TETANUS
Oleh :
Waode Indri Lestari Kalimin, S.Ked
K1A1 15 046
Pembimbing
dr. H. Mustaring, Sp.A
KENDARI
2019
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. W
Umur : 6 tahun 2 bulan
Alamat : Tampo
Agama : Islam
Suku : Muna
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
No RM : 03 03 84
Tanggal Masuk RS : 5 Desember 2019 (20.30 WITA)
B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama
Kaku leher ke arah kanan sejak 3 hari SMRS
2. Anamnesis terpimpin
Pasien masuk IGD RSUD RAHA rujukan dari Puskesmas Tampo
dengan diagnosa sementara Tortikolis e.c. trauma leher. Kekakuan leher
dirasakan sejak 3 hari SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian
rahang sehingga sulit untuk membuka mulutnya. Akibat dari hal
tersebut, pasien sudah tidak makan selama 2 hari SMRS, dan hanya
minum air putih. Pasien juga merasa nyeri pada bagian dadanya. Bapak
pasien mengatakan pasien sering nampak kesakitan terutama apabila
disentuh atau ada sedikit pergerakan dari badannya. Pasien riwayat
jatuh 10 hari SMRS, dan terdapat luka terdapat di bagian punggung
kaki kiri. Luka dibersihkan secara mandiri oleh ibu pasien. Selain itu,
pasien juga merasakan nyeri pada area dada dan perutnya. Keluhan lain
seperti demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), batuk (-)
disangkal. BAB terakhir 3 hari SMRS, BAK kesan normal.
3
Riwayat imunisasi pasien tidak pernah, begitu pula dengan ke-5
saudaranya yang lain dengan alasan biaya. Riwayat penyakit
sebelumnya disangkal. Riwayat kelahiran pasien dilahirkan dari ibu
G5P4A0 secara normal oleh bidan di rumah bersalin. Selama hamil, ibu
pasien jarang sakit. Riwayat tumbuh kembang pasien : berbalik usia 6
bulan, duduk usia 10 bulan, berdiri usia ±12 bulan, jalan ±12 bulan,
bicara ±12 bulan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a) Keadaan umum : sakit berat
b) Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
c) Tanda Vital
Tekanan darah : sulit dinilai
Nadi : 92x/ menit
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 50 x/menit
d) Pucat : (-)
e) Ikterus : (-)
f) Sianosis : (-)
g) Turgor : kesan normal
h) Tonus : meningkat
i) Edema : (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : normocephal
Muka : simetris kiri dan kanan
Rambut : hitam dan tidak mudah tercabut
Ubun-ubun besar : sudah tertutup
Telinga : otitis (-/-), serumen (-/-), otorhea (-/-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
Hidung : epiktasis (-/-), rinore (-/-)
Bibir : pucat (-), kering (+) sianosis (-)
4
Lidah : sulit dinilai
Sel mulut : sulit dinilai
Tenggorok : sulit dinilai
Tonsil : sulit dinilai
Bentuk dada : normochest
Jantung
Ictus cordis : tidak teraba
Batas kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis sinistra
Irama : BI/BII murni reguler
Paru
Inspeksi : simetris kiri kanan, retraksi (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : bunyi napas vesikuler (+/+), bunyi napas
tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cekung
Auskultasi : peristaltik menurun
Perkusi : bunyi timpani
Palpasi : kaku, nyeri tekan (-)
Limfa : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Alat kelamin : edema (-)
Kelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
Kulit : tidak terdapat kelainan
Anggota gerak : akral hangat, vulnus eksoriatum regio
dorsum pedis sinistra (furunkel (+), pus (+), hiperemis (+))
KPR : SDN
APR : SDN
5
Refleks Patologis : kaku kuduk (+), brudzinski (SDN),
babisnki (-), chaddock (-), hoffman (SDN), tromner (SDN)
Columna vertebralis : DBN
LILA : 15 cm
Lingkar Kepala : 52 cm
Lingkar dada : 56 cm
Lingkar perut : 46 cm
Berat Badan : 17 Kg
Panjang Badan : 110 cm
D. Ringkasan Riwayat Penyakit
An. W jenis kelamin laki-laki usia 6 tahun 2 bulan rujukan dari
Puskesmas Tampo dengan diagnosis tortikolis e.c. trauma. Pasien datang
dengan keluhan kaku leher ke arah kanan sejak 3 hari SMRS. Keluhan
disertai ketidakmampuan membuka mulut dan nyeri pada area sub
mandibula serta nyeri dada. Pasien sering nampak kesakitan bila disentuh
atau terdapat sedikit pergerakan pada badannya. Keluhan lain tidak ada.
