Anda di halaman 1dari 29

PANDANGAN AGAMA DALAM PEMBINAAN

KELUARGA

Oleh :

1. Lhing Lhing Meilisa


2. Vivin Nurandika Sari
3. Sela Dianti Ayu Putri

D3 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
ridhohnya kepada kami supaya bisa menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul
“Pandangan Agama dalam Pembinaan Keluarga”. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan makalah
ini.
Kami selaku tim penulis makalah berharap supaya makalah ini bisa menjadi
sumber ilmu dan pengalaman bagi pembaca. Kami menyadari kalau makalah ini
sangat jauh dari kata sempurna oleh karena itu kami mengaharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun supaya kita bisa memperbaiki makalah ini.

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………. 1
Kata Pengantar……………………………………………………. 2
Bab I Pendahuluan
 Latar Belakang…………………………………………………4
 Rumusan Masalah……………………………………………...5
 Tujuan dan Manfaat………………………………………….....5
Bab II Pembahasan
 Pembinaan Keluarga Sejaterah………………………………….6
 Harapan Orang Tua dan Agama terhadap Anak………………….12
 Tanggung Jawab Anak Terhadap Orang Tua…………………….15
Bab III Penutup
 Simpulan……………………………………………………...21
 Daftar pustaka…………………………………………………21

3
BAB I
Pendahuluan

 Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan utama dalam pembetukan karakter anak,
karena disanalah mereka mulai mengenal dan belajar berbagai sesuatu dalam hidup
sehingga mereka mengerti dan dapat mengambil keputusan saat beranjak dewasa.
Oleh sebab itu orang tua sangat bertanggung jawab dan berpengaruh terhadap tumbuh
kembang serta sikap prilakunya di masa depan, orang tua selalu diharapkan memberi
bimbingan, pengawasan anak dalam berkomunikasi atas berinteraksi dengan
lingkungannya, apabila terjadi suatu masalah dengan anak, orang tua diharapkan
membantu dalam memecahkan permasalahnnya. Namun semua itu belom berjalan
karena orang tua masih banyak mereka larut dengan kesibukannya dalam perkerjaan
dan kehidupan sosialnya, sehingga tanpa mereka sadarkan menelantarkan anaknya
sehingga dalam pembentukan karakter tidak dapat terkontrol. Banyak orang tua tidak
mempermasalahkan perilaku anaknya namun banyak juga dapat menimbulkan konflik
antar ortu atau lingkungan sehingga anak menjadi korban.
Pada dasarnya anak harus selalu dijaga dengan baik oleh orang tua. Karena
dasarnya anak adalah titipan Allah SWT. Akan tetapi anak juga mempunyai tanggung
jawab terhadap orang tuanya. Setiap orang tua pasti berharap bahwa anak-anak bisa
menjadi anak yang sholeh sholiha dan berguna bagi orang yang berada di dekatnya.
Setiap orang tua pasti menginginkan hal yang terbaik untuk anak-anaknya, tidak ada
orang tua yang menginginkan anaknya terjerumus dalam keburukan. Islam sudah
menjelaskan dalam Al-Quran bagaimana dasar pembinaan keluarga, selain itu di
dalam Al-Quran juga menerangkan apa saja harapan dan tanggung jawab orang tua
terhadap anak begitu pun sebaliknya.

4
 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pembinaan keluarga ?
2. Apa fungsi dan peranan orang tua bagi anak?
3. Bagaimana cara membina keluarga yang baik dan benar menurut pandangan
islam ?
4. Apa harapan orang tua untuk anak-anaknya?
5. Apa harapan agama untuk para generasi muda terutama anak-anak?
6. Apa yang dimaksud tanggung jawab anak terhadap orang tua ?
7. Bagaimana tanggung jawa anak terhadap orang tua dalam pandangan islam ?
8. Bagaimana islam mengatur hukum pembinaan keluarga ?
9. Bagaimana pengaruh pendidikan agama oleh orang tua terhadap
perkembangan moral anak ?
10. Harapan dan tanggung jawab seperti apa yang diberikan oleh orang tua kepada
anaknya ?

 Manfaat dan Tujuan


a. Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pembinaan keluarga dalam
pandangan Islam
b. Untuk mengetahui hubungan keluarga dengan sosialisasi anak.
c. Untuk mengetahui dampak terhadap anak apabila kedua orang tuanya bekerja.
d. Untuk melengkapi tugas dari dosen pembimbing
e. Melatih kemampuan dalam hal membaca, menulis dan menganalisis karya
ilmiah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pembinaan Keluarga Sejahtera


Pembangunan keluarga sejahtera diarahkan kepada terwujudnya kehidupan keluarga
sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa guna
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar mampu
mendukung kegiatan pembangunan. Perlu ditumbuh-kembangkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang dilandasi oleh rasa
tanggung jawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Gerakan keluarga berencana nasional sebagai salah satu kegiatan pokok dalam upaya
mencapai keluarga sejahtera diarahkan untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk dengan cara penurunan angka kelahiran untuk mencapai keseimbangan antara
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi sehingga terwujud peningkatan
kesejahteraan keluarga.
Gerakan keluarga berencana diupayakan agar makin membudaya dan makin mandiri
melalui penyelenggaraan penyuluhan keluarga berencana, disertai dengan peningkatan
kualitas dan kemudahan pelayanan dengan tetap memperhatikan kesehatan peserta
keluarga berencana dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral, etik, dan
sosial budaya masyarakat, sehingga norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera dihayati
dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat dengan penuh kesadaran dan
bertanggung jawab.
Peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat, organisasi dan lembaga masyarakat
lebih ditingkatkan melalui upaya penerangan, bimbingan, dan penyuluhan yang
menjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda agar gerakan keluarga
kecil bahagia dan sejahtera makin memasyarakat dan membudaya di seluruh tanah air.
A. ASPEK AGAMA
Agama memiliki peran penting dalam membina keluarga sejahtera. Agama yang
merupakan jawaban dan penyelesaian terhadap fungsi kehidupan manusia adalah
ajaran atau system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan

6
manusia dan manusia serta lingkungannya. Oleh karena itu, sebuah keluarga haruslah
memiliki dan berpegang pada suatu agama yang diyakininya agar pembinaan keluarga
sejahtera dapat terwujud sejalan dengan apa yang diajarkan oleh agama.
Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinah yakni keluarga yang tenteram di
mana suami-istri dituntut menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmoni antara
kebutuhan fisik dan psikis. Yang dimaksud psikis adalah menjadikan keluarga sebagai
basis pendidikan sekaligus penghayatan agama anggota keluarga. Kesakinahan
merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga
yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang
baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban
rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah.
Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-
pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan
dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini
terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-
Ruum:21)
B. ASPEK PENDIDIKAN
Kehidupan kita dimulai di dalam lingkungan keluarga. Kita besar dan dididik di
dalam keluarga kita. Kita tumbuh dari kecil dalam lingkungan keluarga. Orang tua
mengajar bagaimana kita harus bertindak. Orang tua juga yang membesarkan kita
dengan pendidikan dan etika. Jika kita melihat seorang anak kecil sering
mengucapkan kata-kata kasar, apakah kita sadar bahwa anak tersebut tumbuh di
lingkungan keluarga, sehingga terkadang kita malah menyalahkan anak tersebut,
padahal yang seharusnya disalahkan adalah pendidikan dalam keluarganya? Sering
kali kita menyalahkan anak kecil yang berbuat salah, padahal bukankah anak kecil
belajar dan mencontoh tindakan atau perilaku dari orang dewasa?
Pendidikan keluarga sangat penting namun seringkali dianggap tidak penting.
Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak kecil, sehingga ketika
seorang anak menjadi dewasa, ia akan berperilaku baik. Tentu saja perilaku orang tua
juga harus baik dan benar sebagai contoh untuk anaknya. Jikalau semenjak kecil
seorang anak diajarkan dengan baik dan benar maka keluarga tersebut akan harmonis.
Dan seandainya setiap keluarga mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka semua
manusia akan hidup berdampingan dan damai.
7
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menyampaikan kepada
orang atau pihak lain segala hal untuk menjadikannya mampu berkembang menjadi
manusia yang lebih baik, lebih bermutu, dan dapat berperan lebih baik pula dalam
kehidupan lingkungannya dan masyarakatnya.
Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pendidikan karakter anak.
Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka
akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (sekolah) untuk memperbaikinya.
Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya
masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memilki
kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di
rumah.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada
anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya.
Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dan orang tua yang
meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dll) dan kebutuhan
psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dll), serta sosialisasi norma-norma yang
berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan
kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka
pendidikan karakter anak.
C. ASPEK EKONOMI
Jika kita cermati secara mendalam, selama ini pemerintah mengelompokkan
keluarga di Indonesia ke dalam dua tipe. Pertama, tipe keluarga pra-sejahtera.
Yang kita bayangkan ketika mendengar keluarga tipe ini adalah keluarga yang masih
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya berupa sandang,
pangan, dan papan. Keluarga pra-sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya
banyak, tidak dapat menempuh pendidikan secara layak, tidak memiliki penghasilan
tetap, belum memperhatikan masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit,
mempunyai masalah tempat tinggal dan masih perlu mendapat bantuan sandang dan
pangan. Kedua, tipe keluarga sejahtera. Yang terbayang ketika mendengar keluarga
tipe ini adalah sebuah keluarga yang sudah tidak mengalami kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Keluarga sejahtera identik dengan keluarga
yang anaknya dua atau tiga, mampu menempuh pendidikan secara layak, memiliki
penghasilan tetap, sudah menaruh perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan,

8
rentan terhadap penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat
bantuan sandang dan pangan.
Selama ini konsentrasi pembinaan terhadap keluarga yang dilakukan oleh
pemerintah adalah menangani keluarga pra-sejahtera. Hal itu terlihat dari program-
program dasar pembinaan keluarga seperti perencanaan kelahiran (KB), Pos
Pelayanan Terpadu (POSYANDU), pelayanan kesehatan gratis, pembinaan lansia,
pengadaan rumah khusus keluarga pra-sejahtera dan sejenisnya.
Namun demikian, jika kita cermati dari tahun ke tahun terkesan bahwa program
pembinaan keluarga menjadi jalan di tempat. Jika kita berani melakukan refleksi atas
hasil pembinaan yang selama ini dilakukan, dapat terlihat beberapa gejala sebagai
berikut:
Pertama, walaupun sudah dilakukan pembinaan bertahun-tahun masih banyak
keluarga yang mengikuti program-program secara pasif partisipatif.
Kedua, masyarakat menganggap bahwa program pembinaan keluarga identik
dengan program pemberian bantuan tertentu.
Ketiga, program pembinaan keluarga identik dengan program pembinaan keluarga
miskin.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, kiranya perlu dilakukan
pembenahan dimana keluarga diarahkan untuk menjadi keluarga yang secara sadar
dan proaktif berjuang menjadi keluarga yang sehat dan sejahtera. Istilah yang kiranya
tepat dan berbau promotif adalah membangun keluarga kreatif, yaitu keluarga yang
mampu mengenali permasalahan keluarganya masing-masing, mencari alternative
dalam mengatasi masalah, dan secara proaktif merencanakan masa depan sendiri
sesuai situasi dan kondisi masing-masing.
Persoalannya adalah bagaimana kita mampu melakukan pembinaan terhadap
keluarga agar berkembang menjadi keluarga kreatif. Ada beberapa yang dapat
dilakukan, yaitu:
ü Melakukan pembinaan dan pendampingan manajemen ekonomi keluarga.
ü Pembinaan kewirausahaan.
ü Pemberian bantuan usaha modal usaha.
ü Pendidikan kreativitas.
Jika saja banyak keluarga Indonesia yang berkembang ke arah keluarga kreatif,
dapat diyakini bahwa semakin hari semakin banyak keluarga Indonesia yang mampu
mewujudkan diri menjadi keluarga yang sehat, sejahtera, sekaligus mandiri. Jika
9
demikian, pemerintah tidak perlu lagi banyak mengeluarkan anggaran yang bersifat
konsumtif untuk masyarakat. Jika anggaran konsumtif yang selama ini dikenal
sebagai subsidi dapat ditekan seminimal mungkin, maka secara perlahan-lahan
perekonomian negara menjadi lebih kuat. Dan pada akhirnya keluarga sehat, sejahtera,
mandiri dapat terwujud, negara yang sehat, sejahtera, dan mandiri perlahan-lahan
dapat terwujud pula.
D. ASPEK SOSIAL BUDAYA
Perkembangan anak pada usia antara tiga-enam tahun adalah perkembangan sikap
sosialnya. Konsep perkembangan sosial mengacu pada perilaku anak dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan dapat berinteraksi atau
untuk menjadi manusia sosial. Interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain,
suatu hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yang mengikatkan individu
dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti tolong menolong,
saling memberi dan menerima, simpati dan empati, rasa setia kawan dan sebagainya.
Melalui proses interaksi sosial tersebutlah seorang anak akan memperoleh
pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku-perilaku penting yang diperlukan dalam
partisipasinya di masyarakat kelak; dikenal juga dengan sosialisasi. Hal ini sejalan
dengan yang dikatakan Zanden (1986) bahwa kita terlahir bukan sebagai manusia, dan
baru akan menjadi manusia hanya jika melalui proses interaksi dengan orang
lain. Artinya, sosialisasi merupakan suatu cara untuk membuat seseorang menjadi
manusia (human) atau untuk menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya (social
human being).
Terdapat tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu:
1) Status sosial, dimana dalam keluarga distrukturkan oleh tiga struktur utama,
yaitu bapak/suami, ibu/istri dan anak-anak. Sehingga keberadaan status sosial menjadi
penting karena dapat memberikan identitas kepada individu serta memberikan rasa
memiliki, karena ia merupakan bagian dari sistem tersebut.
2) Peran sosial, yang menggambarkan peran dari masing-masing individu atau
kelompok menurut status sosialnya.
3) Norma sosial, yaitu standar tingkah laku berupa sebuah peraturan yang
menggambarkan sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosial.

KENAKALAN REMAJA MENURUT PANDANGAN AGAMA

10
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang
tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam mayarakatnya. Kartini Kartono
(1988) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka
menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat,
sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat oleh suatu kelainan dan
disebut ”kenakalan”. Dalam Bakolak inpres No: 6/ 1977 buku pedoman 8, dikatakan
bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat
antisosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat.
Singgih D. Gumarso (1988) mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja
digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum, yaitu:
1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-
undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai undang-
undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila
dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja menjadi tiga
tingkatatan:
1) Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi
dari rumah tanpa pamit.
2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai
mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tanpa izin.
3) Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks di luar nikah,
pemerkosaan, dan lain-lain.

TEORI TABIAT MANUSIA


Pakar psikologi konseling membuat berbagai teori untuk menjelaskan pembentukan
tabiat manusia. Corey (1986) menyatakan beberapa teori pentingyang menjelaskan tabiat
itu ialah:
Teori psikoanalisis yang diasaskan oleh Frued. Teori ini menyatakan tabiat manusia
pada asalnya jahat karena dipengaruhi oleh unsur-unsur rangsangan seksual, kuasa
agresif dan tdak rasional yang terwujud dalam diri manusia yang bertujuan menjaga
survival perkembangan hidupnya. Unsur-unsur itu bertindak di dalam diri manusia
secara membabi buta (tidak sadar). Kombinasi unsur-unsur itu dan konflik hidup semasa
11
kecil yang tidak dapat diselesaikan pada masa itu akan menjadi puncak dan penentu
tabiat anak pada masa depan.
Teori analisis transaksi. Teori ini menerangkan tabiat manusia terbentuk hasil dari
script hidup yang ditentkan oleh orang tua. Semasa kecil anak akan merekamkan secara
langsung apa saja saja percakapan dan perbuatan yang ditayangkan oleh orang tua
kepada mereka. Konflik akan berlaku apabila anak itu mencoba menilai semua script
hidup yang lama atau menerbitkan script hidup yang baru dihasilkan dari perkembangan
emosi pikirannya dan pengaruh sekitarnya.
Teori behaviorisme. Menurut teori ini tabiat dan tingkah laku manusia terbentuk dari
proses pembelajaran dan evolusi sekitarnya. Tabiat manusia menjadi masalah apabila
mereka menerima pembelajaran dan lingkungn yang salah, walaupun mereka sendiri
yang mencipta sistem pembelajaran atau membentuk lingkungannya.
Teori pemusatan klien. Teori ini mengistilahkan bahwa tabiat manusia semula
adalah baik, rasional, bertanggung jawab, dan berusaha menciptakan kesempurnaan diri.
Walau bagaimanapun manusia juga cenderung menjadi kecewa dan bermasalah apabila
keperluan mencapai kesempurnaan diri dihalang seperti gagal mendapat kasih sayang,
keselamatan, dan sebagainya.
Pandangan teori di atas tentang tabiat manusia adalah sebagian dari pandangan Islam.
Mereka mengkaji tabiat manusia dari aspek luar saja dengan merujuk kepada faktor
lingkungan, kemahiran orang tua dan keperluan jasmani. Keadaan ini berlaku karena
mereka tidak dibimbing oleh Al-Qur’an dan kajian itu dibuat berdasarkan latar belakang
kehidupan masyarakat di barat.
Peralihan zaman alam kanak-kanak menuju alam dewasa adalah suatu masa yang
penting kepada remaja karena pada masa ini mereka akan menentukan konsep dirinya
atau siapakah diri aku atau suatu proses menentukan konsep jati diri pada dirinya. Rogers
(1985) menyatakan antara perubahan nyata yang berlaku pada akhir masa remaja ialah:
o Perubahan fisik
o Perubahan emosi dan fikiran
o Narcisme
o Mengikuti kumpulan
o Menentang kekuasaan
FAKTOR KENAKALAN
Berdasarkan pandangan Islam dan sokongan teori psikologi konseling barat, puncak
kenakalan remaja dibagi dalam empat faktor:
12
1. Faktor keluarga
Akhlak anak bermula di rumah. Anak sejak kecil dan sebagian besar masanya
berada dalam lingkungan keluarga. Ini menunjukan perkembangan mental, fisik dan
sosial adalah di bawah kawalan orang tua atau berdasarkan kepada skrip hidup yang
berlaku dalam sebuah rumah tangga. Oleh yang demikian jika anak remaja menjadi
nakal atau liar maka kemungkinan besar puncaknya adalah berasal dari pembawaan
keluarga itu sendiri. Isu pembawaan keluarga itu ialah:
1) Status ekonomi orang tua yang rendah dimana anak tumbuh besar dalam
keadaan terlantar.
2) Kehidupan orang tua yang penuh dengan maksiat.
3) Orang tua lebih mementingkan pekerjaan daripada menjaga kebajikan
keluarga.
4) Rumah tangga yang tidak kokoh atau bercerai berai.
5) Syiar Islam tidak kokoh dalam rumah tangga.
2. Faktor pribadi yang kotor
Pribadi yang kotor adalah merujuk kepada seseorang yang rusak akhlaknya atau
mempunyai sifat-sifat yang keji (mazmumah) seperti pemarah, tamak, dengki,
pendendam, sombong, tidak amanah, dsb. Keadaan ini berlaku karena individu itu
telah dikuasai oleh naluri agresif dan tidak rasional yang mewakili nafsu, hasil
daripada pendendam dan pengalaman yang diterima sejak kecil. Pribadi yang kotor
mungkin telah bermula sejak kecil dan kemudian diperkukuh pula apabila anak itu
melalui masa remaja. Dengan kata lain pribadi fitrah anak telah menjurus kepada
pribadi yang jiwanya kotor.
3. Faktor sekolah
Sekolah merupakan tempat memberi pengajaran dan pendidikan kedua kepada
anak setelah orang tua. Faktor sekolah yang mempengaruhi seorang anak ialah:
§ Disiplin yang longgar
§ Orang tua tidak mengetahui kemajuan dan pencapaian anak di sekolah.
§ Guru tidak mengetahui masalah yang dihadapi murid-murid.
4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan merujuk pda peranan masyarakat, multimedia, dan pusat-
pusat hiburan yang menyediakan berbagai produk yang boleh menggalakkan dan
meningkatkan rangsangan seksual.

