Anda di halaman 1dari 61

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

DIARE AKUT + INFEKSI NEONATORUM

Oleh :
Nisda, S.Ked
K1A1 15 033

Pembimbing :
dr. H. Mustaring, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nisda, S.Ked

Stambuk : K1A1 15 033

Judul Kasus : Diare Akut + Infeksi Neonatorum

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2021


Mengetahui
Pembimbing,

dr. H. Mustaring, Sp.A


BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. A
Umur : 21 hari (06/09/2021)
Alamat : Jl. R. Suprapto, Mandonga
Agama : Islam
Suku : Makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
No RM : 25 XX XX
Tanggal Masuk RS : 14 September 2021

B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama
Buang air besar cair.
2. Anamnesis terpimpin
Pasien rujukan dari dokter anak dengan keluhan bab cair sejak 1 hari
SMRS dengan frekuensi bab 5x sehari, darah (-), lendir (-), di sertai
dengan demam (+). Keluhan lain seperti sesak (-), batuk (-), pilek (-),
muntah (-), kejang (-), BAK dalam batas normal dan BAB kesan
meningkat.
Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang sama (-).
Riwayat penyakit lain yang pernah diderita (-). Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama (-). Riwayat pengobatan sebelumnya di dokter anak
dan langsung di rujuk ke IGD RSUD Kota Kendari. Riwayat nutrisi sejak
lahir pasien mengonsumsi susu formula dan tidak pernah diberikan ASI.
Riwayat alergi (-). Riwayat imunisasi (-).
Riwayat kelahiran pasien dilahirkan cukup bulan dengan BBL 3300
gram di tolong bidan di Puskesmas. Riwayat ibu pernah mengalami
demam saat kehamilan 9 bulan dan saat mendekati hari kelahiran.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a) Keadaan umum : Sakit sedang
b) Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
c) Tanda Vital
Nadi : 191×/menit
Suhu : 39.0oC
Pernapasan : 40×/menit
SpO2 : 97%
d) Pucat : (-)
e) Ikterus : (-)
f) Sianosis : (-)
g) Turgor : Berkurang
h) Tonus : (-)
i) Edema : (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normosefal
Muka : Simetris kiri dan kanan, pucat (-), ikterik (-)
Rambut : Hitam dan tidak mudah tercabut
Ubun-ubun besar : Belum tertutup, tidak menonjol
Telinga : Otitis (-/-), otorhea (-/-)
Mata : Cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Napas cuping hidung (-), epistaksis (-/-)
Bibir : Pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Lidah : Kotor (-)
Sel mulut : Stomatitis (-), terpasang NGT (-)
Tenggorok : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-)
Bentuk dada : Normochest
Jantung
Ictus cordis : Tidak teraba
Batas kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis sinistra
Irama : BJI/BJII murni reguler
Paru
Inspeksi : Simetris kiri kanan, retraksi (-)
Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (-/-), bunyi napas tambahan
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Perkusi : Bunyi timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
Limfa : Pembesaran (-)
Hepar : Pembesaran (-)

Alat kelamin : Tidak ada kelainan


Kelenjar limfe : Tidak teraba pembesaran
Kulit : Tidak terdapat kelainan
Anggota gerak : Akral hangat
KPR (Knee Pess Reflex) : +/+
APR (Achilles Pess Reflex) : +/+
Refleks Patologis : -/-
Columna vertebralis : Scoliosis (-)
Berat Badan : 3300 gram
Panjang Badan : 48 cm

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin (14/09/2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
NEU 9,0 × 103/µL (76,2%) 1.1-7.0/50.0-70.0
LYM 3,9 × 103/µL (27.2%) 0.7-5.1/20.0-40.0
MON 4,2 × 103/µL (6.0%) 0.0-0.9/3.0-8.0
EO 0.1 × 103/µL (0.9%) 0.0-0.9/0.5-5.0
BAS 0.4× 103/µL (3.2%) 0.0-0.2/0.0-1.0
WBC 17,6× 103/µL 4.0-10.0
RBC 4,58× 106/µL 4.50-5.50
HGB 14,5 g/dL 11.0-17.9
HCT 46,2 % 37.0-48.0
MCV 101 fL 80.0-98.0
MCH 31,7 pg 28.0-33.0
MCHC 31,4 g/dL 31.9-37.0
RDW-CV 16,8 % 11.5-14.5
RDW-SD 67,8 fL 35.0-56.0
PLT 367× 103/µL 150-450
PCT 0,31 % 0.10-0.40
MPV 8,4 Fl 4.0-15.2
PDW 19,2 % 16.0-18.0
4. Ringkasan Riwayat Penyakit
5. Pasien rujukan dari dokter anak dengan keluhan bab cair sejak 1 hari
yang lalu dengan frekuensi bab 5x sehari, darah (-), lendir (-), di sertai
dengan demam (+). Keluhan lain seperti sesak (-), batuk (-), pilek (-),
muntah (-), kejang (-), BAK dalam batas normal dan BAB kesan
meningkat.
6. Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang sama (-). Riwayat
penyakit lain yang pernah diderita (-). Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama (-). Riwayat pengobatan sebelumnya berobat di
dokter anak dan langsung di rujuk ke IGD RSUD Kota Kendari.
Riwayat nutrisi sejak lahir pasien mengonsumsi susu formula dan tidak
pernah diberikan ASI. Riwayat alergi (-).
Riwayat imunisasi (-). Riwayat kelahiran pasien dilahirkan cukup
bulan dengan BBL 3300 gram di tolong bidan di Puskesmas. Riwayat ibu
pernah mengalami demam saat kehamilan 9 bulan dan saat mendekati hari
kelahiran.

7.
Keadaan umum sakit sedang, gizi baik, compos mentis. Tanda
vital: nadi 191 ×/menit, pernapasan 40 ×/menit, suhu tubuh
39.9°C/aksila. Hematologi rutin WBC 17.6, Neut 9.0, Mon 4.2.

8. Diagnostik kerja
Diare akut + Infeksi Neonatorum

9. Diagnosis Banding
1. GEA
2. Disentri
3. Alergi protein Susu Sapi

10. Anjuran Pemeriksaan


1. Pemeriksaan elektrolit
2. GDS
3. Feses Rutin
4. AGD

11. Perencanaan
1. Terapi atau tatalaksana
a. Non Medikamentosa
1) Tirah baring
2) Edukasi
b. Medikamentosa
 O2 0,5 L nasal Cannul
 IVFD asering 12 tetes per menit (mikro)
 Zinc 1x10mg atau 0,2 ML
 Inj. Paracetamol 30 mg/6 jam/ IV ( jika suhu ≥ 38∙
 Inj. Cefotaxim 100 mg/12 jam/IV
 Gentamicin salp

12. Perkembangan Pasien


Tabel 1. Perkembangan pasien saat perawatan di RSUD Kota Kendari
Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
14/09/2021 S : Bab cair (+) sejak 1 hari,  O2 0.5 L/ Nasal kanul
demam (+), sesak (-), batuk (-)  IVFD asering 12 tpm
dahak (-), pilek (-),muntah (-) (mikro)
BAK dan BAB kesan meningkat  Inj. Paracetamol 30
O : KU = sakit berat/compos mg/ 6 jam/ jika suhu
mentis ≥38∙C
N : 191 ×/menit  Inj. Cefotaxim 100
P : 40 ×/menit mg/12 jam/IV
S : 39ºC  Zink 1x 10 mg (2.5 ml)
SpO2 95%  Awasi TTV
BB: 3.3 kg
Kepala: Napas cuping hidung (-)
Leher: Kaku kuduk (-)
Thorax : Pengembangan dada
simetris, vesikuler, Rh(-/-), Wh
(-/-). Retraksi subkosta (-) dan
suprasternal (-)
Abdomen : Datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
meningkat, nyeri tekan (-),
pembesaran organ (-)
Ektermitas : Dalam batas normal
A : Diare akut + infeksi
neonatorum
15/09/2021 S : Lemas (+). BAB cair 2x  O2 0.5 L/ Nasal kanul
konsistensi encer warna hijau,  IVFD asering12 tpm
demam (+). (mikro)
O : KU= sakit sedang/ compos  Inj. Paracetamol 30
mentis mg/ 6 jam/ jika suhu
N : 140 ×/menit ≥38∙C
P : 48 ×/menit  Inj. Cefotaxim 100
S : 38.0ºC mg/12 jam/IV
SpO2 95%  Zink 1x 10 mg (2.5 ml)
BB: 3.2 kg
 Awasi TTV
Kepala: Napas cuping hidung (-)
Thorax : Pengembangan dada  Intake asi/SF
simetris, vesikuler, Rh(-/-), Wh Free laktosa
(-/-). Retraksi subkosta (-) dan
suprasternal (-)
Abdomen : Datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
meningkat, nyeri tekan (-),
pembesaran organ (-)
Ektermitas : Dalam batas normal
A : Diare akut + infeksi
neonatorum
16/09/2021 S : demam (-), bab encer 1x  IVFD asering12 tpm
O : KU= sakit sedang (mikro)
N : 103 ×/menit  Inj. Paracetamol 30
P : 44×/menit mg/ 6 jam/ jika suhu
S : 36.5ºC ≥38∙C
SpO2 99%  Inj. Cefotaxim 100
Kepala: napas cuping hidung (-) mg/12 jam/IV
Leher: kaku kuduk (-)  Zink 1x 10 mg (2.5 ml)
Thorax : pengembangan dada  Awasi TTV
simetris, vesikuler, Rh(-/-), Wh
 Intake asi/SF free
(-/-). Retraksi subkosta (-) dan
laktosa
suprasternal (-)
 BPL jika stabil
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan (-),
pembesaran organ (-)
Ektermitas : Dalam batas normal
A : Diare akut
13. Diagnosis Definitif
1. Diagnosis Utama
Diare akut + infeksi neonatorum
2. Diagnosis tambahan
GEA
Disentri
Alergi Protein Susu Sapi

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari.Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama ≥ 14 hari.Menurut Departemen Kesehatan (2011) diare adalah
suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Sedangkan menurut IDAI diare akut
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari dua minggu.1,3,4

Gastroenteritis (GE) atau biasa yang disebut dengan “muntaber”


adalah peradangan selaput lendir saluran pencernaan, dan ditandai dengan
muntah dan / atau diare. Diare akut didefinisikan sebagai onset peningkatan isi
cairan yang mendadak dari tinja di atas nilai normal.Dalam istilah praktis ini
dikaitkan dengan peningkatan frekuensi dan konsistensi cairan tinja.5

Pada neonatus (0-28 hari) yang minum ASI ekslusif frekuensi buang
air besarnya dapat lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan
saluran cerna.Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif definisi diare yang
praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari,
tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah disebut dengan diare.1,6,7

B. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.
Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan
sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%,
untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding
pneumonia 15,5%. Prevalensi diare di Indonesia dalam Riskesdas 2013, Lima
provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Papua
(6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan
9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan
8,8%), sementara itu Sulawesi Tenggara (4,1% dan 7,3%). 1,8
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2007, persentase diare dalam 1 bulan terakhir berdasarkan diagnosis+gejala
cukup tinggi (> 10%) di Kolaka, Bombana, Kolaka Utara dan Kota Bau Bau
sementara di kota kendari persentasenya yaitu 7,8%. Berdasarkan Profil
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012, Jumlah perkiraan kasus
diare di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 berjumlah 96.644 kasus dari
total penduduk 2.310.083 jiwa, kasus terbanyak terdapat di Kabupaten Kolaka
dengan jumlah 13.958 kasus sementara itu Kota Kendari menempati posis
kedua terbanyak dengan jumlah 12.510 kasus. Total diare yang ditangani
Tahun 2012 sebesar 60.48%.12,13
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu
16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan
hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi
diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di
perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan.Berdasarkan
pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit
menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan
Pneumonia.14
C. ETIOLOGI
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80%
pada kasus yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di
masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.5
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah sebagai berikut5:
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus Aureus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia
enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides

Golongan Virus :

1. Astrovirus 5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) 6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus 7. Herpes simplex virus
4. Coronavirus 8. Cytomegalovirus

Golongan Parasit :

1. Balantidium coli 5. Giardia Lamblia


2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichiura

Di Negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut


pada anak-anak yaitu :Rotavirus, Escherichia coli, enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.1
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus.Biopsi usus halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar
pada lamina propria.Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkolerasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh
sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun
biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”.5
Diare pada akut pada bayi dan anak paling banyak disebabkan oleh
virus, dimana virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan
menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbs usus
halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit
yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum
baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap
terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari
penyerapan air dan nutrient yang tidak sempurna.5
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella,
Shigella, E. coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik.Toksin
shigella juga dapat masuk kedalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja yang disebut disentri.1
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan
diare pada anak antara lain1 :
1. Kesulitan makan
2. Defek Anatomis :Malrotasi, Penyakit Hirchprung, Short Bowel Syndrome,
Atrofi Mikrovilli, Stricture.
3. Malabsorpsi :Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa,
Cystic fibrosis, Cholestosis, Penyakit Celiac.
4. Endokrinopati :Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma
Adrenogenital.
5. Keracunan Makanan :Logam Berat, Mushrooms.
6. Neoplasma :Neuroblastoma, Phaechromocytoma, Sindroma Zollinger
Ellison.

Lain-lain :Infeksi non gastrointestinal, Alergi susu sapi, Penyakit Crohn,


Defisiensi imun, Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra.

D. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flier,
fluid, field).5
Faktor risiko kejadian Diare adalah:
1) Faktor perilaku
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyabaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya Diare. Perilaku tersebut
antara lain:6,9
a) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara ekslusif selama 6
bulan pertama kehidupan. Sehingga bayi beresiko menderita Diare
lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI secara eksklusif dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Pada
Balita yang diberikan MP-ASI terlalu dini dapat mempercepat bayi
kontak terhadap kuman.
b) Menggunakan botol susu yang kurang bersih terbukti dapat
menimbulkan Diare, karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu.
c) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak pada saat memberi ASI atau makan anak.
d) Menyimpan makanan di tempat yang tidak higienis seperti
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, karena makanan
akan tercemar dan kuman akan berkembang biak beberapa jam
pada makanan yang berada pada suhu ruangan.
e) Tidak diberikan imunisasi Campak. Diare sering terjadi dan
berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita Campak,
hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
Oleh karena itu segera memberikan anak imunisasi Campak setelah
berumur 9 bulan.
2) Faktor pejamu (Hospes∕Inang)
Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden dan
lamanya penyakit Diare. Faktor-faktor tersebut antara lain:9
a) Kurang gizi. Risiko kematian karena Diare meningkat pada anak-
anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi
buruk.
b) Imunodefisiensi∕imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya
berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti
Campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti para
penderita AIDS. Pada anak imunosupresi berat, Diare dapat terjadi
karena kuman yang tidak patogen.
3) Faktor lingkungan9
Penyakit Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis 2
faktor lingkungan yang dominan, yaitu sarana air bersih dan tempat
pembuangan tinja.
4) Faktor Sosiodemografi9
Demografi memperhatikan berbagai karakteristik individu
maupun kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan demografi,
karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi.
o Karakteristik sosial dan demografi meliputi: jenis kelamin,
umur, status perkawinan, dan agama. Karakteristik pendidikan
meliputi tingkat pendidikan. Karakteristik ekonomi meliputi
jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan.
E. ANATOMI SALURAN CERNA
a. Gaster
Sel-sel epitel di gaster adalah merupakan kelenjar gaster. Terdapat
3 tipe kelenjar yaitu : cardiac, oxyntic, dan pyloric. Cardiac merupakan
penghasil mukus yang terletak pada perbatasan cincin gaster sampai
oesophagus.Oxyntic merupakan yang paling banyak dan didapatkan pada
fundus. Tipe ketiga yaitu Piloric merupakan 10% permukaan mukosa
gaster, ditandai adanya pits yang dalam. Dua tipe sel yang utama adalah
sel penghasil mukus dan sel penghasil gastrin.Fungsi neuromuskuler gaster
meliputi penyimpanan, mencampur, menggilas dan melakukan kontrol
terhadap pengeluaran makanan ke dalam duodenum. Sekresi gaster terdiri
dari asam hidroklorid (HCL), gastrin, pepsinogen, faktor intrinsik, lipase
dan mukus.5

b. Usus Halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. Pada neonates memiliki
panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa.
Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga
enterosit. Permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya
vilus dan kripta.Vilus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-
masing region usus halus.Di duodenum vilus tersebut lebih pendek, lebih
lebar dan lebih sedikit; menyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada
jejunum; serta menjadi lebih kecil dan meruncing di ileum.Densitas
terbesar didapatkan di jejunum. Di antara vilus tersebut terdapat kripta
(Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan
pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan
ileum, tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas
epitel dengan melakukan kontrol terhadap aliran air dan solute
paraseluler.5
c. Usus Besar
Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rectum dan anus.Mukosa usus
besar bertambah dengan adanya plika semilunar yang ireguler dan adanya
kripta tubuler Lieberkuhn.Tidak terdapat vilus pada usus besar.Baik
permukaan mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit)
dan sel goblet yang membatasi dari jaringan mesenkim lamina
propria.Kolonosit memiliki mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek
daripada usus halus.Epitel bagian bawah kripta terdiri atas proliferasi sel
kolumnar yang tidak berdiferensiasi, sel goblet dan sedikit sel
endokrin.Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip seperti pada usus
halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian bawah
kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya
akan dilepaskan dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus
pembaharuan sel ini berlangsung 3 sampai 8 hari pada manusia. Kripta
dikelilingi oleh sarung fibroblast dalam lamina propria, mengalami
proliferasi dan migrasi secara sinkron dengan migrasi sel epitel. Jumlah
total sel terbanyak pada kripta kolon desenden, menurun secara progresif
di sepanjang kolon transversum dan kolon desenden dan meningkat lagi
pada sekum.5

F. PATOLOGI DAN PATOMEKANISME DIARE


Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare5 :
a. Pembagian diare menurut etiologi
b. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbs dan
gangguan sekresi
c. Pembagian diare menurut lamanya diare yaitu diare akut yang
berlangsung kurang dari 14 hari, diare kronik yang berlangsung lebih
dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi, dan diare persisten yang
berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa


mekanisme yang saling tumpang tindih.Diare akibat gangguan absorpsi
yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar dari pada kapasitas
absorpsi.Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah.Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan
dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.5,13

Gangguan Absorpsi atau Diare Osmotik

Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab


seperti celiac sprue, atau karena5 :

a. Mengonsumsi magnesium hidroksida


b. Defisiensi sukrase-isomaltase, adanya lactase defisien pada anak yang
lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose
antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeable, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, sehingga
air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil
cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti
Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.

Malabsorpsi Umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida,
tepung, asam aminodan monosakarida mempunyai peran pada gerakan
osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan
menyerap Na dan air) dapat disebabkan oleh virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak
karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-
obatan tertentu.Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorpsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.Coli)
menyebabkan malabsorpsi nutrien dengan merubah faal membrane brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa.5
Gangguan atau kegagalam ekskresi pancreas menyebabkan
kegagalan pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid,
selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya
menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi
protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan
sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa,
isomaltosa dan defisiensi kongenital laktase, pemberian obat pencahar;
laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi
karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare.Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah
mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi
enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.5

Gangguan Sekresi atau Diare Sekretorik


a. Hiperplasia Kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrovi vili.5

b. Luminal Secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia,
garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca ++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.5
Bahan laksatif dapat menyebabkan variasi efek pada aktivitas
NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar
cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan
sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningaktan konsentrasi garam empedu, lemak.5
c. Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera.Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan,
apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti
ganglioneuroma atau neuroblastoma. Diare yang disebabkan tumor ini
termasuk jarang.5

Diare Akibat Gangguan Peristaltik

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,


tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi.Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan
diare.Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi.Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable
pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.5

Diare Inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada


beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik.5

Diare Terkait Imunologi

Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi


hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV.Reaksi tipe I yaitu terjadi antara sel
mast dengan IgE dan alergen makanan.Reaksi tipe III misalnya pada
penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
Disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang
masuk dalam tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE
yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel
mast dan basophil. Bila terjadi pajanan berulang dengan antigen spesifik,
sel mast akan melepaskan mediator seperti histamine, ECF-A, PAF, SRA-
A, dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi kompleks antigen-
antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan
komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan
Machrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan
basophil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon
imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi.Antigen dari luar
dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-
II dependen. Terjadi pelepasan berbagai ditokin seperti MIF, MAF, dan
IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan
menimbulkan kerusakan jaringan. Berbagai mediator diatas akan
menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan
jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.5

G. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik.Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
panas.Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia.Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat.Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik.Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.1
Penilaian menurut World Gastrointestinal Organization (WGO)
meliputi kesadaran, mata cekung, rasa haus, serta turgor kulit. Menurut
Guandalini, penilaian dehidrasi yang paling baik adalah menilai pemanjangan
pengisian kapiler perifer, turgor kulit, dan pola pernafasan.7
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umumnya terjadi pada penderita dengan
inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi
pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar.1
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik, akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran
cerna bagian atas seperti: enteric virus, bakteri yang memproduksi
enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.1
Muntah juga sering terjadi pada non Inflammatorydiare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak
berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang
terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya immunodefisiensi atau penyakit kronis
sangat penting.1

H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama
diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lender
dan darah. Bila disertai muntah : volume dan frekuensinya. Kencing :
biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media,
campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit
dan obat-obatan yang sudah diberikan serat riwayat imunisasinya.5
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya :
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.7
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan kapilery
refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.5
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan
sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria
WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat
pada table berikut .5

Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat


dehidrasi Sedang, Kehilangan Kehilangan BB >
kehilangan BB BB3%-9% 9%
<3%

Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi,


gelisah, irritable tidak sadar

Denyut Normal Normal- meningkat Takikardi,


Jantung bradikardi pada
kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil,


tidak teraba

Pernapasan Normal Normal- cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Normal Berkurang Tidak ada

Mulut dan Basah Kering Sangat kering


lidah

Cubitan kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali >2 detik

Capillary refil Normal Memanjang Memanjang,


minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,


sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal


Dikutip dari kepustakaan 5.

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umunya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kutur urin dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut5:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine: urine lengkap, kultur, dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja:
a. Pemeriksaan Makroskopik: pemeriksaan makroskopik tinja perlu
dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan
laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau
darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.1
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E.
histolytica, E. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptodporidium dan Strongyloides.1
b. Pemeriksaan Mikroskopis: pemeriksaan mikroskopis untuk mencari
adanya lekosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare,
letak anatomis serta adanya proses peradangan muksa. Lekosit dalam
tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang
mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. Jejuni, EIEC, C.difficle, Y.
enterolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau
P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan adalah pada umumnya
adalah leukosit PMN, kecuali pada S. thypii leukosit menonuklear.
Tidak semua penderita colitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya leukosit pada
tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak
memproduksi leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah risiko tinggi, kultur
tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada
pasien immunocompromised. Biopsi duodenum adalah metode yang
spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan
protozoa yang membentuk spora E. histolytica dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk.5

I. TATALAKSANA
Departemen Kesehatan telah melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan
Dokter Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat dirumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu. 5,10
1. Rehidrasi
Oralit baru dapat mengurangi rasa mual dan muntah, berikan
segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia
Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium.
Sedangkan diare yang paling banyak terjadi akhir-akhir ini dengan
tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus.
Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit
seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.
Osmolaritas larutan lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga
kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.5
Oralit baru ini adalah oralit yang osmolaritas yang rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan,
namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit
baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu,
oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan INUCEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.5Ketentuan pemberian oralit
formula baru :
1) Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
2) Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang,
untuk persediaan 24 jam
3) Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Untuk anak < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
- Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
4) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa larutan harus dibuang.
a. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah
tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti : air tajin, larutan gula garam,
kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan
dirumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah
10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun
adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah
300-400 ml setiap BAB.5
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan
dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar
dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang
sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian
mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain
cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus
diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang
6 kali sehari) serta rendah serat. Makanan yang merangsang (pedas,
asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat
menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan cara pengobatan ini
diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan anak
bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang,
obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan – sedang.5
b. Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di
sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan
oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila
berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat,
perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan
umur penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun
adalah 600 ml, >5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml.
rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang
sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita
dan memantau tanda-tanda dehidrasi.5
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi
lagi. Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi
bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan
minum air putih atau air tawar. Bila udema kelopak mata sudah hilang
dapat diberikan lagi.5
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat
diberikan secara per-oral. Oralit dapat diberikan melalui nasogastrik
dengan volume sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam
keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk.
Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan
dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan
dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila
memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita
tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah
pemberian cairan parenteral.7
c. Pengobatan diare dehidrasi berat
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau
Rumah Sakit. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit
harus diberi oralit sampai cairan infuse terpasang. Disamping itu, semua
anak harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena (± 5
ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4
jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian
tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian
intravena. Untuk rehidrasi parenteral di gunakan cairan Ringer Laktat
dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam
pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas
1 tahun ½jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam bberikutnya 70
cc/kgBB.5
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik,
tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada
anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang
sesuai yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi.5
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di
awal masa diare selama 10 hari kedepan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa
pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan
durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.5
Zinc merupakan mikronutrient yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat
kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan
dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial
pertahanan tubuh terhadap infeksi.5
Dasar penggunaan pemakaian zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur
dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen
dari usus. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume
buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi
pada anak.5
Dosis pemberian Zinc pada anak-anak:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10-14 hari walaupun diare sudah
berhenti.
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah
larut berikan pada anak diare.1
3. Asi dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anakagar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi
harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan
lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.1
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan
ditingkatkan setelah sembuh.Tujuannya adalah memberikan makanan
kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima. Meneruskan pemberian
makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada
anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola
makan sebelum sakit. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak
diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang
minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau.
Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum
paling tidak setiap 3 jam.1
4. Antibiotik selektif 5
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan
diare seperti: antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari
satu mekanisme kerja, banyak di antaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur
kurang dari 2 – 3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat
tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.5
 Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua
diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus
yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika.5
Antibiotik diberikan jika ada indikasi misalnya diare
berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional
justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile
yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.
Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan
mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah
biaya pengobatan yang tidak perlu. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme sebagai berikut: inaktivasi obat melalui
degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang
menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membran
terhadap antibiotik.

Tabel 2. Antibiotik pada diare


Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Cyprofloxacin Pivmecillinam
dysentery 15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari kasus berat )
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

5. Nasihat kepada orang tua


Nasihat yang diberikan yaitu bagaimana cara memberikan cairan
dan obat di rumah dan kapa harus membawa kembali bali ke petugas
kesehatan apabila diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus,
makan/minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah dan diare tidak
membaik dalam 3 hari.1
J. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:11
1) Dehidrasi.
2) Renjatan hipovolemik.
3) Hipokalemi dan hiponatremia
4) Hipoglikemi.
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
Kejang, terutama pada Diare hipertonik
K. PENCEGAHAN
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6
bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus
diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses
menyapih).1
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.1
b. Makanan Pendamping ASI
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut
melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar.1
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-
benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.1
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan
di rumah.1
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).1
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di
jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.1

f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak
berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula
menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti
di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.1
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk
mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit
campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak
segera setelah bayi berumur 9 bulan.1

L. PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan
pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik

hemolitik.7,12
Lampiran 1.Penilaian derajat dehidrasi dan rencana pengobatan.6.

Kolom A Kolom B Kolom C Kolom D


1. Anamnesis
Frekuensi <4X sehari 4-10X sehari >10X sehari >3 minggu
(diare kronik)
Muntah Tidak Kadang- Sering kali
ada/sedikit kadang
Haus Tidak ada Sangat haus/
Haus tidak bisa minum
Tidak kencing
Kencing Normal selama 6 jam
Sedikit, pekat
2. Inspeksi
Keadaan Baik Jelek, Tidak sadar atau
umum mengantuk, gelisah
gelisah
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Nafas Normal Lebih cepat Sangat cepat dan
dalam
3. Palpasi
kulit Cepat Kembali pelan Sangat pelan
Turgor kembali Normal/cepat Sangat cepat,
Nadi Normal lemah sampai tak
teraba
Cekung Sangat cekung
Ubun-ubun Normal
4. Suhu badan Panas tinggi
>38,5oC
5. Berat Kehilangan Kehilangan Kehilangan >10%
badan 2,5% 2,5-10%
6. Kesimpula Dehidrasi (-) 2 tanda/lebih 2 tanda/lebih Tinja:
n Dehidrasi Dehidrasi berat darah/lendir +
ringan/sedang panas
Antibotika
Rencana A Rencana B Rencana C
Sesuai dengan rekomendasi WHO, penatalaksanaan pemberian cairan pada
pada penderita diare yaitu4,6.
B. Infeksi Neonatorum
C. DEFINISI
Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dijaringan tubuh,
terutama
yang menyebabkan cedera seluler akibat metabolisme yang kompetitif,
toksin,
replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi.4
Infeksi merupakan penyebab paling sering dan paling penting dalam
morbiditas
selama periode bayi baru lahir.1
Masa neonatus usia < 28 hari, neonatorum atau bayi baru lahir merupakan
waktu
yang sangat rentan pada bayi < 28 hari, yang sedang menyempurnakan
penyesuaian
fisiologis yang diperlukan untuk kehidupan ekstra uteri. Bayi yang
terutama berisiko
selama masa neonatus harus diidentifikasi sedini mungkin agar dapat
menurunkan
morbiditas dan mortalitas neonatus.1
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir atau
neonatorum yang dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal, dan
postnatal.1
EPIDEMIOLOGI
Infeksi merupakan penyebab yang paling sering dan paling penting dalam
morbiditas dan mortalitas selama periode bayi baru lahir. Infeksi sering mulai dari
dalam uterus tetapi muncul selama hari-hari pertama kehidupan, dengan rata-rata
onset 20 jam. Bayi-bayi ini sering merupakan bayi prematur dan lahir setelah
pecah
ketuban dini atau adanya demam pada ibu atau korioamnionitis. Mortalitasnya
tinggi
(30 % - 50 %).1
3
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mendapatkan
angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Bila
dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Beberapa
penyebab kematian bayi disebabkan berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus,
infeksi, dan masalah pemberian minum. Penyebab kematian neonatal kelompok
umur 0-7 hari adalah prematuritas dan berat badan lahir rendah/low birth weight
(LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%. Sedangkan penyebab kematian
neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1% (termasuk tetanus, sepsis,
pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.6
Infeksi bakterial sistemik dapat terjadi kurang dari 1%, penyakit virus 6%-8%
dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri nosokomial 2%-25% dari bayi
yang dirawat di NICU. Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama
kehidupan pada umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum
sedangkan infeksi awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi
selama pasca persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial.6
Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada tahun
1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98% terjadi di
negara sedang berkembang

ETIOLOGI
Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat
intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum
akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada
4
saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban
pecah dini. 7
Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes simplex, HIV,
cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang ditularkan secara
transplasental. Kelompok kuman termasuk Streptokokus grup B Gram negatif,
kuman enterik Gram negatif terutama Escheria coli, gonokokus dan klamidia.7
Infeksi pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang terinfeksi
secara langsung misalnya ibu yang menderita tuberkulosis (meskipun dapat
ditularkan intrauterin), melalui ASI (HIV, cytomegalovirus), kontak dengan
petugas
kesehatan lain, atau kuman di lingkungan rumah sakit.
7
4.4. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko infeksi dapat bervariasi tergantung awitan infeksi yang diderita
pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan,
persalinan
ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi
lebih
lanjut infeksi neonatorum. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan
lambat,
infeksi terjadi karna sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.6
Faktor ibu :
-Persalinan dan kelahiran kurang bulan
-Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam
-Chorioamniositis
-Persalinan dengan tindakan
-Demam pada ibu (> 38,4oC )
-Infeksi saluran kencing pada ibu
5
-Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
Faktor bayi:
-Asfiksia perinatal
-Berat lahir rendah
-Bayi kurang bulan
-Prosedur invasif
-Kelainan bawaan.5,6
PATOGENESIS
Infeksi pada neonatus daat melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya
dalam 3 golongan yaitu :
2
1.1. Infeksi neonatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini kuman
itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya
infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat
menyerang janin melalui janin ini adalah
a.a. Virus yaitu rubella, polimielitis, coxsackie, variola, vaccinia,
cytomegalic inclusion.
b. b. Treponemma pallidum
c.c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E.coli dan Listeria
Monocytogenes. Tuberculosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi
plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya
janin mendapat tuberculosis melalui cairan inhalasi tersebut.2
6
2.2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya
ketuban lahirnya bayi lebih dari 12 jam) mempunyai peranan penting
terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi
walaupun ketuban masih utuh misalnya pada artus lama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi liquor
yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital. Selain itu infeksi
intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal
dari vagina misalnya blenorea dan oral trush.2
3.3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi
yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada
saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai
akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini penting sekali karna mortalitas infeksi pascanatal ini
sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah
tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.

KLASIFIKASI
A.A. Infeksi neonatorum dibagi dalam 2 kelompok yaitu awitan dini (early
onset) dan awitan lambat (late onset).
7
dan diobati sesuai hasil kultur.
B.B. Infeksi pada neonatus juga dapat dibagi menurut berat ringannya dalam
dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
1.1. Infeksi berat (major infections) : sepsis neonatal, meningitis,
pneumonia, diare epidemik, pyelonefritis, osteitis akut, tetanus
neonatoum.
2.2. Infeksi ringan (minor infection) : infeksi pada kulit, oftalmia
neonaturum, infeksi umbilikus (omfalitis), moniliasis.2

MANIFESTASI KLINIS
Infeksi neonatal sangat penting yaitu disamping untuk kepentingan bayi itu
sendiri, tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
9
bayinya. Diagnosis perinatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat ada
bayi,
ada anak atau yang lebih tua sering kali tidak ditemukan.2
Kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan
infeksi umum. Neonatus, terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelainan kongenital
tertentu,
namun tiba tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu di ingat bahwa
kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.2

Pada sepsis awitan dini, janin yang terkena infeksi mungkin menderita
takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karna nilai agar yang
rendah. Setelah lahir, bayi terlihat lemah dan tamak gambaran sepsis seperti
hipotermia/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang hiperglikemia.
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
1.1. Kelainan susunan saraf pusat : Letargi, refleks hisap buruk, menangis
lemah kadang kadang high pitch cry, dan bayi menjadi irritabel, serta
mungkin disertai kejang
2.2. Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clumy skin.
1111
3.3. Kelainan hematologik : perdarahan (etc. Petekie dan Purpura),
splenomegali, pucat (waktu pengisian kapiler < 2 detik), trombositopenia,
leukositosis atau leukositopenia.
4.4. Kelainan gastrointestinal : diare, distensi abdomen, intoleransi minum,
waktu pengosongan lambung yang panjang.
5.5. Gangguan Respirasi : tackhie pneu, apneu, merintih dan retraksi.
6.6. Gangguan hepar : ikterus 1,61,6

Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang teliti, anamnesis


kehamilan, persalinan untuk mencari faktor risiko yang teliti, bervariasinya gejala
klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan dalam
menentukan diagnosis pasti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisis dan
laboratorium
ataupun pemeriksaan khusus lainnya seringkali dipergunakan dalam membantu
menegakkan diagnosis yang didahului oleh dugaan adanya infeksi. 2,62,6
Baku emas dalam hal ini adalah pemeriksaan biakan darah, tetapi hasil
pemeriksaan membutuhkan waktu minimal 2-5 hari. Biakan darah berulang
dilakukan untuk mencari kemungkinan bakterimia, biakan dari fokus infeksi, tes
kepekaan kuman, jumlah leukosit dengan apus darah tepi, kadar hemoglobin,
jumlah
trombosit, urinalisis dan foto thorax. Pada keadaan syndrom sepsis dan syok
septik
dierlukan pemeriksaan tambahan analisis gas darah, kadar elektrolit darah, tes
fungsi
hati dan EKG. Pemeriksaan faktor pembekuan dilakukan bila ditemukan tanda
tanda
DIC, emeriksaan lain dilakukan atas indikasi yang kuat.
1212
Trombositopenia (<100.000) sering ditemukan, mungkin disebabkan oleh
antibodi terhadap trombosit atau berhubungan dengan kejadian Dissaminated
intravascular coagulation (DIC). Adanya leukopenia yang disertai dengan jumlah
neutrofil yang rendah menunjukkan adanya infeksi yang berat yang menimbulkan
deplesi sum-sum tulang. Gangguan faktor embekuan darah biasanya terjadi ada
Dissaminated intravascular coagulation (DIC), tetapi dapat pula terjadi karna
gangguan fungsi hati atau toksisitas obat.
Pemeriksaan marker radang yang akut seperti Protein C reaktif (CRP) yang
meningkat ad 50-90% asien sesis neonatal, laju endap darah (LED) meningkat,
peningkatan beberapa sitokin dan TNF.
Kultur yang positif merupakan “gold standard” diagnosis sepsis. Sampel
pemeriksaan termasuk darah, cairan serebrospinal, urine, dan cairan lain. Sebelum
kultur dapat dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan gram terlebih dahulu.
Tetapi
cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara lebih spesifik. 2

PENATALAKSANAAN
a.a. Suportif 1,6,11
-Lakukan monitoring cairan dan elektrolit
-Terapi O2bila ditemukan: sianosis, distres pemapasan, apneu, dan
serangan kejang. Dan mengusahakan agar jalan nafas teta terbuka
-Pemberian cairan dan elektrolit pada keadaan umum yang jelek,
diberikan secara parenteral sesuai dengan umur dan berat badan bayi.
1313
-Bila keadaan umum baik dapat diberikan nutrisi enteral secara
bertahap dan parenteral dikurangi sampai kebutuhan rumatan terpenuhi
peroral.
-Bila terjadi SIADH (Syndrome of inappropriate anti diuretik hormon)
batasi cairan
-Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik.
-Awasi adanya hiperbilirubinemia
-Lakukan transfuse tukar bila perlu
-Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima
nutrisi enteral.
b. b. Kausatif1,6,11
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam managemen sepsis
neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan
membutuhkan waktu. Untuk memeroleh hasil yang maksimal pengobatan
harus cepat diberikan. Sehingga pengobatan dengan antibiotika secara empiris
terpaksa cepat diberikan untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan
penyakit.
Jadi, segera setelah diagnosis ditegakkan penderita harus diberi
antibiotik inisial antibiotik yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang
diperkirakan bisa mengatasi bakteri gram positif maupun gram negatif yang
paling sering menyebabkan infeksi atau sepsis.
Biasanya antibiotik yang dipilih adalah golongan ampisilin/ kloksasilin/
vankomisin dan golongan aminoglikosid/ sefalosorin. Lamanya pengobatan
1414
sangat tergantung pada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan
oleh kuman gram positif , pemberian antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari,
sedangkan pengobatan penderita dengan gram negatif diteruskan sampai 2-3
minggu.
ANALISIS KASUS

A. Anamnesis
Pasien rujukan dari dokter anak dengan keluhan bab cair sejak 1
hari yang lalu dengan frekuensi bab 5x sehari, darah (-), lendir (-), di sertai
dengan demam (+). Keluhan lain seperti sesak (-), batuk (-), pilek (-),
muntah (-), kejang (-), BAK dalam batas normal dan BAB kesan
meningkat.
Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang sama (-).
Riwayat penyakit lain yang pernah diderita (-). Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama (-). Riwayat pengobatan sebelumnya berobat di dokter
anak dan langsung di rujuk ke IGD RSUD Kota Kendari. Riwayat nutrisi
sejak lahir pasien mengonsumsi susu formula dan tidak pernah diberikan
ASI. Riwayat alergi (-).
Riwayat imunisasi (-). Riwayat kelahiran pasien dilahirkan cukup
bulan dengan BBL 3300 gram di tolong bidan di Puskesmas. Riwayat ibu
pernah mengalami demam saat kehamilan 9 bulan dan saat mendekati hari
kelahiran.

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam
dengan konsistensi cair yang berlangsung < 1 minggu, pada kasus ini
dikategorikan sebagai diare akut karena frekuensi BAB > 6 kali dalam
sehari, dan perlangsungannya 1 hari.
f) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara ekslusif selama 6
bulan pertama kehidupan. Sehingga bayi beresiko menderita Diare
lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI secara eksklusif dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Pada
Balita yang diberikan MP-ASI terlalu dini dapat mempercepat bayi
kontak terhadap kuman.
g) Menggunakan botol susu yang kurang bersih terbukti dapat
menimbulkan Diare, karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu.
h) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak pada saat memberi ASI atau makan anak.

Pada kasus tatalaksana yang diberikan adalah O2 0,5 L nasal


Cannul
 IVFD asering 12 tetes per menit (mikro)
 Zinc 1x10mg atau 0,2 ML
 Inj. Paracetamol 30 mg/6 jam/ IV ( jika suhu ≥ 38∙
 Inj. Cefotaxim 100 mg/12 jam/IV
 Gentamicin salp
 Tirah baring
 Edukasi

Tatalaksana diare secara umum yaitu dengan memperhatikan 5


Lintas diare seperti (1) Rehidrasi/cairan, (2) Zinc, (3) Nutrisi, (4)
Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi.
1. Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah
tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti : air tajin, larutan gula
garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat
dilakukan dirumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang
diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun adalah
50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-
300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.5
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian
dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat
minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang
sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa
dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit
tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat.
Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak)
jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah
berat. Bila dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau
bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh
dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara
pengobatan dehidrasi ringan – sedang.5
2. Zinc
Zinc terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi
buang air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak. Diberikan zinc elemental selama 10-
14 hari meskipun anak sudah tidak mengalami diare. Dosis yang
diberikan: Usia < 6 bulan : 10 mg/hari dan usia >6 bulan : 20 mg/hari.
Pada pasien ini diberikan zink syrup 1x 20 mg.
3. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai
umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan
sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya nafsu makan
menandakan fase penyembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan,
makanan diberikan dalam jumlah kecil dengan frekuensi lebih sering
(kurang lebih 6 kali sehari) rendah serat, buah-buahan diberikan
terutama pisang. Pada pasien ini tetap diberikan makanan seperti
sebelum sakit yaitu bubur dan makanan lain seperti biskuit, karena
pasien masih ASI, maka ASI tetap dilanjutkan dengan pemberian tiap
3 jam.
4. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan jika ada indikasi, misalnya disentri
atau kolera. Pemberian antibiotik yang sembarangan akan
mengganggu flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare
dan Clostridium difficile akan tumbuh sehingga diare sulit
disembuhkan.

5. Edukasi
Bisa dilakukan langkah preventif untuk mencegah terjadinya diare
berulang seperti: tetap berikan ASI, menjaga kebersihan perorangan
dengan rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, sebelum
dan setelah mengganti popok bayi, kebersihan lingkungan seperti
buang air besar di jamban, membuang popok di tempat sampah yang
tertutup, minum air minum yang bersih (air dimasak hingga
mendidih), menutup makanan, dan dot bayi, serta mencuci dot bayi.

Pada kasus didapatkan keluhan lain berupa demam SMRS, pada


pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan 40x/menit, nadi 191x/menit,
suhu 39,0 oC. pernapasan cuping hidung (-), retraksi (-) subkostal, pada
auskultasi paru didapatkan Vesikuler dikedua lapang paru. Riwayat
kelahiran pasien dilahirkan cukup bulan dengan BBL 3300 gram di tolong
bidan di Puskesmas. Riwayat ibu pernah mengalami demam saat
kehamilan 9 bulan dan saat mendekati hari kelahiran.

Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir
atau
neonatorum yang dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal, dan
postnatal. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme
dijaringan tubuh, terutama
yang menyebabkan cedera seluler akibat metabolisme yang kompetitif,
toksin,
replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi.4
Infeksi merupakan penyebab paling sering dan paling penting dalam
morbiditas
selama periode bayi baru lahir.1
Masa neonatus usia < 28 hari, neonatorum atau bayi baru lahir merupakan
waktu
yang sangat rentan pada bayi < 28 hari, yang sedang menyempurnakan
penyesuaian
fisiologis yang diperlukan untuk kehidupan ekstra uteri.
Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental,
didapat
intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau
pascapartum
akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat
terjadi pada
4
saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan
ketuban
pecah dini.

Faktor ibu :
-Persalinan dan kelahiran kurang bulan
-Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam
-Chorioamniositis
-Persalinan dengan tindakan
-Demam pada ibu (> 38,4oC )
-Infeksi saluran kencing pada ibu
5
-Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
Faktor bayi:
-Asfiksia perinatal
-Berat lahir rendah
-Bayi kurang bulan
-Prosedur invasif
-Kelainan bawaan.5,6
Pada kasus tatalaksana yang diberikan adalah O2 0,5 L nasal
Cannul
 IVFD asering 12 tetes per menit (mikro)
 Zinc 1x10mg atau 0,2 ML
 Inj. Paracetamol 30 mg/6 jam/ IV ( jika suhu ≥ 38∙
 Inj. Cefotaxim 100 mg/12 jam/IV
 Gentamicin salp
PENATALAKSANAAN
a.a. Suportif 1,6,11
-Lakukan monitoring cairan dan elektrolit
-Terapi O2bila ditemukan: sianosis, distres pemapasan, apneu, dan
serangan kejang. Dan mengusahakan agar jalan nafas teta terbuka
-Pemberian cairan dan elektrolit pada keadaan umum yang jelek,
diberikan secara parenteral sesuai dengan umur dan berat badan bayi.
1313
-Bila keadaan umum baik dapat diberikan nutrisi enteral secara
bertahap dan parenteral dikurangi sampai kebutuhan rumatan terpenuhi
peroral.
Kausatif1,6,11
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam managemen sepsis
neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan
membutuhkan waktu. Untuk memeroleh hasil yang maksimal pengobatan
harus cepat diberikan. Sehingga pengobatan dengan antibiotika secara empiris
terpaksa cepat diberikan untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan
penyakit.
Jadi, segera setelah diagnosis ditegakkan penderita harus diberi
antibiotik inisial antibiotik yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang
diperkirakan bisa mengatasi bakteri gram positif maupun gram negatif yang
paling sering menyebabkan infeksi atau sepsis.
Biasanya antibiotik yang dipilih adalah golongan ampisilin/ kloksasilin/
vankomisin dan golongan aminoglikosid/ sefalosorin. Lamanya pengobatan
1414
sangat tergantung pada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan
oleh kuman gram positif , pemberian antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari,
sedangkan pengobatan penderita dengan gram negatif diteruskan sampai 2-3
minggu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian KesehatanRI. 2011. Situasi Diare di indonesia. Jakarta:


Kementrian KesehatanRI.
2. UNICEF. 2013. Committing to Child Survival: A Promise Renewed.
Progress Report 2013. http://www.unicef.org/publications/files/APR.
(Diakses tanggal 06 Februari 2014).
3. The United Nations Children’s Fund (UNICEF)/World Health
Organization (WHO). 2009. Diarrhoea: Why children are still dying and
what can be
done.http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/97892415
98415/en/. (Diakses 06 Februari 2014).
4. Depkes R.I. 2017. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare .Jakarta :
Ditjen PPM dan PL.
5. Subagyo B, Budi N. S, Diare akut. Buku Ajar Gasroenterologi-
Hepatologi. Jilid 1. Cetakan ketiga. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. Jakarta.
2012. P 87-120.
6. Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
7. Suraatmaja, Sudaryat. 2010. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto.
8. Zein U, Huda K. S, Ginting J. Diare akut disebabkan bakteri. Fakultas
Kedokteran. Bagian Penyakit Tropik dan Infeksi. Universitas Sumatera
Utara. Medan. 2004. P 1-15.
9. Kementrian KesehatanRI. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare
Pada Balita. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkunga.
10. Herniyanti, Hasanah O, Rahmalia S. Karakteristik diare pada anak di
RSUD TG. Balai Karimun. 2012.
11. Herry G, Melinda H. D. N. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak. Edisi ke-3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rs. Dr. Hasan Sadikin. Bandung. 2014. P288-298.
12. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2009. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
13. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2013. Profil Kesehatan
Sulawesi Tenggara 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kendari.
14. Wawan W. 2010. Probiotik Sebagai Terapi Diare Akut Pada Bayi dan
Anak.Denpasar: FK Udayana, SMF Ilmu Kesehatan Anak RS Umum
Pusat Sanglah. Halaman 1-20

Anda mungkin juga menyukai