Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Perubahan


Eliminasi Urine

Disusun Oleh :
1. Sela Dianti Ayu Putri (201604047)
2. Ranaldi Mulyo Sandi (201604046)
3. Vivin Nurandika Sari (201604045)

Program Studi D3 Keperawatan


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2017-2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugrah darinya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan
eliminasi urine meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawtan pada pasien
gangguan eliminasi urine. Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat
ini masih terdapat kekurangandan jauh dari kata sempurna. Kami berharap adanya
kritik, saran ataupun usulan demi memperbaiki makalah yang telah kami buat,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah di susun ini berguna bagi diri sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
untuk memperbaiki makalah ini jika ada waktu.

Mojokerto, 10 Agustus 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
Tinjuan Teori

1.1. Definisi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik berupa urin atau bowel (feses).
Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini
sangat tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter,
bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin.
Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bledder urine di tampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian di keluarkan melalui uretra.
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh yang berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Sehingga urine dapat keluar dengan baik.
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,
yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

1.2. Penyebab/Faktor Predisposisi


a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seorang anak tidak dapat mengontrol pola berkemihnya secara
volunter sampai ia berusia 18-24 bulan. Proses penuaan juga
mengganggu proses eliminasi urin. Masalah mobilitas, kelemahan dan
lansia juga mungkin akan mengalami kehilangan kemampuan untuk
merasakan bahwa kandung kemihnya penuh. Perubahan fungsi ginjal
dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan.
Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan
kemampuan ginjal untuk memekatkan urin, sehingga lansia sering
mengalami nokturia (urinasi berlebihan pada malam hari).
b. Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan
untuk berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga
dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas.
Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot
perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak
berelaksasi secara total , buang air dapat menjadi tidak tuntas dan
terdapat sisa urin di dalam kandung kemih.
c. Faktor sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan
sosial mempengaruhi waktu berkemih seperti istirahat sekolah.
d. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa
individu memerlukan distraksi seperti membaca untuk rileks.
e. Intake cairan dan makanan
Alkohol mengahambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk
meningkatkan pembuangan urine, kopi, teh, coklat, cola (mengandung
kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
f. Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak
kontraksi kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol
mikturisi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai,
yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot
selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot
akibat trauma.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine.
h. Kondisi Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya diabetes mellitus dan sklerosis multiple
menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung
kemih. Penyakit juga dapat memperlambat aktivitas fisik mengganggu
kemampuan berkemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif,
dan parkinson merupakan contoh-contoh kondisi yang membuat
individu sulit mencapai dan menggunakan fasilitas kamar mandi.
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kerusakan ireversible pada
glomerulus atau tubulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang
permanen.
i. Obat obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (mis. atropin), antihistamin (mis.
sudafed), antihipertensi (mis. aldomet), dan obat penyekat beta
adrenergic (mis. Inderal).
j. Prosedur Bedah
Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan
analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerolus, mengurangi haluaran urin. Anastesi spinalis terutama
menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local
pada jaringan sekitar. Pembentukandiversi urinarius melalui
pembedahan di daerah kandung kemih atau uretra yang
bersifatsementara (kanker kandung kemih), memiliki stoma untuk
mengeluarkan urin.

1.3. Patofisiologi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Gangguan pada eliminasi sangat beragam. Masing-masing gangguan
tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan trauma
yang menyebabkan cedera medulla spinalis, akan menyebabkan gangguan
dalam mengkontrol urine/inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada
tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.
Kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusaan saraf
simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi
koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spingter internal. Hipertrofi prostate, tumor atau
kekakuan leher vesika, striktur, bekuan darah, dan batu kencing menyebabkan
obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder
kemudian distensi abdomen. dapat merusak penghantaran impuls sensorik
dan motorik dan meyebabkan kemampuan otot detrusor dan spingter dalam
merespon keinginan tuntuk berkemih menjadi terganggu. Selain itu analgesik
narkotik dan anestesi dapat menyebabkan rusaknya impuls sensorik dan
motorik yang berjalan di antara kandung kemih, medula spinalis, dan otak.
Otot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak mampu merepons terhadap
Trauma Operasi Adanya BPH, karsinoma
keinginan
tulang berkemih. pada bekuan prostat, striktur
belakang abdomen darah/ batu uretra, trauma
bawah uretra
Luka pada Terdapat efek Obstruksi
medulla anestesi & Terjadi
saluran
spinalis (S2- analgesik narkotik penyempitan
kemih
S3)
kerusaan saraf Impuls sensorik
simpatis dan dan motorik
parasimpatis terganggu Pengeluaran
urine terhambat

Kemampuan otot
penimbunan
Pathway detrusor dan urine di dalam
spingter untuk vesika urinaria
merespon keinginan
berkemih
Kesulitan untuk Retensi
mengontrol urine
urinasi
Inkontinensia
urine

Gangguan Eliminasi

Urine
1.4. Macam macam Perubahan Eliminasi Urin
1. Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine
terus berkumpul di kandung kemih, merenggangkan dindingnya sehingga
timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis,
gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda tanda retensi urine
akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat
distensi kandung kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih
dapat menahan 2000 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat
obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan
motorik kandung kemih, efek samping obat dan ansietas.
2. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke
dalam saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui uretra
akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme. Kebersihan
perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah
praktik cuci tangan yang tidak adekuat , kebiasaan mengelap perineum
yang salah yaitu dari arah belakang ke depan setelah berkemih atau
defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau
rasa terbakar selama berkemih (disuria).
3. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak
lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia
adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia
stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia yang
berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat urine
yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi
dan sering mengalami inkontinensia terutama berisiko terkena luka
dekubitus.
4. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau pada orang tua.

1.2. Manifesta Klinis


1. Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih
2. Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih
3. Frekuensi : berkemih dengan sering
4. Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak
5. Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang masuk
6. Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari
7. Hematuria : terdapat darah dalam urine
8. Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun ada
kontrol terhadap pengeluaran urine
9. Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih
10. Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume 100
ml atau lebih)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Seorang anak laki-laki berinisial An. A berumur 3 tahun dibawa ke Rumah Sakit
Respati pada tanggal 2 Oktober 2012. Ibu An. A mengatakan anaknya selalu
menangis jika akan kencing karena nyeri akibat air kencing yang sulit keluar. Ibu
An.A juga mengatakan bahwa An.A deman sejak 2 hari yang lalu.Saat dilakukan
pemeriksaan, prepusium tidak bisa ditarik ke belakang. An. A tampak gelisah, dan
sulit tidur pada malam hari karena nyeri yang dirasakannya. Terlihat adanya
edema pada area kemaluan An. A. Di sekitar kemaluan klien juga tampak
kemerahan. Wajah An. A tampak pucat dan An.A terlihat lemas.
Dari Pemereriksaan Fisik: BB : 15 kg,TB :120cm,
TTV:TD: 80/50 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24x/menit, S: 38,5 OC. An. X diberikan
terapi obat Salep Deksametasone 0,1%.
2.1. PENGKAJIAN
Nama Perawat : Ns. Fera
Tanggal Pengkajian : 2 Oktober 2012
Jam Pengkajian : 09.00 WIB

1) Biodata
Pasien
Nama : An. A
Usia/jenis kelamin : 3 Tahun/Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Belum Sekolah
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Sudirman 58, Bantul, Yogyakarta
Diagnosa Medis : Phimosis
Jam/Tanggal Masuk RS :09.00 / 2 Oktober 2012
No. RM : 081916

Penanggung Jawab
Nama : Ny. X
Usia : 28 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Sudirman 58, Bantul, Yogyakarta
Hubungan dengan Klien : Ibu

2) Keluhan Utama
An. A mengatakan sakit pada penisnya terutama pada prepusiumnya dan terasa
nyeri saat mau kencing.

Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
An. A datang ke RS. Soeradji diantar oleh keluarganya pada tanggal 2 Oktober
2012 dengan keluhan nyeri saat akan kencing akibat air kencing yang sulit
keluat. Ny. X mengatakan bahwa An.A sudah merasakan sakitnya sejak 3 hari
yang lalu. An.A sudah dilakukan pemeriksaan fisik dan An. X diberikan terapi
obat Salep Deksametasone 0,1%.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny.X mengatakan bahwa An.A tidak mempunyai riwayat penyakit ataupun
diopname di RS sebelumnya. An.A belum pernah mengalami kecelakaan
ataupun dioperasi. An.A hanya memilki alergi terhadap makanan laut
khususnya udang. An.A pernah diimunisasi campak, polio, BCG, DPT.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny.X mengatakan dalam keluarganya, ayah An.A menderita penyakit Diabetes
Militus sejak 3 tahun yang lalu. Sedangkan kakek klien memiliki riwayat
penyakit jantung dan hipertensi. Ny.X juga mengatakan bahwa dalam
keluarganya tidak ada yang pernah menderita asma maupun TBC.

3) Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien


1. Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit, kegiatan sehari-hari klien adalah bermain selayaknya nak
berumur 3 tahun. Perawatan diri /personal hygiene An. A dibantu ibuny. Saat
sakitpun kebutuhan ADL klien tergantung dengan ibunya. Saat diarawat di
rumah sakit, An.A terlihat tidak bersemangat, An.A hanya duduk di ranjang.
2. Tidur dan Istirahat
Ny. X mengatakan bahwa sebelum sakit, An.A biasanya tidur selama 11 jam
di malam hari dan tidur siang selama 2 jam. Setelah dirawat di rumah sakit
An.A kesulitan untuk tidur karena nyeri yang dirasakannya. An. A hanya tidur
6 jam pada malam hari dan 1 jam di siang hari. Ibu An.A juga mengatakan
bahwa An.A sering terbangun di malam hari.
3. Kenyamanan dan Nyeri
Ibu An.A mengatakan anaknya tidak menangis setelah ia diberikan obat dan
menangis saat nyerinya bertambah ketika ia melakukan gerak. Setelah dikaji,
An.A mengatakan nyeri pada bagian penisnya.
4. Nutrisi
Sebelum sakit kebutuhan nutrisi An.A dibantu oleh ibunya. An.A biasanya
makan 3 x sehari. Berat badan An.A 15 kg. Namun, sejak An.A sakit berat
badannya turun hingga 14 kg. Bapak An.A mengatakan bahwa An.A suka
jika diberikan makanan ringan dan minuman bersoda. Sejak kecil An.A alergi
terhadap udang. Sebelum sakit nafsu makan An.A sangat baik. Akan tetapi
setelah sakit An.A susah makan, hanya menghabiskan porsi dari makanan
yang di sediakan RS. An.A sering mual. An.A belum bisa memenuhi
kebutuhan makannya sendiri.
5. Cairan, elektrolit dan asam basa
Ny.X mengatakan bahwa An.A biasanya minum air putih 1 liter sehari dan
250 cc susu. An.A juga sering minum minuman dingin. Setelah sakit An.A
hanya minum 500 cc sehari. Turgor kulit klien elastis.
6. Oksigenasi
Ny.X mengatakan bahwa An.A tidak mempunyai riwayat penyakit sesak
nafas atau sejenisnya. An.A tidak batuk ataupun mengeluarkan sputum.
7. Eliminasi urine
Ny.X mengatakan frekuensi berkemih An.A adalah 250 cc per hari. Warna
urine An.A keruh. Adanya hematuria, selain itu diawal berkemih ada cairan
eksudat yang purulen dan terasa gatal. An.A merasakan nyeri saat berkemih.
An. A berkemih 2x dalam sehari. Kebutuhan pemenuhan eliminasi urine An.A
dibantu oleh ibunya. An. A tidak terpasang kateter untuk menguangi
terjadinya risiko infeksi pada penis.
8. Eliminasi fekal/bowel
Ny.X mengatakan bahwa An.A biasanya BAB sehari sekali yaitu pada pagi
hari. Warna BAB An.A coklat kekuningan dan baunya khas. Kebutuhan
pemenuhan eliminasi An.A dibantu oleh ibunya. Setelah sakit ibu An.A
mengatakan bahwa An.A jarang BAB, kadang-kadang hanya 2 hari sekali.
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan pada sistem sensori, persepsi maupun kognitif.

4) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapat hasil TTV :
TD : 80/50 mmHg
RR : 24x/menit
S : 38,50 C
N : 90x/menit

P : An. A mengatakan bahwa nyeri pada bagian sekitar penis.


Paliative : An.A mengatakan nyerinya berkurang setelah ia diberikan obat
analgetik (ketorolax).
Provokative : An.A mengatakan nyerinya bertamabh sat ia melakukan gerak
Q : An. A tidak kooperatif
R : An. A mengatakan nyeri pada bagian penisnya.
S : Skala nyeri : 5 (setelah dikaji dengan Skala Nyeri Baker Wong)
T : An. A mengatakan nyerinya hilang timbul.
Wajahnya An. A tampak menahan nyeri (meringis) dan sering menangis.

b. Kepala
Keadaan kepala An. A tidak ditemukan kelainan yaitu tidak terdapat
hematoma, lesi maupun kotor, keadaan mata tidak anemis, sklera anikterik.
Keadaan hidung, tidak ada septum dan epistaksis, telinga simetris, bersih dan
pendengaran klien baik. Tidak terdapat gangguan pada mulut yang ditandai
dengan: tidak terdapat caries dentis, tidak menggunakan gigi palsu dan pada
bibir tidak terjadi sianosis atau stomatitis, mukosa bibir kering karena
kurangnya intake cairan.
c. Leher
Tidak ada gangguan pada leher yang ditandai dengan; tidak terdapat
pembesaran tiroid, tidak ada pelebaran JVP dan lesi. Tidak ada gangguan pada
Tenggorokan yang ditandai dengan tidak terdapat pembesaran tonsil dan
hiperemis.
d. Dada
I: Pada inspeksi, pada dada tidak lesi, oedema ataupun kemerahan.
P: Pada saat palpasi dada dan paru tidak ada pembesaran jantung dan rongga
dada.
P: Pada saat perkusi, tidak ada udara, cairan atau masa padat.
A: Pada pemeriksaan auskultasi bunyi dada kanan dan kiri vasikuler.
e. Abdomen
I: Pada saat inspeksi, kulit abdomen tidak sikatrik, tidak terdapat benjolan
ataupun lesi.
A: Pada saat auskultasi, peristaltic usus 16x/menit
P: Pada palpasi tidak ada hepatomogali dan nyeri tekan.
P: Pada perkusi timpani tidak ada hypertimpani atau pekak
f. Genetalia
Klien mengalami phimosis, prepusium tidak bisa ditarik. Tidak terdapat
hypospadia, epispadia, hernia, hydrocell dan tumor.
g. Rektum
Keadaan rektum normal tidak ada hemoroid, prolaps maupun tumor.
h. Ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah
Lengan kanan tidak terpasang infuse.

2.2. DIAGNOSA
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Biologis
2. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan Obstruksi Anatomik
3. Hipertermi berhubungan dengan Penyakit
4. Gangguan Pola Tidur behubungan dengan Kurang Privasi
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Tubuh Primer yang Tidak
Adekuat (destruksi jaringan)

2.3. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan & Intervensi
Keperawa Kriteria Hasil
tan
1. Nyeri Akut Setelah dilakuakn tindakan Tindakan yang dapat
b.d Agen keperawatan kepada klien dilakukan agar tujuan
Cedera selama 3x24 jam nyeri dapat tercapai antara lain :
Biologis terkontrol dengan kriteria hasil
1. Kaji tanda-tanda vital klien
2. Kaji nyeri secara
sebagai berikut :
komprehensif.
1. Tingkat nyeri berkurang
3. Beri posisi nyaman.
dibuktikan dengan indicator 4. Ajarkan klien cara-cara
sangat nyeri menjadi ringan mengatasi nyeri dengan
(Skala 5 menjadi skala 1) teknik relaksasi
2. Wajah Klien tidak tegang 5. Anjurkan minum 8-10 gelas
3. Klien tidak gelisah
per hari.
4. Menggunakan tindakan
6. Kolaborasi pemberian obat
mengurangi nyeri dengan
analgetik.
analgesik dan nonanalgesik (ketorolac dengan dosis
secara tepat. 0,5 mg/Kg BB)
5. Menunjukkan teknik relaksasi
secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
6. TTV dalam batas normal (TD=
80-120 mmHG, N=90-
100x/mnt, S= 36,5-37,50C)

2. Gangguan Setelah dilakuakn tindakan Tindakan yang dapat


Eliminasi keperawatan kepada klien dilakukan agar tujuan
Urine b.d
selama 3x24 jam, urine dapat tercapai antara lain :
Obstruksi
Anatomik keluar dengan normal dengan 1. Pantau TTV klien
2. Kaji tanda dan gejala retensi
kriteria hasil sebagai berikut :
urine.
1. Klien tidak mengeluh/menangis
3. Monitor intake dan output
saat mau BAK.
urine klien.
2. Klien dapat BAK dengan lancar.
4. Catat warna, konsistensi dan
3. Tidak ada tanda klien menahan
jumlah urine klien.
nyeri.
5. Catat waktu pengeluaran
urine terakhir.
6. Ajarkan keluarga pasien cara
toileting dan perawatan
perinial yang benar.
7. Kolaborasi pemberian
antibiotic dan tindakan
sirkumsisi.
3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang dapat
a b.d
keprawatan selama 3 x 24 jam dilakukan agar tujuan
Penyakit
kepada klien, suhu tubuh klien tercapai antara lain :
dalam batas normal atau klien
1. Pantau TTV klien 2 jam
menunjukan termoregulasi sekali.
2. Lakukan kompres hangat
dengan kriteria hasil sebagai
basah.
berikut :
3. Anjurkan klien untuk minum
1. Suhu tubuh dalam batas normal
air 8-10 gelas per hari.
(36,50C-37,50C). 4. Anjurkan klien untuk
2. An.A tidak demam
meningkatkan istirahat.
3. Vital sign nadi : 80x /menit,
5. Kolaborasi pemberian
suhu : 36,50C-37,50C 0 C, RR :
antipiretik paracetamol.
20-30 x/menit.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urine (air kemih).
Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence
(keluarnya urine secara tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih
melebihi tekanan uretra selama fase pengisian) yang dihubungkan dengan
keinginan kuat untuk buang air kecil dan berhubungan dengan overaktif otot
detrusor.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul
akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk
kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni.Penyebab
Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih
bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan/keinginan ke toilet

3.2. SARAN
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman
dan pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai