Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ELIMINASI URINE

Oleh

Dionysia Advikasandhi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ELIMINASI URINE

1. Pengertian

Pola eliminasi sangat penting untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan sistem
dalam tubuh. Eliminasi diartikan sebagai proses pembuangan sisa metabolism tubuh baik
berupa urine atau bowel (feses). Sistem saluran kemih menyaring dan mengeluarkan
urine dari tubuh, untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa
(Ruhyanudin, 2018).

Gangguan eliminasi urin didefinisikan sebagai disfungsi eliminasi urin. (SDKI, 2016)
Eliminasi urine merupakan proses pembuangan sisa metabolisme berupa urine.
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan, eliminasi ini
tergantung pada fungsi dari ginjal, ureter, bladder, dan uretra (Potter & Perry, 2007)

2. Penyebab/Faktor Predisposisi

Penyebab gangguan eliminasi urin menurut SDKI (2016) :

a. Penurunan kapasitas kandung kemih


b. Iritasi kandung kemih
c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
d. Efek tindakan medis dan diagnostik (mis. operasi ginjal , operasi saluran kemih,
anestesi, dan obat-obatan)
e. Kelemahan otot pelvis
f. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. imobilitas)
g. Hambatan lingkungan
h. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
i. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. anomali saluran kemih kongenital)
j. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
3. Klasifikasi

Klasifikasi gangguan eliminasi urin menurut SDKI (2016) :

a. Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih .
b. Dysuria
Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih .
c. Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500 ml /  hari ,
tanpa adanya intake cairan .
d. Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal untuk
mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih .
e. Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi kinis gangguan eliminasi urien menurut SDKI (2017) terdapat gejala dan
tanda mayor dan minor diantaranya :
a. Gejala Tanda Mayor
Data Subyektif :

a. Desekan berkemih (Urgensi)


b. Urin menetas (dribbling)
c. Sering buang air kecil
d. Nokturia
e. Mengompol
f. Enuresis
Data Obyektif :

a. Distensi kandung kemih


b. Berkemih tidak tuntas (Hesitancy)
c. Volume residu urin meingkat
b. Gejala dan Tanda Minor

1. Infeksi ginjal dan saluran kemih


2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera/tumor/infeksi medula spinalis
6. Neuropati diabetikum
7. Neuropati alkoholik
8. Stroke
9. Parkinson
10. Skeloris multipel
11. Obat alpha adrenergik

5. Patofisiologi

Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.
Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan
adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang,
efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera
medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf
termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan
dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok
spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia)
di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian
segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan
fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang
merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik
disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner
& Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi
syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan
gangguan defekasi.

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan


penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang
otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih
sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran
parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya
urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum
merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini
terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau
trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal,
khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver
Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan
drainase kandung kemih yang adekuat
6. Pathways

Normalnya urine tersusun dari bahan organik dan organik terlarut

Terjadinya presipitasi kristal

Membentuk inti baru

Terbentuk agregasi dan menarik bahan- bahan lain menjadi kristal

Menempel di saluran kemih retensi kristal

Batu saluran kemih Obstruksi saluran kemih

Mengendapkan bahan lain sehingga batu


menjadi lebih besar

Kristal semakin besar, menyebabkan obstruksi

Gangguan
eliminasi urine

Stagnansi urine Rasa ingin BAK, tp Dilatasi pd bagian Retensi


tidak lampias hidroureter urin
Mikroorganisme otot bkontraksi
Retensi
Gg. Rasa melawan obstruksi urinarius
nyaman
Resiko batu bergesekan dg mukosa epitel tjd trauma
infeksi
Nyeri Akut
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk gangguan eliminasi urin menurut SDKI (2016):

a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium urin yang mencakup :

1) Warna (jernih kekuningan)

2) Kejernihan (jernih)

3) Bau (beraroma)

4) pH (4,6-8,0)

5) Berat jenis (1,010-1,030)

6) Glukosa (kondisi normal tidak ada)

7) Keton (kondisi normal tidak ada). (Potter & Perry, 2005)

8) Kultur urine (N: kuman patogen negatif). (Tarwoto & Martonah, 2010).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan eliminasi urine menurut A. Aziz Alimul Hidayat, 2004 antara lain :

Kebutuhan eliminasi urine :

a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan

Cara pengambilan urine antara lain: pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan
pengumpulan selama 24 jam.

