Anda di halaman 1dari 7

Farmakologi Keperawatan

Indikasi dan kontraindikasi obat

Dosen Pengampu: Edisyah Putra Ritonga S.Kep.,Ns.,M.Kep

Kelompok 3:

Nurlia Lubis (2214201094)

Yurmina Laia (2214201105)

Cut Mutia (2214201080)

Aswita Sari Munte (2214201074)

Putri Nazira (2214201097)

Cresia Natalia Marpaung (2214201097)

Novita Sari Sinaga (2214201096)

S1 Keperawatan Tingkat 1 Kelas C

T.A 2022/2023
A. Indikasi Obat

Indikasi adalah informasi yang menjelaskan tentang khasiat obat, misalnya parasetamol
memilki indikasi atau khasiat sebagai penurun panas dan penghilang rasa sakit. Dikarenakan
indikasi merupakan informasi khasiat obat, hal ini di peruntukan pasien agar mendapatkan
obat yang susai dengan penyakit yang diderita. Selain itu, indikasi obat berfungsi untuk
memudahkan pasien membeli obat bebas sesuai kebutuhan di apotek terdekat.
Indikasi pada obat tidak hanya berisi informasi mengenai kahsiat, tetapi juga berisi
mengenai informasi tujuan penggunaan obat untuk penyakit tertentu, dan informasi mengenai
kandungan obat yang mampu mengatasi penyakit tersebut.

B. Kontraindeksi Obat

Kontraindikasi adalah salah satu peringatan yang sering kita jumpai dalam berbagai
kemasan obat. Dalam kedokteran, kontraindikasi adalah suatu kondisi atau faktor yang
berfungsi sebagai alasan untuk mencegah tindakan medis tertentu karena bahaya yang akan
didapatkan pasien. Kontraindikasi adalah kebalikan dari indikasi, yang merupakan alasan
untuk menggunakan pengobatan tertentu.
Pengertian umum dari kontraindikasi adalah suatu gejala atau kondisi tertentu yang
membuat pengobatan atau prosedur medis tertentu tidak disarankan atau sama sekali tidak
boleh digunakan karena dapat membahayakan pasien. Secara ringkas, penjelasan mengenai
peringatan kontraindikasi dalam kemasan obat adalah penjelasan waktu dan kondisi, cara
suatu obat tidak boleh digunakan, misalnya untuk perempuan yang sedang hamil atau tidak
boleh dianjurkan untuk mereka yang lemah jantung
Beberapa kontraindikasi bersifat mutlak, yang berarti bahwa tidak ada keadaan wajar
untuk melakukan suatu tindakan, misalnya anak-anak dan remaja dengan infeksi virus tidak
boleh diberikan aspirin karena risiko sindrom Reye dan orang dengan anafilaksis alergi
makanan harus menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Demikian pula orang
dengan hemokromatosis tidak boleh diberikan preparat besi.
Kontraindikasi lainnya bersifat relatif, yang berarti bahwa pasien berada dalam risiko
yang lebih tinggi dari komplikasi, tetapi risiko ini dapat sebanding dengan pertimbangan lain
atau dikurangi dengan langkah-langkah lain, misalnya seorang wanita hamil biasanya harus
menghindari sinar-X, tetapi risiko yang dimiliki sebanding dengan manfaat tindakan untuk
mendiagnosis keadaan serius seperti tuberkulosis. Kontraindikasi relatif juga dapat disebut
sebagai peringatan, seperti di Formularium Nasional Inggris.

Jenis-Jenis Kontraindikasi
Kontraindikasi terbagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi relatif dan kontraindikasi absolut.
Berikut adalah penjelasan dan pengertian seputar kedua kontraindikasi tersebut.

1. Kontraindikasi Relatif
Pengertian kontraindikasi relatif adalah suatu kondisi yang membuat pengobatan atau
prosedur tertentu mungkin tidak disarankan. Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian ketika
dua obat atau prosedur digunakan secara bersama-sama. Namun, pengobatan atau prosedur
tertentu mungkin dapat digunakan jika manfaatnya lebih besar dari risikonya, misalnya sinar-
X tidak dianjurkan kepada ibu hamil, kecuali jika benar-benar sangat diperlukan.

2. Kontraindikasi Absolut
Pengertian kontraindikasi absolut adalah suatu kondisi yang membuat pengobatan atau
prosedur tertentu benar-benar tidak disarankan. Hal ini karena suatu prosedur atau zat yang
digunakan dapat menyebabkan situasi yang mengancam jiwa pasien. Oleh karena itu,
prosedur atau obat tersebut benar-benar harus dihindari oleh pasien, misalnya kontraindikasi
aspirin pada anak-anak karena kemungkinan menyebabkan sindrom Reye yang berbahaya.

Contoh-Contoh Kontraindikasi
Berikut adalah beberapa contoh kontraindikasi dalam obat paracetamol dan pemberian
vaksin.

1. Kontraindikasi Parasetamol
Parasetamoi merupakan obat yang tergolong sangat aman, bahkan bisa digunakan
oleh ibu hamil dan menyusui. Parasetamol juga sering dikombinasikan dengan jenis obat
lainnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa kontraindikasi parasetamol yang perlu
diperhatikan.
Kontraindikasi parasetamol adalah penggunaannya tidak disarankan untuk penderita
gangguan hati dan orang dengan alergi terhadap obat ini. Meskipun parasetamol adalah obat
yang sangat aman, obat ini dapat menyebabkan beberapa jenis alergi pada 0,01 persen
penggunanya. Konsumsi parasetamol juga dapat meningkatkan risiko gangguan hati,
khususnya jika dikonsumsi berlebihan atau tanpa anjuran dan pengawasan dari dokter.

2. Kontraindikasi Vaksin
Pemberian vaksin juga perlu memerhatikan kontraindikasinya, yaitu kondisi penerima
vaksin yang berpotensi meningkatkan risiko terjadinya reaksi merugikan yang serius.
Kontraindikasi terhadap vaksin merupakan kondisi ketika vaksin tidak boleh diberikan.
Namun, sering kali sebagian besar kontraindikasi vaksin bersifat sementara, sehingga
vaksinasi dapat dilakuan di kemudian hari, tepatnya ketika kondisi yang mengarah pada
kontraindikasi tidak ada lagi.
Berikut adalah beberapa contoh kontraindikasi vaksin.
 Penderita gangguan kekebalan tubuh yang parah umumnya tidak boleh menerima vaksin
dari virus hidup.
 Wanita hamil umumnya tidak boleh menerima vaksin virus hidup yang dilemahkan.
 Penderita ensefalopati tidak boleh menerima vaksin mengandung pertusis, jika dalam
kurun waktu 7 hari sebelumnya telah menerima dosis vaksin mengandung pertusis yang
bukan disebabkan penyebab lain yang dapat diidentifikasi.
 Penyakit imunodefisiensi kombinasi parah (SCID) dan riwayat intususepsi merupakan
kontraindikasi untuk vaksin rotavirus.

C. Perinsip Benar Pemberian Obat


1. Benar Obat
Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya perawat harus memperhatikan kebenaran
obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat
obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan. Jika labelnya tidak
terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang
asing harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan
nama generik atau kandungan obat. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus
memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan.
Ini membantu perawat mengingat nama obat dan kerjanya.
2. Benar Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harus
diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat
tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain
sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien.
1. Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien
2. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang
bersangkutan
3. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang akan
diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: tersedianya obat dan
dosis obat yang diresepkan/diminta, pertimbangan berat badan klien (mg/KgBB/hari),
jika ragu-ragu dosisi obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain
4. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu

3. Benar Pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan
cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor register,
alamat dan program pengobatan pada pasien.

1. Klien berhak untuk mengetahui alasan obat


2. Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat
3. Membedakan klien dengan dua nama yang sama

4. Benar Cara Pemberian


Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1. Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2. Parenteral. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti
usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui
vena (perset / perinfus).
3. Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep,
losion, krim, spray, tetes mata.
4. Rektal. Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal
seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang
(stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan
dalam bentuk supositoria.
5. Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat
secara lokal pada salurannya.

5. Benar Waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang dprogramkan, karena
berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.

1. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan


2. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya seperti dua kali
sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga kadar obat dalam
plasma tubuh dapat dipertimbangkan
3. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang mempunyai
waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang memiliki waktu
paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu
4. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau
bersama makanan
5. Memberikan obat obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa
lambung bersama-sama dengan makanan
6. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan
untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan kontraindikasi
pemeriksaan obat

6. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa
obat itu diberikan. Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah
sakit. Dan selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan
serta respon klien terhadap pengobatan.

7. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien


Perawat mempunyai tanggungjawab dalam melakukan pendidikan kesehatan pada
pasien, keluarga dan masyarakat luas terutama yang berkaitan dengan obat seperti
manfaat obat secara umum, penggunaan obat yang baik dan benar, alasan terapi obat dan
kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pembeian obat, efek samping
dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat dan obat dengan
makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
selama sakit, dan sebagainya.

8. Hak Klien Untuk Menolak


Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat harus memberikan
Inform consent dalam pemberian obat.

9. Benar Pengkajian
Perawat selalu memeriksa TTV (Tanda-tanda vital) sebelum pemberian obat.

10. Benar Evaluasi

Perawat selalu melihat/memantau efek kerja dari obat setelah pemberiannya.

11. Benar Reaksi Terhadap Makanan


Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat itu harus
diminum sebelum makan (ante cimum atau a.c) untuk memperoleh kadar yang
diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya ada
obat yang harus diminum setelah makan misalnya indometasin.

12. Benar Reaksi Dengan Obat Lain

Pada penggunaan obat seperti chloramphenicol diberikan dengan omeprazol


penggunaan pada penyakit kronis.

Anda mungkin juga menyukai