Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PERTEMUAN 4
KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU PERSALINAN BERESIKO: POST
MATUR
Dosen Pengampu: Rostina Manurung, S. Kep., Ns., M. Kes

DISUSUN OLEH:
1. Cut Mutia (2214201080) 9. Roswita Laia (2214201101)
2. Aulia Ningsih (2214201076) 10. Aresna Zega (2214201071)
3. Wardin Septriman Nazara (2214201104) 11. Miftahul Khairat Siregar (2214201093)
4. Epa Wahyuni Harahap (2214201084) 12. Azril Alvan SIP (2214201078)
5. Felix Hepi Febrian Jaya Gea (2214201107) 13. Jerry Kristina Lubis (2214201088)
6. Aroasa Laia (2214201072)
7. Putri Nazira (2214201097)
8. Maulana Ghifahri (2214201091)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul Prematur-Postmatur.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Susan Susyanti,
M.Kep yang telah memberikan tugas ini sehingga menambah pengetahuan kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi
kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah.

Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada


makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini dapat
membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua tentang Prematur-
Postmatur.

Medan, Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. PREMATUR................................................................................................3

1. Definisi......................................................................................................3

2. Etiologi......................................................................................................3

3. Manifestasi Klinis.....................................................................................4

4. Patofisiologi/Pathway................................................................................4

5. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................5

6. Penatalaksanaan.........................................................................................6

7. Asuhan Keperawatan Pre Matur................................................................9

B. POSTMATUR...........................................................................................14

1. Definisi....................................................................................................14

2. Etiologi....................................................................................................14

3. Manifestasi Klinis...................................................................................15

4. Patofisiologi/Pathway..............................................................................15

5. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................17

6. Penatalaksanaan.......................................................................................19

7. Asuhan Keperawatan Post Matur............................................................25

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................29

A. Kesimpulan.................................................................................................29

ii
B. Saran............................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari
hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antar 38
sampai 42 minggu dan ini merupakan perode terjadinya persalian normal.
Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung sampai 42
minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari beberapa peneliti bergantung
pada kriteria yang dipakai.
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin meskipun hal ini
masih banyak diperdebatkan. Dalam kenyataannya, kehamilan postterm
mempunyai pengaruh terhadap pengembangan janin sampai kematian janin.
Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya
menigkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan
kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan
zat makanan dan oksigen. Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat
dengan mortalitas, morbiditas perinatal ataupun maksomia.
Persalinan prematur merupakan penyebab utama yaitu 60-80% morbiditas
dan mortalitas neonatal di seluruh dunia. Indonesia memiliki angka kejadian
prematur sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal.
Kelahiran di Indonesia diperkirakan sebesar 5.000.000 orang per tahun, maka
dapat diperhitungkan kematian bayi 56/1000 KH, menjadi sekitar 280.000 per
tahun yang artinya sekitar 2,2-2,6 menit bayi meninggal. Penyebab kematian
tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi (24-34%), BBLR (15-20%),
trauma persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1- 3%) .
Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi (30%),
ketuban pecah dini saat preterm (20-25%), dan persalinan preterm spontan
(20- 25%).Secara teoritis faktor risiko prematur dibagi menjadi 4 faktor, yaitu
faktor iatrogenik, faktor maternal, faktor janin, dan faktor perilaku.Faktor
iatrogenik merupakan faktor dari kesehatan medis.Faktor maternal meliputi

1
riwayat prematur sebelumnya, umur ibu, paritas ibu, plasenta previa,
kelainan serviks

2
(serviks inkompetensi), hidramnion, infeksi intra amnion, hipertensi dan
trauma.Faktor janin meliputi kehamilan kembar (gemelli), janin mati (IUFD),
dan cacat bawaan (kelainan kongenital).Faktor perilaku meliputi ibu yang
merokok dan minum alcohol.
Kelahiran premature terjadi setelah usia gestasi 20 minggu, tetapi sebelum
awal minggu ke-37. Seluruh insiden. Kelahiran prematur merupakan penyebab
dua pertiga kematian bayi, separuh kematian ini berkaitan dengan bayi
berberat badan 1500 gram atau kurang.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan postmatur dan prematur?
2. Apa etiologi penyakit postmatur dan prematur?
3. Apa manifestasi klinis postmatur dan prematur?
4. Bagaimana patofisiologi & pathway untuk postmatur dan prematur?
5. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui
postmatur dan premature?
6. Apa saja penatalaksanaan pasien dengan postmatur dan prematur?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, agar mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan definisi postmatur, etiologi, patofisiologi & pathway,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan postmatur dan
prematur.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien deangan persalinan dan
kelahiran postmatur dan prematur.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PREMATUR
1. Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat
setelahawal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37.
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah
perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar
morbiditas dan mortalitasnya (3).
2. Etiologi
Penyebab sekitar 50% kelahiran prematur tidak diketahui. Namun,
sepertiga persalinan prematur terjadi setelah ketuban pecah dini (PROM).
Komplikasi kehamilan lain, yang berhubungan dengan persalinan
prematur, meliputi kehamilan multijanin, hidramnion, serviks tidak
kompeten, plasenta lepas secara premature, dan infeksi tertentu (seperti
polinefritis dan korioamnionitis) (3).
Faktor risiko persalinan dan kelahiran prematur telah diidentifikasi
dan beberapa kategori factor risiko ini umumnya disepakati oleh petugas
kesehatan professional. Kategori ini terdiri dari risikodemografik, risiko
medis, risiko kehamilan saat ini dan risiko perilaku dan lingkungan.
Iritabilitas uterus dan kejadian yang merangsang kontraksi uterus,
seperti aktivitas seksual, defisiensi progesterone, ketidakadekuatan volume
plasma, dan infeksi tertentu, misalnya Chlamydia, bisa terlibat dalam
awitan persalinan prematur. Pengaruh factor-faktor risiko ini belum
dipahami dengan jelas.

4
3. Manifestasi Klinis
a. Kontraksi uterus teratur 3 – 5 menit selama 45 detik dalam waktu
sekurangnya 2 jam.
b. Fase aktif meningkat, intensitas dan frekuensinya ketika pasien
beraktivitas.
c. Terjadi tanda gejala mayor dan minor
d. Usia kehamilan 20 – 37 minggu
e. Taksiran berat janin sesuai usia kehamilan 20 – 37 minggu
f. Biasanya presentasi abnormal
g. Kontraksi (sensasi perut yang mengencang) secara intens atau sering
h. Nyeri punggung bagian bawah yang konstan
i. Sensasi tekanan di panggul atau perut bagian bawah
j. Kram perut ringan
k. Bercak dari vagina atau perdarahan ringan
l. Ketuban pecah terlalu awal dalam bentuk semburan atau tetesan yang
terus-menerus setelah membran di sekitar bayi pecah atau robek
m. Perubahan warna dan tekstur keputihan menjadi berair, seperti lendir
atau berdarah
4. Patofisiologi/Pathway
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor
resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai
demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu,
riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat
abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion,
anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada
kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.Pasien
tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau
bila ada 2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya.

5
Lampiran Pathway

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur urine
2) Pemeriksaan gas dan pH darah janin
3) Pemeriksaan darah tepi ibu:

6
a) Jumlah lekosit
b) C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang
menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya
untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik
kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di
hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
b. Amniosentesis
1) Hitung lekosit
2) Pewarnaan Gram: bakteri (+) pasti amnionitis
3) Kultur
4) Kadar IL-1, IL-6 ( )
5) Kadar glukosa cairan amnion,( ).
c. Pemeriksaan ultrasonografi
1) Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara
oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum.
Vintzileos dkk. (1986) mendapati hubungan antara oligohidramnion
dengan koloni bakteri pada amnion.
2) Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks
< 3 cm (USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm.
Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat
menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus
KPD dan plasenta previa.
3) Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan
kontraksi.
6. Penatalaksanaan
Pematangan paru janin.
a. Pemberian kortikosteroid. Terbukti menurunkan kejadian RDS
(Respiratory Distress Syndrome) bila diberikan pada umur kehamilan
28-34 minggu dan 24 jam sebelum persalinan.
b. Pemberian surfaktan. Hasilnya sangat baik dalam menurunkan
kematian, namun harganya sangat mahal.
Bila kontraksi rahim tidak dapat dihentikan dan persalinan
prematur tak dapat dicegah, pimpinan partus prematurus harus sebaik
mungkin.

7
Tujuannya ialah untuk menghindarkan truma bagi janin yang akan
dilahirkan.
a. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama, tetapi sebaliknya jangan
pula terlalu cepat
b. Jangan memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap
c. Buatlah episiotomi medialis
d. Jika persalinan harus diselesaikan, pilih forseps daripada ekstraksi
vakum
e. Jangan menggunakan narkosis
f. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus
neonatorum yang berat
Bila tempat persalinan tidak mempunyai fasilitas untuk merawat
bayi prematur, ibu dengan risiko tinggi harus dirujuk sebelum persalinan
terjadi. Rahim ibu adalah inkubator yng terbaik.
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm
akibat amnionitis dan yang me ngalami gejala persalinan preterm
membakat harus ditangani seksama u ntuk meningkatkan keluaran
neonatal.
Pada kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani
ekspektatif, harus dilakukan intervensi, yaitu dengan :
a. Akselerasi pematangan fungsi paru
1) Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im.
2 x selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im)
sampai 4 dosis.
2) Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan
kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi
surfaktan.
3) Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran
fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
b. Pemberian antibiotika
Merce r dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampicillin
(iv) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG).

8
Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor
risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontra indikasi, diberi
tokolitik.
c. Pemberian tokolitik
1) Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
2) Golongan beta-mimetik
a) Salbutamol
Per infus: 20-50 µg/menit
Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau :
b) Terbutalin
Per infus: 10-15 µg/menit
Subkutan: 250 µg setiap 6 jam
Per oral : 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance)
c) Efek samping :
Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru
d) Parenteral :
4-6 gr/iv pemberian bolus selama 20-30 menit infus 2-4gr/jam
(maintenance)
e) Efek samping :
Edema paru, letargi, nyeri dada, depresi pernafasan (pada ibu dan
bayi).
Ritrodin (Yutopar) adalah obat β-simpatomimetik pertama dan
merupakan satu-satunya obat yang disetujui FDA untuk digunakan di
Amerika Serikat.Obat ini digunakan untuk menghambat persalinan
prematur. Ritrodin bertindak sebagai reseptor adrenergik tipe II yang
menyebabkan relaksasi otot uterus, vasodilatasi, bronkodilatasi, dan
glikogenolisis otot. Penurunan kadar kalium dalam serum
menyebabkan aritmia. Dosis awal biasanya diberikan secara intravena.
Setelah kondisi wanita tersebut stabil, terapi dilanjutkan secara
intramuscular dan/atau oral. Dosis ini ditentukan oleh petugas
kesehatan dan berdasarkan respons wanita tersebut terhadap medikasi .

9
Kontraindikasi penggunaan ritrodin meliputi penyakit maternal,
yang meliputi penyakit kardiovaskular, preeklamsia berat, perdarahan
anterpartum berat, korioamnionitis, dan hipertiroid. Kematian janin
dan usia gestasi kurang dari 20 minggu, yang bisa dipastikan dengan
scanning ultrasound, merupakan dua kontraindikasi yang berhubungan
dengan janin.
Komplikasi kardiopulmoner mungkin terjadi, oleh karena itu,
pengkajian dan pemantauan yang cermat merupakan hal yang penting.
Akibat efek kardiopulmoner yang mungkin timbul, elektrokardiogram
dapat diprogramkan sebelum terapi. Sebuah monitor jantung untuk ibu
bisa digunakan untuk mempertahankanpengkajian yang berkelanjutan
untuk takikardia dan aritmia.
Obat lain yang diselidiki untuk menangani persalinan prematur
meliputi antagonis prostaglanding, indometasin, agens antiinflamasi
buakn-steroid (naproksen dan salisilat). Meskipun obat-obatan ini
efektif untuk merelaksasi uterus, kekhawatiran tentang efek potensial
pada janin dan perdarahan membatasi penggunaannya.
7. Asuhan Keperawatan Pre Matur
a. Pengkajian
1) Masalah yang berkaitan dengan ibu
2) Bayi pada saat kelahiran
a) Umur kehamilan biasanya antara 24-37 minggu.
b) Rendahnya BB pada saat kelahiran, SGA atau terlalu besar
dibanding umur kehamilan. BB biasanya < 2500 gram.
c) Kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada.
d) Kepala relatif lebih besar dibanding badan, 3 cm > dibanding
lebar dada.
e) Kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai apgar pada 1 sampai
5 menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4-6
kegawatan sedang, dan 7-10 normal.
- Kardiovaskular
Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 x/mnt.
- Gastro intestinal

