Pembimbing :
dr. Marta Isyana Dewi, Sp.OG
Disusun oleh :
Disusun oleh :
Maharani Kartika Dewi G1A016012
Silvymay Nurbasuki G1A016013
Marhamdani G1A016014
Aviasenna Andriand G1A016015
Mengetahui,
Pembimbing
B. Anamnesis
Diambil autoanamnesis pada hari Jumat, 13 Desember 2019 Pukul 06.30 WIB
1. Keluhan Utama
Nyeri dan benjolan pada alat kelamin
2. Keluhan Tambahan
-
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan benjolan pada alat kelamin
bagian kanan sejak 8 hari yang lalu. Awalnya nyeri hanya dirasakan ketika
berhubungan seksual, namun semakin lama semakin memberat dan
benjolan bertambah besar. Nyeri dirasakan seperti tersayat dan memberat
ketika berjalan, duduk serta menggerakkan kaki. Keluhan berkurang saat
pasien istirahat atau tidak ada yang bersinggungan dengan benjolan
tersebut. Sebelumnya pasien mengalami demam (+) dan keputihan (+)
bening lengket, riwayat keluar darah dari kemaluan (-) disangkal.
Dua tahun yang lalu timbul benjolan tanpa disertai nyeri pada alat
kelamin dengan ukuran kecil. Keluhan muncul sebelum pasien hamil dan
pasien tidak memeriksakan keadaan tersebut karena dirasa tidak
mengganggu. Delapan hari SMRS benjolan membesar disertai rasa nyeri,
demam dan keputihan. BAK (+), BAB (+).
E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah
Darah Lengkap
Hemaglobin N 13 g/dL 11,7-15,5
Hematocrit N 40 % 35-47
Eritrosit N 4.61 10^6/uL 3,8-5,2
Leukosit H 133440 U/L 3600-11000
Trombosit N 432000 /uL 150000-440000
MCV N 85,9 fl 80-100
MCH N 28,2 Pg/sel 26-34
MCHC N 32,8 % 32-36
RDW N 12,4 % 11,5-14,5
MPV L 8,6 fl 9,4-12,3
Hitung Jenis
Basofil N 0,2 % 0-1
Eosinofil L 0,4 % 2-4
Batang L 0,4 % 3-5
Segmen H 86,3 % 50-70
Limfosit L 8,5 % 25-40
Monosit N 4,1 % 2-8
PT N 11,6 detik 9,9-11,8
APTT N 35,6 detik 26,4-37,5
Neutrofil H 86,7 % 50-70
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu N 125 mg/dL ≤ 200
HBsAg N Non
reactive
F. Diagnosa
Ny. Pawit Asa Amindar, usia 23 tahun, P1A0 dengan abses bartholin dextra
G. Tindakan dan Terapi
1. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pasien mengenai penyakit dan
terapi yang akan dilakukan
2. Monitoring keadaan umum, tanda vital, dan hasil laboratorium
3. Terapi non-medikamentosa
- Insisi dan drainase abses
- IVFD Ringer Lactat 20 tpm
- Dower Cateter
4. Terapi medikamentosa
- Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Metronidazol infus 3 x 500 mg
5. Edukasi :
Pertahankan posisi nyaman, berikan dukungan emosional, dan melatih
teknik relaksasi nafas dalam.
H. Diagnosis Akhir
Ny. Pawit Asa Amindar, usia 23 tahun, P1A0 post insisi dan drainase abses
dextra H-0.
I. Prognosis
Qou ad vitam : Ad bonam
Qou ad sanationam : Ad bonam
Qou ad functionam : Ad bonam
I. PENDAHULUAN
Kelenjar bartolin merupakan kelenjar yang secara simetris terletak pada
bagian introitus vagina pada posisi arah jam 4 dan 8. Kelenjar ini berukuran sebesar
kacang dan pada umumnya tidak teraba kecuali pada saat dalam keadaan penyakit
atau infeksi. Kelenjar ini berperan dalam mensekresikan mukus yang berfungsi
untuk menjaga kelembaban vagina serta berfungsi sebagai lubrikasi dalam kegian
peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi (Lilungulu et al., 2017)
Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik yang terletak pada
bagian vulva. Kista barhtolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya
sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi mukus dan
dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar
melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.
Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus
terjadi pada usia 20 sampai dengan 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan
mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka. Kista bartholini bisa
tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti
vagina berupa pembesaran berisi cairan dan memiliki struktur seperti kantong
pada kelenjar akan terakumulasi sehingga terjadi dilatasi pada duktus yang
kelenjar Bartholin yang terletak di setiap sisi lubang vagina (Endang, 2015).
B. Epidemiologi
Pembesaran kelenjar Bartolini pada pasien yang lebih dari 40 tahun adalah
umum di vulva, terjadi di labia mayora. Abses hampir tiga kali lebih sering
daripada kista. Perempuan kulit putih dan hitam lebih mungkin untuk
mendapatkan kista bartolini atau abses daripada wanita hispanik, dan wanita
Cowper pada pria. Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, untuk
infeksi .
ditemukan di labia minora pada jam 4 dan 8. Biasanya tidak dapat diraba.
2,5cm. Kedua saluran muncul ke bagian depan di kedua sisi lubang vagina.
D. Etiologi
berkembang dari kista bartolini yang terinfeksi. Dan kadang kelenjar itu
sendiri terinfeksi yang semakin memburuk dan menjadi abses. Banyak jenis
(Pipingas, 2007).
E. Patofisiologi
Bartholin. Glandula Bartholin dapat membentuk kista dan abses pada wanita
usia reproduktif. Kista dan abses secara klinis dapat dibedakan. Kista
ataupun kista yang terinfeksi (Boujenah et al., 2017; Hoffman et al., 2015;
Bartolin bisa saja tidak tampak sebelum menjadi abses. Jika kista saluran
asimptomatik. Jika kista menjadi infeksi, akan tampak bentuk abses (Heller
pada jaringan sekitar kista yang timbul akibat cairan dalam kista tidak
terakumulasi, sedangkan pada abses nyeri yang dirasakan dapat timbul karena
infeksi atau penyebaran selulitis pada jaringan disekitar abses (Kovac dan
dapat menimbulkan rasa nyeri, sensitif dan hangat ketika dipalpasi (Wahyuni,
et al., 2012).
Kista bartholin pada umumnya memiliki rata-rata ukuran kecil 1-3 cm,
umumnya adalah demam, malaise, dispareunia, duduk, atau pada saat posisi
jalan. Pada abses bartholin dapat ditemukan kelenjar menjadi eritem, nyeri,
Bartolini ataupun dari infeksi sekunder yang berlaku pada kista Bartolini
(Dwiky & Made, 2019). Pada kasus infeksi langsung kelenjar bartholin
sekunder pada kista bartholin dapat disebebkan karena kista yang terinfeksi,
dan abses yang berkembang dalam kelenjar yang tersumbat (Lee et al., 2015).
G. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Massa atau lesi pada genitalia eksterna lazim ditemukan. Lesi ini
dengan abses bertolini mungkin datang dengan massa yang sangat nyeri di
vulva. Tanyakan sejak kapan pasien menyadari ada lesi(massa), apakah nyeri
atau tidak, apakah ukuran massa berubah atau tidak, apakah pasien pernah
menderita penyakit yang sama sebelumnya dan tanayakan pula apakah pernah
Penemuan Klinis3
selulitis.
- Jika abses telah pecah secara spontan, dapat tampak discharge purulen.
Jika benar-benar telah terkuras, tidak ada massa yang jelas dapat
diamati.
Test/laboratorium
abses bartolini.
H. Diagnosis Banding
I. Tatalaksana
Tujuan penanganan abses bartholin adalah untuk memelihara dan
bartholini yaitu insisi dan drainase, insersi word catheter untuk kista dan abses
kelenjar bartholini, dan marsupialisasi untuk kista kelenjar bartholini yang
rekurensi.
Boujenah, J., Le, S.N.V., Benbara, A., Bricou, A., Murtada, R., Carbillon, L.
2017. Bartholin gland abscess during pregnancy: Report on 40
patients. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 212:65-68.
Burns T, Breathnach S, Cox N, et al. 2010. The Genital, Perianal, and Umbilical
Regions In: Rook’s Textbook of Dermatology. Oxford, UK:
Blackwell Publishing Ltd.
Dwiky Hendro Chaesar Male , Made Ni Astijani Giri. Management Of
Bartholin’s Gland Abscess In Non Pregnan Woman.
Endang tri Wahyuni, Muhammad Dali Amiruddin, Alwi Mapiasse. 2015.
Bartholin’s abscess caused by Escherichia Coli. 1 (1): 68-72.
Heller, D.S., Bean, S. 2014. Lesions Of The Bartholin Gland: A Review. J Low
Genit Tract Dis. Vol. 18 (4):351-7.
Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Bradshaw, K.D., Halvorson, L.M., Schaffer, J.I.,
Corton, M.M. 2016. Williams Gynecology. Third Edition. United
States: McGraw-Hill Education.
Istri Tjokorde Nindya Vaniary, Martodihardjo Sunarko. 2017. Studi
Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin. Periodical of Dermatology
and Venereology. Vol 29 (1).
Kovac, S. R., Zimmerman C.W. 2012. Advances in Reconstructive: Vaginal
Surgery. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Lee, M.Y., Dalpiaz, A., Schwamb, R., Miao, Y., Waltzer, W., Khan, A. 2015.
Clinical Pathology of Bartholin's Glands: A Review of the
Literature. Current Urology. Vol. 8 (1):22-5.
Lilungulu Athanase, Bonaventura C. T., Mpondo, Abdallah Mlwati, Dismas
Matovelo, Albert Kihunrwa et al. 2017. Recurrent Huge Left
Bartholin’s Gland Abscess for One Year in a Teenager. Case Reports
in Infectious Diseases. Vol 1. No: 1-3.
Pipingas, Y Dangor, F Radebe HG Fehler, S Khumalo, L De Gouveia. 2007.
Microbiological In Investigation Og Bartholin’s Gland Abscess In
Urban Women In Johannesburg. Dermatology. 44(5): 18-22
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Quinn A. 2012. Bartholin Gland Abscess. Plos One .08: 65-66.
Sabrina, N., Juliansyah, R. Kista Bartholin and Bartholinitis. 2011. Case Report
Session. Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Al-Ihsan Bandung.
Wahyuni, Tri, E. Amiruddin, A.D. dan Mappiasse, A. 2012. Bartholin’s Abcess
Caused by Escherichia Coli. Indonesian Journal of Dermatology and
Venereology. Vol. 1 (1) : 68-72.