13
Aktivitas faktor lingkungan yang akan merusak akhlak manusia contohnya,
persembahan konser rock, pusat-pusat video game, aborsi, pergaulan bebas lelaki
dan perempuan, penyiaran gambar porno, merebaknya pusat-pusat hiburan yang
berunsur seks, dan aktivitas simbol seks seperti pertandingan ratu cantik dan
pertnjukan fesyen wanita.
Rasulullah SAW mengajarkan kaidah-kaidah dalam program bina insan sebagai
pengajaran tentang pembentukan akhlak manusia, yaitu meliputi:
§ Kaedah pendidikan hati
§ Kaedah menghayati ibadat khusus
§ Kaedah Qiyamullail

KEMAHIRAN ORANGTUA
Al-Quran dan Hadis telah memberi garis panduan umum yang berhubungan
dengan kemahiran orang tua dalam mendidik anak-anak. Orang tua adalah pemimpin
dalam rumah tangga, mereka perlu mengetahui dan menguasai kemahiran tertentu.
Antara panduan kemahiran orang tua yang digariskan oleh Islam ialah:
Orang tua hendaklah berlaku adil, menjaga kebajikan dan selalu memaafkan
anggota keluarganya yang berbuat salah. (Surah An-Nahl:90).
Bersikap lemah lembut dan memberi pertolongan serta bimbingan. (Surah Ali
Imran : 159)
Orang tua tidak boleh kecewa dan menyesal dengan tingkah laku anaknya,
demikian pula anak tidak boleh merasa sengsara karena perbuatan orang tuanya.
(Surah Al-Baqarah : 233)
Rasulullah s.a.w. bersabda: ”Seseorang mukmin yang paling sempurna imannya
ialah mereka yang berakhlak mulia dan berlemah lembut dengan anggota
keluarganya.”
Berdasarkan pandangan Islam dan pendapat ahli psikologi konseling, kemahiran
orang tua yang perlu dikuasai oleh orang tua ialah:
§ Model orang tua yang sholeh
§ Mendisiplinkan anak dengan kasih sayang
§ Terima anak tanpa syarat
§ Mengisi waktu luang bersama anak
§ Peka terhadap pergerakan dan tingkah laku anak
14
§ Jangan menyalahgunakan kekuasaan
§ Kesabaran
HIDAYAH ALLAH
Hidayah Allah juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi akhlak
seseorang. Sebagai contoh, Nabi Nuh a.s. gagal membujuk istri dan anaknya untuk
memeluk Islam. Begitu juga Rasulullah s.a.w. gagal membujuk pamannya Abu Thalib
kembali ke pangkuan Islam. Allah berfirman:
”Sesungguhnya engkau (Wahai Muhammad) tidak berkuasa memberi hidayah
petunjuk kepada sesiapa yang Engkau kasihi (supaya ia menerima Islam) tetapi Allah
jualah yang berkuasa memberi hidayah petunjuk kepada sesiapa yang
dikehendakinya, dan dialah jua yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
hidayah petunjuk.” (Surah Al-Qasas : 56)
Manusia adalah sebaik-baik kejadian, berakal, selalu berfikir, menyelidiki dan
menentukan keputusan pemikiran baik, maka baiklah perbuatannya. Tetapi bila jalan
pemikirannya salah, maka akan salahlah perbuatannya. Orang yang baik dan benar
jalan pemikirannya maka orang itu dikatakan mendapat hidayah dari Allah. Maka
apabila pemikirannya menyimpang hingga melakukan kejahatan maka ia tidak
mendapat petunjuk Allah. Oleh karena itu, hendaklah orang tua selalu berdo’a kepada
Allah untuk mendapatkan petunjuk dari-Nya.

2. Harapan Orang Tua dan Agama tentang Anak


Suatu hal yang sangat wajar apabila orangtua memiliki suatu harapan terhadap
anak-anaknya, justru sangat aneh rasanya bila ada orangtua yang tidak memiliki harapan
apapun terhadap anak-anaknya. Saya tahu, sebagian diantara kita ataupun orangtua kita
mungkin memiliki banyak keinginan dan harapan yang tinggi kepada anak-anaknya. Dan
itu bukanlah sesuatu yang salah selama harapan-harapan itu tidak keluar dari koridor
tuntunan ajaran agama. Dan dari sekian banyak hal yang diharapkan oleh orangtua, jika
disederhanakan mungkin hanya akan menjadi 3 harapan utama, yakni :
1) Tumbuh Dewasa dan Menjadi Orang yang Soleh
Ya, terlepas dari seperti apa kita atau anak-anak kita di masa perkembangannya,
orangtua hanya berharap, bahwa kelak ketika anak-anak itu dewasa pada akhirnya
bisa menjadi orang yang soleh yang patuh dan taat terhadap ajaran agamanya.

15
Terlebih bagi kita yang beragama Islam, sedangkal apapun pemahaman kita dan
sekecil apapun pengamalan kita terhadap ajaran agama itu, kita pasti berharap agar
anak-anak kita kelak bisa lebih dari kita, lebih memahami dan lebih banyak
mengamalakan ajaran agama itu. Patut kita renungkan dan kita pertanyakan kepada
diri kita sendiri apabila kita tidak memiliki keinginan dan harapan seperti itu.
Sungguh, orangtua akan jauh lebih bangga saat anaknya menjadi pejabat, menjadi
pimpinan perusahaan, menjadi pengusaha dan orang sukses atau hebat lainnya, tetapi
sekaligus juga menjadi orang yang soleh.
Ini harus disampaikan dan dijadikan pedoman utama bagi anak-anak kita agar
mereka tidak kehilangan arah dalam mencapai tujuan hidupnya setelah dewasa kelak.
Tidak sedikit mereka yang masa kanak-kanaknya rajin beribadat, patuh dan taat
kepada orangtua, tetapi kemudian akibat pengaruh lingkungan ataupun semakin
lemahnya pengawasan orangtua, malah tumbuh berbelok menjadi orang yang
sebaliknya. Hal ini mungkin tidak akan terjadi manakala anak-anak sudah memiliki
pedoman yang pasti tentang harus seperti apa mereka setelah menjadi dewasa nanti.
Dan inipun menjadi sebuah pertanyaan bagi diri kita sendiri, sudahkah ita menjadi
orangtua yang soleh seperti yang diharapkan orangtua kita ? atau jangan-jangan malah
kita sendiri belum tahu, seperti apakah orang yang soleh itu ? dan akan lebih
mengerikan lagi apabila kita tidak atau belum memiliki sedikitpun keinginan untuk
menjadi orang yang soleh ! Naudzubillah, semoga tidak demikian.
Ingat firman Allah SWT dalam surat Al A’raaf ayat 179, yang artinya :

Indonesian
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al
A’raaf: 179)

16
2) Hidup Sehat & Bahagia
Harapan kedua dari orangtua adalah anak-anaknya selalu dalam kondisi sehat
dan hidup dalam kebahagiaan. Itulah mengapa banyak orangtua yang rewel dan
gelisah manakala si kecilnya sulit makan, sulit disuruh tidur siang, sulit minum susu,
dan sulit-sulit lainnya. Hal itu pulalah yang menyebabkan orangtua selalu
menginginkan anak-anaknya masuk rangking di sekolah, mengikuti berbagai kegiatan,
mengikuti berbagai les, belajar berbagai keterampilan, dan sebagainya yang
diharapkan akan menjadi bekal di masa depannya. Hanya saja pertanyaan selanjutnya
adalah, apakah hal itu harus dipaksanakan ?
Tidak sedikit orangtua yang memaksa anak untuk makan, tidur siang, minum
susu, vitamin dan sebagainya hanya karena ingin anaknya terlihat gemuk padahal
mereka sebenarnya sudah sehat. Tidak sedikit pula orangtua yang memaksa anaknya
untuk ikut les berbagai pelajaran, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti kursus
berbagai keterampilan, padahal sebenarnya belum urgent untuk anak-anak pada usia
itu sehingga menjadikan anak malah merasa tersiksa menjalaniya. Tentu hal ini harus
kita kaji ulang kembali dan meluruskan pemahaman yang benar mengenai anak yang
sehat dan hidup bahagia itu sendiri.
Untuk masalah kesehatan mungkin tidak sulit, karena banyak parameter-
parameter yang dikeluarkan para ahli kesehatan mengenai seperti apa anak-anak yang
sehat, yang kemudian bisa kita jadikan acuan perlu tidaknya kita memaksakan
sesuatau dengan alasan demi kesehatan anak. Namun untuk kebahagiaan itu sendiri,
setiap orang mungkin memiliki parameter yang berbeda, termasuk parameter bahagia
yang ditetapkan orangtua terhadap anak. Sekiranya masih ada alternatif lain,
sekiranya jalan yang akan ditempuh anak masih sedemikian panjang dimana segala
sesutu hal masih sangat memungkinkan terjadi dalam proses pencapaian hidup
bahagia itu, mengapa kita harus selalu memaksakan segala sesuatunya dengan alasan
untuk kebahagiaan mereka ?
Mungkin hal yang benar-benar harus kita sadari dan kita camkan kepada anak-
anak kita adalah bahwa kebahagiaan itu tidak hanya bisa diperoleh melalui uang atau
materi atau pangkat dan jabatan. Diluar semua itu masih ada hal lain yang bisa
membuat hidup lebih bahagia, yakni jiwa yang bersih, hati yang tentram, serta rasa
syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya.
Benarkah demikian ? mari kita tanya diri kita, apakah anda akan bahagia
dengan sepeda motor yang anda miliki manakala anda merasa iri melihat tetangga
17
yang memiliki sebuah mobil ? Apakah anda bahagia dengan benda-benda mewah
yang ada di rumah anda manakala setiap saat hati anda gelisah karena takut didatangi
perampok ? Apakah anda bahagia dengan uang ratusan juta rupiah yang anda miliki
tetapi seminggu sekali anda harus cuci darah ?
Intinya uang, materi, pangkat, jabatan, dan sejenisnya memang bisa membuat
hidup bahagia selama itu bisa memberikan jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan
selalu kita syukuri. ; akan tetapi di sisi lain, tanpa uang, materi, pangkat, jabatan dan
sejenisnya, selama itu bisa membuat jiwa bersih, hati tentram, dan selalu bersyukur,
itupun bisa membawa kebahagiaan yang hakiki. Tetapi tentu saja inipun jangan
disalah artikan. Saya hanya sekedar ingin menekankan bahwa orientasi orangtua
dalam membuat anak hidup bahagia seharusnya bukan lagi pada materi, pangkat
ataupun jabatan, melainkan pada bagaimana agar anak kelak memiliki jiwa yang
bersih, hati yang tentram, dan selalu mensyukuri segala nikmat yang diberikan-Nya.
Mari kita perhatikan firman Allah SWT dalam ayat-ayat berikut, yang artinya :

ْ َ ‫َّللا ت‬
‫ط َمئِ ُّن ْالقُلُوب‬ ِ َّ ‫َّللا ۗ أ َ ََل ِب ِذ ْك ِر‬ ْ َ ‫الَّذِينَ آ َمنُوا َوت‬
ِ َّ ‫ط َم ِئ ُّن قُلُوبُ ُهم ِب ِذ ْك ِر‬
“Dan jiwa dan apa yang oleh Allah dijadikan untuk menyempurnakannya. Maka Ia
mengilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar), maka sungguh
beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan sungguh merugilah yang
mengotori jiwanya”. (QS.As-Syams : 7-10)

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingatAllahlah hati menjadi tentram”.
(Q.S Ar-Ra’d (13):28).

“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar
gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan
kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S
Ali Imran (3):126, (QS. al-Anfal (8):10)

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan

18
kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka
perbuat”. (QS An Nahl (16):112).
3) Hidup Sejahtera & Mampu Menjadi Penolong bagi Orang Lain yang Masih
Memerlukan.
Tidak ada satupun orangtua yang ingin melihat anaknya hidup susah. Segala
daya dan upaya dilakukan oleh orangtua agar anaknya kelak bisa hidup sejahtera. Dan
orangtua akan merasa lebih bahagia, manakala kesejahteraan yang telah diraih anak-
anaknya itu bisa pula dirasakan oleh mereka yang masih membutuhkannya dengan
cara menolong menyisihkan sebagian dari harta yang dimilikinya. Semua orangtua
pasti tidak menghendaki anaknya menjadi orang yang kikir dan bahil, yang tidak
menyadari bahwa dari apa yang telah diperolehnya itu masih ada rejeki orang lain
didalamnya yang harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
Terlepas apakah seorang anak kelak akan menjadi seorang pejabat, seorang
pimpinan perusahaan, seorang pengusaha sukses, atau hanya menjadi orang biasa,
selama dia hidup sejahtera sanggup mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya dan
mampu menjadi penolong bagi kepentingan agama dan orang lain yang
membutuhkannya, tentu itu akan sangat membahagiakan bagi orang tua.
Masalah kesejahteraan hidup ini merupakan masalah yang benar-benar penting
yang tidak boleh diabaikan mengingat banyak berbagai permasalahan yang akan
timbul bila hal ini diabaikan. Sedemikian pentingnya, masalah ini tertuang pula
melalui firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 9 yang artinya :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. an-Nisa’ (4) : 9).

Adapun mengenai pentingnya memberikan sebagian harta kepada orang-orang yang


berhak menerimanya, tertuang melalui firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh
ayat 177, yang artinya :

َ‫ق قِبلَ ُو ُجوه ُك َْم تُولُّوا أن ْال ِب َّرَ لَّيْس‬ َِ ‫بَ ْالم ْش ِر‬ ََّ ‫ن ْال ِب ََّر و َٰل ِك‬
ِ ‫ن و ْالم ْغ ِر‬ َْ ‫اّلل آمنَ م‬ ََِّ ‫و ْالي ْو َِم ِب‬
‫ب و ْالمَل ِئك َِة ْاْل ِخ َِر‬ َِ ‫ى ذ ِوي ُح ِب َِه عل َٰىَ ْالمالَ وآتى والنَّ ِب ِيينَ و ْال ِكتا‬ ََٰ ‫ى ْالقُ ْرب‬ ََٰ ‫و ْاليتام‬
َ‫ل وابْنَ و ْالمسَا ِكين‬ َِ ‫س ِبي‬
َّ ‫سائِ ِلينَ ال‬
َّ ‫ب وفِي وال‬ َِ ‫الرقا‬
ِ َ‫صَلةَ وأقام‬ َّ ‫الزكاةَ وآتى ال‬ َّ َ‫و ْال ُموفُون‬

19
َ‫صا ِب ِرينَ َۖعاهدُوا ِإذا ِبع ْه ِد ِه ْم‬ َِ ‫اء ْالبأْس‬
َّ ‫اء فِي وال‬ َِ ‫َۗالبأ ْ ِسَ و ِحينَ والض ََّّر‬ َٰ ُ ‫الَّذِينَ أ‬
ْ َ‫ولئِك‬
‫ولئِكَ َۖصدقُوا‬ َٰ ُ ‫ْال ُمتَّقُونَ ُه َم وأ‬
ُ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Al-Baqoroh:177).

Demikianlah, terlepas dari apapun dan bagaimanapun yang telah orangtua kita
lakukan untuk kita, sebagai anak yang sudah dewasa apalagi telah berpredikat sebagai
orangtua, tentu kita sendirilah yang memastikan bahwa ketiga hal itu bisa kita raih
dengan segala daya upaya dan do’a kita. Sementara sebagai orangtua yang telah
memilik anak-anak, kitapun tentu akan berusaha membimbing, mengarahkan, dan
membantu anak-anak kita untuk mencapai ketiga hal tersebut. Dan suatu hal yang
wajar bila kemudian selama prosesnya terdapat pertentangan dan perbedaan. Tetapi
yang terpenting adalah memastikan bahwa perbedaan dan pertentangan itu tidak akan
membelokan dari tujuan akhir yang ingin dicapainya. Semoga bermanfaat. (Hilman,
2012)

3. Tanggung Jawab Anak terhadap Orang Tua


Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya
yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja.Tanggung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab anak terhadap orang tua
adalah sebuah kewajiban. Allah SWT mewasiatkan agar berterima kasih kepada kedua
orang tua disamping bersyukur kepadaNya. Allah SWT juga memerintahkan agar sang
anak memperlakukan kedua orang tua dengan cara yang baik walaupun mereka
memaksanya berbuat kufur terhadap Allah SWT. Sebagai mana dalam Al-Quran surat
Al-'An`am ayat : 151 yang berbunyi :

20
۞ ‫علَي ُكم َربُّ ُكم َح َّر َم َما أَت ُل تَ َعالَوا قُل‬ َ ۖ ‫سنًا َو ِبٱل َٰ َو ِلدَي ِن ۖ شَيـًٔا ِبِۦه تُش ِر ُكوا أ َ َّّل‬
َ َٰ ‫ۖ ِإح‬
‫ش تَق َربُوا َو َّل ۖ َو ِإيَّا ُهم نَر ُزقُ ُكم نَّح ُن ۖ ِإم َٰلَق ِمن أَو َٰلَدَ ُكم تَقتُلُ ٓوا َو َّل‬ َ ‫ظ َه َر َما ٱلفَ َٰ َو ِح‬ َ ‫َو َما ِمن َها‬
َٰ
َ‫طن‬ َ َ‫س تَقتُلُوا َو َّل ۖ ب‬ َ ‫ٱّللُ َح َّر َم ٱلَّ ِتى ٱلنَّف‬
َّ ‫ق ِإ َّّل‬ َّ ‫تَع ِقلُونَ لَ َعلَّ ُكم ِب ِهۦ َو‬
ِ ‫ص َٰى ُكم ذَ ِل ُكم ۚ ِبٱل َح‬
Artinya : "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".

Ayat di atas memerintahkan kita para muslim untuk selalu berbuat baik kepada
orang tua. Pengertian berbuat baik terhadap orang tua sangatlah luas. Beberapa contoh
perilaku berbuat baik terhadap orang tua diantaranya:

1) Berkata dan bertutur kata yang sopan, lemah lembut serta menyenangkan hati orang
tua kita. Jangan sampai berkata yang keras, kasar, dan menyakitkan hati orang tua,
karena kalau orang tua sampai sakit hati kemudian dia mengadu dan berdo’a kepada
Allah, maka do’anya akan langsung dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
2) Merendahkan diri apabila berhadapan dengan orang tua. Jangan menatap tajam,
apalagi sampai melotot. Apabila orang tua sedang duduk dibawah maka kita pun ikut
duduk dibawah jangan duduk di kursi apalagi sambil berdiri. Sikap tangan harus ke
bawah, bukan hanya kepada orang lain dan atasan, maka kepada orang tua pun harus
senantiasa bersikap sopan.

Pada dasarnya anak harus selalu dijaga dengan baik oleh orang tua. Karena dasarnya
anak adalah titipan Allah SWT. Akan tetapi anak juga mempunyai tanggung jawab
terhadap orang tuanya.Islam telah menjelaskan tanggung Jawab anak terhadap orang tua
dalam kitab suci Al-Qur’an. Dalam islam tanggung jawab anak terhadap orang tua
seperti berikut ini:

1. Sayang Kepada Orangtua / Wali


Setiap anak harus menyayangi kedua orangtua yang telah dengan segala daya upaya
berjuang membesarkan anak-anaknya agar kelak nanti menjadi orang yang berhasil di

21
dunia dan di akhirat. Bukan sekedar uang dan harta yang diharapkan para orangtua
dari anak-anaknya, namun yang paling utama adalah kesuksesan dan perhatian anak-
anaknya. (Yunita, 2013)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ َّ ‫سانًا َو ِبال َوا ِلدَي ِن ۖ شَيئًا ِب ِه تُش ِر ُكوا َو َّل‬


‫ّللا َواعبُدُوا‬ َ ‫ِإح‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa … ” [an-Nisâ`/4:36].

Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Luqmân/31
ayat 14:

‫صينَا‬
َّ ‫سانَ َو َو‬
َ ‫اْلن‬
ِ ‫ِب َوا ِلدَي ِه‬
“(Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya, …)”

Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik


terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal
yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman
mereka.” Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti
kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk
kewajiban: Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang
tua. Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.

2. Patuh Terhadap Perintah Orangtua / Wali


Orangtua akan sangat senang sekali jika anak-anaknya mau menuruti segala apa yang
diinginkan orangtua. Namun yang jelas anak-anak tidak wajib menuruti kemauan orangtuanya
yang melanggar ajaran agama dan melanggar hukum seperti perintah untuk meninggalkan
sholat lima waktu, melakukan korupsi, mencontek saat ujian, dan lain-lain.

Nabi telah menjadikan bakti kepada orang tua lebih diutamakan daripada berjihad di
jalan Allah. Disebutkan dalam shahîhaian dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd, ia berkata:

22
ُ‫سأَلت‬
َ ‫ي‬ َّ ‫صلَّى النَّ ِب‬ َّ ‫علَي ِه‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫ي َو‬ ُّ َ ‫ّللاِ ِإلَى أ َ َحبُّ ال َع َم ِل أ‬ َّ ‫علَى ال‬
َّ ‫ص ََلة ُ قَا َل‬ َ ‫َوقتِ َها‬
‫س ِبي ِل ِفي ال ِج َهاد ُ قَا َل أَي ث ُ َّم قَا َل ال َوا ِلدَي ِن ِب ُّر قَا َل أَي ث ُ َّم قَا َل‬ ِ َّ
َ ‫ّللا‬
“Aku bertanya kepada Nabi; “Amalan apakah yang paling utama?” Beliau
menjawab,”Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Beliau
menjawab,”Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi: ”Kemudian apa lagi?”
Beliau menjawab,”Berjihad di jalan Allah.”

Allah Subhanhu wa Ta’ala juga telah berwasiat supaya berbuat baik kepada kedua orang
tua di dunia walaupun keduanya kafir. Akan tetapi, apabila keduanya menyuruh untuk
berbuat kufur maka sang anak tidak boleh menaati perintah kufur ini. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

‫اك َو ِإن‬ َ ‫س َما ِبي تُش ِر َك أَن‬


َ َ‫علَ َٰى َجا َهد‬ َ ‫احب ُه َما ۖ ت ُ ِطع ُه َما فَ ََل ِعلم ِب ِه لَ َك لَي‬ ِ ‫ص‬َ ‫ِفي َو‬
‫س ِبي َل َوات َّ ِبع ۖ َمع ُروفًا الدُّن َيا‬ َ ‫ي أَن‬
َ ‫َاب َمن‬ َّ َ‫تَع َملُونَ ُكنتُم ِب َما فَأُن َِبئ ُ ُكم َمر ِجعُ ُكم ِإل‬
َّ َ‫ي ث ُ َّم ۚ ِإل‬
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,
kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan”.[Luqmân/31:15].

3. Rajin Ibadah dan Mendoakan Orangtua / Wali


Orangtua akan sangat senang sekali jika anak-anaknya menjadi anak yang sholeh.
Anak-anak yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kokoh serta selalu
mendoakan kebaikan orangtuanya di mana pun dirinya berada akan sangat disayang
oleh orangtuanya. Doa anak kepada orangtua adalah hal yang sangat penting yang
dapat mendatangkan rahmat Tuhan pada orangtua. Berbakti kepada kedua orang tua
tidak hanya dilakukan tatkala keduanya masih hidup. Namun tetap dilakukan
manakala keduanya telah meninggal dunia. Ada sebuah kisah, yaitu seseorang dari
Bani Salamah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bertanya:

‫يَا‬ ‫سو َل‬ َّ ‫ي هَل‬


ُ ‫ّللاِ َر‬ َ ‫ي بِ ِر ِمن بَ ِق‬ َّ ‫ص ََلة ُ نَ َعم قَا َل َمو ِت ِه َما َبعدَ بِ ِه أَبَ ُّر ُه َما شَيء أ َ َب َو‬
َّ ‫ال‬
‫علَي ِه َما‬
َ ‫ار‬ ُ َ‫عه ِد ِه َما َو ِإنفَاذ ُ لَ ُه َما َو ِاّلس ِتغف‬ َ ‫صلَةُ َبع ِد ِه َما ِمن‬ ِ ‫الر ِح ِم َو‬َّ ‫ص ُل َّل الَّ ِتي‬ َ ‫تُو‬
‫صدِي ِق ِه َما َو ِإك َرا ُم ِب ِه َما ِإ َّّل‬
َ

23
“Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku
setelah keduanya meninggal?” Beliau menjawab,”Ya, dengan mendoakannya,
memintakan ampun untuknya, melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung
silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui jalan mereka berdua, dan
memuliakan teman-temannya”. [HR Abu Dawud]. Do’a adalah bentuk bakti anak
kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti
orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya. Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang
diangkat derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku
mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah
dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi)

4. Kewajiban Anak Selalu Menjaga Nama Baik dan Amanat Orang tua
“Sesungguhnya sebesar-besar dosa ialah memaki ayah ibunya sendiri” Ada
yang bertanya kepada beliau, “Bagaimanakah seorang memaki ayah ibunya?”
Rasulullah SAW. menjawab, “(yaitu dengan) memaki ayah orang lain lalu di balas
(oleh orang lain itu) dimaki pula ayahnya atau ibunya dimaki dibalas pula dimaki
ibunya”.
Hadits di atas menjelaskan keharusan kita menjaga nama baik orang tua.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah: Panggillah orang tua
dengan “ayah” dan “ibu” atau yang semakna dengan itu. Jangan memangil orang tua
dengan namanya langsung, hal tersebut sangat terlarang. Jangan memaki nama atau
perilaku orang tua orang lain, karena dikhawatirkan mereka akan membalas memaki
nama dan perilaku orang tua kita. Bila hal itu terjadi berdosalah kita. Jagalah ucapan
dan perilaku kita agar tetap sopan dan santun, karena baik tidaknya perilaku kita akan
membawa nama orang tua dan keluarga kita.Termasuk pula dalam menjaga nama baik
orang tua adalah menjaga serta melaksanakan amanatnya, asalkan amanatnya itu
sejalan dengan ajaran Islam.
Termasuk dalam menjaga amanat orag tua adalah menjaga dan melaksanakan
semua nasihat serta petunjuk (yang sesuai dengan syariat Islam) juga menjaga serta
melaksanakan ajaran Islam dengan benar dan tekun. Rahasia keluarga yang tidak
pantas diketahui oleh orang lain harus dijaga dengan baik agar keluarga tidak malu

24
karena aibnya diketahui banyak orang. Dalam bersikap dan bertingkahlaku pun juga
sangat penting untuk selalu berhati-hati agar tidak mencoreng nama baik keluarga.
Beberapa contoh perilaku yang menciptakan aib keluarga yaitu seperti zina, selingkuh,
melakukan tindakan kriminal, mengkonsumsi minuman keras, narkoba, dan lain
sebagainya.

5. Kewajiban Anak Terhadap Orang Tua adalah Mengurus Mereka Sampai Meninggal
Anak bayi sampai dewasa atau menikah adalah kewajiban orang tua untuk
mengurusnya, namun setelah anak dewasa adalah kewajiban anak untuk mengurus
orang tuanya.
Pengertian mengurus di sini adalah memberi tempat tinggal serta memenuhi
semua kebutuhan orang tuanya; misalnya makan, minum, pakaian, memberi hiburan,
mengurus ketika sakit, dan sebagainya. Apabila anaknya tunggal maka anak
tunggalnya itulah yang berkewajiban mengurus orang tuanya. Namun apabila anaknya
lebih dari satu maka kewajiban mengurus orang tua ditanggung secara bersama.
Hal utama dalam mengurus orang tua adalah dengan diurus sendiri oleh anak-
anaknya secara langsung. Adalah hal yang tidak etis apabila setelah berusi lanjut
orang tua dititipkan ke panti jompo. Betapa hancur dan merananya hati orang tua
apabila mengalami hal seperti itu bagaimana apabila anda mengalami sendiri.
Rasulullah bersabda: “Celakalah seseorang, kemudian celakalah, kemudian
celakalah seseorang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya berada
pada usia lanjut, tapi tidak masuk syurga” (HR. Muslim).
Betapa Rasulullah sangat menekankan hal ini, beliau sampai berkata tiga kali.
Maksud dari hadits tersebut adalah jika anak tidak lagi mau menyantuni kedua
orangtuanya yang berada pada usia lanjut, maka berarti ia tidak suka masuk syurga.
Dengan kata lain anak yang ingin masuk syurga adalah anak yang berusaha tetap dan
terus berbakti kepada orang tuanya pada usia lanjut sampai wafat. Ketika orangtua
berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab
untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya Namuun saat mereka berumur tua
renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggung jawab itu. Para
pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa
dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya
dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa

25
diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah
rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya. Kedua orang tua secara fitrah akan
terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal, termasuk diri
sendiri. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam
keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang
siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu
menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan
orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa
menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua
pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi) Dengan demikian merugilah
para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia tidak bisa
meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah
Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam mengatakan tentang ihwal mereka :

ُ ‫ع ْن أ َ ِبى ُه َري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬


‫سو ُل ه‬
« -‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َ ‫س َه ْي ٍل َع ْن أ َ ِبي ِه‬
ُ ‫ع ْن‬
َ
‫َّللاِ قَا َل « َم ْن أَد َْر َك َوا ِلدَ ْي ِه‬ ‫سو َل ه‬ ُ ‫ قِي َل َم ْن يَا َر‬.» ُ‫َر ِغ َم أ َ ْنفُهُ ث ُ هم َر ِغ َم أ َ ْنفُهُ ث ُ هم َر ِغ َم أ َ ْنفُه‬
َ‫» ِع ْندَ ْال ِكبَ ِر أ َ َحدَ ُه َما أ َ ْو ِكلَ ْي ِه َما ث ُ هم لَ ْم يَ ْد ُخ ِل ا ْل َجنهة‬.

“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi
Wa Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa
ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah
seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka
tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR. Muslim).

6. Meneruskan Silaturahmi dengan Saudara dan Teman-teman serta Sahabat Orang Tua
Hubungan kekeluargaan dan silaturahmi dengan saudara, kerabat, teman-teman
serta sahabat orang tua haruslah tetap dijaga dan dijalin oleh anak-anaknya. Jangan
sampai hubungan silaturahmi itu terputus setelah orang tua meninggal.
Pada hadits lain yang senada dengan hadits di atas adalah dijelaskan bahwa ada
orang yang bertanya kepada Rasulullah, “Kedua orang tua saya sudah meninggal,
apakah ada jalan (cara/peluang) untuk berbakti kepada keduanya walaupun sudah
meninggal?” Rasulullah menjawab, “Ya, bacaan istigfar (mohon) ampun untuk
keduanya, dan melaksanakan wasiat keduanya, serta menghormati sahabat-

26
sahabatnya dan menghubungi (bersilaturahmi) kepada famili (kerabat/sanak
saudara) dari keduanya.”
Demikian beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh anak terhadap kedua
orang tuanya. Semoga dapat melaksanakannya dengan baik dan ikhlas, sehingga kita
menjadi anak yang shalih. Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim,
dari Abu Ayyûb al-Anshârî:

‫ قَا َل َر ُج ًَل أ َ َّن‬: ‫سو َل يا‬ َّ ‫ار ِمنَ َويُبَا ِعدُنِي ال َجنَّةَ يُد ِخلُنِي بِ َما أَخبِرنِي‬
ُ ‫ّللاِ َر‬ ِ َّ‫َفقَا َل الن‬
ُّ ‫ النَّ ِب‬: ‫ِي لَ َقد قَا َل أَو ُوفِقَ لَقَد‬
‫ي‬ َ ‫ت َكي‬
َ ‫ف ُهد‬ َ ‫عادَ ؟ قُل‬ َ َ ‫الر ُج ُل فَأ‬ ُّ ِ‫ النَّب‬: ُ‫ّللاَ تَعبُد‬
َّ ‫ي فَقَا َل‬ َّ
‫ص ََلة َ َوت ُ ِقي ُم شَيئًا ِب ِه تُش ِركُ َّل‬
َّ ‫الز َكاة َ َوتُؤ ِتي ال‬
َّ ‫ص ُل‬ ِ َ‫ي قَا َل أَد َب َر فَلَ َّما َر ِح ِم َك ذَا َوت‬ ُّ ‫ النَّ ِب‬:
َّ ‫ال َجنَّةَ دَ َخ َل ِب ِه أ َ َمرتُ ِب َما ت َ َم‬
‫س َك ِإن‬

“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :


“Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku
ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi
hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya.
Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada
Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat,
membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku
perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”.

Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur panjang
dan banyak rizki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ ‫ط أَن‬
‫س َّرهُ َمن‬ َ ‫سأ َ أَو ِرزقِ ِه فِي لَهُ يُب‬
َ ‫س‬ َ ‫صل أَثَ ِر ِه فِي لَهُ يُن‬
ِ َ‫َر ِح َمهُ فَلي‬

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka
hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”. [Muttafaqun ‘alaihi].

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi mengenai pandangan agama dalam pembinaan
keluarga dapat disimpulkan bahwa agama islam sudah menerangkan bagaimana cara
membina keluarga yang baik dan benar sehingga bisa menciptakan keluarga yang
sakina mawadah, dan warrahmah. Dalam kitab suci Al-Quran dan hadist Rasulullah
dijelaskan bagaimana tanggung jawab anak kepada orang tuanya. Namun masih ada
beberapa orang yang kadang tidak paham dengan hal itu. Setiap orang tua pasti
menginginkan hal yang terbaik untuk anak-anaknya, tidak ada orang tua yang ingin
menjerumuskan anaknya ke dalam keburukan.
Marilah para sahabat kita merawat orang tua kita sebaik-baiknya, dan
senantiasa mendahulukan kepentingan mereka. Merupakan suatu kesalahan bila
terlalu memanjakan anak dan pasangan tetapi mengacuhkan kepentingan orang tua
yang seharusnya dijunjung tinggi dalam suatu keluarga. Orang tua memang
membutuhkan materi (uang) tetapi masih ada yang lebih penting bagi mereka yaitu
kasih sayang. Menyapa, menanyakan kabar mereka, kesehatan mereka, apa yang
mereka inginkan merupakan suatu hal sepele namun berarti besar bagi mereka.

28
Daftar Pustaka
 Hilman. (2012, 12 19). Blog Hilman Muchsin. Retrieved 11 2016, from Kumpulan Artikel
Tentang Pemahaman Makna Kehidupan: http://hilmanmuchsin.blogspot.co.id/2012/12/v-
behaviorurldefaultvmlo.html

 Yunita, V. (2013, Januari 31). Hadist tentang menghormati orang tua. Retrieved 11 2016,
from Yunita's Blog.

 Sumber: https://almanhaj.or.id/2647-kewajiban-berbakti-kepada-orang-tua.html
 http://mutiaraislamiplus.sch.id/berita-123-kewajiban-anak-terhadap-orang-tua.html
 Sumber: https://almanhaj.or.id/2658-betapa-penting-menyambung-silaturahmi.html
 http://www.solusiislam.com/2013/05/anjuran-untuk-berbakti-kepada-orang-tua.html

29

Anda mungkin juga menyukai