10
• Penonjolan abdomen, pengeluaran mekonium, biasanya terjadi
dalam waktu 12 jam.
• Reflek menelan dan mengisap lemah.
• Ada atau tidak ada anus.
• Ketidaknormalan konginital lain.
- Integumen
• Kulit yang berwarna merah muda atau merah kekuning-
kuningan, sianosis atau campuran bermacam warna.
• Vernik kaserosa sedikit, dengan rambut lanugo diseluruh tubuh.
• Kurus dan kulit tampak transparan, halus dan mengkilap.
• Edema yang menyeluruh atau di bagian tertentu yang terjadi
pada saat kelahiran.
• Kuku pendek belum melewati ujung jari.
• Rambut jarang atau mungkin tidak ada sama sekali.
• Petekie atau ekimosis.
- Muskulo skeletal
• Tulang kartilago telingan belum tumbuh dengan sempurna,
lembut dan lunak.
• Tulang tengkorak dan rusuk lunak.
• Gerakan lemah dan tidak aktif atau letargik.
- Neurologis
• Reflek dan gerakan TD tes neurologis tampak tidak resisten,
gerak reflek hanya berkembang sebagian.
• Menelan, mengisap dan batuk sangat lemah atau tidak efektif.
• Tidak ada atau menurunnya tanda neurologis: mata mungkin
tertutup atau mengatup apa bila umur kehamilan belum
mencapai 25 sampai 26 minggu.
• Suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermia, gemetar, kejang
dan mata berputar-putar. Biasanya bersifat sementara, tetapi
mungkin juga ini mengindikasikan adanya kelainan
neurologis.
- Paru
Jumlah pernafasan biasanya antara 40-60 per menit diselingi
dengan periode apnea, pernafasan yang tidak teratur, dengkuran,

11
retraksi (intercostal, suprasternal, substernal) terdengar suaran
gemerisik.
- Ginjal
Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk
melarutkan ekskresi ke dalam urine.
- Reproduksi
• Bayi perempuan: klitoris yang menonjol dengan labium
mayora yang belum berkembang.
• Bayi laki-laki: Scrotum yang belum berkembang sempurna
dengan rugae yang kecil, testis tidak turun kedalam skrotum.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada bayi premature :
1) Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan simpanan glikogen, zat besi dan kalsium yang tidak cukup
dan penipisan persedian karena metabolik yang tinggi, tingginya
kebutuhan, asupan kalori yang tidak mencukupi dan hilangnya
kalori.
Tujuan : Meningkatan dan menjaga asupan kalori dan status gizi
bayi.
Intervensi:
a) Awasi reflek mengisap dan kemampuan menelan bayi.
Rasional : agar pernafasan terkendali dengan baik.
b) Awasi dan hitung kebutuhan kalori bayi.
Rasional : agar kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi dengan baik.
c) Mulai pemberian ASI atau susu dengan botol 2-6 jam setelah
kelahiran, mulai dengan 3-5 ml, setiap pemberian dengan
interval 3 jari, pemberian bisa ditambah bila bayi
menunjukkan toleransi yang baik.
Rasional : Agar terpenuhinya kebutuhan bayi.
d) Timbang bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan
asupan kalori yang diberikan.
Rasional : Untuk menentukan jumlah asupan yang tepat atau
kebutuhan peningkatan asupan.

12
e) Beri minum ASI langsung ke ibunya jika reflek mengisap dan
menelan kuat.
Rasional : agar kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi dengan baik.
2) Resiko tinggi gawat nafas yang berhubungan dengan ketidak
matangan paru karena kurang produksi surfactan.
Tujuan: Menjaga dan memaksimalkan fungsi paru.
Intervensi:
- Kumpulkan data penilaian yang berkaitan dengan kegawatan
pernafasan:
• Riwayat ibu atas penggunaan obat-obat atau kondisi tidak
normal selama kehamilan dan proses kelahiran.
• Kondisi bayi saat kelahiran, nilai apgar, resusitasi
(dilakukan atau tidak).
• Pernafasan: frekuensi, kedalaman, kemudahan, takipnea,
dengan frekuensi > 60 kali per menit.
• Dengkuran ekspirasi, pernafasan cuping hidung atau
retraksi dengan penggunaan otot-otot eksesoris
(interkostal, suprasternal, atau substernal).
• Sianosis ketika menghirup udara kamar, penurunan suara
nafas.
Rasional : untuk mencegah kegawat darutan saat bernafas
Waspada episode apnea yang berlangsung > 20 detik
Catat hal-hal:
• Letargi, posisi dan aktivitas sebelum dan sesudah periode
apnea (sambil tiduran atau menyuap), berbaring miring,
telungkup atau posisi terlentang, sumbatan jalan nafas
disebabkan oleh masker di atas hidung.
• Distensi abdomen.
• Suhu dan sianosis.
• Lamanya periode apnea.
• Penyebab apnea, seperti: stress, demam, sepsis, kegagalan
pernafasan.

13
• Hasil hitung sel darah, kultur darah, sinar x dada, dan
kajian analisa gas darah jika ada.
Rasional : untuk mencegah apnea
- Memberi dan memantau bantuan pernafasan sebagai berikut:
• Berikan oksigen yang hangat dan sudah diatur
kelembabannya. Periksa oksigen setiap 1 jam. Rubah
posisi setiap 1 jam
• Isap lendir dengan hati-hati dari mulut selama < 5 menit.
• Jaga suhu lingkungan yang netral.
• Posisikan bayi tengkurap atau terlentang dengan bantalan
kecil di bawah bahu atau posisi berbaring miring dengan
kepala sedikit diangkat.
• Rangsang bayi dengan cara tepukan lembut pada telapak
kaki, tangan dan punggung, kemudian tubuh, wajah,
lengan dan tungkai.
Rasional : Untuk membantu proses respiras
- Pantau kajian analisa gas darah
Rasional : untuk mengetahui asidosis pernafasan dan
metabolis.
- Persiapkan dan lakukan terapi farmacologi, seperti teofilim
IV, awasi tingkat darah setiap sampai 2 hari
Rasional : untuk deteksi adanya keracunan.
3) Resiko tinggi hipotermi atau hipertermia yang berhubungan
dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan.
Tujuan : Menjaga suhu lingkungan netral.
Intervensi :
- Jaga temperatur ruangan perawatan 250C.
Rasional : untuk mencegah terjadinya hipotermi atau
hipertermi
- Ukur suhu rectal bayi terlebih dahulu, baru kemudian
suhu axila setiap 2 jam atau setiap kali diperlukan.
Rasional : uintuk mengetahui keadaan bayi apakah
hipotermi atau hipertermi

14
- Lakukan prosedur penghangatan setelah bayi lahir.
Rasional : untuk mencegah hipotermi
- Tempatkan bayi di bawah penghangatan radian warmar
atau inkubator jika diperlukan.
Rasional : untuk mencegah hipotermi
- Hindari menempatkan bayi kontak dengan sumber panas
atau sumber dingin, hindari juga udara panas dan udara
dingin, lakukan juga perlindungan
Rasional : untuk menjaga panas tubuh, seperti menjaga
agar kulit bayi tetap kering, dan menjaga agar kepala
bayi tertutup.

B. POSTMATUR
1. Definisi
Keadaan postmatur adalah keadaan kehamilan yang
berlangsung melebihi 42 minggu, dengan kata lain kehamilan
memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan
pascamaturitas.Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum,
harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan
kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru
lahir.
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat
pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran
optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga
kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP)
masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan
relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar
induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan
faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan
USG.Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.
2. Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah
hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap

15
oksitosin

16
berkurang. Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah
janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga
diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis
plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin.Sirkulasi
uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi.Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian
perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
3. Manifestasi Klinis
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postmatur bila
didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sbb:
a. Telah lewat 36 minggu sejak kehamilan positif
b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama dengan Doffler
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali
dengan stetoskop Laennec
4. Patofisiologi/Pathway
Bebebrapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan
bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguaan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain
sebagai berikut.
a.Pengaruh progesterone
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesterone.

17
b.Teori Oksitosin
Pemakain oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm member kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
faktor penyebab kehamilan possterm.
c.Teori kortisol/ ACTH janin.
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda”
untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan
tiba- tiba kadaar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang
dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
peningkatan produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar
hipopisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan.
d.Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak
ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masih tinggi pada ke semuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan post matur.
e.Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan post matur mempunyai kecenderungan untuk
kelahiran lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999)
seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang
ibu mengalami kehamilan post matur saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan
mengalami kehamilan post matur.

18
Lampiran Pathway

5. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postmatur
merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.Kasus
kehamilan postmatur yang tidak dapat ditegakkan secara pasti
diperkirakan sebesar 22%.Dalam menentukan diagnostic kehamilan
postmatur disamping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil
pemeriksaan antenatal.
Diagnosis kehamilan postmatur tidak sulit untuk ditegakkan
bilamana hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti.
Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan kriteria antara
lain:

19
a. Penderita harus nyakin betul dengan HPHTnya
b. Siklus 28 hari dan teratur.
c. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan
terakhir. Riwayat pemeriksaan antenatal berupa :
a. Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik
sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan
memang telah berlangsung 6 minggu.
b. Gerak janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan
ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida
dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu sedangkan pada
multigravida 16 minggu.
c. Deyut jantung janin (DJJ). Dengan stateskop Leannic dapat
didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu sedangkan dengan
Doffler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Dalam trisemester pertama tpemeriksaan tinggi fundus uteri
serial dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan
pemeriksaan secara berulang tiap bulan.Lebih dari 20 minggu
tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara
kasar.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara :
a.Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan
pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid
diameter biparietal 9,8 atau lebih.Cara ini sekarang jarang dipakai
selain karena dalam pengenalan pusat penulangan sering kali sulit,
juga pengaruh radiologi yang kurang baik terhadap janin.
b.USG.Ketetapan usia gestasi sebaiknyamengacu pada hasil
pemeriksaan USG pada trimester pertama. Bila telah dilakukan
pemeriksaan USG terutama sejak trimester pertama, hampir dapat
dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan
panjang kepala-tungging (crown-ramp length/ CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih empat hari dari taksiran persalinan.Pada
umur kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran diamter biparietal
dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar7 hari dari taksiran
persalinan.

20
Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa
parameterdalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti
lingkaran perut, lingkaran kepala, dan beberapa rumus yang
merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter
tersebut di atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah trimester III
dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban,
ataupun keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan
postmatur tetapi sukar untuk memastikan usia kehamilan.
c.Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan
amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulit
ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin
setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang
diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang
mengandung lemak akan berwarna jingga.
1) Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
2) Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
d.Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut
warnanya karena dikeruhi mekonium.
e.Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin,
karena insufiensi plase
f. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan
diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi
janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam
kandungan.
g.Pemeriksaan kadar estriol dalam
urin h.Pemeriksaan pH darah kepala
janin
i. Pemeriksaan sitoloi vagina
6. Penatalaksanaan
Dua prinsip pemikiran dalam penatalaksanaan medis kehamilan
postterm yaitu dengan penatalaksanaan antisipasi-antisipasi
kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi
jika hanya terdapat indikasi dan penatalaksanaan aktif-induksi

21
persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42
minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi
dan penatalaksanaan aktif, antara lain pertimbangan kesiapan serviks
(skor bishop), perkiraan berat badan janin (dengan manuver leopot,
sonogram, atau keduanya), kesejahteraan janin, pilihan wanita yang
bersangkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya,
status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel
yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang
berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai
suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus
penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang
digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat
persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam
ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi
persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat
diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu
ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing
penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling
efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan
hiperstimulasi pada uterus. Induksi persalinan juga diperkirakan
komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan
anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida
yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain
3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko
distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat
mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan
meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom
aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin
makrosomia.

22
Indikasi untuk induksi persalinan meliputi hasil uji janin
meragukan (skor profil biosfik rendah), oligohidramnion, preeklamsi
yang cukup parah menjelah cukup bulan, diabetes dependent, IUGR
menjelang usia cukup bulan, dan riwayat lahir mati pada kehamilan
cukup bulan. Adapun penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan
lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu antara lain:
a. Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu
4 minggu (40+minggu)
b. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan
lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati (40+
minggu)
c. Uji kembali nonstress awal (Nonstress test, NST) dua kali dalam
seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan
berlanjut hingga persalinan.
d. Lakukan pengukuran volume cairan amnion (Amniotic fluid
volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
e. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan
dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang rendah.
f. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia
kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu
pada protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan berupa
induksi persalinan.Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya
kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak
mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami
dan dapat meningkatkan bahaya.Namun walaupun banyak pihak yang
menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria,
praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist,
hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah ibu dapat
melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum
persalinan spontan terjadi. Meski metode induksi sekarang diutamakan

23
pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting
yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-
an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara
pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini
masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan
induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan
menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan
prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan
seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (
misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara
mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau
sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
a. Metode hormon untuk induksi persalinan :
1) Oksitosin yang digunakan melalui intravena (atas persetujuan
FDA untuk induksi persalinan). Dengan catatan servik sudah
matang.
2) Prostaglandin, dapat digunakan untuk mematangkan servik
sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya
menunjukkan hal yang positif.
a) Misprostol
Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1
yang diberikan intravagina (disetujui FDA untuk
mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b) Dinoproston
- Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia
dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina
(disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun
1995)
- Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2
yang tersedia dalam bentuk jel0,5 mg deng diberika

24
intraservik (disetujui FDA untuk induksi persalinan
pada tahun1993)
- Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesterone
(disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan
untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg
untuk diberikan per oral.
b. Metode non hormon Induksi persalinan
1) Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap
ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion
dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus
bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan
terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk
menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi
lazimnya.Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa
bagian kepala janin telah turun.Pemeriksaan mengulurkan jari
telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung
distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan
membaran.Beberapa usapan biasanya efektif untuk
menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan
prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya
jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak
disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi
janin.Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus –
kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta
previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan
pervaginam yang tidak diketahui.
2) Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat
dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji
penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian
bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi
AROM dan

25
kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi
kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun
amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan,
namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan
desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada
kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3) Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna
menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan
dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15
menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat
selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4) Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan
jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian
persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup
bulan.
5) Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik
kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk
menjaga kateter tetap pada tempatnya.Beberapa uji klinis
membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
6) Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif
pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam
memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian,
wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan.Sementara pada
penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan
mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan
yang disepakati bersama oleh wanita.Bidan maupun wanita
harus memahami secara benar standar perawatan setempat
untuk menangani kehamilan lewat bulan.Wanita sebaiknya
diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada
penggunaan

26
resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini
seputar penanganan kehamilan lewat bulan.
7. Asuhan Keperawatan Post Matur
a. Pengkajian
1) Identitas bayi / ibu.
2) Riwayat penyakit.
a) Riwayat penyakit sekarang.
Bayi lahir dengan usia kehamilan ibu lebih dari 42 minggu
dan tidak merasakan adanya tanda-tanda bayi mau lahir.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Kemungkinan ibu pernah mengalami kehamilan lama
seperti yang dialami sekarang, riwayat haid ibu, penyakit
yang diderita ibu yang berkaitan dengan kehamilannya.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Apakah ada dalam keluarga yang pernah melahirkan bayi
post term.
3) Pengkajian fisik.
a) Respirasi : bisa terjadi asfiksia.
b) Kulit : berkeriput, pucat disertai deskuamasi, verniks
kaseosa dan lanugo berkurang.
c) Nutrisi : kurus, tampak kurang gizi.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis bayi postmatur pasca persalinan, dengan
memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam
3 stadium :
1) Stadium I : Kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas
(maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2) Stadium II : Keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan
pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang
bercampur air ketuban.
3) Stadium III : Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku
dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat. Pada saat
persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah

27
terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan
pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir
harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung
dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
Diagnosa yang mungkin muncul pada bayi postmatur :
1)
Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan
asfiksia berat/ringan, pernafasan tidak teratur, pernafasan
cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut.
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 2 x 24 jam
pasien mampu memenuhi :
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria:
a) Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
b) Pernafasan teratur.
c) Tidak cyanosis.
d) Wajah dan seluruh tubuh
e) Berwarna kemerahan (pink variable).
f) Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
Intervensi :
- Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus,
dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal
atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3
cm 1.
Rasional : Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher
yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.
- Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Rasional : Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari
lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.
- Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4
jam Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.

28
- Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan
pemeriksaan kadar gas darah arteri.
Rasional : Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat
terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan pada kadar
PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
2)
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan suhu tubuh
diatas normal, tali pusat layu, ada tanda-tanda infeksi,
abnormal kadar leukosit, kulit kuning, riwayat persalinan
dengan ketuban mekonical.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
tidak menunjukkan terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria :
• Tidak ada tanda-tanda infeksi.
• Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi :
- Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Rasional : Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang /
rendah.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan. Rasional : Mencegah penyebaran infeksi
nosokomial.
- Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar
bayi).
Rasional : Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke
bayi.
- Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat
pengeringan tali pusat karena mengandung anti biotik, anti
jamur, desinfektan.
- Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional : Mengurangi media untuk pertumbuhan
kuman.
- Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala cardinal.

29
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.

30
- Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional : Mencegah terjadinya penularan infeksi.
- Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah infeksi dari pneumonia.
- Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu
pemeriksaan DL, CRP.
Rasional : Sebagai pemeriksaan penunjang.

31
BAB III

KESIMPULAN DAN

SARAN

A. Kesimpulan
1. Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelahawal
minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37.
2. Penyebab sekitar 50% kelahiran prematur tidak diketahui. Namun,
sepertiga persalinan prematur terjadi setelah ketuban pecah dini (PROM).
3. Keadaan postmatur adalah keadaan kehamilan yang berlangsung melebihi
42 minggu, dengan kata lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat
bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
4. Penyebab terjadinya postmatur adalah karena adanya pengaruh hormon
progesteron, hormon oksitosin, kortisol/ACTH janin, saraf uterus, atau
dapat juga karena faktor hereditas.
B. Saran
Karena kondisi kehamilan premature dan postmatur ini dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi, maka hendaknya
dilakukan himbauan kepada ibu hamil untuk selalu memeriksakan kondisi
kehamilannya secara berkala. Dengan itu diharapkan bahwa petugas kesehatan
khususnya perawat akan dapat mendeteksi kehamilan postmatur secara dini
dan mempersiapkan proses kelahiran yang aman (safety labor).

32
DAFTAR PUSTAKA

Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta
:EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita.Jakarta : Arcan.
Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 2005. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta : EGC.
Wiley, Blackwell. Nursing Dianoses Definition and Classification
2009- 2011. 2009. United States of America: Mosby Elsevier.
Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2009. Nursing
Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby
Elsevier.
Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. 2009. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby
Elsevier.

33

Anda mungkin juga menyukai