jam
N: 153x/menit
S: 39,90C
SpO2 : 92%
Kepala: Mata Cekung (-), pernapasan
cuping hidung (+)
Thorax: suara napas bronkovesicular
(+/+), Rhonki (+/+), retraksi (+)
subcostal
Abdomen: Ikut gerak napas, Turgor
baik
Ektremitas : akral hangat
A :Pneumonia
12/10/ 2021 S: Sesak napas (+), batuk (+) lendir (+),  O2 nasal kanule 3
L/menit
demam (+) ,
 IVFD D5 ½ NS 8
O: Tpm
KU: Sakit berat  Paracetamol inj 55
mg/ 8 jam/ IV jika
TTV : suhu > 38 0C
N: 150 x/menit P: 54 x/menit  Vicilin inj. 150 mg/
S: 38,3o C SPO2 84% 6 jam/ IV
 Pulv Ambroxol 3
Kepala: Mata Cekung (-), pernapasan
mg / PO/ 8 jam
cuping hidung (+)  Sonde SF 30 cc/ 3
Thorax: suara napas bronkovesicular jam

(+/+), Rhonki (+/+), retraksi (+)


subcostal, wheezing (-/-)
Abdomen: Datar Ikut gerak napas,
Turgor baik
Ektremitas : akral hangat, CRT<2detik
A :Pneumonia
13/10/2021 S: Sesak napas (+), batuk (+) lendir (+),  O2 nasal kanule 2
L/menit
demam (+) , muntah (-)
 IVFD D5 ½ NS 8
O: Tpm
KU: Sakit berat  Paracetamol inj 55
mg/ 8 jam/ IV jika
TTV : suhu > 38 0C
N: 146 x/menit P: 52 x/menit  Vicilin inj. 150 mg/
6 jam/ IV
S: 38,8o C SPO2 90%  Pulv Ambroxol 3
Kepala: Mata Cekung (-), pernapasan mg / PO/ 8 jam
cuping hidung (+)  Sonde SF 45 cc/ 3
Thorax: suara napas bronkovesicular jam
(+/+), Rhonki (+/+), retraksi (+)
subcostal, wheezing (-/-)
Abdomen: Datar Ikut gerak napas,
Turgor baik
Ektremitas : akral hangat. CRT<2
detik
A :Pneumonia
14/10/2021 S: S: Sesak napas (+), batuk (+) lendir  O2 nasal kanule 4
L/menit
(+), demam (+), muntah (-),
 IVFD D5 ½ NS 8
O: Tpm
KU: Sakit berat  Paracetamol inj 55
mg/ 8 jam/ IV jika
TTV: suhu > 38 0C
 Vicilin inj. 150 mg/
N: 177 x/menit P: 64 x/menit
6 jam/ IV
S: 38o C SPO2 89%  Pulv Ambroxol 3
Kepala: Mata Cekung (-), pernapasan mg / PO/ 8 jam
cuping hidung (+)  Nebu NaCl 0,9
Thorax: suara napas bronkovesicular 5cc/8 jam
(+/+), Rhonki (+/+), retraksi (+)  Sonde SF 45-60
subcostal, wheezing (-/-) cc/3 jam
Abdomen: Datar Ikut gerak napas,
Turgor baik
Ektremitas : akral hangat
A :Pneumonia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PNEUMONIA

1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi

alveolus dan jaringan interstitial yang ditandai dengan batuk dan frekuensi

napas cepat disertai dengan adanya sesak napas. Penyakit ini merupakan

infeksi pada saluran pernapasan yang sebagian besar disebabkan oleh

mikroorganisme antara lain virus, jamur dan bakteri. 1 Bronkopneumonia

adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau

bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy

distribution).2

2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang tidak hanya menyerang

negara berkembang saja namun negara maju seperti Amerika, Kanada dan

Negara-negara Eropa lainnya. Di Amerika Serikat pneumonia menduduki

nomor urut pertama penyebab kematian selain penyakit kardiovaskuler

dan TBC. Kasus paling banyak yang ditemukan menyerang anak yang

masih dibawah lima tahun. Pada tahun 2007 didapat 1,2 juta orang yang

dirawat di rumah sakit dengan kasus pneumonia dan lebih dari 52.000

orang yang meninggal diakibatkan penyakit ini. Di dunia setiap 20 detik

anak meninggal diakibatkan pneumonia dan setiap tahun terdapat 2 juta

balita.3
Pneumonia masuk ke dalam 10 besar penyakit untuk kasus

penyakit rawat inap di rumah sakit di Indonesia. Proporsi kasus

pneumonia di Indonesia yaitu sebesar 53,95% pada pasien laki-laki dan

46,05% pada pasien perempuan.4

Kementerian Kesehatan memaparkan bahwa angka kejadian

pneumonia anak dan balita pada tahun 2008 sekitar 26,26%, tahun 2009

sekitar 25,91%, tahun 2010 sekitar 23%, tahun 2011 sekitar 23,98%, tahun

2012 sekiatr 23,42%, tahun 2013 sekitar 24,46%, tahun 2014 sekitar

29,47%, tahun 2015 sekitar 63,45%. Angka kematian yang diakibatkan

oleh pneumonia pada balita tahun 2015 sebesar 0,16 lebih besar

dibandingkan pada tahun 2014 yaitu sebesar 0,08%. Pneumonia

merupakan penyebab kematian pada balita yang menempati nomor urut

kedua setelah kasus diare.5

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) memaparkan

bahwa di Indonesia Pneumonia telah didiagnosis pada kelompok umur < 1

tahun sebesar 2,1%, kelompok umur 1-4 tahun sebesar 2,1%, kelompok

umur 5-14 tahun sebesar 1,7% dan kelompok umur 15-24 sebesar 1,8%.6

3. Etiologi

Bronkopneumonia disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,

yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.7 Beberapa mikroorganisme yang

menyebabkan pneumonia yaitu diantaranya Streptococcus pneumoniae, H.


influenzae, Mycoplasma pneumoniae, Klebsiella pneumonia virus

influenza dan bakteri atipikal.4

Virus adalah penyebab terbanyak pada usia prasekolah dan

berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu, Streptococcus

pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial.

Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan

penyebab yang sering didapatkan pada anak.8

4. Faktor Resiko

Ada dua faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia

yatu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik merupakan

faktor yang ada pada balita, meliputi umur balita, jenis kelamin, berat

badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, pemberian vitamin

A, dan status gizi. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor yang

tidak ada pada balita meliputi kepadatan tempat tinggal, tipe rumah,

ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban, jenis

bahan bakar, penghasilan keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur

ibu juga pegetahuan ibu dan keberadaan keluarga yang merokok.9

5. Patofisiologi

Pada keadaan sehat, paru tidak terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

pertahanan paru. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian

bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari Susunan

anatomis rongga hidung, Jaringan limfoid di naso-oro-faring. Bulu getar


yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret liat

yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut, refleks batuk, refleks epiglotis

yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, drainase sistem

limfatik dan fungsi 17 menyaring kelenjar limfe regional, fagositosis,

mekanisme enzimatik, dan respon immuno-humoral terutama dari

immunoglobilin A (IgA). Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka

mikroorganisme penyebab pneumonia akan masuk kedalam paru melalui

saluran napas sehingga menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang

mempermudah terjadinya proliferasi dan penyebaran kuman.

Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani

beberapa stadium, yang terdiri dari: 10

a. Stadium kongesti (4-12 jam pertama).

Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada

daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran

darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator

inflamasi yang berasal dari sel mast. Mediator tersebut mencakup

histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan

jalur komplemen yang akan bekerjasama dengan histamin dan

prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan cairan

yang berasal dari intravaskuler berpindah ke dalam ruang intertitial

sehingga terjadi pembengkakan dan edema kapiler dan alveolus, yang


dapat mempengaruhi pertukaran gas didalam alveolus sehingga sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung

udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam

alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali

eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek

c. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat

kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru

yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.

Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis

pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.

d. Stadium resolusi (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun

dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudasi lisis. Eksudat

berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit

mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan

menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan

pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal

yang tidak terkena dapat diselamatkan.


6. Klasifikasi

Menurut WHO pneumonia dibagi menurut kelompok umur 2 bulan


sampai 5 tahun yaitu:19
a. Pneumonia berat, yaitu adanya batuk dan atau kesukaran bernapas
disertai penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest
indrawing) serta dapat ditemukan sianosis
b. Pneumonia ringan yaitu batuk dan atau kesukaran bernapas disertai
napas cepat dengan disertai penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam dan tidak dijumpai sianosis. Nilai normal pernapasan pada anak
usia 1-5 bulan adalah kurang dari 50 kali permenit dan pada anak usia
6-12 bulan adalah kurang dari 40 kali permenit
c. Batuk bukan pneumonia yaitu penderita batuk yang tidak disertai
napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam.
Beberapa kasus didapatkan klasifikasi Pneumonia berdasarkan letak
terjadi dan cara didapatnya:12
a. Ventilatory Associated Pneumonia(VAP)
Ventilatory Associated Pneumonia (VAP) merupakan pneumonia
yang terjadi pada anak setelah pemasangan ventilator mekanik selama
48 jam atau lebih. VAP merupakan bentuk dari infeksi nasokomial
yang paling sering dijumpai pada unit perawatan intensif, khususnya
pasien yang menggunakan ventilator mekanik.

VAP dapat ditegakan berdasarkan adanya demam > 38oC ,


leukositosis > 10.000 mm3, sekret trakea yang mengandung pus atau
nanah serta hasil pemeriksaan radiologi didapatkan bercak infiltrat
pada paru. Diagnosis VAP dengan spesifitas yang tinggi dapat
dilakukan dengan cara menghitung Clinical Pulmonary Infections
Score (CPIS) dengan melihat data dari gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium dan hasil pemeriksaan radiologi serta perbandingan
tekanan oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2).
b. Hospital Aquirred Pneumonia (HAP)
Hospital Aquirred Pneumonia (HAP) adalah infeksi yang
didapatkan setelah pasien dirawat lebih dari 48 jam tanpa adanya
infeksi paru pada saat pertama masuk. Berdasarkan 63 sampel pasien
yang melakukan pemeriksaan kultur dahak didapatkan Klebsiella
pneumonia (59%) yang menjadi penyebab terbanyak pada kasus HAP
diikuti oleh bakteri lain seperti Acinetobacter (14,8%) dan
Pseudomonas(13,1%).
c. Community Aquirred Pneumonia(CAP)
Community Aquirred Pneumonia (CAP) merupakan pneumonia
yang paling sering dijumpai pada masyarakat, yang dapat terjadi
melalui inhalasi atau aspirasi mikroba patogen ke paru-paru (lobus
paru). Penyebabnya tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia (85%), Haemophylus influenzae, dan
Moraxellacatarrhalis.

7. Manifestasi Klinis

Pneumonia pada anak dapat diketaui dengan melihat gejala klinis.

Adapun gejala klinis yang sering dijumpai pada pneumonia antara lain: 13

a) Didapatkan retraksi epigastrik, interkostal ataupun substernal

b) Frekuensi napas diatas batas normal dan anak bernapas dengan

menggunakan cuping hidung

c) Biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas

d) Didapatkan demam, dispneu dan kadang disertai muntah serta diare 20

e) Batuk dimulai dari batuk kering kemudian menjadi batuk produktif

f) Pada pemeriksaan fisik auskultasi didapatkan ronki basa halus

Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada anak dengan

pneumonia yaitu demam (92,7%) dengan suhu 37,6 0C, batuk 92,1% serta
muntah sekitar 39,3%. Gejala yang paling menonjol pada anak yaitu sesak

ditandai dengan frekuensi napas yang didapatkan lebih dari 60x/menit.13

Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi,

atau stridor, dan gejala demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia

bakterial. Pneumonia baterial secara tipikal berasosiasi dengan demam

tinggi, menggigil, batuk, dispneu, dan pada auskultasi ditemukan adanya

tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh

gejala khas seperti takipneu, batuk, ronki kering (crackles) pada

pemeriksaan auskultasi, dan seringkali ditemukan bersamaan dengan

timbulnya konjungtivitis chlamydial. Gejala klinis lainnya dapat

ditemukan adalah distres pernapasan termasuk napas cuping hidung,

retraksi intercosta dan subkosta dan merintih (grunting). Semua jenis

pneumonia memiliki ronki kering yang terlokalisir dan penurunan suara

respiratori.11

8. Diagnosis

Skrining anak dengan keluhan infeksi saluran pernapasan akut

untuk mendiagnosis pneumonia pada awalnya bergantung pada aspek

klinis. Sejak awal 1990-an, WHO telah merekomendasikan penggunaan

takipnea kuantitatif (tingkat pernapasan yang meningkat berdasarkan usia)

untuk mengidentifikasi anak-anak yang memerlukan pengobatan dengan

antibiotik untuk kemungkinan pneumonia. Namun, perlu ditekankan

bahwa kriteria laju pernapasan WHO bukanlah pendekatan diagnostik;

sebagai gantinya, direkomendasikan untuk digunakan sebagai alat yang


mudah untuk mengidentifikasi, di antara anak-anak di bawah 5 tahun

dengan keluhan infeksi saluran pernapasan akut, memiliki peluang untuk

mengalami gangguan saluran pernapasan bagian bawah, yang kemudian

dapat berisiko meninggal.14

Dalam tinjauan sistematis yang baru-baru ini diterbitkan tentang

keakuratan gejala dan temuan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi

kasus dengan pneumonia pada anak-anak di bawah 5 tahun, 23 studi

kohort prospektif anak-anak dimasukkan, di antaranya prevalensi

pneumonia radiografi di Amerika Utara. Penelitian adalah 19% dan 37%

di luar Amerika Utara. Adanya hipoksemia sedang (saturasi oksigen 96%)

dan peningkatan kerja pernapasan (grunting, flaring, dan retraksi) adalah

tanda yang paling terkait dengan pneumonia, sedangkan oksigenasi normal

(saturasi oksigen >96%) menurunkan kemungkinan pneumonia.14

Diagnosis ditegakan berdasarkan tanda dan gejala klinik dan hasil

dari pemeriksaan fisis serta hasil dari pemeriksaan penunjang.19

a. Anamnesis19
1) Batuk yang dirasakan awalnya kering kemudian akan berubah

menjadi batuk yang produktif atau menghasilkan dahak purulen

bahkan bisa didapatkan darah didalam dahak

2) Sesak napas biasa sering dikeluhkan oleh pasien atau orang tua
pasien
3) Demam
4) Anak sulit makan atau minum
5) Anak tampaklemah
6) Tanyakan ini serangan baru pertama kali atau sudah berulang, hal

ini perlu ditanyakan untuk membedakan dengan kondisi

imunokompromais, asma atau kelainan anatomi dari bronkus.

b. Pemeriksaan Fisik
-
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus

dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain

yang dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.


-
Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan

kemampuan makan/-minum.
-
Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal,

batuk, krepitasi, dan penurunan suara paruDemam dan sianosis


-
Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala

pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,

terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi

muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.19

Pada pemeriksaan fisik perlu dilihat apakah ada gejala-gejala

distress pernapasan. Pneumonia pada anak dapat diketaui dengan

melihat gejala-gejala klinis. Adapun gejala klinis yang sering dijumpai

pada pneumonia antara lain: Didapatkan retraksi subcostal, interkostal

ataupun substernal, frekuensi napas diatas batas normal dan anak

bernapas dengan menggunakan cuping hidung, dan pada pemeriksaan

fisik auskultasi didapatkan ronki basah halus.13

c. Pemeriksaan Penunjang

1). Pemeriksaan Laboratorium19


-
Pemeriksaan jumlah leukosit serta perlu dilakukan untuk

membantu menentukan pemberian antibiotik


-
Pemeriksaan kultur bakteri dan pewarnaan Gram pada

sputum dengan kualitas yang baik direkomendasikan dalam

menatalaksana anak dengan pneumonia berat


-
Pemeriksaan kultur darah tidak disarankan dilakukan secara

rutin pada pasien rawat jalan, namun direkomendasikan pada

pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak

yang dicurigai menderita pneumonia akibat bacterial


-
Pada anak yang berusia kurang dari 18 bulan dilakukan

pemeriksaan untuk mendeteksi ada tidaknya antigen virus

dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia


-
Jika ditemukan terdapat efusi pleura perlu dilakukan pungsi

cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik, kultur

serta mendeteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk

menegakan diagnosis dan menentukan waktu dimulainya

pemberian antibiotik
-
Pemeriksaan C- Reactive Protein (CRP), Laju Endap Darah

(LED) tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan

bakteri sehingga tidak disarankan sebagai pemeriksaan rutin


-
Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak

yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TBC


-
3). Pemeriksaan Radiologi
-
Foto polos dada tidak direkomendasikan secara rutin

