Oleh:
Pembimbing:
dr. I Nyoman Sayang, Sp.OG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana di RSUD Bangli. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, Sp.OG (K) selaku Kepala
Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar,
2. Dr. dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, Sp.OG (K) selaku
Koordinator Pendidikan Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar,
3. dr. I.G.N Yuliastina Sp.OG, selaku Kepala Departemen/KSM Obstetrik
dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Bangli,
4. dr. I Nyoman Sayang, Sp.OG selaku pembimbing dan penguji yang
senantiasa memberikan informasi dan masukan dalam penyusunan
laporan ini,
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan
dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini. Semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul......................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ................................................................................................. 3
2.2 Etiopatogenesis ....................................................................................... 3
2.3 Diagnosis ................................................................................................ 7
2.4 Penatalaksanaan ...................................................................................... 7
2.5 Komplikasi ............................................................................................10
2.6 Upaya Pencegahan ................................................................................10
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien .....................................................................................12
3.2 Anamnesis.............................................................................................12
3.3 Pemeriksaan fisik ..................................................................................14
3.4 Pemeriksaan penunjang .........................................................................16
3.5 Diagnosis ..............................................................................................16
3.6 Penatalaksanaan ....................................................................................17
3.7 Catatan Perkembangan (Follow up) Pasien ............................................17
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................20
BAB V SIMPULAN .........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa diikuti tanda-tanda persalinan disebut
dengan preterm prematur rupture of membranes (PPROM) atau Ketuban Pecah
Dini Prematur (KPDP).1
Permasalahan yang mungkin teriadi pada PPI, dimana dapat berujung
kelahiran bayi prematur, meliputi penyakit atau kelainan pada jangka pendek dan
jangka panjang, hingga kematian perinatal. Kelainan jangka pendek yang sering
terjadi yaitu Respiratory Distress Syndrome (RDS), defisiensi imunitas, gagal
tumbuh, dan patent ductus arteriosus, sedangkan kelainan jangka panjang dapat
berupa kelainan neurologik seperti serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga
dapat terjadi disfungsi neurobehavioral serta penyakit yang menyerang
pernafasan.3
Diagnosis dan penatalaksanaan persalinan preterm yang baik dapat
menurunkan ancaman persalinan preterm dan menurunkan morbiditas janin.
Penatalaksanaan berdasarkan diagnosa dan temuan klinis yang ditemukan. Bila
tanpa adanya penyulit dan komplikasi, maka kehamilan akan dipertahankan
hingga cukup bulan. Sedangkan bila terdapat penyulit maka terminasi kehamilan
dini menjadi pilihan.4,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiopatogenesis
Penyebab terjadinya PPI maupun persalinan preterm itu sendiri belum
diketahui secara pasti dan biasanya bersifat multifaktorial. Empat faktor risiko
utama persalinan preterm, yakni overdistensi uterus, stres maternal-fetal,
perubahan prematur serviks, dan infeksi.2
Ovedistensi uterus
Overdistensi dapat diakibatkan oleh kehamilan kembar atau gemelli,
polihidramnion, dan janin besar (makrosomia). Overdistensi uterus mengaktifkan
contraction-activation protein (CAP) pada miometrium. Protein ini teraktivasi
akibat peregangan pada uterus, dimana semakin besar regangan uterus maka
semakin banyak protein tersebut dihasilkan. Protein tersebut dapat memengaruhi
aktivitas reseptor oksitosin dan peningkatan produksi prostaglandin. Overdistensi
uterus juga mengakibatkan aktivasi kaskade endokrin plasenta-fetal, dimana
terjadi peningkatan produksi corticotropine-releasing hormone (CRH) dan
peningkatan level estrogen yang dapat meningkatkan ekspresi gen pembentuk
CAP pada miometrium. Selain peningkatan kontraktilitas, overdistensi uterus juga
dapat memicu pematangan serviks yang lebih awal.2
3
Stres maternal-fetal
Stres yang dimaksud yaitu suatu kondisi atau kejadian yang tidak
diharapkan yang mengganggu fungsi normal individu, baik itu stres fisik maupun
psikologis. Trimester akhir ditandai dengan peningkatan level serum dari CRH.
Hormon ini bekerja sama dengan adrenocorticotrophine hormone (ACTH) untuk
meningkatkan produksi hormon steroid maternal dan fetal, termasuk sintesis
kortisol. Peningkatan level hormon kortisol atau sering disebut hormone stres ini
mengakibatkan aktivasi kaskade endokrin plasenta-fetal yang tidak berakhir
hingga proses persalinan. Peningkatan level CRH juga menstimulasi sintesis
adrenal dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S) yang memiliki peran
meningkatkan kadar estrogen maternal, terutamanya estriol. Hipotesis menyatakan
bahwa peningkatan kadar kortisol dan estrogen selama masa kehamilan dapat
mengakibatkan hilangnya ketenangan uterus sejak dini.2
Infeksi
Infeksi juga dapat memicu persalinan dikarenakan adanya proses inflamasi
oleh tubuh ibu yang dirangsang oleh pelepasan sel poli morfonuklear (PMN)
netrofil dan makrofag ke tempat infeksi, dan kemudian akan merangsang produksi
sitokin, matrix metaloproteinase (MMP), dan prostaglandin. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin. Selain respon inflamasi dari tubuh ibu, janin
juga berperan dalam pengaktivasian sitokin melalui produksi faktor pengaktif
trombosit di paru dan ginjal janin. Faktor ini terlibat secara sinergis dalam
terjadinya aktivasi sitokin yang juga akan menginisiasi persalinan yang
disebabkan oleh infeksi bakterial. Jadi, di satu sisi sebenarnya pelepasan faktor ini
menguntungkan janin karena dapat melepaskan diri dari lingkungannya yang
terinfeksi, tetapi janin dapat terlahir secara prematur.5
Perbedaan yang terlihat adalah kadar protease yang meningkat terutama
pada persalinan preterm daripada persalinan aterm (cukup bulan). Adapun enzim
protease ini berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler pada selaput ketuban
dengan menghasilkan suatu enzim MMP-9 yang dapat menyebabkan ketuban
pecah dini. Beberapa flora juga dapat menghasilkan protease seperti Streptokokus
grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis yang akan menyebabkan
4
degradasi membran dan melemahkan selaput ketuban. Sitokin dari respon
inflamasi juga berperan dalam produksi prostaglandin E2 oleh sel korion yang
dapat mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan
aktifitas enzim metaloproteinase dan selanjutnya akan memicu pecah ketuban
yang akan diikuti dengan persalinan.2,3
Ibu hamil dengan infeksi, terutama yang menginfeksi cairan amnion
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami korioamnionitis dan ketuban pecah
dini (KPD). Sumber infeksi dapat berasal dari 1) infeksi sistemik ibu melalui
transfer transplasenta; 2) infeksi retrograde dari kavum peritoneum melalui tuba
falopii; 3) infeksi asending bakteri dari vagina atau serviks. Infeksi asending
merupakan yang tersering mengingat bagian terbawah janin berhubungan
langsung dengan pembukaan kanal serviks dan vagina. Mikroorganisme yang
menginfeksi secara ascending membentuk koloni pada serviks, desidua, dan
membran amnion. Lipopolisakarida (LPS) dan toksin yang diproduksi oleh bakteri
merangsang respon sel-imun pada saluran reproduksi dan peningkatan produksi
sitokin. Sitokin dan LPS dapat memprovokasi pelepasan prostaglandin dari
membrane, desidua, dan serviks. Hal ini dapat mengganggu ketenangan
miometrium dan mempercepat pematangan serviks. Terdapat 4 kategori infeksi
intrauterin yang digolongkan oleh Goncalves, dkk, yakni :2
Stadium I : vaginosis bakterial
Stadium II : infeksi desidua
Stadium III : infeksi amnion
Stadium IV : infeksi sistemik fetal
Faktor-faktor lainnya
Faktor gaya hidup yang dapat mempengaruhi kejadian persalinan preterm
antara lain perilaku merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang
baik selama kehamilan, narkoba, alkohol dilaporkan memiliki peranan penting
pada kejadian dan berat badan lahir rendah dan persalinan preterm. Penelitian
menyatakan adanya hubung antara berat badan dengan persalinan preterm,
terutama pada saat ibu memiliki riwayat obesitas. Konsumsi alkohol juga diduga
memiliki suatu kaitan dengan persalinan preterm disertai dengan peningkatan
resiko cedera otak pada bayi yang prematur. Kebiasaan konsumsi tembakau
5
bertanggung jawab atas 32.000 sampai 61.000 bayi dengan berat badan lahir
rendah setiap tahunnya di Amerika Serikat. Faktor ibu lain yang diduga berkaitan
dengan persalinan preterm adalah usia ibu terlalu muda, kemiskinan, pekerjaan
berat, dan stres psikologis dikatakan dapat menjadi penyebab persalinan
preterm.2,3,5,7
Pada ibu yang memiliki riwayat persalinan preterm sebelumnya, risiko
untuk mengalami persalinan preterm kembali adalah tiga kali lipat dibandingkan
dengan ibu hamil tanpa riwayat persalinan preterm.2
Riwayat penyakit ibu yang berhubungan dengan kehamilan seperti
hipertensi dan diabetes dapat meningkatkan insiden persalinan preterm. Hal ini
disebabkan oleh karena sirkulasi antara ibu dan janin kurang baik apabila
dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut. Pada
sebagianbesar ibu dengan riwayat penyakit di atas, dilakukan terminasi kehamilan
lebih awal dikarenakan faktor janin. Infeksi jalan lahir, demam, dan infeksi
penyakit tertentu lainnya juga dapat mempengaruhi timbulnya persalinan
preterm.3,7
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh karena solusio plasenta atau
plasenta previa dapat menyebabkan persalinan preterm. Hal ini dikarenakan
pelepasan plasenta dari implantasinya serta perdarahan yang banyak oleh karena
plasenta previa dapat menimbulkan keadaan hipoksia janin karena
ketidakadekuatan sirkulasi uteroplasenta. Solusio plasenta dapat merangsang
persalinan sehingga bila umur kehamilan belum cukup dapat menjadi persalinan
preterm, meskipun sebanyak 63% dari seluruh kasus terjadi pada usia kehamilan
yang aterm. Ibu yang memiliki riwayat solusio plasenta memiliki kemungkinan
kembali terjadinya solusio plasenta yang lebih besar, yaitu 11%. Plasenta previa
sering berhubungan dengan persalinan preterm disebabkan oleh karena keharusan
melakukan tindakan akibat perdarahan yang banyak. Hal ini dikarenakan
kemungkinan janin hipoksia menjadi besar akibat perdarahan yang banyak
sehingga bila terdapat tanda-tanda kesejahteraan janin perlu dilakukan tindakan
terminasi kehamilan lebih cepat.6
6
2.3 Diagnosis
Diagnosis dari persalinan preterm ditegakkan berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal terpenting yang perlu
diperhatikan dan dipastikan adalah bahwa apakah usia kehamilan sudah cukup
bulan atau belum. Usia kehamilan ini dapat diperhitungkan dengan lebih akurat
apabila kriteria good dating terpenuhi, seperti ibu hamil mengetahui hari pertama
haid terakhir (HPHT) dengan pasti sebanyak 3 siklus haid terakhir, dilakukan
pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) dengan pengukuran biparietal
diameter, femur length, dan abdominal circumference, setelah usia janin
memasuki 12 minggu denyut jantung janin dapat di monitoring dengan Doppler
ultrasound, 18 – 20 minggu dengan fetoskop).2,3
Kriteria diagnosis yang dipakai di RSUP Sanglah, yakni :
- Usia kehamilan < 37 minggu,
- His ≥ 2 kali dalam 10 menit,
- Dilatasi serviks sedikitnya 2 cm atau kemajuan yang pembukaan serviks yang
bermakna dalam waktu 2 jam oleh pemeriksa yang sama,
- Penipisan serviks ≥ 50%,
- Keluar lender pervaginam atau mungkin bercampur darah (bloody show)
- Persentasi janin rendah sampai spina iskiadika.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain pemeriksaan USG untuk
menentukan pasti umur kehamilan yang berguna untuk diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya. Pemeriksaan lain seperti sonografi transvaginal
untuk mengukur panjang serviks yang berguna untuk memprediksi persalinan
preterm sebelum usia 30 minggu dikarenakan sensitivitas dan nilai prediksi
negatifnya yang bagus. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan hematologi rutin dan laju endap darah untuk menilai kemungkinan
tanda-tanda infeksi sehingga dapat membantu untuk mempertimbangkan
penatalaksanaan selanjutnya.3,7
2.4 Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan ancaman persalinan preterm adalah
menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik,
7
mematangkan surfaktan paru janin dengan pemberian kortikosteroid, dan
mencegah infeksi. Penatalaksanaan terhadap ancaman persalinan preterm
dipengaruhi oleh beberapa faktor:8
a. Keadaan selaput ketuban: proses persalinan tidak akan dihambat apabila
ketuban sudah pecah
b. Pembukaan serviks: proses persalinan akan sulit dicegah apabila
pembukaan sudah mencapai 4 cm
c. Usia kehamilan: makin muda usia kehamilan, maka pencegahan terhadap
persalinan harus dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan apabila TBJ
> 2.000 gram atau usia kehamilan mencapai > 34 minggu
d. Penyebab atau komplikasi persalinan preterm
e. Kemampuan neonatal intensive care facilities
Penatalaksanaan persalinan preterm adalah sebagai berikut:7
1. Tirah baring ke satu sisi dan pemberian IVFD
2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin
3. Cari penyebab persalinan preterm (kemungkinan sistitis, pyelonefritis,
bakterimia asimptomatik, serviks inkompeten, dll.)
4. Pemberian tokolitik:
a. Nifedipine
Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit berikan lagi
20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40 mg. Jangan
memberikan lagi sampai 3 jam setelah pemberian yang kedua. Bila
kontraksi tetap, berikan lagi 20 mg sampai kontraksi hilang atau
pasien memasuki fase aktif persalinan. Nifedipin slow release
diberikan setelah 24 jam, 2 - 3 kali sehari sesuai dengan dosis yang
dibutukan untuk menghentikan kontraksi uterus dalam 24 jam.
Tokolitik golongan penghambat kalsium seperti nifedipin, bekerja
dengan menghambat masuknya kalsium lewat membran sel ke dalam
sel otot polos uterus. Aktivitas otot polos termasuk miometrium
berhubungan langsung dengan kadar kalsium bebas dalam
sitoplasma, dan penurunan kalsium akan menghambat kontraksi
miometrium menyebabkan relaksasi uterus.
8
Bila kontraksi berhenti lanjutkan dengan dosis pemeliharaan
disesuaikan dengan jumlah obat yang digunakan untuk
menghentikan kontraksi dan diberikan dalam bentuk slow release
(Adalat Oros 2-3 kali sehari). Pemberian dosis pemeliharaan sampai
usia kehamilan 34 minggu. Dosis maksimal 120 mg/hari, komplikasi
yang dapat tejadi adalah sakit kepala dan hipotensi.
b. COX (Cyclo-oxygenase-2 inhibitors)
Indomethacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8
kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat
menimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow
janin.Tidak direkomendasikan pada kehamilan ≥32 minggu karena
dapat mempercepat penutupan ductus arteriosus.
5. Pemberian kortikosteroid (Dexamethason) pada umur kehamilan 24 - 34
minggu. Diberikan dengan dosis 6 mg/12 jam intramuskuler selama 2
hari.
6. Pemberian antibiotika. Pada ibu dengan ancaman persalinan preterm dan
terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin (2x300 mg
sehari selama 7 hari) atau metronidazole (2x500 mg sehari selama 7
hari), eritromisin (2x500 mg per hari selama 7 hari) dapat
dipertimbangkan.
Adapun terapi persalinan prematur berdasarkan etiologi:
a. Persalinan premature yang disebabkan oleh infeksi akan mengaktivasi
monosit kemudian mengaktivasi fosfolipase A2 sehingga menyebabkan
pelepasan asam arachidonat yang akan memicu sintesis prostaglandin.
Sintesis prostaglandin akan menyebabkan terjadinya proses persalinan
oleh karena itu pada pasien persalinan prematur dengan infeksi dapat
diberikan prostaglandin inhibitor yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
b. Persalinan prematur yang disebabkan oleh iskemia pada uterus yang akan
meningkatan produksi renin dari ketuban. Angiotensin II menginduksi
kontraktilitas myometrium secara langsung atau melalui pelepasan
9
prostaglandin. Pada pasien ini dapat diberikan calcium channel blocker
atau nifedipine untuk menurunkan aktivitas myometrium.
c. Dengan mekanisme yang serupa dengan infeksi, stres memicu peningkatan
sitokin proinflamasi yang menyebabkan ekspresi TLR berlebihan pada
membrane korioamnion sehingga terjadi peningkatan produksi
prostaglandin. Mekanisme ini dapat dihambat oleh prostaglandin
inhibitor yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
d. Persalinan prematur yang disebabkan oleh overdistensi akan meningkatkan
prostaglandin E2 dengan adanya peregangan akibat gaya mekanik.
Perubahan tersebut akan menyebabkan degradasi pada membran
sehingga memicu pecahnya ketuban oleh karena itu dapat diberikan
terapi prostaglandin inhibitor yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
2.5 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas timbul karena adanya komplikasi lanjutan setelah
persalinan yang memburuk, kecilnya berat badan janin, atau semakin rendahnya
umur kehamilan. Bayi yang lahir mendekati aterm mungkin hanya mengalami
sedikit atau bahkan tidak mengalami komplikasi, sedangkan bayi yang lahir
sebelum usia kehamilan 32-34 minggu mungkin memiliki beberapa komplikasi.
Pada beberapa kasus, komplikasi dapat ringan atau berat dan menyebabkan
masalah kesehatan jangka panjang atau bahkan kematian. Komplikasi tersebut
dapat berupa depresi pernapasan, perdarahan intakranial neonatal, displasia
bronkopulmoner, infeksi, enterokolitis nekrosis, patent ductus arteriosus (PDA),
dan retinopati akibat belum sempurnanya pembentukan organ tubuh janin.
Sebanyak 10% dari seluruh kelahiran preterm akan mengalami komplikasi dan
masalah yang berakibat jangka panjang. 2,3,5
10
mencegah wanita yang belum hamil untuk tidak melahirkan prematur adalah
dengan mempersiapkan kondisi tubuh baik dari status gizi, kadar hemoglobin
(Hb), tekanan darah, dan melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi.6,7
- Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Dalam
hal ini upaya untuk mencegah ibu hamil agar tidak melahirkan prematur, yaitu
mendapatkan perawatan sejak awal kehamilan; mengetahui risiko diri sendiri
seperti merokok, hipertensi, usia saat heamil, dan komplikasi kehamilan
sebelumnya; melakukan pemeriksaan untuk infeksi saluran kencing (ISK);
memperhatkan berat badan; memiliki pola makan yang baik; tetap menjaga
kebugaran tubuh; serta mencegah stres dan depresi.6,7
- Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu pada tahap gejala klinis belum tampak nyata
tetapi proses secara patologis sudah berjalan. Upaya pada tahap ini dapat
menghambat atau menghentikan proses patologis agar tidak berkembang.
Upaya yang dapat dilakukan, seperti pembatasan aktivitas kerja (bekerja,
perjalanan, koitus) pada ibu hamil dengan riwayat persalinan prematur dan
mengurangi pekerjaan yang menimbulkan stres; ibu dengan kehamilan kembar
harus lebih banyak beristirahat sejak minggu ke-28; melakukan pemeriksaan
USG yang diusahakan secara teratur; melakukan pemeriksaan cairan ketuban
(amniosentesis).6,7
- Pencegahan tersier
Pancegahan tersier yaitu upaya pencegahan persalinan prematur pada
saat gejala klinis sudah nyata didapatkan. Tahap ini ditujukan untuk
memperpanjang masa kehamilan dengan maksud memberikan kesempatan
untuk memperbaiki kualitas janin dan mempersiapkan persalinan yang
memadai. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan, yakni pengiriman ibu
hamil dengan ancaman persalinan prematur ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas perawatan bayi prematur, pemberian terapi tokolitik, kortikoteroid
antenatal, dan antibiotik.6,7
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VK IRD RSU Bangli, dengan keluhan nyeri pada perut
yang hilang timbul sejak pukul 15.00 WITA (7 jam SMRS 10/10/2019).
Pasien mengatakan nyeri perut dirasakan seperti kencang kencang. Nyeri
yang dirasakan hilang timbul, semakin memberat dan semakin sering.
Keluhan nyeri perut dikatakan tidak membaik saat istirahat dan dikatakan
menganggu aktivitas sehari-hari. Selain nyeri perut, pasien juga
mengeluhkan keluar cairan pervaginam sejak pukul 21.30 WITA (30 menit
SMRS 10/10/2019). Keluar cairan pervaginam dikatakan mendadak dalam
jumlah yang banyak dan berwarna jernih. Riwayat demam dan trauma
disangkal. Keluar flek dikatakan ada. BAB dan BAK dikatakan baik, mual
dan muntah disangkal dan nafsu makan dikatakan baik. Gerak janin
dirasakan baik oleh pasien.
12
Riwayat Menstruasi
Menarche umur ± 15 tahun, siklus teratur 28 hari dengan lama 5 hari. Pasien
mengganti pembalut sebanyak tiga kali dalam sehari saat menstruasi. Tidak
ada keluhan spesifik saat menstruasi.
Hari pertama haid terakhir : 11 Februari 2019
Taksiran persalinan : 18 November 2019
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang, lama menikah 11 tahun, saat
pasien berusia 24 tahun.
Riwayat Obstetri
1. Tahun 2008/ aterm/ pspt B/ nakes/ laki-laki/ 3000 gram/ hidup.
2. Hamil ini.
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Pasien mengatakan pernah menggunakan suntik KB selama 10 tahun.
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan dan spesialis
kandungan setiap bulannya. Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan di
bidan sebanyak 5 kali untuk memantau keadaan janin. Pasien juga
melakukan pemeriksaan kehamilan di spesialis kandungan, pasien
melakukan USG sebanyak 1 kali. Selama kahamilan berat badan pasien
meningkat dari 50 kg sebelum hamil menjadi 60 kg saat hamil (naik 10 kg).
Tekanan darah pasien dan denyut jantung janin selama kehamilan dikatakan
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk riwayat penyakit sistemik, seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma,
penyakit jantung, dan ginjal, pasien menyangkal pernah mengalaminya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, dan ginjal.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
tertentu.
13
Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.
Riwayat Ginekologi
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit ginekologi.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami
dan anaknya. Pasien dan suami tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi
alkohol, rokok, ataupun obat-obatan terlarang. Biaya untuk persalinan
ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional.
14
Ekstremitas : akral hangat , edema
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
Mammae
Bentuk simetris, tampak hiperpigmentasi areola mammae, puting susu
menonjol, tidak tampak pengeluaran cairan dari puting susu, kebersihan
cukup
Abdomen
Inspeksi:
- Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan striae
ablicantus)
- Tidak tampak jaringan parut atau luka bekas operasi
Auskultasi:
- Frekuensi denyut jantung janin (140 kali/menit)
Palpasi
- Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri setengah pusat prosesus xiphoideus (25 cm).
Pada bagian teratas janin, teraba bagian bulat dan lunak (kesan
bokong)
II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan bagian-
bagian kecil di kiri (kesan ekstremitas)
III. Teraba bagian bulat dan keras (kesan kepala)
IV. Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul
(konvergen)
- MCD : 25 cm
- TBJ: 2015gram
- His (+) 2x/10 menit ~ 10-15 detik
- Gerak janin (+) baik
- DJJ (+) 140x/menit
15
Vagina
Blood slym (-), air ketuban (+) jernih
Pemeriksaan Dalam:
VT 10/10/2019 (22.00 WITA):
- Pembukaan 2 cm, effacement 50%, ketuban (-)
- Teraba kepala, sutura sagittalis melintang, penurunan kepala Hodge I
- Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.
3.5 DIAGNOSIS
G2P1001, 34 minggu 3 hari Tunggal/Hidup, Partus Prematurus Imminens
(Riwayat Keluar Air)
TBJ: 2015 gram
16
3.6 PENATALAKSANAAN
Rencana Terapi
Terapi konservatif :
- MRS
- IVFD RL 500 cc, 20 tpm
- Amoxicillin 500 mg tiap 8 jam Intraoral
- Nifedipin 20 mg tiap 3 jam Intraoral (sampai his tidak ada)
- Dexamethasone 12 mg tiap 24 jam Intramuskular (selama 2 hari)
Rencana Monitoring
Keluhan, tanda-tanda vital, his, dan detak jantung janin
Rencana Edukasi
KIE keluarga dan pasien tentang keadaan janin, rencana tindakan, risiko
tindakan, dan komplikasi tindakan yang akan dilakukan
17
11-10- Pasien ingin St.Present G2P1001, 34 Tx :
2019 mengedan Kes : CM minggu 3 hari Pimpin persalinan
Pk. T: 110/80 mmHg Tunggal/
00.30 N : 88x/menit Hidup + PK II
WITA R : 20x/menit
T : 36,4oC
St. General :
dbn
St. Obstetrik
Abd : TFU setengah
pusat processus
xyphoideus
His (+) 4-5x/10
menit 40-45 detik
DJJ : 139 x/ Menit
VT : v/v normal,
portio tidak teraba,
Pᴓ lengkap, ketuban
(-) teraba kepala
tidak teraba bagian
kecil dan tali pusat,
↓ H III, UUK depan
11 -10- Lahir bayi St.Present P1102 Pspt B Tx :
2019 laki – laki, Kes : CM + Kala III Manajemen aktif
Pk. 1900 gram, T: 110/70 mmHg kala III
00.40 AS 7-8, N : 84x/menit Injeksi oksitosin
WITA Kelainan (-). R : 18x/menit 10 IU
Nyeri jalan T : 36,3oC Masase fundus
lahir (+) St. General : uteri
dbn Peregangan tali
St. Obstetrik pusat terkendali
Abd : TFU sepusat
Kontraksi (+) baik
Vag : Tampak tali
pusat menjulur
11 -10- Lahir St.Present P1102 Pspt Tx :
2019 plasenta Kes : CM BPP hari 0 + Paracetamol
Pk. kesan T: 110/70 mmHg PK IV 500mg tiap 8
00.50 lengkap, N : 84x/menit jam intraoral
WITA hematom (-), R : 18x/menit SF 300mg tiap
kalsifikasi (-) T : 36,3oC 12 jam Intraoral
18
Nyeri jalan St. General : Methylergometr
lahir (+) dbn in 0,125mg tiap
St. Obstetrik 8 jam Intraoral
Abd : TFU 2 jari Amoxicillin
bawah pusat, 500mg tiap 8
kontraksi (+) baik jam Intraoral
Vag : Ruptur
perineum grade II →
hecting, pendarahan
(-), lochia (+)
11 -10- Evaluasi 2 St.Present P1102 Pspt Tx :
2019 jam post Kes : CM BPP hari 0 + Paracetamol
Pk. partum T: 110/70 mmHg Ruptur 500mg tiap 8
02.50 Nyeri jalan N : 84x/menit perineum jam intraoral
WITA lahir (+), R : 18x/menit grade II SF 300mg tiap
BAK (+), T : 36,3oC 12 jam Intraoral
mobilisasi (+) St. General : Methyergometri
dbn n 0,125mg tiap
St. Obstetrik 8 jam Intraoral
Abd : TFU 2 jari Amoxicillin
bawah pusat, 500mg tiap 8
kontraksi (+) baik jam Intraoral
Vag : Pendarahan (-) Mx:
lochia (+) KU dan Tanda Vital
11 -10- Nyeri jalan St.Present P1102 Pspt Tx :
2019 lahir Kes : CM BPP hari 0 Paracetamol
Pk. minimal, T: 110/70 mmHg 500mg tiap 8
10.00 BAK (+), N : 84x/menit jam intraoral
WITA mobilisasi (+) R : 18x/menit SF 300mg tiap
T : 36,3oC 12 jam Intraoral
St. General : Methyergometri
dbn n 0,125mg tiap
St. Obstetrik 8 jam Intraoral
Abd : TFU 2 jari Amoxicillin
bawah pusat, 500mg tiap 8
kontraksi (+) baik jam Intraoral
Vag : Pendarahan (-) Kontrol
lochia (+) poliklinik
kebidanan
18/10/2019
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
2015 gram. Terdapat kontraksi uterus sebanyak 2 kali/10’ ~ 10”- 15”. Pada
pemeriksaan vaginal toucher didapatkan pembukaan 2 cm, effacement 50%,
ketuban (-).
Tujuan terapi pada PPI adalah untuk menghambat proses persalinan
preterm dengan pemberian tokolitik, untuk pematangan surfaktan paru janin
dengan kortikosteroid, serta pencegahan terhadap infeksi dengan pemberian
antibiotik jika diperlukan. Penatalaksanaan PPI dilakukan dengan pemberian
tokolitik berupa Nifedipin dengan dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam
30 menit berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40 mg. Jangan
memberikan lagi sampai 3 jam setelah pemberian yang kedua. Bila kontraksi
tetap, berikan lagi 20 mg sampai kontraksi hilang atau pasien memasuki fase aktif
persalinan. Alternatif tokolitik lain berupa golongan β- mimmetik dan MgSO4.
Pemberian kortikosteroid dapat berupa betametason dengan dosis 12mg/IM/ 24
jam atau dexamethasone 6 mg /IM/ tiap 12 jam. Sedangkan pada pasien ini
dilakukan terapi konservatif dengan pemberian tokolitik berupa nifedipin 20 mg
per oral tiap 3 jam sampai his tidak ada, dexamethasone 12 mg intramuskular tiap
24 jam selama 2 hari, dan pemberian antibiotik amoxicillin 500 mg tiap 8 jam
intraoral. Pasien ini diberikan antibiotik oleh karena didapatkan indikasi
pemberian yakni adanya tanda-tanda infeksi dari pemeriksaan urinalisis. Selain
itu, berbaring ke sisi kiri ataupun kanan dengan bantal dibawah pinggul dan
tungkai membantu mengurangi beban pada serviks serta memperbaiki sirkulasi
fetomaternal.
21
BAB V
SIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23