Riwayat imunisasi tidak pernah dengan alasan biaya. Riwayat pengobatan
tidak pernah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah rutin dan kimia darah pada tanggan 5
Desember 2019.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
6
Albumin 3,7 mg/dL 3,5-5 mg/dL
Kreatinin 0,6 mg/dL
SGOT 21 U/L <35 U/L
SGPT 15 U/L <140 U/L
2. Radiologi
Tidak dilakukan pemeriksaan radiologi
E. Perencanaan
1. Rencana Diagnostik
Tetanus
2. Rencana Terapi
a. Non Medikamentosa
1) Rawat isolasi
2) Stop intake oral
3) Pasang NGT
4) Cek residu
5) Rawat luka 2 hari sekali
6) Beri O2 ½ - 1 lpm
b. Medikamentosa
1) IVFD KAEN 3B 20 tpm
2) Inj. Paracetamol 170 mg/6 jam/i.v (K/P)
3) Inj. Cefotaxime 550 mg/8 jam/i.v (awal drips 100 cc NaCl
habis dalam 1 jam lalu selanjutnya bolus pelan)
4) Inj. Metronidazol 170 mg/8 jam/i.v (habis dalam 30 menit)
5) Inj. Diazepam 4,5 mg/i.v (pelan)
6) Inj. Ranitidin 20 mg/ 12 jam/i.v
7) Inj. Omeprazol 20 mg/24 jam/i.v
F. Perkembangan Pasien
Tabel 3. Perkembangan pasien saat perawatan di RSUD Raha
Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
5/12/2019 S : kaku leher (+), nyeri dada dan IVFD KAEN 3B 20
sub mandibula (+), trismus (+), tpm
7
spasme (+), kaku kuduk (+), O2 ½ - 1 lpm
opistotonus (+) Rawat isolasi
O : KU=sakit berat/gizi Stop intake oral
kurang/compos mentis Pasang NGT
N : 92x/menit Cek residu - coklat
P : 50x/menit Rawat luka 2 hari
S :36,5ºC sekali
Kepala : rambut hitam tidak
Inj. Paracetamol 170
mudah tercabut, mata cekung (-),
mg/6 jam/i.v (K/P)
napas cuping hidung (-), bibir
Inj. Cefotaxime 550
kering (+), caries (+)
mg/8 jam/i.v (awal
Thorax : normochest,
drips 100 cc NaCl
pengembangan dada simetris,
habis dalam 1 jam
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-),
lalu selanjutnya bolus
Wh (-/-)
pelan)
Abdomen : cekung, kaku,
peristaltik usus menurun, Inj. Metronidazol 170
timpani, H/L DBN mg/8 jam/i.v (habis
Ektermitas : akral hangat, dalam 30 menit)
vulnus eksoriatum regio dorsum Inj. Diazepam 4,5
pedis sinistra (pus +, furunkel +, mg/i.v (pelan)
hiperemis +) Inj. Ranitidin 20 mg/
A : Tetanus 12 jam/i.v
GIT Bleeding Inj. Omeprazol 20
mg/24 jam/i.v
6/12/2019 S : kaku leher ↓, nyeri dada dan IVFD KAEN 3B 18
sub mandibula (+), trismus ↓, tpm
spasme (+), kaku kuduk (+), IVFD Diazepam 250
opistotonus (+) mg dalam 450 cc D5
O : KU=sakit berat/gizi % - drisp 15 tpm
kurang/compos mentis makro
N : 111x/menit O2 1 - 2 lpm
P : 45x/menit Rawat isolasi
S :37,8ºC Stop intake oral
Kepala : rambut hitam tidak NGT terpasang
mudah tercabut, mata cekung (-),
Cek residu - coklat
napas cuping hidung (-), bibir
Rawat luka
kering (+), caries (+), stomatitis
(+) Observasi TTV
Thorax : normochest, Suction (K/P)
pengembangan dada simetris, Inj. Paracetamol 170
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-), mg/6 jam/i.v (K/P)
Wh (-/-) Inj. Cefotaxime 550
Abdomen : cekung, kaku, mg/8 jam/i.v
peristaltik usus menurun, Inj. Metronidazol 166
timpani, H/L DBN mg/8 jam/i.v
8
Ektermitas : akral hangat, Inj. Ranitidin 20 mg/
vulnus eksoriatum regio dorsum 12 jam/i.v
pedis sinistra (pus +, furunkel +, Inj. Omeprazol 20
hiperemis +) mg/24 jam/i.v
A : Tetanus Nystatin drops 4x1
GIT Bleeding mL
Stomatitis
7/12/2019 S : kaku leher ↓, trismus ↓, IVFD KAEN 3B 18
spasme (-), kaku kuduk (+), tpm
opistotonus (-) IVFD Diazepam 250
O : KU=sakit berat/gizi kurang mg dalam 450 cc D5
N : 98x/menit % - drisp 15 tpm
P : 28x/menit makro
S :36,5ºC O2 1 - 2 lpm
E3V3M4 Rawat isolasi
Kepala : rambut hitam tidak Stop intake oral
mudah tercabut, mata cekung (-), NGT terpasang
napas cuping hidung (-), bibir
Cek residu - coklat
kering (+), caries (+), stomatitis
Rawat luka
(+), hipersalivasi
Thorax : Observasi TTV
normochest,
pengembangan dada simetris, Suction (K/P)
Inj. Paracetamol 170
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-),
Wh (-/-) mg/6 jam/i.v (K/P)
Abdomen : cekung, kaku, Inj. Cefotaxime 550
peristaltik usus menurun, mg/8 jam/i.v
timpani, H/L DBN Inj. Metronidazol 166
Ektermitas : akral hangat, mg/8 jam/i.v
vulnus eksoriatum regio dorsum Inj. Ranitidin 20 mg/
pedis sinistra (pus +, furunkel +,12 jam/i.v
hiperemis +) Inj. Pantoprazol 20
A : Tetanus mg/24 jam/i.v
GIT Bleeding Nystatin drops 4x1
Stomatitis mL
Penurunan kesadaran post inj. Sucralfat syr 5 mL/8
diazepam jam/NGT
Konsul dr. Karma,
Sp.S
Observasi TTV per
15 menit
8/12/2019 S : kaku leher ↓, trismus ↓, IVFD KAEN 3B 12
spasme (-), kaku kuduk (+), tpm
opistotonus (-) IVFD Diazepam 250
O : KU=sakit berat/gizi mg dalam 450 cc D5
kurang/compos mentis % - 8 tpm makro
N : 98x/menit O2 1 lpm
9
P : 28x/menit Rawat isolasi
S :36,5ºC Stop intake oral
Kepala : rambut hitam tidak NGT terpasang
mudah tercabut, mata cekung (-), Pasang kateter urin
napas cuping hidung (-), bibir Mulai minum air
kering (+), caries (+), stomatitis putih 2x40cc
(+), hipersalivasi Cek residu setiap
Thorax : normochest, sebelum intake per
pengembangan dada simetris, ngt, bila jernih intake
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-), susu 50 cc/3 jam
Wh (-/-)
Rawat luka
Abdomen : cekung, kaku,
Observasi TTV
peristaltik usus menurun,
timpani, H/L DBN, buli-buli Suction (K/P)
penuh Inj. Paracetamol 170
Ektermitas : akral hangat, lesi mg/6 jam/i.v (K/P)
post hecting Inj. Cefotaxime 550
A : Tetanus mg/8 jam/i.v
GIT Bleeding Inj. Metronidazol 166
Stomatitis mg/8 jam/i.v
Inj. Ranitidin 20 mg/
12 jam/i.v
Inj. Pantoprazol 20
mg/24 jam/i.v
Nystatin drops 4x1
mL
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/NGT
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Konsul dr. Karma,
Sp.S
NB: jika sudah
masukkan obat, tutup
selang NGT dengan
spoit selama 2 jam
Observasi TTV tiap
jam
Ekstraksi kayu +
hecting
9/12/2019 S : kaku leher ↓, trismus ↓, IVFD KAEN 3B 6
spasme (+), kaku kuduk (+), tpm
opistotonus (+) IVFD Diazepam 70
O : KU=sakit berat/gizi mg dalam 450 cc D5
kurang/compos mentis % - 20 tpm makro
N : 90x/menit
10
P : 27x/menit O2 ½ lpm
S :36,5ºC Rawat isolasi
E3V4M5 AFF NGT
Kepala : rambut hitam tidak Kateter urin terpasang
mudah tercabut, mata cekung (-), Intake peroral susu 75
napas cuping hidung (-), bibir cc/3 jam
kering (+), caries (+), stomatitis Rawat luka
(+), hipersalivasi
Observasi TTV
Thorax : normochest,
Suction (K/P)
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-), Inj. Paracetamol 170
Wh (-/-) mg/6 jam/i.v (K/P)
Abdomen : cekung, kaku, Inj. Cefotaxime 1 gr/8
peristaltik usus menurun, jam/i.v
timpani, H/L DBN Inj. Metronidazol 166
Ektermitas : akral hangat, lesi mg/8 jam/i.v
post hecting Inj. Ranitidin 20 mg/
A : Tetanus 12 jam/i.v
GIT Bleeding Inj. Pantoprazol 20
Stomatitis mg/24 jam/i.v
Nystatin drops 4x1
mL
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/p.o
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Rawat bersama dr.
Karma, Sp.S
Observasi TTV tiap 3
jam
10/12/2019 S : kaku leher ↓, trismus ↓, IVFD KAEN 3B 6
spasme (+), kaku kuduk (+), tpm
opistotonus (+) IVFD Diazepam 170
O : KU=sakit berat/gizi mg dalam 500 cc D5
kurang/compos mentis % - 20 tpm makro
N : 95x/menit O2 ½ lpm
P : 30x/menit Rawat isolasi
S :36,6ºC Stop intake oral
Kepala : rambut hitam tidak NGT dipasang
mudah tercabut, mata cekung (-), kembali
napas cuping hidung (-), bibir
Cek residu setiap
kering (+), caries (+), stomatitis
sebelum intake
(+), hipersalivasi
peroral, bila jernih
Thorax : normochest,
intake susu 100 cc/3
pengembangan dada simetris,
jam
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-),
11
Wh (-/-) Rawat luka
Abdomen : cekung, kaku, Observasi TTV
peristaltik usus menurun, Suction (K/P)
timpani, H/L DBN Inj. Paracetamol 170
Ektermitas : akral hangat, lesi mg/6 jam/i.v (K/P)
post hecting Inj. Cefotaxime 1 gr/8
A : Tetanus jam/i.v
GIT Bleeding Metronidazol syr 5
Stomatitis mL/8 jam/NGT
Inj. Ranitidin 20 mg/
12 jam/i.v
Inj. Pantoprazol 20
mg/24 jam/i.v
Nystatin drops 4x1
mL
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/NGT
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Rawat bersama dr.
Karma, Sp.S
Observasi TTV tiap 3
jam
11/12/2019 S : flebitis, kaku leher ↓, trismus AFF IVFD KAEN 3B
↓, spasme (+), kaku kuduk (+), IVFD Diazepam 170
opistotonus (+), nyeri perut (+) mg dalam 500 cc D5
O : KU=sakit berat/gizi % - 20,8 cc/jam
kurang/compos mentis O2 1 lpm
N : 100x/menit Rawat isolasi
P : 35x/menit Stop intake oral
S :37,8ºC NGT dipasang
Kepala : rambut hitam tidak kembali
mudah tercabut, mata cekung (-),
Cek residu setiap
napas cuping hidung (-), bibir
sebelum intake
kering (+), caries (+), stomatitis
peroral, bila jernih
(+), hipersalivasi
intake susu 100 cc/3
Thorax : normochest,
jam
pengembangan dada simetris,
Rawat luka
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-),
Wh (-/-) Observasi TTV
Abdomen : cekung, kaku, Suction (K/P)
peristaltik usus menurun, Inj. Paracetamol 170
timpani, H/L DBN mg/6 jam/i.v (K/P)
Ektermitas : akral hangat, lesi Inj. Cefotaxime 1 gr/8
post hecting jam/i.v
12
A : Tetanus Metronidazol syr 5
GIT Bleeding mL/8 jam/NGT
Stomatitis Inj. Ranitidin 20 mg/
12 jam/i.v
Inj. Pantoprazol 20
mg/24 jam/i.v
Nystatin drops 4x1
mL
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/NGT
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Inj. Ketorolac ½
amp/8 jam/i.v
Lactosa syr 2x5mL
Hidrocortison zalf
2x1
Gentamicin zalf 2x1
Edukasi rawat ICU
Rawat bersama dr.
Karma, Sp.S
Observasi TTV tiap 6
jam
12/12/2019 S : flebitis, kaku leher ↓, trismus IVFD Diazepam 170
↓, spasme (+), kaku kuduk (+), mg dalam 500 cc D5
opistotonus (+), nyeri perut (+) % - 20,8 cc/jam
O : KU=sakit berat/gizi Inj. Diazepam 5 mg +
kurang/compos mentis 2 mL NaCl 0,9%/i.v
N : 98x/menit (K/P)
P : 32x/menit O2 1 lpm
S :37,5ºC Rawat isolasi
Kepala : rambut hitam tidak Stop intake oral
mudah tercabut, mata cekung (-), NGT terpasang
napas cuping hidung (-), bibir
AFF kateter urin
kering (+), caries (+), stomatitis
Cek residu setiap
(+), hipersalivasi
sebelum intake
Thorax : normochest,
peroral, bila jernih
pengembangan dada simetris,
intake susu 100 cc/3
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-),
jam
Wh (-/-)
Abdomen : cekung, kaku, Rawat luka
peristaltik usus menurun, Observasi TTV
timpani, H/L DBN Suction (K/P)
Ektermitas : akral hangat, lesi Inj. Paracetamol 170
post hecting mg/6 jam/i.v (K/P)
13
A : Tetanus Inj. Cefotaxime 1 gr/8
GIT Bleeding jam/i.v
Stomatitis Metronidazol syr 5
mL/8 jam/NGT
Inj. Ranitidin 20 mg/
12 jam/i.v
Inj. Pantoprazol 20
mg/24 jam/i.v
Nystatin drops 4x1
mL
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/NGT
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Inj. Ketorolac ½
amp/8 jam/i.v
Lactosa syr 2x5mL
Hidrocortison zalf
2x1
Gentamicin zalf 2x1
Edukasi rawat ICU
Rawat bersama dr.
Karma, Sp.S
Observasi TTV tiap 6
jam
13/12/2019 S : flebitis, kaku leher ↓, trismus IVFD Diazepam 170
↓, spasme (+), kaku kuduk (+), mg dalam 500 cc D5
opistotonus (+), nyeri perut (+) % - 20,8 cc/jam
O : KU=sakit berat/gizi O2 1 lpm
kurang/compos mentis Rawat isolasi
N : 95x/menit Stop intake oral
P : 30x/menit NGT terpasang
S :36,7ºC Cek residu setiap
Kepala : rambut hitam tidak sebelum intake
mudah tercabut, mata cekung (-), peroral, bila jernih
napas cuping hidung (-), bibir intake susu 100 cc/3
kering (+), caries (+), stomatitis jam
(+), hipersalivasi
Rawat luka
Thorax : normochest,
Observasi TTV
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-), Suction (K/P)
Wh (-/-) Inj. Paracetamol 170
Abdomen : cekung, kaku, mg/6 jam/i.v (K/P)
peristaltik usus menurun, Inj. Cefotaxime 1 gr/8
timpani, H/L DBN jam/i.v
14
Ektermitas : akral hangat, lesi Metronidazol syr 5
post hecting mL/8 jam/NGT
A : Tetanus Inj. Ranitidin 20 mg/
GIT Bleeding 12 jam/i.v
Stomatitis Inj. Pantoprazol 20
mg/24 jam/i.v
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/NGT
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Inj. Ketorolac ½
amp/8 jam/i.v
Lactosa syr 2x5mL
Pindah rawat ICU
Rawat bersama dr.
Karma, Sp.S
Observasi TTV tiap 6
jam
14/12/2019 S : flebitis, kaku leher ↓, trismus AFF IVFD KAEN 3B
↓, spasme (+), kaku kuduk (+), IVFD Diazepam 170
opistotonus (+), nyeri perut (+) mg dalam 500 cc D5
O : KU=sakit berat/gizi % - 20,8 cc/jam
kurang/compos mentis O2 1 lpm
N : 90x/menit Rawat isolasi
P : 25x/menit Stop intake oral
S :36,4ºC NGT terpasang
Kepala : rambut hitam tidak
Cek residu setiap
mudah tercabut, mata cekung (-),
sebelum intake
napas cuping hidung (-), bibir
peroral, bila jernih
kering (+), caries (+), stomatitis
intake susu 100 cc/3
(+), hipersalivasi
jam
Thorax : normochest,
Rawat luka
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-), Observasi TTV
Wh (-/-) Suction (K/P)
Abdomen : cekung, kaku, Inj. Paracetamol 170
peristaltik usus menurun, mg/6 jam/i.v (K/P)
timpani, H/L DBN Inj. Cefotaxime 1 gr/8
Ektermitas : akral hangat, lesi jam/i.v
post hecting Metronidazol syr 5
A : Tetanus mL/8 jam/NGT
GIT Bleeding Inj. Ranitidin 20 mg/
Stomatitis 12 jam/i.v
Inj. Pantoprazol 20
mg/24 jam/i.v
15
Sucralfat syr 5 mL/8
jam/NGT
Tetagram 500 IU/24
jam/i.m
Lactulosa syr 2x5mL
Edukasi rawat ICU
Rawat bersama dr.
Karma, Sp.S
Observasi TTV tiap 6
jam
16
BAB 3
ANALISIS KASUS
Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan
dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi
sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang
dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan
tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%.2 Selama 30 tahun terakhir,
pencegahan dan tata laksana tetanus. Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah
satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada anak. Meskipun insidens tetanus
saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai
angka 60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap
pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia. Saat
suportif yang tepat. Dengan penatalaksanaan yang cepat, efektif dan efisien
17
diharapkan penanganan pasien tetanus dapat menjadi lebih optimal sehingga
Aspek lain yang juga sangat penting adalah pencegahan. Pencegahan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pemberian imunisasi dan perawatan luka.
Saat ini imunisasi yang aman dan murah sudah tersedia di berbagai belahan dunia,
sehingga diharapkan cakupan imunisasi akan semakin luas, dan pada akhirnya
pemukul genderang
Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan
hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan
tidak dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam
bentuk spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan
lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 249,8
°F (121°C) selama 10-15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan
18
agen kimia lainnya. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan
secara fisik dan biologik. Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh
melalui luka. Adanya luka mungkin dapat tidak disadari, dan seringkali tidak
kronik seperti ulkus dekubitus, abses dan gangren. Dapat juga terjadi akibat frost
intravena atau subkutan. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka
benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil
atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki
yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan. Spora C.
tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh
sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini
toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani
menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis
di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis,
(3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan
dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat
badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan
19
berat badan 70 kg. 11,14 Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari
tempat luka lewat motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior
sumsum tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak
dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini
melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion
proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra
sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul
yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida
serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau
hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari
20
tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP);
secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi
akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi
bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang
terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari
jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki pola yang desendens.
Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan kekakuan pada leher,
kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama berupa
trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan
mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek. Spasme dapat terjadi berulang
kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat berlangsung hingga
Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta
memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak
umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga
21
beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal
dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan.
Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah
infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik
(seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga
tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis
biasanya buruk.
Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada
terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi.
Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum
ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.
I : Ringan
II : Sedang
22
Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang dalam waktu
III : Berat
IV : Sangat berat
berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif dan
Diperkirakan terdapat 4-100 juta kasus tetanus pada orang yang telah divaksinasi
Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang
terakhir?
Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme
23
Pada pemeriksaaan fisik dapat ditemukan :
Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar untuk
mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara klinis
untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari.
Risus sardonikus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik sehingga tampak
dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan
kebawah.
punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat
berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur. Otot dinding perut
Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya hanya
terkena sinar yang kuat. Lambat laun .masa istirahat. spasme makin pendek
Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap dan
cenderung terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku sehingga bayi
tidak bisa menghisap dan sulit menelan. Beberapa saat sesudahnya, badan
Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat
spasme yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat
24
menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung atau kelainan
pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau
berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi
retentio alvi atau retentio urinae atau spasme laring; patah tulang panjang dan
menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif, jika
terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa
refleks muntah.
Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus.
Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak
mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.
mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.
Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat
Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.
25
EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus-menerus dan
pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati
1. Penanganan spasme.
3. Netralisasi toksin yang masih terdapat di dalam darah yang belum berikatan
tetanus dikonfirmasi. Namun, tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa toksin
Bahkan pada kenyataannya, efektivitas antitoksin dalam dosis yang sangat besar
biasanya terganggu), terutama pada pasien yang mengalami demam dan spasme
berulang, juga pada pasien yang tidak mampu makan atau minum akibat trismus
Penatalaksanaan pada tetanus terdiri dari tatalaksana umum yang terdiri dari
26
mengatasi spasme, perawatan luka atau port’d entree lain yang diduga seperti
karies dentis dan OMSK; sedangkan tatalaksana khusus terdiri dari pemberian
antibiotik dan serum anti tetanus. Tatalaksana Khusus berupa pemberian Anti
(IM) dalam dosis tunggal. Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU IM dosis tunggal.
dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk
mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini kedua dapat
bentuk vegetatif C.tetani. Sampai saat ini, pemberian penisilin G secara parenteral
dengan dosis 100.000 U/kgBB/hari secara iv, setiap 6 jam selama 10 hari
berkisar antara 25-75%, tetapi angka mortalitas dapat diturunkan hingga 10-30
persen dengan perawatan kesehatan yang modern. Banyak faktor yang berperan
27
penting dalam prognosis tetanus.Diantaranya adalah masa inkubasi, masa awitan,
jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien. Semakin pendek masa inkubasi,
buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut memegang
Tetanus neonatorum dan tetanus sefalik harus dianggap sebagai tetanus berat,
28