1) Pengambilan urine biasa

2) Pengambilan urine steril


3) Pengambilan urine selama 24 jam

b. Menggunakan Urinal Untuk Berkemih

c. Melakukan Kateterisasi

d. Memasang Kondom Kateter

e. Pembedahan

9. Pengkajian Keperawatan

a. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,

pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

2) Riwayat kesehatan dahulu

3) Riwayat kesehatan sekarang

Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi kesehatan :
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pola akan menjadi fokus pengkajian, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
kaji pasien mengenai:
1) Apakah pasien pernah menjalani tindakan bedah yang dapat mengganggu pola
berkemihnya?
2) Apakah pasien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi sistem
urogenetalnya?
2. Pola nutrisi

Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola nutrisi kaji pasien mengenai:

1) Pola makan

a. Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?


b. Apakah klien bergantung pada obat-obatan yang dapat mempengaruhi pola
berkemihnya?

2) Pola minum

a. Berapakah frekuensi minum pasien selama sakit?

b. Apakah minuman yang biasa dikonsumsi pasien?

c. Adakah pantangan minuman selama pasien sakit? Jika ada, apa pengaruhnya bagi
kesehatan pasien?

3. Pola eliminasi

a) Pola berkemih

b) Gejala dan perubahan berkemih

c) Factor yang mempengaruhi berkemih

b. Pemeriksaan fisik

a) Abdomen

Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena distensi bledder, pembesaran ginjal, nyeri
tekan, tenderness, bising usus

b) Genitalia wanita

Inflamasi, nodul, lessi, adanya secret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina

c. Intake dan output cairan

1) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam)

2) Kebiasaan minum di rumah

3) Intake : cairan, infuse oral, makanan NGT

4) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan

5) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi


6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan
4. Aktivitas dan Latihan
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola aktivitas dan latihan kaji pasien mengenai:

1) Aktivitas sehari-hari

a. Apakah kegiatan yang paling sering lakukan dalam kesehariannya? Jika pasien
sudah bekerja, jenis pekerjaan apakah itu? Apakah pasien bekerja didalam atau
diluar ruangan?

2) Olah raga

a. Apakah pasien biasa melakukan kegiatan olah raga? Jika iya, jenis olah raga apa
yang dilakukan pasien?
5. Tidur dan Istirahat
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji pasien mengenai:
1) Pola tidur
Bagaimanakah pola tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan dengan
pukul berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa pasien tidur saat malam
hari? Apakah pasien terbangun di malam hari karena keinginan berkemih?
2) Frekuensi tidur
Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan berapa lama pasien tidur malam?
3) Intensitas tidur
Apakah pasien mengalami pola tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement)?
Ataukah pasien mengalami pola tidur REM (Rapid Eye Movement)?
1. Sensori, Presepsi dan Kognitif
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, pola ini akan mengkaji pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami nyeri saat berkemih? Jika iya, apakah nyeri yang
dirasakan pasien mempengaruhi pola berkemih?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
P (provoking atau pemacu) : factor yang memperparah atau meringankan nyeri
Q (quality atau kualitas) : kualitas nyeri (misalnya, tumpul, tajam, merobek)
R (region atau daerah) : daerah penjalaran nyeri
S (severity atau keganasan) : intensitasnya
T (time atau waktu) : serangan, lamanya, frekuensi, dan sebab
2. Konsep diri
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, dalam pola ini kaji pasien mengenai:
1) Body image/gambaran diri
1) Role/peran

2) Identity/identitas diri

3) Self esteem/harga diri

4) Self ideals/ideal diri (tidak menjadi focus pengkajian)


1. Seksual dan Repruduksi
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian
2. Pola Peran Hubungan
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pola peran hubungan pasien mengenai:
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain?
1. Manajemen Koping Setress
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami stress yang berkepanjangan atau singkat?
1) Tetapkan stress apa yang dialami pasien serta bagaimana pasien menerimanya?
2) Koping apa yang pasien gunakan dalam menghadapi stress?
3) Bagaimana respon pasien terhadap stress? Positif atau negatif?
1. Sistem Nilai Dan Keyakinan
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pola ini menggambarkan bagaimana keyakinan serta
spiritual klien terhadap penyakitnya
10. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan dengan gangguan eliminasi urin menurut SDKI (2016) :

a. Gangguan Eliminasi Urine b.d obstruksi anatomis

b. Risiko Infeksi

c. Nyeri akut

11. Rencana Tindakan Keperawatan berdasar 3S

N Diagnosa Tujuan Intervensi (NIC)


o
Gangguan Eliminasi NOC: Bladder Training
Urine 1. Kaji kemampuan klien untuk
 Kontinensia
menahan Bak.
/pengendalian urine
2. Lakukan rangsangan untuk
adekuat
Bak dengan kompres hangat
 Eliminasi urine dingin
terkontrol 3. Ajarkan pada klien untuk
Setelah dilakukan meningkatkan interval jadwal
tindakan keperawatan bak (1 jam menjadi 2 jan dan
selanjutnya bertahap).
gangguan eliminasi 4. Ajarkan tehnik kegel exercise.
urine teratasi, dengan 5. Kolaborasi dengan tim medis :
pemberial terapi,
kriteria hasil : pemasangan DC, pemeriksaan
 Klien mampu ke toilet penunjang
secara mandiri .
 Tidak adanya infeksi di Manajemen eleminasi urine
saluran kencing. 6. Monitor eliminasi urine:
 Berkemih lebih dari meliputi: frekwensi
150cc setiap kali Bak. 7. konsistensi, bau, volume dan
 Eliminasi urine tidak warna urine.
terganggu : bau, jumlah 8. Ambil spesimen urine pancar
, warna urine dalam tcngah, untul urinalisis.
rentang yang 9. Ajarkan pada klien/keluarga:
diharapkan, tidak ada tentang tanda dan gejala
hematuri, disuria; infeksi saluran kemih, dat
nokturia libatkan keluarga untuk
mencatat haluaral urine.
10. Anjurkan klien untuk minum
sebanyak 200 cc setelah
makan., dan batasi menjelang
tidur bila ada riwayat
ngompol.
11. Kolaborasi ke tim medis jika
ada gejala dan tanda infeksi.
12. …………………………

Risiko Infeksi NOC : NIC :


Infection Control (Kontrol
infeksi)
 Status immune adekuat          Bersihkan lingkungan setelah
 Pengetahuan dipakai pasien lain
Pengendalian infeksi          Pertahankan teknik isolasi
efektif          Batasi pengunjung bila perlu
 Pengendalian resiko          Instruksikan pada pengunjung
adekuat untuk mencuci tangan saat
 Penyembuhan luka berkunjung dan setelah
optimal berkunjung meninggalkan pasien
Setelah dilakukan          Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
tindakan keperawatan          Cuci tangan setiap sebelum
gangguan eliminasi dan sesudah tindakan kperawtan
         Gunakan baju, sarung tangan
teratasi, dengan kriteria sebagai alat pelindung
hasil :          Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat
 Klien terbebas dari          Ganti letak IV perifer dan line
tanda dan gejala infeksi central dan dressing sesuai
 Klien mampu dengan petunjuk umum
mendiskripsikan proses          Gunakan kateter intermiten
penularan penyakit, untuk menurunkan infeksi kandung
faktor yang kencing
mempengaruhi          Tingktkan intake nutrisi
penularan serta          Berikan terapi antibiotik bila
penatalaksanaaunya perlu
 Klien mempunyai
kemampuan untuk Infection Protection (proteksi
mencegah timbulnya terhadap infeksi)
infeksi          Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Jumlah leukosit dalam
         Monitor hitung granulosit,
batas normal (5.000
WBC
-10.000)
         Monitor kerentanan terhadap
 ……………. infeksi
 ………………          Batasi pengunjung
         Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
         Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
         Pertahankan teknik isolasi k/p
         Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
         Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
         Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
         Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
         Dorong masukan cairan
         Dorong istirahat
         Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
         Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
         Ajarkan cara menghindari
infeksi
         Laporkan kecurigaan infeksi
         Laporkan kultur positif
13.
1. Nyeri akut NIC 1. Pemberian Analgesik
berhubungan 1. Cek adanya riwayat alergi obat
dengan agen cidera 2. Kolaborasi dengan dokter untuk
fisik pemberian analgetik
3. Kelola nyeri dengan pemberian
opiate yang terjadwal
4. Sesuaikan frekuensi dosis
dengan indikasi dengan
pengkajian nyeri dan efek
sampingnya
5. Evaluasi keefektifan analgesic
dengan interval yang teratur
pada setiap setelah pemberian
pertama kali, juga observasi
adanya tanda dan gejala efek
samping (misalnya depresi
pernapasan, mual, muntah,
mulut kering dan konstipasi.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika

North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing


Diagnoses Definition & Classification 2015-2017. Philadelphia.

Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. (2013). USA. Mosby


Elsevier.
Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima. (2013). USA. Elsevier
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta:

Mediaction Jogja
Potter, P.A. & Perry, A.G. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik ( Fundamentals of Nursing: Concept, Process & Practice) Edisi
keempat. Jakarta: EGC.
Ruhyanudin, Faqih. 2018. Modul 18 Pelayanan Kebutuhan Eliminasi. Jakarta:
Kemendikbud

 Armadi, 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
 Perry dan Potter, 2008. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC
 Nursing Outcom Clasification (NOC) 5th Edition.
 Nursing Intervention Clasification (NIC) 5th Edition.
 Mubarak, Iqbal. 2007. Buku ajar : Kebutuhan dasar manusia. EGC. Jakarta.
 Judith M. Wilkinson. 2006. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai