Disusun Oleh :
1.Emanuel Anton
2.Dwi Gandono
3.Sigit Ungu Nurcahyo
4.Endah Dwi Luningsari
5.Sri Indah Handayani
6. Endah Kurniawati
7. Ester Whida Kristiyanti
8. Titin Erawati
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Obat merupakan sebuah subastansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai
perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di
dalam tubuhnya. Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung dalam pemenuhan asuhan
keperawatan sangat membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan. Obat
merupakan sebuah subastansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan
atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam
tubuhnya. Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung dalam pemenuhan asuhan
keperawatan sangat membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan.
B. Rumusan masalah
4. Perhitungan obat
6. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral, sublingual dan bukal
8. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui selang IV, IC, SC, dan IM
9. Konsep dan teknik cara pemberian obat secara topical (kulit,mata,telinga,dan hidung)
10. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui anus/ rectum & vagina
11. Konsep dan teknik pemberian obat melalui wadah cairan intravena
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Obat merupakan Semua zat kimiawi, hewani, nabati, yang dalam dosis layak dapat
menyembuhkan, meringankan, dan mencegah penyakit/ gejalanya, yang diberikan kepada pasien
dengan maksud tertentu sesuai dengan guna obat tersebut. Pemberian obat yang aman dan
akurat adalah tanggung jawab penting bagi seorang perawat. Meskipun obat menguntungkan,
namun bukan berarti tanpa reaksi yang merugikan. Sebagai seorang perawat harus mengetahui
prinsip-prinsip dalam pemberian obat secara aman dan benar. Karena obat dapat menyembuhkan
atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling
penting.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang
bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana
keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu
(dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang
mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan. Rencana perawatan
harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan
tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
1. Reaksi Obat
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja sesuai proses
kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh yakni
suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi
pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.
1. Absorbsi obat
2. Distribusi obat
3. Metabolisme obat
4. Eksresi sisa
Ada 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping.efek terapeutik adalah obat memiliki
kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti paliatif ( berefek
untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki efek pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek
samping adalah dampak yang tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan
dapat membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic,
kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
Dokter, Perawat dan ahli Farmasi menggunakan standar obat untuk memastikan klien menerima
obat yang alami dalam dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus
memenuhi kriteria berikut :
a) Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain
yang diperbolehkan dalam produksi obat.
b) Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi
obat.
c) Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut,
diabsorbsi , dan diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
1.Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang
identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika
pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari
cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu
diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing
(baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk
menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label
pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat
dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta,
ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat
harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik
ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada
4mg, ada juga 8 mg. Ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. Jadi Anda harus
tetap hati-hati dan teliti.
4.Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian
rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral,
sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
a. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi
parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset /
perinfus).
Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim,
spray, tetes mata.
Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair
pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi
(dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian
obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral,
namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada
salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan
darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus
dicatat alasannya dan dilaporkan.
D. Perhitungan Obat
Dosis adalah takaran atau jumlah, dosis obat adalah takaran obat yang bila dikelompokkan bisa
dibagi :
1. Dosis Terapi (Therapeutical Dose), yaitu dosis obat yang dapat digunakan untuk terapi atau
pengobatan untuk penyembuhan penyakit.
2. Dosis Maksimum (Maximalis Dose), yaitu dosis maksimal obat atau batas jumlah obat
maksimum yang masih dapat digunakan untuk penyembuhan. Dalam buku buku standar seperti
Farmakope atau Ekstra Farmakope Dosis Maksimum (DM) tercantum diperuntukkan orang
dewasa
3. Dosis Lethalis (Lethal Dose), yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over dosis (OD)
Cara Menghitung Dosis Maksimum Obat Dalam Resepa. DM tercantum berlaku untuk orang
dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-DM, tanyakan umurnya. Bila ada zat yang bekerja
searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda). Urutan melihat daftar DM berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI. Ed.III, Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional,
Ph. Ned. Ed. V, CMN dan lain-lain). Setelah diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung
dihitung, yaitu untuk sekali minum : jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%.
Begitu juga untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%. Dosis
Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.
Cara menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :
a. Rumus Young
Untuk umur 1-8 tahun dengan rumus : (n/n + 12) x DM (dewasa) n = umur dalam tahun
b. Rumus Dilling
Untuk umur di atas 8 tahun dengan rumus : (n/20) x DM n = umur dalam tahun
c. Rumus Fried
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita
seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat tidak selalu dapat
diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus.
1.Faktor Obat:
b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa.
3.Faktor Penderita:
b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar
h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi obat, penyakit
hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal mempengaruhi ekskresi obat
Kesalahan dosis/overdosis
b.mual-mual/muntah
d.pusing
2.Penanganan kelebihan dosis sesuai dengan gejala misalnya sesak nafas dengan cara
penambahan oksigen.
F. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral, sublingual dan bukal
Pilihan rute pemberian obat bergantung pada kandungan obat dan efek yang diinginkan juga
kondisi fisik dan mental klien. Perawat sering terlibat dalam menentukan rute pemberian obat
yang terbaik dengan berkolaborasi dengan dokter.
1. Pemberian Oral
c. Lebih murah.
2. Pemberian Sublingual
a. Dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah di
absorpsi
3. Pemberian Bukal
a. Rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membrane mukosa pipi sampai
obat larut
b. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan
kiri supaya mukosa tidak iritasi
c. Klien juga diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air
bersama obat
d. Obat bukal bereaksi secara local pada mukosa atau secara sistemik ketika obat ditelan
dalam saliva.
b. Ekonomis
a. Rute ini dihindari bila klien mengalami perubahan fungsi saluran cerna, motilitas menurun
dan reaksi bedah bagian saluran cerna
c. Rute oral dikontraindikasikan pada klien yang tidak mampu menelan (mis, klien yang
mengalami gangguan neuromuscular, striktur (penyempitan) esophagus, lesi pada mulut.
d. Obat oral tidak dapat diberikan kepada klien yang terpasang pengisap lambung dan
dikontraindikasikan pada klien yang akan menjalani pembedahan atau tes tertentu\
e. Klien tidak sadar atau bingung, sehingga tidak mampu menelan atau mempertahankan
dibawah lidah
f. Obat oral dapat mengiritasi lapisan saluran cerna, mengubah warna gigi atau mengecup
rasa yang tidak enak.
a. Persiapan alat:
4. Kapas alcohol
5. Kasa steril
6. Baki obat
9. Bak spuit
10. Bengkok
b. Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Priksa label ampul dengan catatan obat atau kartu obat sesuai prinsif “lima benar”
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara menjentikan jari tangan
pada leher ampul beberapa kali atau dengan cara memutar ampul dengan tangan searah jarum
jam.
6. Letakan kasa steril di antara ibu jari tangan anda dengan ampul kemudian patahkan keleher
ampul kearah menjauhi anda dan orang disekitar.
9. Buka penutup jarum sepuit kemudian masukan jarum kedalam ampul tepat pada bagian
tengah ampul.
10. Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dosis yang dibutuhkan.
11. Keluarkan jarum dari ampul, tutup kembali jarum sepuit dengan teknik yang benar.
a. Persiapan alat:
4. Kapas alcohol
5. Kasa steril
6. Baki obat
7. Label obat
8. Bak spuit
9. Bengkok
b. Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan obat atau kartu obat sesuai prinsif “lima benar”
5. Hitung dosis yang diperlukan. Jika perlu, rotasikan cairan yang ada dalam vial dengan
menggunakan tangan agar tercampur sempurna. Tidak boleh mengocok larutan dalam vial karena
dapat menyebabkan larutan menjadi berbuih.
6. Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya.
7. Usap bagian karet tersebut dengan kapas alcohol.
9. Masukan udara kedalam sepuit sesuai dengan jumlah obat yang dibutuhkan.
10. Dengan hati-hati, masukan jarum secara tegak lurus tepat ditengah-tengah karet darai vial.
11. Injeksi udara ke dalam vial, jaga agar ujung jarum spuit berada di atas permukaan cairan
obat.
13.Keluarkan jarum dari vial, tutup kembali jarum sepuit dengan teknik yang benar.
c. Dorong pelunger perlahan keatas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar tidak
mengeluarkan larutan.
H. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Selang IV, IC, SC, dan IM
1. Pemberian Obat Intravena melalui selang IV
3. Selang IV
4. Kapas alcohol
b. Prosedur kerja
2. Cuci tangan.
7. Lakukan penyuntikan dengan menusukkan jarum spuit dan masukan obat perlahan ke
dalam intravena.
11. Catat prosedur yang dilakukan (nama obat, dosis, waktu, dan cara)
Pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukan obat kedalam jaringan kulit yang
dilakukan untuk tes alergi terhadap obat yang akan diberikan. Pada umumnya diberikan pada
pasien yang akan diberikan obat antibiotik. Pemberian intrakutan pada dasarnya di bawah kulit
atau di bawah dermis/epidermis. Secara umum pada daerah lengan tangan dan daerah ventral.
e. Cairan pelarut
f. Nak injeksi
g. Bengkok
Prosedur kerja
b. Cuci tangan
e. Ambil obat yang akan dilakukan tes alergi. Kemudian larutkan/encerkan dengan aquadest
(cairan pelarut), ambil 0,55 cc dan encerkan lagi sampai 1 cc, lalu siapkan pada bak steril (bak
injeksi).
Pemberian obat yang dilakukan dengan suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah
lengan atas sebelah luar atau ⅓ bagian dari bahu, pada sebelah lura, daerah dada dan daerah
sekitar umbilikus (abdomen). Pemberian obat obat melalui subkutan ini umunya dilkukan dalam
program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian
insulin terdapat dua tipe larutan, yaitu jernih dan keruh.
Larutan jernih disebut juga sebgai insulin reaksi cepat. (insulin reguler). Larutan keruh terjadi
karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat atau juga termasuk
tipe lambat. Oleh karena itu, apabila pemberian insulin dengan campuran kedua bentuk larutan
tersebut, perlu diperhatikan cara mencampurnya. Insulin reguler dapat dicampur dengan semua
jenis insulin lain, sedangkan insulin lente tidak dapat disampur dengan tipe lain kecuali insulin
reguler. Saat pencampuran upayakan dalam mengambil larutan, jarum tidak tidak menyentuh
jenis larutan yang dicampur.
c. Spuit insulin
e. Cairan pelarut
f. Bak injeksi
g. Bengkok
Prosedur kerja
b. Cuci tangan
c. Berdasarkan daerah yang akan dilakukan suntikan. Bebaskan daerah suntikan bila pasien
menggunakan pakaian berlengan.
d. Ambil obat dalam tempanya sesuai dengan dosis yang akan diberikan. Kemudian,
tempatkan pada bak injeksi.
f. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan.
g. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap keatas sudut 45o terhadap
permukaan kulit.
h. Lakukan spirasi. Bila tidak ada darah, semprotkan obat perlahan hingga habis.
i. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Spuit bekas suntikan dimasukan kedalam
bengkok.
Pemberian Obat denagn memasukan obat kedalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan pada
daerah paha (vastus lateralis), ventrogluteal (pasien harus berbaring miring), dorsogluteal (pasien
harus telungkup), dan lengan atas (delroid). Tujuan pemberian obat melalui intra muscular agar
absorpsi obat lebih cepat oleh karena vaskularitas otot.
Alat dan bahan
3. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran (dewasa: panjang 2,5-3,75 cm); anak: panjang 1,25-
2,5cm)
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
Prosedur kerja
2. Cuci tangan.
3. Ambil obat dan masukan ke dalam spuit sesuai dengan dosis, kemudian letakan dalam bak
injeksi.
6. Lakukan penyuntikan.
a. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara meminta pasien untuk berbaring terlentang
dengan lutut sedikit fleksi.
b. Pada ventrogluteal dengan cara meminta pasien miring, telungkup, atau telentang dengan
lututdan panggul pada sisi yang akan disuntik dalam keadaan fleksi,
c. Pada dorsogluteal dengan meminta pasien untuk telungkup dengan lutut diputar kearah
dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fleksi dan diletakan di depan tungkai
bawah.
d. Pada deltoid (lengan atas) dengan meminta pasien untuk duduk atau berbaring mendatar
dengan lengan atas fleksi.
8. Setelah jarum masuk, lakukan aspirsi spuit bila tidak ada darah semprotkan obat secara
perlahan hingga habis.
9. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik spuit dan tekan daerah penyuntikan dengan
kapas alcohol , kemudian spuit yang telah digunakan diletakan dibengkok.
1. Pada kulit
Pemberian obat yang dilakukan pada kulit dengan tujuan mempertahankan hidrasi lapisan kulit,
melindungi permukaan kulit, atau mengatasi infeksi kulit. Pemberian obat kulit dapat dilakukan
dengan banyak preparat, seperti krim, losion, aerosol, sprei, atau bubuk.
b. Kain kasa
c. Kertas tisu
d. Balutan
e. Pengalas
Prosedur kerja
b. Cuci tangan.
d. Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (bila terdapat kulit yang
mengeras (kerak)) atau air sabun.
e. Berikan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian, seperti mengoleskan,
mengompres.
2. Pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan memberikan tetes mata atau salep mata. Prosedur ini dapat
digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil;
pengukuran refraksi dengan cara melemahkan otot lensa, juga digunakan untuk menghilangkan
iritasi mata, dll.
2. Plester
3. Kain kasa
4. Kertas tisu
5. Balutan
6. Sarung tangan
Prosedur kerja
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala mengadah dan posisi perawat di samping kanan pasien.
5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembap (atau tisu) dari sudut luar
mata kea rah hidung, bila angat kotor basuh dengan air hangat.
6. Buka mata dengan menekan perlahan bagian bawah menggunakan ibu jari telunjuk ei atas
tulang orbita.
7. Teteskan obat mata di atas sakus konjungtiva sesuai dosis. Minta pasien untuk menutup
mata dengan perlahan ketika menggunakan tetes mata.
Bila menggunakan obat mata jenis salep, pegang aplikator diatas tepi kelopak mata. Kemudian
tekan tube hingga obat keluar dan berikan pada kelopak mata bawah. Setelah selesai, anjurkan
pasien untuk melihat kebawah. Secara-bergantian, biarkan obat pada kelopak mata bagian atas
dan biarkan pasien untuk memejamkan mata dan menggosok kelopak mata.
3. Pada Telinga
Pemberian obat yang dilakukan pada telinga dengan cara memberikan tetes telinga. Obat
tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya pada telinga
tengah (otitis eksterna). Obat yang diberika dapat berupa antibiotic (tetes atau salep).
Alat dan bahan
2. Penetes
3. Speculum telinga
5. Plester
6. Kain kasa
7. Kertas tisu
8. Balutan
Prosedur kerja
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri sesuai dengan daerah yang
akan diobati, upayakan telinga pasien ke atas.
4. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas atau kebelakang (pada anak).
5. Bila obat berpua tetes, teteskan obat pada dinding saluran untuk mencegahterhalang oleh
gelembung udara dengan jumlah tetesan sesuai dosis.
Bila obat berupa salep, ambil kapas lidi, dan oleskan salep. Kemudian masukan/oleskan pada
liang teinga.
4. Pada Hidung
Pemberian obat pada hidung dengan cara memberikan tetes hidung. Prosedur ini dilakukan pada
inflamasi hisung (rhinitis).
2. Pipet
3. Speculum hidung
6. Plester
7. Kain kasa
8. Kertas tisu
9. Balutan
Prosedur Kerja
2. Cuci tangan.
J. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Anus/ Rectum & Vagina
Pemberian obat yang dilakukan melalui anus atau rectum dengan tujuan memberikan efek local
dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut juga pemberian obat supositorium. Contoh
pemberian obat yang memiliki efek local seperti pada obat dulkokal supositoria yang berfungsi
secara local untuk meningkatkan defeksi. Contoh efek sistemik adalah pemberian obat aminofilin
supositoria dengan fungsi mendilatasi bronchial. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat
pada dinding mukosa rectal yang melewati sfingter anus interna. Kontraindikasi pada pasoen
yang mengalami pembedahan rectal.
2. Sarung tangan
3. Kain kasa
4. Vaselin/pelican/pelumas
5. Kertas tisu
Prosedur kerja
b. Cuci tangan.
c. Gunakan sarung tangan.
f. Minta pasien mengambil posisi tidur miring (Sims) lalu regangkan bokong dengan tangan
kiri. Kemudian masukan supositoria dengan perlahan melalui anus, sfingter interna dan
mengenai dinding rectal kurang lebih 10 cm pada orang dewasa, dan kurang lebih 5 cm pada
anak/bayi.
g. Setelah selesai, tarik jaringan dan bersihkan daerah skitar anal dengan tisu.
h. Anjurkan klien untuk tetap berbaring telentang/miring selama kurang lebih 15 menit.
Pemberin obat yang dilakukan melalui vagina yang tersedia dalam bentuk krim dan supositoria
untuk mengobati infeksi local.
b. Sarung tangan
c. Kain kasa
d. Kertas tisu
Prosedur kerja
a. Jelaskan prosefur yang akan dilkukan.
b. Cuci tangan.
Catatan:
Bila menggunakan obat jenis krim, isi aplikator klim atau ikuti petunjuk yang tertera pada
kemasan, regangkan lipatan labia dan masukan aplikator kurang lebih 7,5 cm dan dorong penarik
aplikator untuk mengeluarkan obat.Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal rekumben.
f. Bila obat jenis supositoria, buka pembungkus dan berikan pelumas pada obat. Regankan
labia minora dengan tangan kiri dan masukan obat sepanjang dinding kanal vagiana posterior
sampai 7,5-10 cm.
g. Setelah obat masuk, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar orifisium dan labila
dengan tisu.
h. Anjurkan untuk tetap pada posisinya selam 10 menit agar obat terabsorpsi.
Tindakan ini merupakan prosedur memberikan obat dengan menambahkan obat kedalam wadah
cairan intra vena. tujuannya untuk meminimalkan efek sampan dan mempertahankan kadar
terapetik obat dalam darah.
4. Kapas alcohol.
Prosedur kerja
2. Cuci tangan.
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat serta masukan kedalam spuit.
6. Lakukan penyuntikan dengan menusukan jarum spuit kedalam kantung /wadah cairan.
7. Setelah selesai, tarik spuit dan campurkan lautan dengan membolak-balikan kantung cairan
dengan seksama dan perlahan.
L. Pengertian Antibiotik
Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat
pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain.
Antibiotika ( latin : anti = lawan, bios = hidup ) adalah xzat-zat kimia yang dihasilkan miro
organisme hidup tertuam fungi dan bakteri ranah. Yang memiliki kahsiat mematikan atau
mengahambat pertumbuahn banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya
bagi manusia relative kecil.
Pembuatan Antibiotika
Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana mikro organisme
dibiak dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus. Kedalam cairan pembiakan
disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat pertumbuhan jamur sehingga produksi
antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotika dimurnikan dan
ditetapkan aktifitasnya beberapa antibiotika tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini,
melakukan secara kimiawi, antara lain kloramfenikol.
Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg),kecuali zat yang belum sempurna
pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya polimiksin B basitrasin, atau
karena belum diketahui struktur kimianya, seperti, nistatin.
Mekanisme Kerja
Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau membran sel
(kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah perintangan selektif
metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat
terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya kloramfenikol dan
tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi tambahan guna
mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin, tetrasiklin erithomisin atau
basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah
makanan lebih sedikit.
1. Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jemis yang
dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzilpenisilin ternyata paling aktif.
Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943) penisilin
bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2) Fenoksimetilpenisilin
1) Kloksasilin
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2) Flukoksasilin
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
1) Ampisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2) Amoksisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
1) Tikarsilin
2) Piperasilin
3) Sulbenisilin
2. Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama melalui
ginjal dan dapat di hambat probenisid.
a. Sefadroksil
Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)Sue jordan . 2002 . Farmakologi kebidanan. Jakarta. EG
ISFI.2005.ISO Indonesia.PT Anem kosong. Jakartatoksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk
penggunaan sistemik.
Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia anemia aplastik
( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual,
muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal.
6. Makrolid
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin, sehingga obat ini
digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas,
pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.
a. Eritromisin
Indikasi: sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis
kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, protatitis kronik,
akne vulgaris, dan rpofilaksis difetri dan pertusis.
b. Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi.
c. Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi
tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak duodenum ( lihat bagian 1.1)
7. Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin), basi-trasin dan gramisidin, dan
berciri struktur polipeptida siklis dengan gugusan-gugusan amino bebas. Berlainan dengan
antibiotika lainnya yang semuanya diperoleh dari jamur, antibiotika ini dihasilkan oleh beberapa
bakteri tanah. Polimiksin hanya aktif terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas,
basitrasin dan gramisidin terhadap kuman Gram-positif.
Antibiotika ini sangat toksis bagi ginjal, polimiksin juga untuk organ pendengar. Maka
penggunaannya pada infeksi dengan Pseu¬domonas kini sangat berkurang dengan munculnya
antibiotika yang lebih aman (gentamisin dan karbenisilin).
8. Golongan Antimikobakterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif terhadap kuman mikobakterium. Termasuk di
sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson,
etambutol dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
Dalam pemberian dosis obat harus sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan menggunakan
rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat. Agar pasien merasa puas atas
tindakan keperawatan kepada pasien yang kita berikan. Dalam pemberian dosis yang tepat dan
juga akurat. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan menerapkan rumus perhitungan
dosis. Jadi, sebagai perawat yang professional harus mampu menguasai tentang dosis obat.
DAFTAR PUSTAKA
Joonoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Resep Yang Rasional. Surabaya: Airlangga University
Press
-http://zianarmie.wordpress.com/2011/02/09/pemberian-obat/
-http://rizkaindanazulva.wordpress.com/2011/03/15/sistem-penghitungan-dan-pengukuran-obat