dilakukan pada anak dengan infeksi saluran pernapasan

bagian bawah akut tingan tanda ada komplikasi


-
Pemeriksaan foto polos dada disarankan atau

direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat

inap atau bila dijumpai tanda dan gejala klinis yang

membingungkan
-
Pemeriksaan foto polos dada follow up hanya dilakukan

apabila didapatkan adanya kolaps pada lobus paru, dicurigai

adanya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap

atau memburuk dan tidak akanya respon terhadap antibiotik


-
Pemeriksaan foto polos dada tidak dapat menentukan agen

penyebab terjadinya pneumonia19

Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu

berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-

bercak sudah ditemukan pada gamabaran radiologis sebelum

timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrate sering

memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis

menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,

ulangan foto rontgen toraks tidak dilakukan. Ulangan foto rontgen

toraks diperlukan apabila gejala klinis menetap, penyakit

memburuk atau untuk tindak lanjut. Secara umum gambaran foto

toraks pada penderita pneumonia yaitu ditemukan area-area


ireguler yang tidak berbatas tegas yang mengalami peningkatan

densitas. Pada tahap awal area densitas tinggi tersebut hanya lokal,

akan tetapi pada tahap lanjut akan berkelompok/menyatu (infiltrat)

atau berupa perselubungan/opasitas inhomogen (konsolidasi)

dengan air bronchograms sign dan Shilouette sign dengan

distribusi segmental atau lobar.15

9. Penatalaksanaan

1). Tatalaksana Umum


Tatalaksana umum yang dapat dilakukan pada pasien pneumonia
adalah :
-
Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% harus diberikan terapi
oksigen dengan nasal kanul, head box atau sungkup untuk
mempertahankan agar saturasinya tetap >92%.
-
Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan
cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat.
-
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk. Dosis paracetamol
yang dapat diberikan pada anak sebagai antipiretik dan anlgetik
jika demam adalah 10-15mg/KgBB/kali pemberian.7
-
Nebulasi dengan β2 agonis atau Nacl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance.
-
Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan
per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan melalui
nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat
bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang
dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
-
Perlu dilakukan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami

overhidrasi karena pada pneumonia terjadi peningkatan sekresi

hormone antideuretik.

2). Pemberian Antibiotik


Berdasarkan guideline pengobatan pneumonia yang

dikeluarkan WHO Tahun 2014 juga menyebutkan amoksisilin

menjadi pilihan pertama yang dapat diberikan pada pasien

pneumonia ringan rawat jalan. Dosis yang dapat diberikan yaitu

40mg/KgBB/12 jam (80mg/KgBB/hari) sedangkan berdasarkan

buku Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak yang

dikeluarkan IDAI Tahun 2013 pemberian amoxicillin untuk kasus

infeksi berat dapat diberikan dengan dosis 50mg/KgBB/kali dengan

interval berdasarkan < 37 minggu (≤28 hari : setiap 12 jam dan >28

hari : setiap 8 jam) dan >37 minggu (≤7 hari : setiap 12 jam dan >7

hari : setiap 8 jam).16,17 Kemudian berdasarkan buku Respirologi

Anak Tahun 2008 pengobatan pneumonia ringan dengan rawat jalan

juga dapat diberikan kotrimoksazole yaitu 4mg/KgBB TMP –

20mg/kgBB sulfametoksazole.16

Pasien pneumonia berat yang perlu mendapatkan rawat inap

berdasarkan WHO Tahun 2014 untuk lini pertama dapat diberikan

antibiotik ampicillin 50mg/KgBB/6 jam atau benzyl penicillin

50.000 unit/KgBB/6 jam yang dikombinasikan dengan gentamicin

7,5mg/KgBB/24 jam dan untuk lini kedua dapat digunakan


ceftriakson dengan dosis 50-100mg/KgBB/hari dimana dosis

maksimalnya adalah 2 g/hari.16

Berdasarkan PPM IDAI Tahun 2009 dosis ampicillin yang

dianjurkan adalah 100mg/KgBB/hari yang dibagi menjadi 4 kali

pemberian atau setiap 6 jam sedangkan berdasarkan buku

Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak yang dikeluarkan

IDAI Tahun 2013 pemberian Ampicillin untuk bayi > 2 minggu

dapat dibagi menjadi 3 kali pemberian atau setiap 8 jam.Selain itu

juga berdasarkan buku Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan

Anak yang dikeluarkan IDAI Tahun 2013 menyebutkan bahwa dosis

gentamisin yang dapat diberikan pada neonatus adalah 5

mg/kgBB/dosis.17

10. Prognosis

Pada umumnya dapat sembuh namun mortalitas makin tinggi jika

sudah terjadi komplikasi. Mortalitas diakibatkan oleh bakterimia oleh

karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di

negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses

perawatan. Penyakit ini juga merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas anak berusia <5 tahun.18

11. Komplikasi

 Empiema
 Efusi pleura
 Abses paru
 Sepsis
BAB III

ANALISIS KASUS

Kasus Analisis
Sesak 2 Hari SMRS, selain itu Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada
pasien mengalami batuk anak dengan pneumonia yaitu demam (92,7%)
dengan lendir (+) sejak 2 hari dengan suhu 37,6oC, batuk (92,1%) serta
SMRS dan demam sejak 3 hari muntah sekitar (39,3%). Gejala yang paling
SMRS menonjol pada anak yaitu sesak ditandai dengan
frekuensi napas yang didapatkan lebih dari
60x/menit. Gejala distres pada anak seperti
takipnea, retraksi subkostal, batuk, kreapitasi
dan penurunan suara paru
Usia 8 Bulan Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2018) memaparkan bahwa di Indonesia
Pneumonia telah didiagnosis pada kelompok
umur <1 tahun sebesar 2,1%, kelompok umur1-4
tahun sebesar 2,1%, kelompok umur 5-14
tahunsebesar1,7%dankelompokumur15-
24sebesar 1,8%.7
Riwayat konsumsi ASI (-), susu Tidak pernah mengkomsumsi ASI secara
formula seja lahir eksklusif dapat menjadi faktor risiko terjadinya
pneumonia akibat dari kurangnya nutrisi dan
imunitas tambahan yang berasal dari ibu
sehingga membuat anak lebih rentan terinfeksi.

Riwayat merokok dalam Asap rokok yang dihisap baik pada perokok
keluarga yang tinggal serumah aktif maupun pasif akan menyebabkan fungsi
(+) Pamannya.
silia menurun bahkan tidak berfungsi. Jika silia
tidak berfungsi, maka tubuh akan memproduksi
dahak yang berlebihan. Selain itu, potensi
infeksi pada saluran napas sangat besar. Asap
rokok juga dapat menyebabkan iritasi,
peradangan dan penyempitan saluran napas.
Proses penyembuhan bagi penderita pneumonia
akan membutuhkan waktu yang lama jika
penderita masih terpapar asap rokok karena
proses pertahanan tubuh terhadap infeksi tetap
akan terganggu.
Pernapasan cuping hidung Pada pneumonia akan didapatkan suara
(+),Retraksi subcostal tambahan berupa suara rhonki akibat adanya
(+/+),Suara napas tambahan
udara yang melewati saluran napas yang
Rhonki (+/+).
mengalami penyempitan atau obstruksi. Gejala
distress napas pada anak seperti takipnea,
retraksi subkostal, interkostal, batuk, kreapitasi
dan penurunan suara paru.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium jumlah leukosit serta
Darah Rutin menghitung jumlah leukosit perlu dilakukan
- WBC : 13,4 [103/Ul]
- RBC : 4,97 [106/Ul] untuk membantu menentukan pemberian
- HGB : 13,4 [g/dL] antibiotik. Pada kasus ditemukan adanya
- HCT : 43,1 [%]
- MCV : 86,7 [fL] peningkatan jumlah leukosit yang menunjukan
- MCH : 27,0 [pg] adanya proses infeksi.
- MCHC : 31,1 [g/dl]
- PLT : 146 [10]3/uL]

Foto Thorax : Kesan Pemeriksaan foto polos dada disarankan atau


Bronkopneumonia direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila dijumpai tanda dan
gejala klinis yang membingungkan.
Terapi :  Pemberian terapi oksigen sebagai modalitas
 O2 nasal kanule 1-2 L/menit untuk menangani keluhan sesak yang dialami
 IVFD D5 ½ NS 8 Tpm (mikro) pasien, pada kondisi anak yang tidak terlalu
 Paracetamol inj 55 mg/ 8 jam/
IV jika suhu > 38 0C sesak dapat diberikan oksigen 0,5-2 L/menit.
 Vicilin inj. 150 mg/ 6 jam/ IV Pemberian terapi ini dapat dilepas jika pasien
 Pulv Ambroxol 3 mg / PO/ 8
jam sudah tidak mengeluhkan sesak.
 Nebu NaCl 0,9 5cc/8 jam
 Pemberian cairan D5 ½ NS sebanyak 8 tpm
diharapkan mampu memberikan nutrisi
tambahan yang berasal dari larutan gula yang
diberikan, hal ini bertujuan untuk memberikan
intake cairan sekaligus energi kepada pasien
yang tidak nafsu makan.
 Parasetamol (acetaminophen) sebagai
antipiretik diberikan pada pasien jika masih
demam (suhu >38oC) yang memiliki fungsi
pada pusat pengatur suhu di hipotalamus untuk
menurunkan suhu tubuh.
 Pasien pneumonia yang perlu mendapatkan
rawat inap berdasarkan WHO Tahun 2014
untuk lini pertama dapat diberikan antibiotik
ampicillin 50mg/KgBB/6 jam atau benzyl
penicillin 50.000 unit/KgBB/6 jam. WHO
Library Cataloguing-in-Publication Data.
Berdasarkan PPM IDAI Tahun 2009 dosis
ampicillin yang dianjurkan adalah
100mg/KgBB/hari yang dibagi menjadi 4 kali
pemberian atau setiap 6 jam sedangkan
berdasarkan buku Formularium Spesialistik
Ilmu Kesehatan Anak yang dikeluarkan IDAI
Tahun 2013 pemberian Ampicillin untuk bayi
> 2 minggu dapat dibagi menjadi 3 kali
pemberian atau setiap 8 jam.
 Ambroxol digunakan untuk mengurangi
keluhan batuk berdahak dengan pemberian
agent mukolitik (ambroksol) yang berfungsi
mengencerkan sekret saluran napas dengan
cara memecah benang-benang mukoprotein
dan mukopolisakarida dari sputum.
 Nebulasi dengan β2 agonis atau Nacl dapat
diberikan untuk memperbaiki mucocilliary
clearance.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gharina Adia Lisa, Putri Fajariani, Yuniarti. 2016. Hubungan Faktor Risiko

dan Karakteristik Gejala Klinis dengan Kejadian Pneumonia pada Balita.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Bandung

2. Suartawan, P. 2019. Bronkopneumonia pada anak usia 20 Bulan. Jurnal

Kedokteran 5 (1).
3. Kaunang Christian, Runtunuwu Ari,Wahani Audrey. 2016. Gambaran

karakteristik pneumonia pada anak yang dirawat di ruang perawatan intensif

anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 2013 – 2015. Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado.

4. Zainul I, Syarah M. 2017. Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Community

Acquired Pneumoniadi RSUD Pasar Rebo dan RSUD Tarakan di Jakarta

Tahun 2014.Jakarta. Jurnal Sains dan Teknolohi Farmasi

5. Sarlis Nelfi, Filda Mutya. 2018. Hubungan Status Gizi Dengan Pneumonia

Balita Di Puskesmas Umban Sari Pekanbaru Tahun 2016. Akademi

Kebidanan Sempena Negri Pekan Baru

6. Riset Kesehatan Dasar. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti. Pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta.

8. Said M. 2001. Pneumonia Atipik pada Anak. Jurnal Sari Pediatri. Jakarta :

Bagian Ilmu Anak FKUI-RSCM

9. Budihardjo, S. N., Suryawan, I. W. B. 2020. Faktor-faktor resiko kejadian

pneumonia pada pasien pneumonia usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya.

Intisari Sains Medis. 11 (1) : 398-404.

10. Dewi GASS. Bronkopneumonia. 2013. Medula Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung Vol 1, No 2, Hal 63-71.

11. Seyawati Ari, Marwiati. 2018. Tata Laksana Kasus Batuk Dan Atau Kesulitan

Bernafas. Literature Review. Jurnal Imiah Kesehatan.


12. Warganegara Efrida. 2017. Pneumonia Nosokomial (Hospital-acquired,

Ventilator-associated, dan Health Care-associated Penumonia. Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

13. Monita Osharinanda, Yani Fity Fanny, Lestari Yuniar. 2015. Profil Pasien

Pneumonia Komunitas di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

Sumatera Barat. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

14. Nascimento, C.M., Carvalho. 2020. Community-acquired pneumonia among

children: the latest evidence for an updated management . Journal De

Pediatria : 96:29-38.

15. Sujana, IBG. 2016. Pneumonia Aspirasi : Laporan Kasus. Denpasar. Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

16. WHO. 2014. Revised WHO classification and treatment of childhood

pneumonia at health facilities. WHO Library Cataloguing-in-Publication

Data.

17. IDAI. 2013. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Ikatan

Dokter Anak Indonesia.

18. Kementrian Kesehatan RI. 2018. Modul Tatalaksana Pneumonia Balita di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia.

19. Pudjiadi,A.H., dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai