Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Partus Prematurus Imminen (PPI)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Dokter Muda di SMF Obsterik dan Ginekologi

RSSA Malang

OLEH:

Arsya Al Ayubi 160070201011015

Clarabella Sabrina H. 160070201011020

Samuel Prasetya 160070201011082

PEMBIMBING : dr. Suheni Ninik Hariyati, SpOG(K)

SMF/LABORATORIUM OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM
DR.SAIFUL ANWAR MALANG

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS DOKTER MUDA

Partus Prematurus Imminen (PPI)

Disusun Oleh:

Arsya Al Ayubi 160070201011015

Clarabella Sabrina H. 160070201011020

Samuel Prasetya 160070201011082

Pada tanggal 18 Mei 2017,

telah disetujui dan disahkan oleh:

dr. Dilendras Kirmana Putri


(Selaku Pendamping)

dr. Suheni Ninik Hariyati, SpOG(K)


(Selaku Pembimbing)

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................

1.2 Tujuan ..............................................................................................................

1.3 Manfaat ............................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

2.1 Definisi PPI ......................................................................................................

2.2 Faktor Risiko Terjadinya PPI.........................................................................

2.3 Skrining untuk Persalinan Preterm...............................................................

2.3 Penegakan Diagnosis Kasus PPI....................................................................

2.4 Tatalaksana PPI...............................................................................................

BAB III URAIAN KASUS....................................................................................

3.1 Identitas............................................................................................................

3.2 Subyektif...........................................................................................................

3.3 Obyektif ...........................................................................................................

3.4 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................

3.5 Asessment..........................................................................................................

3.6 Planning............................................................................................................

3.7 Outcome............................................................................................................

BAB IV PERMASALAHAN.................................................................................

BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

3
6.1 Kesimpulan ......................................................................................................

6.2 Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan preterm ialah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 20 -


37 minggu dihitung dari hari pertama haid terkahir (ACOG 1995). Sedangkan
menurut WHO, bayi premature adalah bayi ynag lahir pada usia kehamilan 37 minggu
atau kurang. Permasalahan dari persalinan preterm adalah perawatan bayi preterm.
Semakin muda umur bayi semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Bayi
premature sering disertai dengan kelainan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah RDS (Respiratory
Distress Syndrome), perdarahan intra/periventricular, NEC (Necrotizing Entero
Cilitis), dispplasi bronkopulmonar, sepsis, dan PDA (Paten Duktus Arteriosus).
Kelainan jangka panjang berupa kelainan neurologis,antara lain : serebral palsi,
retinopati, retardasi mental, dan disfungsi neurobehavorial (Prawirohardjo , 2014).
Menurut Sarwono dkk (2014) angka kejadian persalinan preterm adalah
sekitar 6 - 10% yang termasuk dalam dua per tiga dari penyebab kematian neonatal.
Badan kesehatan dunia, WHO (2012), memperkirakan terdapat 15 juta bayi yang
dilahirkan secara prematur tiap tahunnya. Angka persalinan preterm paling tinggi (
15%) di negara-negara berkembang seperti di Pakistan, Indonesia, dan daerah sub-
sahara Afrika. Pada tahun 2010, terdapat 22.952 kelahiran preterm dari 297.357
kelahiran hidup (8,3%) di Australia. Peningkatan kejadian persalinan preterm,
utamanya pada usia kehamilan 34-36 minggu diperkirakan akibat komplikasi
obstetrik dan meningkatnya kehamilan multifetal (Heng et al., 2015). Kehamilan 32
minggu dengan berat bayi > 1.500 gram memiliki keberhasilan sebesar 85%, sedang
pada umur yang sama bayi yang memiliki berat <1.500 memiliki kemungkinan 80%.
Bayi yang memiliki umur < 32 minggu dan berat <1.500 memiliki angka keberhasilan
yang jauh lebih sedikit yaitu 59%. Hal ini menujukkan keberhasilan persalinan
preterm tidak hanya tergantung pada umur, tetapi juga berat bayi lahir
(Prawirohardjo , 2014). Bayi prematur memerlukan perawatan di rumah sakit yang
lebih lama dan dapat mengalami komplikasi medis yang memerlukan berbagai macam
intervensi medis dan obat-obatan (Heng et al., 2015).

5
Persalinan preterm terjadi karena kemajuan persalinan spontan atau adanya
indikasi intervensi medis. Persalinan preterm spontan disebabkan oleh infeksi (intra
atau ekstrauterin), kehamilan multipel, solusio plasenta, gangguan hormonal dan
faktor-faktor lainnya. Sedangkan sebagian besar penyebab lainnya adalah idiopatik
(Agrawal and Hirsch, 2012). Agar dapat mengetahui kemungkinan terjadinya
persalinan prematur, harus dimengerti beberapa kondisi yang dapat menimbulkan
kontraksi yang nantinya dapat menyebabkan persalinan prematur atau indikasi
intervensi medis yang menyebabkan dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat
kehamilan belum cukup bulan (Saifuddin dkk, 2014).
Oleh sebab itu sangat diperlukan pengetahuan dan pemahaman patofisiologi,
permasalahan, pencegahan, dan pengelolaan persalinan preterm untuk mencegah
terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas pada kehamilan. Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut maka diperlukan pelaporan kasus dari pasien kelahiran preterm
yang dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui definisi persalinan preterm.

2. Mengidentifikasi masalah yang dapat terjadi akibat persalinan preterm.

3. Menjelaskan faktor predisposisi dan penyebab persalinan preterm,


serta skrining terhadap pasien berisiko terjadinya persalinan preterm.

4. Mendiskusikan cara menegakkan diagnosis persalinan preterm.

5. Menjelaskan pengelolaan yang benar terhadap persalinan preterm dan


kemungkinan komplikasi yang terjadi terutama terhadap janinnya.

1.3 Manfaat

1. Dapat memahami definisi persalinan preterm.

2. Dapat mengidentifikasi masalah yang dapat terjadi akibat persalinan


preterm.

6
3. Mampu menjelaskan faktor predisposisi dan penyebab persalinan
preterm, serta skrining terhadapa pasien berisiko terjadinya persalinan
preterm.

4. Dapat mendiskusikan cara menegakkan diagnosis persalinan preterm.

5. Mampu menjelaskan pengelolaan yang benar terhadap persalinan


preterm dan kemungkinan komplikasi yang terjadi terutama terhadap
janinnya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Partus Prematurus Imminens


Persalinan preterm didefinisikan sebagai kontraksi rutin uterus yang
mengakibatkan perubahan serviks yang dimulai sebelum 37 minggu masa kehamilan.
Perubahan serviks termasuk effacement (penipisan serviks) dan pembukaan
(terbukanya serviks agar fetus dapat memasuki jalan lahir). Kelahiran preterm adalah
kelahiran yang terjadi antara 20 37 minggu dari kehamilan. (ACOG, 2016)

2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan preterm dapat dipengaruhi oleh multifaktorial. Keadaan obstetrik,
sosiodemografi, dan faktor medik dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm.
Terdapat juga risiko tunggal yang membuat terjadinya persalinan preterm, seperti
distensi uterus yang berlebih, ketuban pecah dini, atau trauma. Akan tetapi penyebab
terbanyak terjadinya persalinan preterm adalah proses patogenik yang neniliki
dampak pada kontraksi rahim dan perubahan serviks, contohnya:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stress pada ibu atau janin

2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari


traktur genitourinaria atau infeksi sistemik

3. Perubahan desidua

4. Peregangan uterus patologik

5. Kelainan pada serviks atau uterus

Terdapat juga berbagai faktor kondisi lain saat kehamilan yang berisiko
persalinan preterm, yaitu:
Pada Janin dan plasenta
1. Perdarahan trimester awal

2. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)

8
3. Ketuban pecah dini

4. Pertumbuhan janin terhambat

5. Cacat bawaan janin

6. Kehamilan ganda/gemeli

7. Polihidramnion

8. Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin)

Pada Ibu
1. Penyakit berat pada ibu (penyakit jantung, ginjal atau paru yang berat)

2. Diabetes mellitus

3. Preeklampsia/hipertensi

4. Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine

5. Penyakit infeksi dengan demam

6. Kelainan bentuk seriks/uterus

7. Riwayat persalinan preterm/abortus berulang

8. Inkompetensi serviks

9. Pemakaian obat narkotik

10. Trauma

11. Perokok berat

12. Kelainan imunologi/kelainan rhesus

13. Obesitas

2.3 Skrining untuk Persalinan Preterm


Cara untuk mengurangi resiko persalinan prematur dapat dilakukan sebelem
tanda persalinan muncul. Skrining persalinan prematur dapat dilakukan memlalui

9
beberapa tes seperti fetal fibronectin, USG transvaginal untuk mengukur panjang
serviks. Tes fetal firbonectin berguna dalam skrining pada usia kehamilan 24 36
minggu. Hasil tes negatif menandakan pasien diprediksi 99,5% tidak partus secara
spontan, sedangkan ibu dengan hasil positif 13-30% diprediksi akan melahirkan
premature pada 7 hari berikutnya. Pada minggu ke 32 kehamilan dilakukakn
pengukuran serviks secara berurutan >25 mm, >15mm, <5mm panjang serviks adalah
1%, 4%, 78% dibandingkan dengan kemungkinan kelahiran prematur (Catenbury
Maternity Guideline, 2014). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2014), jila dijumpai
serviks pendek (<1cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks
matang/ inkompetensi serviks, mepunyai risiko terjadi persalinan preterm 3-4 kali.
Beberapa indikator dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya persalinan preterm
menurut Prawirohardjo (2014) sebagai berikut:
- Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks(secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya
ketuban pecah dini juga memprediksi akan terjadinya persalinan preterm.
- Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah: jumlah
leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP 0,7 mg/ml),
dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu ( > 13.000 ml).
- Indikator biokimia
Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,
servik dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau
lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko
persalinan preterm.

Corticotropin Releasing Hormone (CRH) : peningkatan CRh pada


trimester 2 merupakan indicator kuat terjadinya persalinan preterm

Sitokin inflamasi (IL-8, IL-6, dan TNF alfa) telah diteliti sebagai mediator
dalam sintesis prostaglandin

10
Isofrenin plasenta: pada keadaan tidak hamil isoferinin sebesar 10U/ml,
kadarnya akan meningkat dan pucaknya pada trimester akhir hingga 54,8
53 U/ml. Penurunan dalam serum berisiko persalinan preterm.

Feritin: Kadar ferritin yang rendah merupakan indikatir keadaan kurang


zat besi. Peningkatan kada ferritin dapat menandaka reaksi fase akut
kondisi inflamasi. Beberapa penelitian menyatakan terdapat hubungan
antara peningkatan feritin dan kejadian penyulit kehamilan, salah satunya
persalinan preterm.

2.4 Penegakan Diagnosis Kasus Partus Prematurus Imminens


Berikut beberapa kriteria yang digunakan sebagai diagnosis ancaman
persalinan preterm:
1. Kontraksi regular (minimal setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu
10 menit)

2. Adanya low back pain (nyeri punggung bawah)

3. Perdarahan bercak

4. Perasaan menekan pada serviks

5. Pembukaan 2 ccm dan penipisan 50 80%

6. Presentasi janin rendah (hingga spina ischiadika)

7. Selaput ketuban pecah (sebagai tanda awal persalinan preterm)

8. Terjadi pada usia kehamilan 22 37 minggu

2.5. Komplikasi Partus Prematurus Iminens


Persalinan preterm dapat menyebabkan berbagai komplikasi antara lain :
Imaturitas sistem organ
Berat lahir bayi rendah
Gangguan perkembangan neurologis

11
Tabel 2.1 Komplikasi Imaturitas Sistem Organ

2.6. Tatalaksana Partus Prematurus Imminens


Dalam manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor:
o Selaput ketuban: jika sudah pecah persalinan menjadi pilihan. Pada
umumnya persalinan tidak dihambat.

o Pembukaan serviks: jika hingga 4 cm lebih, sulit dipertahankan

o Usia kehamilan: makin muda, pencegahan persalinan perlu dilakukan.


Persalinan dapat dipertimbangan ketika TBJ >2.000 gram atau usia
hamil >34 minggu.

o Penyebab/ komplikasi persalinan preterm

o Kemampuan fasilitas NICU (Neonatal Intensive Care Facilities) dan


tenaga dokter

Tata laksana awal untuk mencegah kelahiran prematur ataupun melakukan


penundaan persalinan hingga bayi viable:
o Pemberian tokolisis (menghambat persalinan)

o Kortikosteroid (pematangan surfaktan paru untuk menurunkan kejadian


RDS

o Antibiotik bila perlu untuk pencegahan infeksi

o Non farmakologi bedrest, tidak berhubungan seks untuk sementara.

12
Tokolisis

Pemberian tokolisis perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus


yang regular dengan perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis pada
persalinan preterm adalah:

o Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur

o Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulasi


surfaktan paru janin

o Memberi kesempatan intrauterine pada fasilitasyang lebih lengkap

o Optimalisasi personel

Pertimbangan pemberian tokolisis jika terdapat:


o Kontraksi uterus regular dengan perubahan serviks, dicurigai akan
terjadi persalinan premature pada kehamilan tanpa penyulit

o Pada ibu hamil yang kemungkinan akan melahirkan prematurm yang


man perlu dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas NICU atau belum
diberikan kortikosteroid.

Tokolisis tidak boleh diberikan jika ada kontraindikasi untuk mempertahankan/


memperpanjang usia kehamilan. Misalnya infeksi intrauterine, PEB, solusio plasenta,
kongeital letal/ gangguan kromosom, dilatasi serviks cepat, fetal compromise, insufisiensi
plasenta. Kontraindikasi relative diantaranya perdarahan ringan karena plasenta previa,
IUGR, kehamilan kembar, hasil CTG yang kurang bagus.
Beberapa macam tokolisis yang dapat digunakan, antara lain:
o Kalsium antagonis: Nifedipin dapat menunda lahiran hingga 7 hari. Efek
samping yang dapat timbul adalah kemerahan muka, palpitasi, mual,
muntah, hipotensi. Kontraindikasi pemberian adalah memiliki riwayat
penyakit jantung. Hati hati pemberian pada pasien dengan DM atau
kehamilan multiple (resiko edema paru). Dapat melewati sawar plasenta,
namun efek jangka panjang ke bayi belum diketahui. Dosisnya adalah 10
mg/ oral diulang 2 3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi
hilang. Obat diberikan lagi jika timbul kontraksi berulang.

13
o Obat -mimetik: terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat
menunda kelahiran hingga 48 jam disbanding placebo, tetapi memiliki
efek samping lebih kecil.

o Sulfas magnesikus: jarang dipakai karena efek samping pada ibu ataupun
janin, kurang efektif untuk menunda kelahiran, walaupun dikatakan dapat
mengurangi kejadian cerebral palsy.

o COX-inhibitor: Indometasin, sudah jaran digunakan karena efek samping


ke ibu dan janin. Dapat melewati plasenta dan menimbulkan efek samping
ke bayi, seperti penutupan premature duktur arteriosus sehingga dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal, PDA persisten.

Kortikosteroid

Diberikan jika usia kehamilan <35 minggu untuk pematangan paru janin,
menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan intraventrikuler, yang akhirnya
menurunkan angka kematian neonatus. Pemberiannya tidak diulang karena dapat
menyebabkan IUGR (pertumbuhan janin terhambat). Pemberian siklus tunggal:

o Betametason : 12mg/hari IM untuk 2 hari (2 dosis) atau 2 x 12 mg


dengan jarak pemberian 24 jam

o Deksametason : 2x6 mg IM dengan jarak setiap 12 jam pemberian


hanya untuk 2 hari (4 dosis) atau 4 x 6 mg dengan jaral pemberian 12
jam

Antibiotik

Diberikan apabila persalinan berisiko terkena infeksi (KPD) atau pada ibu
hamil yang sering timbul gejala infeksi traktus genitalia atas. Obat oral yang
dianjurkan antara lain:

o Eritromisin 3 x 500 mg/ oral, selama 3 hari

o Ampisilin 3 x 500 mg/ oral, selama 3 hari

o Klindamisin

14
Tidak dianjurkan pemakaian co-amoksiklaf berisiko terjadi NEC.

Cara Persalinan

o Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam.


Seksio sesarea tidak memberikan prognosis yang lebih baik, bahkan
merugikan ibu. Seksio sesarea hanya dilakukan bila teradapat indikasi
obstetrik.

o Bila bayi presentasi letak sungsang dengan umur 30 34 minggu,


seksio sesarea dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan > 34 minggu,
persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan
kehamilan aterm (POGI, 2005).

o Ketuban percah, jika usia kehamilan 32 35 minggu, tergantung dari


tenaga dan kemampuan fasilitas di RS tersebut (NICU)

o Jika terbukti terdapat infeksi, maka dilakukan pengakhiran persalinan


dan diinduksi (tidak melihat usia kehamilan)

o Jika usia gestasi > 34 minggu: dapat dilahirkan ditingkat primer,


prognosis lebih baik

o Jika usia gestasi < 34 minggu: dirujuk ke RS yang terdapat NICU

2.6 Definisi Kehamilan Multifetal


Kehamilan multifetal didefinisikan sebagai kehamilan dimana 2 atau lebih
embrio atau fetus menempati uterus pada saat bersamaan. Kehamilan multifetal
biasanya berakhir pada rata-rata minggu ke 36 sehingga meningkatkan mortalitas dan
morbiditas perinatal. Morbiditas maternal juga meningkat, karena stres fisiologik
terkait 2 fetus atau lebih, plasenta, dan pembesaran uterus secara cepat.
Prognosis dan morbiditas kembar sangat tergantung pada zigositas-nya.
Kembar monozigot akan lebih sering memiliki kelainan kongenital, berat badan lahir
rendah, sindrom twin-twin transfusion, morbiditas neurologik, kelahiran prematur,

15
dan kematian fetus. Penentuan zigositas menjadi suatu hal yang sangat penting untuk
dilakukan setelah kehamilan multifetal ditegakkan.
Evaluasi menggunakan ultrasonografi (USG) sangat membantu dalam
menentukan zigositas. Visualisasi septum tebal dari amnion-korion menunjukkan
adanya kembar dizigot, ditunjukkan lewat adanya gambaran inverted V atau peak
pada dasar septum. Sebaliknya, kembar monozigot memiliki membran pemisah yang
sangat tipis. Hasil temuan ini tidak bersifat definitif dalam menentukan plasenta,
karena pemisahan embrio pada saat awal secara infrekuen bisa menyebabkan kembar
diskorion, disamnion dengan plasenta masing-masing terpisah. Untuk itu, diagnosis
definitif zigositas membutuhkan pemeriksaan plasenta setelah kelahiran.

2.7 Etiologi dan Klasifikasi


Kehamilan multifetal terjadi sebagai akibat dari splitting atau pembelahan
embrio (kembar monozigot atau identik) atau fertilisasi 2 atau lebih ovum selama satu
siklus menstruasi (kembar dizigot atau fraternal). Kembar dizigot memiliki struktur
amnion, korion, dan plasenta masing-masing, karena tumbuh dari ovum yang berbeda.
Kembar monozigot yang tumbuh dari ovum tunggal akan memiliki struktur berbeda
pada membran fetal dan plasentanya, tergantung kapan embrio membelah. Semakin
cepat embrio membelah, semakin terpisah pula membran fetal dan plasentanya.
Apabila pembelahan embrio terjadi dalam 72 jam setelah fertilisasi, akan terbentuk
kembar diskorion, diamnion dengan membran tebal dan memiliki 4 lapis. Pembelahan
yang terjadi 4 sampai 8 hari sesudah fertilisasi ketika membran korion sudah
terbentuk akan menghasilkan kembar monokorion, diamnion dengan septum tipis dan
memiliki 2 lapis. Ketika pembelahan terjadi lebih dari 8 hari setelah fertilisasi, dimana
membran korion dan amnion sudah terbentuk dengan sempurna, akan terbentuk
kembar monokorion, monoamnion yang bertempat dalam 1 kantung tanpa septum.
Dari semua kembar monozigot, 30% merupakan kembar diskorion, diamnion dan
69% merupakan kembar monokorion, diamnion. Kembar monoamnion hanya
berjumlah 1%. Kembar monoamnion bertempat dalam 1 kantung yang sama tanpa
membran pemisah akan memiliki risiko plasenta saling terkait lebih tinggi,
meningkatkan mortalitas sebesar 50%.

2.8 Abnormalitas pada Kehamilan Multifetal

16
2.8.1 Kembar Siam (Conjoined Twins)
Kembar siam terjadi ketika pembelahan embrio terjadi sangat
terlambat (13 hari setelah embryonic disc telah terbentuk), sehingga terbentuk
kembar siam. Angka kejadian kembar siam adalah 1 dari 70.000 kehamilan.
Kembar siam dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomik dari pemisahan
tidak sempurna, yaitu thorakofagus (anterior), pigofagus (posterior),
craniofagus (sefalik), atau ischiofagus (caudal). Mayoritas kembar siam adalah
thorakofagus. Kelahiran kembar siam sering membutuhkan sectio cesarean.
Saat postnatal, kembar siam mayoritas memiliki prognosis yang baik dalam
banyak kasus. Hal ini ditunjang dengan kemajuan teknologi yang
memungkinkan pemetaan organ yang menyatu pada kembar siam dan
suksesnya operasi pemisahan.

2.8.2 Anastomosis Vaskular Intraplasental


Anastomosis vaskular interplasental banyak terjadi pada kembar
monozigot dengan angka kejadian 90% atau lebih. Tipe kelainan yang paling
banyak adalah antar arteri, diikuti arteri vena, kemudian antar vena.
Hubungan vaskular antara 2 fetus melalui plasenta akan menimbulkan
sejumlah masalah, di antaranya aborsi, hidramnion, TTTS (Twin-Twin
Transfusion Syndrome), dan malformasi fetus. Angka kejadian malformasi
kongenital pada kehamilan kembar 2x lebih besar dibanding kehamilan
tunggal, dengan insidensi malformasi lebih besar terjadi pada kembar
monokorion.

2.8.3 Twin-Twin Transfusion Syndrome


Twin-Twin Transfusion Syndrome merupakan sebuah keadaan dimana
anastomosis tidak seimbang dalam plasenta (paling sering hubungan antara
arteri-vena) dan menyebabkan sirkulasi salah satu fetus perfusi ke fetus
lainnya. Sindrom ini ditemukan sebanyak 10% pada kembar monozigotik.
Pada sindrom ini, darah arteri dari salah satu fetus memasuki plasenta lewat
arteri umbilikalis, yang kemudian diambil oleh fetus lainnya lewat vena
umbilikalis, sehingga terjadi transfer darah dari fetus donor ke fetus resipien.
Komplikasi pada fetus melingkupi hipovolemia, hipotensi, anemia,

17
oligohidramnion, dan restriksi pertumbuhan pada fetus donor, serta
hipovolemia, hidramnion, hiperviskositas, trombosis, hipertensi, kardiomegali,
polisitemia, edema, dan gagal jantung kongestif pada fetus resipien. Kedua
fetus memiliki risiko kematian sebagai akibat dari gangguan sirkulasi, dan
kehamilan ini memiliki predisposisi menjadi persalinan prematur diakibatkan
distensi uterus dengan hidramnion.
Sindrom ini didiagnosis menggunakan ultrasonografi. Secara tipikal,
fetus donor memiliki ukuran lebih kecil, oligohidramnion, tidak punya
kandung kemih, dan anemia. Fetus resipien memiliki ukuran tubuh lebih besar,
polihidramnion, kardiomegali, dan ascites atau hidrops. Twin-Twin
Transfusion Syndrome yang tidak ditangani memiliki prognosis buruk dengan
angka perkiraan hidup 50% bagi fetus. sehingga terapi amniosentesis serial
dengan pengurangan cairan dari kantung fetus resipien, atau fotokoagulasi
anastomosis pembuluh menggunakan laser pada permukaan plasenta sering
dilakukan.

2.8.4 Malformasi Fetal


Anastomosis plasenta secara antar arteri bisa menyebabkan malformasi
struktural fetal. Pada situasi ini, darah arteri dari fetus donor memasuki siklus
arteri fetus resipien akan membuat aliran darah berbalik dan bisa
menyebabkan trombosis dalam organ atau atresia akibat embolisasi
tropoblastik. Fetus resipien tidak bisa berkembang secara normal, karena
mengalami perfusi dalam aliran darah berbalik dengan darah yang
mengandung sedikit oksigen. Kondisi fetus ini disebut kembar akardiak
dengan perkembangan anatomi abdomen aplastik/dismorfik, tetapi ekstremitas
bawah terbentuk dengan sempurna.

2.8.5 Kematian Fetus


Tidak jarang ditemukan kematian salah satu fetus dalam uterus,
dimana uterus lain tetap hidup dan kehamilan tetap berlanjut. Selang beberapa
waktu, fetus yang meninggal dan tetap berada dalam uterus itu bisa
menyebabkan DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy) sebagai hasil
dari perpindahan material fetal nonviabel dengan aktivitas seperti

18
tromboplastin ke dalam siklus maternal. Pada kasus tersebut, kadar platelet
maternal dan fibrinogen harus dicek tiap minggu untuk mengidentifikasi
kemungkinan abnormalitas koagulasi. Fetus yang mati akan direabsorbsi
apabila kematian terjadi sebelum 12 minggu kehamilan. Melebihi waktu ini,
fetus akan mengecil dan menipis (fetus papyraceus).

2.9 Diagnosis Kehamilan Multifetal


Riwayat seperti sejarah maternal keluarga dengan kembar dizigotik,
penggunaan obat fertilisasi, sensasi maternal perut terasa lebih besar dibanding
kehamilan sebelumnya, atau sensasi gerakan fetal berlebihan harus dicurigai sebagai
kehamilan kembar. Tanda fisik, seperti peningkatan berat badan berlebih,
pertumbuhan fundus uteri berlebih, dan auskultasi jantung fetal pada kuadran terpisah
di uterus bukan tanda diagnostik pasti, walaupun kemungkinan besar kehamilan
kembar. Diagnosis kehamilan multifetal membutuhkan pemeriksaan sonografik yang
bisa menunjukkan 2 fetus terpisah dengan aktivitas jantung masing-masing, dan bisa
dilihat mulai 6 minggu kehamilan.

2.10 Tatalaksana Kehamilan Multifetal


2.10.1 Antepartum
Karena risiko persalinan prematur yang tinggi, penanganan intensif
antepartum ditujukan untuk memperpanjang usia kehamilan dan meningkatkan
berat janin, supaya risiko morbiditas dan mortalitas perinatal turun. Pada
trimester 1 dan 2 (antara 16-22 minggu), pasien wajib kontrol tiap 2 minggu
untuk pemeriksaan panjang servix menggunakan ultrasonografi. Hal ini
dilakukan karena servix inkompeten sangat terikat dengan kehamilan
multifetal. Kecukupan diet maternal dinilai dari peningkatan rata-rata
kebutuhan kalori, besi, vitamin, dan folat. Peningkatan berat badan optimal
bergantung pada massa indeks tubuh sebelum kehamilan, karena wanita
obesitas memiliki outcome lebih baik dengan sedikit peningkatan berat badan
dibanding wanita dengan berat badan normal sebelum kehamilan.
Pada trimester 3, pencegahan prematuritas sangat penting. Servix
dimonitoring dengan pengukuran menggunakan ultrasonografi untuk melihat
effacement awal dan dilatasi yang mungkin melebihi batas dalam kelahiran

19
prematur. Panjang cervix kurang dari 25mm pada 24-28 minggu kehamilan
sangat terkait dengan risiko kelahiran prematur 2x lipat. Intervensi untuk
memperpanjang usia kehamilan kembar, seperti bedrest, monitoring aktivitas
uterine berkala, masuk rumah sakit, dan pemberian progesteron pervaginal
untuk profilaksis sudah dilakukan, tetapi tidak menunjukkan hasil dalam
memperpanjang usia kehamilan sehingga terapi di atas dikombinasikan sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Kehamilan kembar memiliki risiko stillbirth dan restriksi pertumbuhan
lebih tinggi dari kehamilan tunggal, sehingga kondisi fetus perlu dipastikan
tiap minggu menggunakan Non-Stress Test atau pengukuran profil biofisik
mulai dari 36 minggu ke depan. Perlu dipastikan juga apakah ada komplikasi
seperti restriksi pertumbuhan intrauterin (IUGR), hipertensi, atau
polihidramnion. Pengukuran arteri umbilikalis menggunakan Doppler sangat
membantu dalam menentukan waktu kelahiran untuk mencegah kematian fetus
karena IUGR. CST (Contraction Stress Test) tidak boleh dilakukan, karena
kehamilan tersebut sudah memiliki predisposisi untuk persalinan prematur.

2.10.2 Intrapartum
Penanganan pada kelahiran prematur membutuhkan pendekatan
tersendiri. Kontraindikasi relatif terhadap tokolitik dalam kehamilan meliputi
umur gestasional 34 minggu atau lebih, gagalnya pertumbuhan 1 atau lebih
fetus, dengan memikirkan status fetus pada monitoring biofisik, dan pre-
eklampsia. Penggunaan tokolisis dikombinasi dengan terapi kortikosteroid
akan berakibat pada overload volume maternal dan gagal jantung kongestif.
Pada kasus kembar monoamnion, persalinan caesarean biasanya dilakukan
pada minggu 34-36, karena adanya peningkatan risiko plasenta saling terikat.
Presentasi terbanyak pada kehamilan kembar adalah kepala-kepala
(50%), diikuti presentasi kepala-sungsang, sungsang-kepala, dan sungsang-
sungsang. Presentasi kepala-kepala pada kehamilan kembar bisa ditangani
seperti persalinan kehamilan normal. Kedua denyut jantung janin harus
dimonitoring secara berkala selama persalinan. Oksitosin bisa digunakan
untuk menangani kontraksi hipotonik. Setelah persalinan fetus pertama,
plasenta dijepit dan dipotong, tetapi sampel darah belum diambil untuk

20
menghindari potensi perdarahan dari fetus yang belum lahir lewat anastomosis
vaskular plasenta. Pemeriksaan vagina dilakukan untuk mengecek presentasi
dan penurunan fetus kedua. Jika fetus kedua masih dalam presentasi kepala,
kemungkinan persalinan secara spontan cukup tinggi. Forceps atau vakum bisa
digunakan untuk membantu persalinan presentasi kepala janin kedua.
Dibutuhkan monitoring denyut jantung fetus secarahati-hati karena fetus
kedua memiliki peningkatan risiko untuk terjadi prolaps plasenta, abruptio
plasenta, dan malpresentasi.
Presentasi lain, seperti sungsang-kepala dan sungsang-sungsang
biasanya ditangani dengan sectio cesarean dikarenakan adanya peningkatan
risiko trauma pada fetus presentasi sungsang. Pemilihan jenis metode
persalinan normal atau cesarean sangat ditentukan oleh kemampuan operator
serta informed consent pada ibu. Meskipun tidak ada bukti yang mendukung
persalinan cesarean lebih baik dibanding persalinan normal pada kasus ini,
kesulitan untuk melahirkan fetus kedua yang sungsang bisa berakibat pada
prolaps plasenta, distosia, cedera leher, dan asfiksia. Oleh karena itu, cesarean
lebih sering dipilih, kecuali operator bisa menangani masalah tersebut.
Setelah persalinan fetus kedua, sampel darah plasenta bisa diambil dan
plasenta dilahirkan. Tonus uterus harus dimonitoring secara hati-hati setelah
kelahiran plasenta, karena insidensi atonia uteri dan perdarahan meningkat
pada kehamilan multifetal.

2.10.3 Outcome
Rata-rata mortalitas perinatal yang tinggi pada kelahiran kembar
diakibatkan oleh prematuritas dan anomali kongenital. Asfiksia dalam
persalinan juga berperan dalam hal ini. Dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, kematian dari komplikasi akibat trauma persalinan (rute pervaginam
atau seksio cesarea) memiliki angka 4x lebih besar pada riwayat kehamilan
kembar yang kedua dan 2x lebih besar pada riwayat kehamilan kembar yang
pertama. Anomali kongenital dan stillbirth menyumbang 1/3 rerata mortalitas
perinatal. Stillbirth terjadi 2x lebih banyak pada kehamilan kembar dibanding
kehamilan tunggal. Perdarahan cerebral, asfixia, dan anoxia menyumbang 1/10
dari rerata mortalitas perinatal.

21
Kehamilan kembar mengalami peningkatan sampai 4x lipat dalam
cerebral palsy. Peningkatan morbiditas pada kehamilan multifetal berkaitan
dengan abnormalitas plasenta dan anatomik, dan trauma terkait dengan
persalinan. Berat badan lahir rendah, prematur, dan IUGR menjadi
predisposisi pada kerusakan otak permanen. Pada periode postnatal, rata-rata
bayi kembar lebih pendek dan ringan dbanding bayi tunggal.
Prematuritas meningkat seiring dengan peningkatan jumlah fetus. Rata-rata
usia kehamilan adalah 33 minggu untuk triplet dan 29 minggu untuk
kuadruplet, dengan rata-rata berat bayi masing-masing 1818gr dan 1395gr.
Secara teori, persalinan dengan fetus lebih dari 2 bisa mengikuti teori
persalinan untuk kehamilan kembar 2, tetapi kebanyakan persalinan diakhiri
dengan seksio cesarea untuk mengurangi risiko morbiditas pada kehamilan
yang sangat prematur. Rata-rata mortalitas perinatal untuk kehamilan triplet
dan kuadruplet adalah 50-100 dari 1000 angka kehamilan, 2x dari kehamilan
kembar.

2.11 Anemia dalam Kehamilan


Kebutuhan oksigen pada saat kehamilan akan lebih tinggi sehingga
tubuh akan memicu peningkatan produksi eritropoeitin. Hal ini mengakibatkan
volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat.
Peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika
dibanding dengan peningkatan kadar eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsenstrasi Hb akibat hemodelusi. Volume plasma yang terekspansi akan
menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi haemoglobin (Hb), dan hitung
eritrosit. Tetapi hal ini tidak sesungguhnya menurunkan jumlah absolut Hb
atau eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma merupakan penyebab
anemia fisiologik pada kehamilan.

Ekspansi volume plasma akan mulai terjadi pada minggu ke 6


kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan. Tetapi
dapat terus meningkat sampai minggu ke 37. Volume plasma pada ibu hamil
pada puncaknya dapat mencapai 40% lebih tinggi dibandingkan perempuan
yang tidak hamil. Volume plasma meningkat mulai dari 25% - 80% dalam
kehamilan normal. Kenaikan volume plasma menyesuaikan dengan berat janin

22
yang dikandung dan peningkatan volume plasma tersebut akan semakin
meningkat pada hamil kembar. Volume plasma akan berkurang setelah minggu
ke 34 kehamilan.

2.12 Prevalensi Anemia pada Kehamilan

Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik


di Negara maju maupun Negara berkembang. Badan kesehatan dunia atau
World Heath Organization (WHO). Memperkirakan bahwa 35 75% ibu
hamil di Negara berkembang dan 18% ibu hamil di Negara maju mengalami
anemia. Banyak dari ibu hamil tersebut telah mengalami anemia pada saat
konsepsi. Dengan perkiraan pervalensi sebesar 43% pada perempuan yang
tidak hamil di Negara berkembang dan 12 % di Negara yang lebih maju.

2.13 Dampak Anemia pada Ibu jan Janin

Saat kadar haemoglobin kurang dari 6-7 g/dL, tbuh ibu akan memicu
terjadinya kegagalan cardiac output yang tinggi yang akan mengakibatkan
efek besar pada ibu dan juga janin. Sedangkan jika anemia pada kehamilan
dengan kadar 8-10 g/dLakan menimbulkan risiko yang lebih kecil pada ibu
tetapi dapat menyebabkan risiko yang bermakna pada janin. Anemia juga
seringkali dikaitkan dengan kelahiran premature. Anemia pada kehamilan juga
dapat menyebabkan kematian janin, BBLR, dan kelainan abnormal pada janin.

2.14 Penyebab Anemia pada Kehamilan

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Penyebab


mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbs yang
tidak adekuat, banyaknya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan
kurangnya utilisasi nutrisi hematopoetik. Sekitar 75% anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi. Penyebab tersering kedua adalah
anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan
defisiensi vitamin B12.

Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering


ditemukan baik di Negara maju maupun berkembang. Anemia defisiensi besi
merupakan manifestasi defisiensi besi terpara, yang ditandai oleh penurunan
cadangan besi, konsentrasi besi serum dan saturasi transferrin yang rendah,

23
dan konsentrasi Hb atau hematokrit yang menurun. Pada kehamilan,
kehilangan zat besi terjadi akibat terjadi pengalihan besi maternal ke janin
untuk eritropoesis.

Pada kehamilan, kebutuhan asam folat meningkat lima sampai sepuluh


kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang menyebabkan dilepasnya
cadangna folat maternal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena
kehamilan multiple, diet yang buruk, infeksi. Progesteron dan estrogen yang
tinggi selama kehamilan tampaknya emiliki hubungan efek penghambat
terhadap absorbs folat. Selain itu, ada penyebab lain yang akan menimbulkan
anemia pada kehamilan yang ditulis pada tabel berikut.

CAUSES OF ANEMIA IN PREGNANCY

Nutritional

Iron deficiency
Megaloblastic anemia Folate
deficiency Cobalamin
deficiency

Anemia Due to Bone Marrow Suppression

Aplastic
Secondary to chronic systemic disease

Hemolytic

Acquired
Associated with preeclampsia (HELLP syndrome)
Autoimmune
Congenital
Thalassemias
Sickle cell anemia and related hemoglobinopathies

2. 15 Tatalaksana Anemia pada Kehamilan

Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke 28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi menurunkan
prevalensi anemia dan BBLR. Pemberian supementasi beso elemental pada
dosis 50 mg berkaitan dengan hipertensi maternal yang lebih tinggi daripada
control. Jika anemia dikarenakan defisiensi asam folat maka berikan folat secara

24
oral sebanyak 1 sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg anemia umumnya dapat
dikoreksi meskipun pasien mengalami malabsorbsi.

BAB III

URAIAN KASUS

3.1 Identitas
No register : 10805xxx
Nama : Ny. AN
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Kawin
Lama menikah: 1 tahun
Suami : Tn. MM
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : S2
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Dusun Krajan RT 1/ RW 2 Grogol, GondangWetan, kab. Pasuruan
Tgl MRS : 1 Mei 2017

3.2 Subyektif
Ny. AN / 20 tahun / menikah 1x1 tahun / G1P0000Ab000 / KB (-) /
HPHT: 23 Agustus 2016 34-36 minggu / TP: 30 Mei 2017
3.2.1 Keluhan Utama
Kenceng-kenceng
3.2.2 Perjalanan Penyakit

25
Pada tanggal 1 Mei 2017 pukul 16.00 pasien mengeluh kenceng
kenceng, tetapi tetap di rumah.
Pada tanggal 1 Mei 2017 pukul 18.00 pasien mengeluh kenceng
kenceng semakin sering sehingga pasien pergi ke bidan.
Oleh bidan disarankan untuk rujuk ke RSSA karena
pasien hamil kembar. Keluarga berunding.
Pada tanggal 1 Mei 2017 pukul 19.00 pasien berangkat ke RSSA.
Riwayat coitus (-), riwayat keputihan (+), bau (-), gatal (-),
kekuningan (+) sejak 1 minggu yang lalu, tidak berobat.
Riwayat kencing anyang anyangen 1 minggu yang lalu.

Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 23 Agustus 2016


Taksiran Persalinan : 30 Mei 2017
Menarche : 10 tahun
Siklus Haid : 20 hari
Lama Haid : 7 hari
ANC : 5x di bidan
4x SpOG,
terakhir tanggal
26 April 2017
Alergi Obat dan Makanan : Asam Mefenamat
Histolan

3.2.3. Riwayat Pernikahan


Perkawinan 1x, dengan suami sekarang selama 1 tahun.
3.2.4. Riwayat Kehamilan Persalinan
No At/P/I/Ab/ BBL Cara Penolon L/P Umur H/M
. E Lahir g
1. Hamil ini

3.2.5. Riwayat Kontrasepsi


Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi sebelum kehamilan ini.
3.2.6. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
3.2.7. Riwayat Penyakit Keluarga

26
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menahun,
menurun, dan atau menular.

3.2.8. Riwayat Pengobatan


Pasien mendapat terapi histolan dan asam mefenamat, tidak pernah
minum jamu selama hamil.
3.2.9. Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari hari melakukan
pekerjaan rumah tangga, seperti menyapu, memasak, dan mencuci.

3.3 Obyektif
Status generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
Berat Badan : 71 kg
Tinggi Badan : 152 cm
BMI : 30,7 kg/m2
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit, reguler
Laju Pernafasan : 18 X/menit
Tax : 36oC
Trect : 36oC
Kepala dan leher : Anemis -/-, icterus -/-, pembesaran KGB (-)
Thorax : Rongga dada simetris, retraksi (-)
C/ S1S2 tunggal, murmur (-)
P/ v v Rh - - Wh - -
vv -- --
vv -- --
Abdomen : TFU 38 cm letak janin bujur UU, DJJ 132/135 x/menit, TBJ
2265/2265 gr, His (+) 10.2.10 , scar (-)
VT : Pembukaan diameter 2 cm, eff 75%, Hodge I, ketuban (+),
presentasi kepala, denominator sutura sagitalis melintang,
UPD dalam batas normal.

27
Ekstremitas : Akral hangat, edema - -, anemia - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (1 Mei 2017 18:14)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemogoblin 7,20 g/dL 11,4 15,1
Eritrosit 3,63 106/L 4,0 5,0
Leukosit 8,04 103/L 4,7 11,3
Hematokrit 24,10 % 38 42
Trombosit 221 103/L 142-424
Faal Hemostasis
PPT 9,00 detik 9,4 11,3
APTT 22,60 detik 24,6 30,6

Laboratorium (2 Mei 2017 16:16)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemogoblin 7,00 g/dL 11,4 15,1
Eritrosit 3,42 106/L 4,0 5,0
Leukosit 8,86 103/L 4,7 11,3
Hematokrit 23,40 % 38 42
Trombosit 219 103/L 142-424
Kimia Klinik
Besi (Fe/Iron) 34 g/dL 49 151
TIBC 532 g/dL 250 350
Saturasi Transferin 6 % 16 45

Urinalisis (2 Mei 2017 06:25)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Kekeruhan Jernih
Warna Kuning
pH 7,5 4,5 8,0
Berat Jenis 1,010 1,005 1,030
Glukosa Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
10 X

28
Epitel 1,2 /LPK 3
Silinder 0,00 /LPK
- Hialin - /LPK 2
- Berbutir - /LPK Negatif
- Lain-lain - /LPK
40 X
Eritrosit 0,6 /LPB 3
- Eumorfik - %
- Dismorfik - %
Leukosit 0,4 /LPB 5
Kristal - /LPB
Bakteri 81,8 x 103/mL 93 x 103/mL
Lain-lain -

USG (2 Mei 2017)


Tampak letak janin intrauterin G/H/H
Bayi 1:
- Letak oblique
- BPD : 9,25 cm (37w4d)
- AC : 29,91 cm (33w6d)
- FL : 6,26 cm (32w3d)
- EFW : 2364 gr
- AFI : cukup
Bayi 2:
- Letak lintang kepala kanan dorso superior
- BPD : 8,89 cm (36w0d)
- AC : 30,92 cm (34w6d)
- FL : 6,51 cm (33w4d)
- EFW : 2519 gr
Plasenta implantasi di corpus anterior
Maturasi grade II

Hasil CTG (2 Mei 2017)


Bayi 1:
- Baseline : 140x/menit
- Variability : 5 20x/menit
- Akselerasi : (+)

29
- Deselerasi : (-)
- Kesimpulan : kategori 1
Bayi 2:
- Baseline : 140x/menit
- Variability : 5 20x/menit
- Akselerasi : (+)
- Deselerasi : (-)
- Kesimpulan : kategori 1

Laboratorium (3 Mei 2017 05:08)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemogoblin 8,20 g/dL 11,4 15,1
Eritrosit 4,01 106/L 4,0 5,0
Leukosit 10,25 103/L 4,7 11,3
Hematokrit 27,00 % 38 42
Trombosit 203 103/L 142-424

Hasil CTG (4 Mei 2017)


Bayi 1:
- Baseline : 130x/menit
- Variability : 5 20x/menit
- Akselerasi : (+)
- Deselerasi : (-)
Bayi 2:
- Baseline : 140x/menit
- Variability : 5 20x/menit
- Akselerasi : (+)
- Deselerasi : (-)

Laboratorium (4 Mei 2017 14:13)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemogoblin 10,20 g/dL 11,4 15,1
Eritrosit 4,63 106/L 4,0 5,0
Leukosit 9,62 103/L 4,7 11,3
Hematokrit 31,90 % 38 42

30
Trombosit 188 103/L 142-424

Laboratorium (5 Mei 2017 17:54)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemogoblin 10,90 g/dL 11,4 15,1
Eritrosit 4,91 106/L 4,0 5,0
Leukosit 7,69 103/L 4,7 11,3
Hematokrit 34,00 % 38 42
Trombosit 130 103/L 142-424

Laboratorium (5 Mei 2017 11:02)


Faal Hemostasis
PPT 9,00 detik 9,4 11,3
APTT 26,90 detik 24,6 30,6

3.5 Assessment
G1P0000Ab000 gr 34 36 minggu G/H/H
(+) Partus prematurus imminens
(+) Presentasi kepala letak kepala
(+) Anemia
(+) Post induksi maturasi paru

3.6 Planning
PDx : USG FM, kultur urin cervix jam kerja
PTx :
- Pro perawatan konservatif
- Injeksi gentamycin 2 x 80mg
- Tokolitik kaltrofen supp II
- P.O asam mefenamat 3 x 1
- P.O isoxsuprine 3 x 1
- P.O roborantia 1 x 1
- Transfusi PRC 2 lb/hr sd Hb10, premed kaltrofen supp II
Pmo : Observasi TTV, his, DJJ, tanda-tanda inpartu
Ped : KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:

31
- Kondisi pasien
- Prosedur tindakan medis yang akan dilakukan
- Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan
- Prognosis

Tindakan
Sectio Secarea

KALA II / Bayi 1
Tanggal : 5/5/2017 Pukul 13.53
Cara Kelahiran : SCTP
Indikasi : Partus prematurus imminens + presentasi kepala letak
kepala + post induksi maturasi paru
Berat : 2396 gr
Panjang : 47 cm
Hidup, Perempuan
AS : 7-9
Kelainan Kongenital (-)
KALA II / Bayi 2
Tanggal : 5/5/2017 Pukul 13.55
Cara Kelahiran : SCTP
Indikasi : Partus prematurus imminens + presentasi kepala letak kepala
+ post induksi maturasi paru
Berat : 2226 gr
Panjang : 48 cm
Hidup, Perempuan
AS : 7-9
KALA III
Tanggal : 5/5/2017 Pukul 13.57
Cara plasenta lahir : Tarikan ringan
Indikasi : Kala III

PLASENTA
lengkap, sikatrik (-), kalsifikasi (-)

32
Tali pusat 50 cm

PERINEUM
Episiotomi (-), robekan jalan lahir (-)

KALA IV (2 Jam PP)


Tanggal : 5/5/2017 Pukul 15.57
TFU : 2 jari bawah pusar
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85x/menit
Perdarahan : 250 cc
Produksi Urin : 200 cc

3.7 Outcome
Bayi pertama lahir dengan jenis kelamin perempuan pada tanggal 5 Mei 2017, pukul
13.53 dengan cara SCTP atas indikasi PPI + gemeli. Berat bayi 2396 gr, panjang 47
cm, dengan Apgar Score pada menit pertama 7 dan pada menit kedua 9. Kelainan
kongenital (-)
Bayi kedua lahir dengan jenis kelamin perempuan pada tanggal 5 Mei 2017, pukul
13.55 dengan cara SCTP atas indikasi PPI + gemeli. Berat bayi 2226 gr, panjang 48
cm, dengan Apgar Score pada menit pertama 7 dan pada menit kedua 9. Kelainan
kongenital (-)

33
BAB IV

PERMASALAHAN

4.1 Faktor Resiko


Apakah faktor resiko yang dimiliki pada pasien ini?
4.2 Diagnosa
Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?
4.3 Penatalaksanaan
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
4.4 Komplikasi
Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?

34
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Faktor Risiko


Faktor risiko kehamilan prematur pada pasien ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu
faktor pada janin dan plasenta, serta faktor pada ibu.
Pada janin dan plasenta
1. Perdarahan trimester awal
2. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
3. Ketuban pecah dini
4. Pertumbuhan janin terhambat
5. Cacat bawaan janin
6. Kehamilan ganda/gemeli
7. Polihidramnion
8. Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin)
Pada ibu
1. Penyakit berat pada ibu (penyakit jantung, ginjal atau paru yang berat)
2. Diabetes mellitus
3. Preeklampsia/hipertensi
4. Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
5. Penyakit infeksi dengan demam
6. Kelainan bentuk seriks/uterus
7. Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
8. Inkompetensi serviks
9. Pemakaian obat narkotik
10. Trauma
11. Perokok berat
12. Kelainan imunologi/kelainan rhesus
13. Obesitas
Faktor risiko yang diketahui pada pasien ini adalah kehamilan ganda/gemeli,
anemia, serta obesitas. Kehamilan pasien saat ini merupakan kehamilan yang pertama
sehingga riwayat persalinan preterm dapat disingkirkan. Pasien menyangkal penyakit
jantung, ginjal, paru, hipertensi, atau diabetes melitus sebelum hamil ini. Pasien

35
memiliki berat badan 71 kg dan tinggi badan 152 cm, sehingga didapatkan indeks
massa tubuh sebesar 30,7 kg/m2. Pasien mengaku memeriksakan kehamilan setiap
bulan, karena memiliki akses mudah mencapai bidan terdekat dan menuruti anjuran
bidan untuk memeriksakan kehamilan ke spesialis kandungan. Dari hasil pemeriksaan
setiap bulan, pasien mengaku tidak ada keluhan perdarahan, keluar cairan dari jalan
lahir, serta hasil pemeriksaan menggunakan ultrasonografi tidak menunjukkan
kelainan pada kedua janin pasien.

5.2 Diagnosis
Diagnosis dari kasus ini didapat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan pasien berusia 20 tahun,
dengan status obstetri G1P0000Ab000 dan umur kehamilan sekitar 34-36 minggu datang
ke RSSA dengan keluhan kenceng-kenceng. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
keadaan umum cukup dengan kesadaran compos mentis, GCS 456. Pasien memiliki
berat badan 71 kg dengan tinggi badan 152 cm, BMI sebesar 30,7 kg/m 2, sehingga
pasien dikategorikan dalam obesitas. Pada kepala, leher, thoraks, dan ekstremitas
tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tinggi fundus 38
cm dengan His (+) 10.2.10. Pada pemeriksaan VT, didapatkan pembukaan dengan
diameter 2 cm dan eff 75%. Dari hasil pemeriksaan penunjang hematologi, didapatkan
hemogoblin sebesar 7,20 g/dL dan hematokrit 24,10%. Hasil tersebut menandakan
adanuya anemia dalam kehamilan.
Dapat disimpulkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis ancaman persalinan preterm dengan kehamilan gemeli
dan anemia dalam kehamilan, karena pasien datang dengan keluhan kenceng-kenceng
(His + 10.2.10), penipisan 75%, serta terjadi pada usia kehamilan 34-36 minggu (<37
minggu). Kehamilan gemeli ditegakkan lewat pemeriksaan sonografik yang telah
dilakukan oleh spesialis kandungan sewaktu pasien mengecek kehamilannya. Anemia
ditemukan pada pemeriksaan penunjang hematologi dengan hemogoblin 7,20 g/dL
(<10 g/gL) dan hematokrit 24,10% (<33%).

5.3 Tatalaksana
Tatalaksana pada kehamilan preterm bergantung pada beberapa faktor, yaitu
keadaan selaput ketuban (persalinan tidak dihambat apabila selaput ketuban sudah

36
pecah), pembukaan serviks (persalinan terjadi apabila pembukaan mencapai 4 cm),
umur kehamilan (persalinan dipertimbangkan apabila TBJ > 2.000 gr atau kehamilan
> 34 minggu), penyebab/komplikasi persalinan preterm, serta kemampuan neonatal
intensuve care facilities. Pada pasien ini, selaput ketuban belum pecah, pembukaan
belum mencapai 4cm, dan umur kehamilan > 34 minggu serta TBJ > 2.000 gr. Oleh
karena itu, penatalaksanaan awal pada pasien ini bertujuan untuk menghambat
persalinan dan meningkatkan neonatal outcomes.
Tokolisis diberikan pada persalinan preterm dengan alasan mencegah
mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur dan memberi kesempatan bagi terapi
kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru janin. Beberapa macam obat bisa
digunakan untuk tokolisis, seperti nifedipin dan sulfas magnesikus. Pasien ini
mendapat terapi kaltrofen secara supositoria sebanyak 2 buah dan isoxsuprine secara
peroral 1 x 3 sebagai tokolitik dan bedrest untuk menghambat proses persalinan
preterm.
Antibiotik hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi, misalnya pada kasus ketuban pecah dini. Obat pilihan yang bisa diberikan
adalah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari atau ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari.
Pasien ini mendapat terapi injeksi gentamycin 2 x 80 mg.
Pada kelahiran gemeli, tatalaksana terbagi menjadi antepartum dan
intrapartum. Penanganan intensif antepartum ditujukan untuk memperpanjang usia
kehamilan dan meningkatkan berat janin, supaya risiko morbiditas dan mortalitas
perinatal turun. Pada trimester 1 dan 2 (antara 16-22 minggu), pasien wajib kontrol
tiap 2 minggu untuk pemeriksaan panjang servix menggunakan ultrasonografi.
Kecukupan diet maternal dinilai dari peningkatan rata-rata kebutuhan kalori, besi,
vitamin, dan folat. Pada trimester 3, pencegahan prematuritas sangat penting.
Intervensi untuk memperpanjang usia kehamilan kembar, seperti bedrest, monitoring
aktivitas uterine berkala, masuk rumah sakit, dan pemberian progesteron pervaginal
untuk profilaksis sudah dilakukan, tetapi tidak menunjukkan hasil dalam
memperpanjang usia kehamilan sehingga terapi di atas dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan pasien. Pasien mengaku sudah kontrol kehamilan tiap bulan ke bidan dan
spesialis kandungan. Pasien menjalani pemeriksaan ultrasonografi di spesialis
kandungan.
Tatalaksana intrapartum kehamilan gemeli merupakan metode persalinan yang
akan dipilih. Presentasi terbanyak pada kehamilan kembar adalah kepala-kepala

37
(50%), diikuti presentasi kepala-sungsang, sungsang-kepala, dan sungsang-sungsang.
Presentasi kepala-kepala pada kehamilan kembar bisa ditangani seperti persalinan
kehamilan normal. Kedua denyut jantung janin harus dimonitoring secara berkala
selama persalinan. Presentasi lain, seperti sungsang-kepala dan sungsang-sungsang
biasanya ditangani dengan sectio cesarean dikarenakan adanya peningkatan risiko
trauma pada fetus presentasi sungsang. Pemilihan jenis metode persalinan normal atau
cesarean sangat ditentukan oleh kemampuan operator serta informed consent pada
ibu. Pada pasien ini dilakukan persalinan secara SCTP.
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke 28
kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi menurunkan prevalensi anemia
dan BBLR. Pemberian supementasi beso elemental pada dosis 50 mg berkaitan
dengan hipertensi maternal yang lebih tinggi daripada control. Jika anemia
dikarenakan defisiensi asam folat maka berikan folat secara oral sebanyak 1 sampai 5
mg per hari. Pada dosis 1 mg anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien
mengalami malabsorbsi.

5.4 Komplikasi
Kelahiran prematur adalah penyebab langsung kematian bayi yang paling
umum. Kelahiran prematur dan usia gestasi yang masih muda, merupakan alasan
untuk berat badan lahir rendah (BBLR), juga merupakan penyebab tidak langsung
yang penting dari kematian neonatal. Persalinan prematur dan gangguan pertumbuhan
janin mungkin disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi bayi di dalam rahim,
yaitu cacat lahir dan infeksi. Cacat lahir adalah kondisi kesehatan yang dimiliki bayi
saat lahir. Cacat lahir mengubah bentuk atau fungsi satu atau lebih bagian tubuh.
Mereka dapat menyebabkan masalah dalam kesehatan secara keseluruhan, bagaimana
tubuh berkembang. Hal ini mungkin membatasi perkembangan bayi di rahim, yang
dapat menyebabkan kelahiran dengan berat lahir rendah. Bayi dengan cacat lahir lebih
mungkin terjadi daripada bayi tanpa cacat lahir yang lahir prematur. Infeksi tertentu
pada bayi dapat memperlambat pertumbuhan rahim dan menyebabkan cacat lahir.
Penyebabnya antara lain cytomegalovirus, rubella, cacar air dan toxoplasmosis.
Bayi dengan berat lahir rendah lebih cenderung untuk memiliki masalah
kesehatan dibandingkan bayi dengan berat badan normal. Beberapa bayi memerlukan
perawatan khusus di unit perawatan intensif bayi yang baru lahir (NICU) untuk

38
mengobati masalah medis seperti: RDS, IVH, PDA, NEC, dan ROP. Sindrom distres
pernafasan (RDS) biasa terjadi pada bayi yang lahir < 34 minggu kehamilan. Bayi
dengan RDS tidak memiliki protein yang disebut surfaktan di alveoli paru-paru.
Pengobatan dengan surfaktan membantu bayi-bayi ini bernafas lebih mudah. Bayi
dengan RDS juga membutuhkan oksigen dan bantuan pernafasan (jika dibutuhkan).
Perdarahan di otak (disebut juga intraventricular hemorrhage atau IVH dapat
mempengaruhi bayi prematur dengan berat lahir rendah, biasanya dalam 3 hari
pertama kehidupan. Darah otak dapat didiagnosis dengan USG. Sebagian besar
perdarahan otak ringan dapat memperbaiki diri tanpa masalah sedikit pun. Perdarahan
otak yang lebih parah dapat menyebabkan tekanan pada otak yang bisa menyebabkan
cairan menumpuk di otak. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan otak. Patent ductus
arteriosus (PDA) adalah masalah jantung yang umum bagi bayi prematur. Dalam
keadaan normal, duktus akan menutup setelah lahir. Diagnosis menggunakan tes
seperti USG untuk memeriksa PDA. Enterocolitis necrotizing (NEC) biasanya
berkembang 2 sampai 3 minggu atau lebih setelah kelahiran. Dapat berbahaya bagi
bayi karena dapat menyebabkan masalah makan, pembengkakan di perut dan
komplikasi lainnya. Retinopati prematuritas (ROP) mempengaruhi pembuluh darah di
mata. Banyak pada bayi yang lahir < 32 minggu kehamilan.

39
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Persalinan preterm merupakan hal umum yang masih sering ditemukan pada
ibu hamil. Kontrol kehamilan (Antenatal Care) wajib dilakukan untuk melihat apakah
ada penyulit dalam kehamilan gemeli. Penegakan diagnosis yang baik melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang dapat membantu pemilihan tatalaksana.
Tatalaksana yang cepat dan tepat dapat mencegah komplikasi penyakit serta kematian
ibu dan anak.

5.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
ANC untuk monitoring perkembangan ibu dan janin dan perencanaan tatalaksana
yang efektif apabila terjadi persalinan preterm.
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mempunyai faktor risiko yang tinggi atau penyuluhan pada ibu hamil tentang
persalinan preterm beserta faktor penyulit yang mungkin terjadi (kelahiran gemeli,
anemia, penyakit jantung atau paru, dsb).

40
DAFTAR PUSTAKA

Hacker, N.F., Gambone, J.C. & Hobel, C.J. 2016. Hacker & Moores Essentials of
Obstetrics & Gynecology 6th Edition. Philadelphia: Elsevier, pp: 170-177.

Heng Yujing J., Liong Stella, Permezel Michael, Rice Gregory E., Di Quinzio Megan
K. W., Georgiou Harry M. Human cervicovaginal fluid biomarkers to predict
term and preterm labor. Front. Physiol. 2015. 6: 151.

Maternity Guidelines. Preterm Labour/ Birth. Catenbury District Health Board.


Catenbury. March 2014.

Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. Himpunan Kedokteran


Fetomaternal POGI. Bandung, Juni 2011.

Prawiroharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

Saifuddin A. Bari, Rachimhadhi Trijatmo, Wiknjosastro G. H., dkk. Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.

Saxena, R. 2013. Evidence Based Color Atlas of Obstetrics & Gynecology. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher, pp: 176-190.

World Health Organization. Born Too Soon: The Global Action Report on Preterm
Birth. 2012.

41

Anda mungkin juga menyukai