Disusun Oleh :
1. Sela Dianti Ayu Putri (201604047)
2. Ranaldi Mulyo Sandi (201604046)
3. Vivin Nurandika Sari (201604045)
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
Tinjuan Teori
1.1. Definisi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik berupa urin atau bowel (feses).
Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini
sangat tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter,
bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin.
Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bledder urine di tampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian di keluarkan melalui uretra.
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh yang berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Sehingga urine dapat keluar dengan baik.
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,
yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
1.3. Patofisiologi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Gangguan pada eliminasi sangat beragam. Masing-masing gangguan
tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan trauma
yang menyebabkan cedera medulla spinalis, akan menyebabkan gangguan
dalam mengkontrol urine/inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada
tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.
Kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusaan saraf
simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi
koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spingter internal. Hipertrofi prostate, tumor atau
kekakuan leher vesika, striktur, bekuan darah, dan batu kencing menyebabkan
obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder
kemudian distensi abdomen. dapat merusak penghantaran impuls sensorik
dan motorik dan meyebabkan kemampuan otot detrusor dan spingter dalam
merespon keinginan tuntuk berkemih menjadi terganggu. Selain itu analgesik
narkotik dan anestesi dapat menyebabkan rusaknya impuls sensorik dan
motorik yang berjalan di antara kandung kemih, medula spinalis, dan otak.
Otot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak mampu merepons terhadap
Trauma Operasi Adanya BPH, karsinoma
keinginan
tulang berkemih. pada bekuan prostat, striktur
belakang abdomen darah/ batu uretra, trauma
bawah uretra
Luka pada Terdapat efek Obstruksi
medulla anestesi & Terjadi
saluran
spinalis (S2- analgesik narkotik penyempitan
kemih
S3)
kerusaan saraf Impuls sensorik
simpatis dan dan motorik
parasimpatis terganggu Pengeluaran
urine terhambat
Kemampuan otot
penimbunan
Pathway detrusor dan urine di dalam
spingter untuk vesika urinaria
merespon keinginan
berkemih
Kesulitan untuk Retensi
mengontrol urine
urinasi
Inkontinensia
urine
Gangguan Eliminasi
Urine
1.4. Macam macam Perubahan Eliminasi Urin
1. Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine
terus berkumpul di kandung kemih, merenggangkan dindingnya sehingga
timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis,
gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda tanda retensi urine
akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat
distensi kandung kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih
dapat menahan 2000 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat
obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan
motorik kandung kemih, efek samping obat dan ansietas.
2. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke
dalam saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui uretra
akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme. Kebersihan
perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah
praktik cuci tangan yang tidak adekuat , kebiasaan mengelap perineum
yang salah yaitu dari arah belakang ke depan setelah berkemih atau
defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau
rasa terbakar selama berkemih (disuria).
3. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak
lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia
adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia
stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia yang
berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat urine
yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi
dan sering mengalami inkontinensia terutama berisiko terkena luka
dekubitus.
4. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau pada orang tua.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Seorang anak laki-laki berinisial An. A berumur 3 tahun dibawa ke Rumah Sakit
Respati pada tanggal 2 Oktober 2012. Ibu An. A mengatakan anaknya selalu
menangis jika akan kencing karena nyeri akibat air kencing yang sulit keluar. Ibu
An.A juga mengatakan bahwa An.A deman sejak 2 hari yang lalu.Saat dilakukan
pemeriksaan, prepusium tidak bisa ditarik ke belakang. An. A tampak gelisah, dan
sulit tidur pada malam hari karena nyeri yang dirasakannya. Terlihat adanya
edema pada area kemaluan An. A. Di sekitar kemaluan klien juga tampak
kemerahan. Wajah An. A tampak pucat dan An.A terlihat lemas.
Dari Pemereriksaan Fisik: BB : 15 kg,TB :120cm,
TTV:TD: 80/50 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24x/menit, S: 38,5 OC. An. X diberikan
terapi obat Salep Deksametasone 0,1%.
2.1. PENGKAJIAN
Nama Perawat : Ns. Fera
Tanggal Pengkajian : 2 Oktober 2012
Jam Pengkajian : 09.00 WIB
1) Biodata
Pasien
Nama : An. A
Usia/jenis kelamin : 3 Tahun/Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Belum Sekolah
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Sudirman 58, Bantul, Yogyakarta
Diagnosa Medis : Phimosis
Jam/Tanggal Masuk RS :09.00 / 2 Oktober 2012
No. RM : 081916
Penanggung Jawab
Nama : Ny. X
Usia : 28 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Sudirman 58, Bantul, Yogyakarta
Hubungan dengan Klien : Ibu
2) Keluhan Utama
An. A mengatakan sakit pada penisnya terutama pada prepusiumnya dan terasa
nyeri saat mau kencing.
Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
An. A datang ke RS. Soeradji diantar oleh keluarganya pada tanggal 2 Oktober
2012 dengan keluhan nyeri saat akan kencing akibat air kencing yang sulit
keluat. Ny. X mengatakan bahwa An.A sudah merasakan sakitnya sejak 3 hari
yang lalu. An.A sudah dilakukan pemeriksaan fisik dan An. X diberikan terapi
obat Salep Deksametasone 0,1%.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny.X mengatakan bahwa An.A tidak mempunyai riwayat penyakit ataupun
diopname di RS sebelumnya. An.A belum pernah mengalami kecelakaan
ataupun dioperasi. An.A hanya memilki alergi terhadap makanan laut
khususnya udang. An.A pernah diimunisasi campak, polio, BCG, DPT.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny.X mengatakan dalam keluarganya, ayah An.A menderita penyakit Diabetes
Militus sejak 3 tahun yang lalu. Sedangkan kakek klien memiliki riwayat
penyakit jantung dan hipertensi. Ny.X juga mengatakan bahwa dalam
keluarganya tidak ada yang pernah menderita asma maupun TBC.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapat hasil TTV :
TD : 80/50 mmHg
RR : 24x/menit
S : 38,50 C
N : 90x/menit
b. Kepala
Keadaan kepala An. A tidak ditemukan kelainan yaitu tidak terdapat
hematoma, lesi maupun kotor, keadaan mata tidak anemis, sklera anikterik.
Keadaan hidung, tidak ada septum dan epistaksis, telinga simetris, bersih dan
pendengaran klien baik. Tidak terdapat gangguan pada mulut yang ditandai
dengan: tidak terdapat caries dentis, tidak menggunakan gigi palsu dan pada
bibir tidak terjadi sianosis atau stomatitis, mukosa bibir kering karena
kurangnya intake cairan.
c. Leher
Tidak ada gangguan pada leher yang ditandai dengan; tidak terdapat
pembesaran tiroid, tidak ada pelebaran JVP dan lesi. Tidak ada gangguan pada
Tenggorokan yang ditandai dengan tidak terdapat pembesaran tonsil dan
hiperemis.
d. Dada
I: Pada inspeksi, pada dada tidak lesi, oedema ataupun kemerahan.
P: Pada saat palpasi dada dan paru tidak ada pembesaran jantung dan rongga
dada.
P: Pada saat perkusi, tidak ada udara, cairan atau masa padat.
A: Pada pemeriksaan auskultasi bunyi dada kanan dan kiri vasikuler.
e. Abdomen
I: Pada saat inspeksi, kulit abdomen tidak sikatrik, tidak terdapat benjolan
ataupun lesi.
A: Pada saat auskultasi, peristaltic usus 16x/menit
P: Pada palpasi tidak ada hepatomogali dan nyeri tekan.
P: Pada perkusi timpani tidak ada hypertimpani atau pekak
f. Genetalia
Klien mengalami phimosis, prepusium tidak bisa ditarik. Tidak terdapat
hypospadia, epispadia, hernia, hydrocell dan tumor.
g. Rektum
Keadaan rektum normal tidak ada hemoroid, prolaps maupun tumor.
h. Ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah
Lengan kanan tidak terpasang infuse.
2.2. DIAGNOSA
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Biologis
2. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan Obstruksi Anatomik
3. Hipertermi berhubungan dengan Penyakit
4. Gangguan Pola Tidur behubungan dengan Kurang Privasi
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Tubuh Primer yang Tidak
Adekuat (destruksi jaringan)
2.3. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan & Intervensi
Keperawa Kriteria Hasil
tan
1. Nyeri Akut Setelah dilakuakn tindakan Tindakan yang dapat
b.d Agen keperawatan kepada klien dilakukan agar tujuan
Cedera selama 3x24 jam nyeri dapat tercapai antara lain :
Biologis terkontrol dengan kriteria hasil
1. Kaji tanda-tanda vital klien
2. Kaji nyeri secara
sebagai berikut :
komprehensif.
1. Tingkat nyeri berkurang
3. Beri posisi nyaman.
dibuktikan dengan indicator 4. Ajarkan klien cara-cara
sangat nyeri menjadi ringan mengatasi nyeri dengan
(Skala 5 menjadi skala 1) teknik relaksasi
2. Wajah Klien tidak tegang 5. Anjurkan minum 8-10 gelas
3. Klien tidak gelisah
per hari.
4. Menggunakan tindakan
6. Kolaborasi pemberian obat
mengurangi nyeri dengan
analgetik.
analgesik dan nonanalgesik (ketorolac dengan dosis
secara tepat. 0,5 mg/Kg BB)
5. Menunjukkan teknik relaksasi
secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
6. TTV dalam batas normal (TD=
80-120 mmHG, N=90-
100x/mnt, S= 36,5-37,50C)
3.1. KESIMPULAN
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urine (air kemih).
Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence
(keluarnya urine secara tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih
melebihi tekanan uretra selama fase pengisian) yang dihubungkan dengan
keinginan kuat untuk buang air kecil dan berhubungan dengan overaktif otot
detrusor.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul
akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk
kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni.Penyebab
Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih
bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan/keinginan ke toilet
3.2. SARAN
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman
dan pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA