RETENSI URINE
1. Retensi akut
1
Ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh, dan distensi
kandung kemih ringan. Penyebab tersering dari retensi akut pada :
a. anak adalah obat-obatan,
b. usia muda adalah pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria
c. usia lanjut disebabkan karena BPH, tumor dan pasca operasi
2. Retensi kronis
Ditandai dengan gejala-gejal iritasi kandung kemih (frekuensi, disuri,
urgensi) atau tanpa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume residu
urin yang bertahap, distensi yang nyata, inkontinensia urin (seringkali
berhubungan dengan ISK sekunder). Penyebab tersering pada :
a. Anak adalah kelainan kongenital
b. Usia muda disebabkan trauma dan pasca operasi
c. Usia lanjut disebabkan karena BPH, striktur, karsinoma prostat
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang dapat
disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit demi sedikit
mengobstruksi dari saluran kemih, dan ditandai dengan adanya perembesan
urin karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang
terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit memulai
berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan
sempurna. Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat
menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.
2
faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya jika
terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga membuat
retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat pembesaran
prostat jinak.
Pada retensi urin, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urin dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya
yang menyebabkan kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,intravesikal berupa
hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urin sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urin menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya dapat meningkatkan tensi otot perut,
perianal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik (Purnomo,
2011).
1. Neurologi
Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu pengisian
dan penyimpanan urine serta pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung
kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem
saraf otonom dan somatik. Secara neurologi retensi urine dapat terjadi
karena adanya lesi pada saraf perifer, otak, atau sumsum tulang belakang.
Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor dan inkoordinasi otot
detrusor dengan sfingter pada uretra.
3
Pada pasien yang mendapatkan anastesi spinal dapat menyebabkan
retensi urin. Hal ini karena anastesi spinal memblokade sakral yang
menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga volume urin di vesika
urinaria jadi lebih banyak. Sedangkan pada pasien yang mendapatkan
anastesi umum dapat menyebabkan paralisis muskulus yang bekerja di
banyak area tubuh. Pada beberapa pasien juga terjadi paralisis otot kandung
kemih, sehingga menyebabkan pasien tidak dapat berkemih.
Ketidakmampuan BAK ini dapat terjadi dalam 24 jam, tetapi selama waktu
itu kandung kemih akan terus terisi dan penuh, sehingga dibutuhkan
kateter. (Heisler, 2011).
2. Obstruksi dan Infeksi
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat
aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini
berlangsung lama, akan terjadi penimbunan cairan urine sehingga dapat
terjadi retensi urine. Penimbunan cairan juga dapat menimbulkan
hidronefron yang pada akhirnya juga bisa menimbulkan kerusakan ginjal.
Selain itu batu pada saluran kemih juga bisa menyebabkan respon nyeri
yang diakibatkan oleh pembesaran dari saluran kemih tersebut.
Pembesaran saluran kemih akan memicu pelepasan mediator kimia yang
dapat menyebabkan respon nyeri.
3. Obat
Medikasi yang menggunakan bahan anti kolinergik, seperti trisiklik
antidepresan, dapat membuat retensi urine dengan cara menurunkan
kontraksi otot detrusor pada buli-buli. Obat-obat simpatomimetik, seperti
dekongestan oral, juga dapat menyebabkan retensi urine dengan
meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada prostat dan leher buli-buli.
Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam
pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin.
Banyak obat lain yang dapat menyebabkan retensi urine.
4
4. Manifestasi Retensi Urin
Tanda klinis retensi urin secara umum (Hidayat & Uliyah, 2018):
a. Ketidaknyamanan daerah pubis
b. Distensi vesika urinaria
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih
d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin (25-50 ml)
e. Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupannya
f. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
g. Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Pada anamnesa, pasien akan mengeluh sulit buang air kecil. Pada inspeksi,
palpasi dan perkusi, akan didapatkan buli-buli yang mengembang. Pada perkusi
akan terdengar pekak, yang menentukan adanya buli-buli yang penuh pada
penderita yang gemuk (Purnomo, 2011).
5
5. Pathway Retensi Urin
RETENSI URIN
7
membedakan antara massa padat (hiperekoik) dengan massa kistus
(hipoekoik). Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan transrektal (TRUS)
dipakai untuk mencari nodul pada keganasan prostat dan menentukan
volume / besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan keganasan prostat,
TRUS dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan biopsy kelenjar
prostat.
8
Gambar 3. Memasukkan alat trokar (Basuki, 2013)
2. Sistostomi terbuka
Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontra indikasi pada
tindakan sistostomi trokar atau tidak terdapat alat trokor.dianjurkan
untuk melakukan sistostomi terbuka jika terdapt sikatriks/ bekas
operasi pada daerah suprasimfisis ,sehabis mengalami trauma didaerah
panggul yang mencederai buli-buli dan adanya bekuan darah pada
buli-buli yang tidak mungkin dilakukan tindakan per uretram.
9
Merupakan tindakan darurat sementara bila katerisasi tidak berhasil dan
fasilitas atau sarana untuk sistostomi baik trokar maupun terbuka tidak
tersedia. Pada tindakan pungsi buli digunakan jarum pungsi dan penderita
segera dirujuk ke pusat pelayanan dimana dapat dilakukan sistostomi.
D. Uretrolitotomy
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk
mengambil batu ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah).
Operasi ini dengan menggunakan sayatan di kulit. Letak irisan sangat
bergantung letak batu. Untuk batu di ureter atas, irisan berada di pinggang
berbentuk garis lurus yang oblik. Untuk batu di ureter bawah maka irisan
di perut bawah garis lurus yang sejajar tubuh. Tindakan ini jika retensi
urine disebabkan oleh batu yang terdapat pada ureter.
2. Berdasarkan penyebab retensi urine
A. Pengobatan retensi urin karena karsinoma prostat
Saat ini penentuan pengobatan untuk karsinoma prostat didasarkan atas
derajat dan fase daripada tumor, harapan hidup pasien dan kemampuan
tiap terapi untuk menjamin kelangsungan hidup dengan bebas penyakit.
Beberapa pilihan terapi untuk karsinoma prostat ialah :
1) Tanpa terapi / watchfull waiting
Walaupun kemajuan kanker lokal dapat terjadi, dengan menunggu dan
berjaga-jaga pada fase awal kanker prostat, tingkat kematian setelah 10
tahun sangat rendah antara 4 – 15 %. Akan tetapi pada penelitian lebih
10
lanjut antara 15 – 20 tahun, peningkatan signifikan pada resiko lokal
atau perkembangan sistemik dan kematian dari kanker prostat dapat
terjadi. Peningkatan resiko tersebut sangat berhubungan dengan derajat
kanker.
2) Prostatektomi radikal.
Pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0 adalah cocok untuk
dilakukan prostatektomi radikal, yaitu berupa pengangkatan kelenjar
prostat bersama dengan vesika seminalis. Hanya saja operasi ini dapat
menimbulkan penyulit, antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan
inkontinensia. Tetapi dengan teknik nerve sparring yang baik
terjadinya kerusakan pembuluh darah dan saraf yang memelihara penis
dapat dihindari sehingga timbulnya penyulit berupa disfungsi ereksi
dapat diperkecil.
8. Komplikasi
a) Infeksi Saluran Kemih
Urin yang tertampung di buli-buli harus segera dikeluarkan karena urin
yang tertampung akan berisiko menjadi media untuk bakteri berkembang dan
akan menyebabkan Infeksi saluran kemih. Karena adanya sisa urin setiap kali
miksi, maka lama kelamaan akan terbentuk batu endapan di dalam kansung
kemih, yang kemudian akan menyebabkan bertambahnya keluhan iritasi dan
menimbulkan keluhan hematuria pada pasien. Selain itu batu akan
menyebabkan timbulnya penyakit sistitis dan bila terjadi refluks dapat
menyebabkan terjadinya pielonefritis (Purnomo 2011).
b) Hidronefrosis
Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga
tekanan di dalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.
Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen
akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi
hidroureter dan bila sampai ke ginjal akan menyebabkan hidronefrosis dan
11
bila terjadi infeksi sehingga mempercepat terjadinya kerusakan ginjal dan
menyebabkan gagal ginjal.
c) Kerusakan bladder
Jika kandung kemih menjadi membentang terlalu jauh atau untuk
waktu yang lama, otot-otot mungkin rusak secara permanen dan kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi.
12
Keluahan utama pasien dengan kasus ini biasanya dapat berupa keluhan
nyeri suprapubis berat dan ketidakmampuan untuk miksi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Bagaimana pola berkemih pasien, meliputi frekuensi,
waktu, dan banyaknya urin. Apakah klien merasa nyeri.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya.
a. Riwayat penyakit yang pernah diderita klien, kondisi neurologis
( mis., cedera medula spinalis pada S2, S3 dan S4), infeksi saluran
kemih, BPH, kanker prostat, batu saluran kemih, riwayat striktur
uretra, dan trauma urologi.
b. Obat-obatan: beberapa obat menyebabkan retensi urine yang
mencakup preparat antikolinergik-anti spasmodik seperti, atropin;
preparat anti depresan-anti psikotik seperti, fenotiazin; preparat
antihistamin, seperti pseudoefedrin hidroklrorida (Sudafed); preparat
B-adrenergic, seperti propranolol; dan preparat antihipertensi
seperti, hidralazin.
c. Riwayat operasi dan tindakan: Retensi dapat terjadi pada pasien
pascaoperatif, khususnya pasien yang menjalani operasi di daerah
perineum atau anal sehingga timbul spasme refluk sfinger. Anestesi
umum akan mengurangi inervasi otot kandung kemih, dan dengan
demikian dorongan untuk membuang air kecil tertekan. Riwayat
penggunaan alkohol.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan berhubungan dengan masalah pada ginjal atau urologi
B. Pemeriksaan Fisik
13
1. Keadaan umum
Keadaan compos mentis namun tampak lemas
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah biasanya meningkat karena klien merasakan nyeri, suhu
meningkat jika ditemukan adanya infeksi, nadi biasanya meningkat
karena klien merasakan nyeri dan RR biasanya meningkat karena klien
merasakan nyeri
3. Sistem tubuh
a. B1 (Breathing)
Perawat melakukan pengkajian adanya gangguan pada pola nafas
klien, biasanya klien esak akibat rasa nyeri yang dialami dan
peningkatan respiratory rate.
b. B2 (Blood)
Apakah terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung
dan gelisah. Pada retensi urin muncul adanya keringat dingin
(Diaforesis) akibat nyeri pada distensi kandung kemih.
c. B3 (Brain)
Klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh. Namun
tetap diperhatikan adanya tanda-tanda pasca trauma atau cedera
pada SSP.
d. B4 (Bladder)
Disuria, ingin berkemih tetapi tidak ada urine yang keluar, dan
urine keluar sedikit-sedikit karena ada overflow, urine yang keluar
menetes, produksi urin sedikit/anuria apabila ureter terjadi obstruksi
bilateral.
Inspeksi
14
1) Daerah perineal: Kemerahan, lecet namun tidak ditemukan
adanya pembengkakan.
2) Tidak ditemukannya adanya benjolan atau tumor spinal cord.
3) Ditemukan adanya tanda obesitas dan sempitnya ruang gerak
pada klien
4) Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam
kandung kemih serta disertai keluarnya darah.
5) Apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik
lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi
Palpasi
A. Ditemukan adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan.
B. Tidak teraba benjolan tumor daerah spinal cord
Perkusi
Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih.
Auskultasi : ditemukan peristaltik (+) , bruit (+)jika terjadi obstruksi
steanosis arteri renalis.
e. B5 (Bowel)
Pemeriksaan auskultasi bising usus klien adakah peningkatan atau
penurunan, serta palpasi abdomen klien adanya nyeri tekan
abdomen atau tidak ataupun ketidaknormalan ginjal. Pada perkusi
abdomen ditemukan ketidaknormalan atau tidak.
f. B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. Retensi urine
dapat terjadi pada pasien yang harus tirah baring total. Perawat
mengkaji kondisi kulit klien.
2. Diagnosa Keperawatan
15
Berdasarkan sesuai kasus di atas, kami mengambil beberapa diagnosa
keperawatan, diantaranya :
1. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi traktus urinarius
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan pada area
perineal
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya
3. Intervensi Keperawatan
16
gejala retensi keseimbangan pada pasien
urin. intake dan output d. Untuk
d. Periksa turgor mengidentifikasi
Kriteria klien teknik steril agar
hasil: 2. Kateterisasi urin tidak terjadi infeksi
- Klien a. Pertahankan e. Untuk
dapat teknik aseptic mengidentifikasi
mempertah ketika terhadap suatu
ankan pola pemasangan infeksi pada pasien.
berkemih. kateter
- Pengosong b. Perhatikan hand
an hygiene
kandung sebelum, selama,
kemih dan setelah
dapat pemasangan
maksimal. kateter
- Dapat c. Posisikan klien
merespon dengan tepat
keinginan d. Bersihkan area
untuk sekitar
berkemih. pemasangan
- Volume kateter
setiap e. kateter ukuran
berkemih paling kecil
>150cc
17
1.
2. Nyeri akut NOC : NIC : a. Untuk
berhubunga Tujuan : 1. Relaxation therapy mengidentifikasi
n dengan Setelah a. Berikan terapi kenyamanan pada
distensi dilakukan musik, meditasi, pasien agar nyerinya
kandung tindakan rhythmic teralihkan.
kemih keperawatan, breathing. b. Untuk
18
klien b. Ciptakan mengindentifikasi
menunjukkan lingkungan yang kenyamanan pada
nyeri akut tenang lingkungan diruangan
berkurang. 2. Urinary retention c. Untuk
care mengidentifikasi bau
Kriteria a. Stimulasi reflex dan volume pada
hasil: kandung kemih urine
- Nyeri dengan d. Untuk melihat
dapat memberikan air tanda-tanda
terkontrol dingin ke penyebab dari infeksi
- Episode abdomen
terjadinya b. Sediakan waktu
nyeri dapat cukup untuk
berkurang pengosongan
- Klien tidak bladder (10
menunjukk menit)
an tanda- c. Memantau
tanda nyeri eliminasi urin
(agitasi, termasuk
iritabilitas, frekuensi,
menangis, konsistensi, bau,
dan volume, dan
ekspresi warna yang
nyeri) sesuai
d. Pantau adanya
tanda dan gejala
retensi urin
e. Ajarkan tanda-
tanda dan gejala
infeksi saluran
19
kemih pasien
Kriteria hasil
:
- Klien
menunjukk
an
integritas
kulit pada
daerah
perineal
yang baik
- Tidak ada
keluhan
gatal
- Area
perineal
kering /
tidak basah
4. Kurang NOC : NIC : a. Mengidentifikasi
20
pengetahua Tujuan : 1. Menilai tingkat pada tingkat
n Setelah pengetahuan pasien pengetahuan pada
berhubunga dilakukan yang berhubungan pasien terhadap
n dengan tindakan dengan proses penyakitnya,
kurangnya keperawatan, penyakitnya b. Untuk
informasi klien 2. Memberi penjelasan mengidentifikasi agar
tentang memahami patofisiologi dari pasien memahami
penyakitnya proses penyakit dan terhadap penyakitnya
penyakit bagaimana hal itu c. Untuk
berkaitan dengan mengidentifikasi
Kriteria hasil anatomi dan tanda dan penyabab
: fisiologi yang dari gejala penyakit.
- Klien sesuai
mengetahu 3. Ulasan pengetahuan
i tentang kondisi
karakteristi pasien
k dan efek 4. Menjelaskan tanda-
fisiologis tanda umum dan
dari gejala penyakit
penyakitny yang sesuai
a 5. Meninjau dengan
- Klien pasien apa yang
mengetahu telah dilakukan
i penyebab untuk mengelola
dan faktor gejala
risiko dari
penyakitny
a
- Mengetahu
i strategi
21
untuk
meminimal
kan
perkemban
gan
penyakit
- Mengetahu
i potensi
komplikasi
penyakit
- Mengetahu
i tanda dan
gejala
komplikasi
penyakit
- Memahami
sumber
yang
memiliki
reputasi
penyakit
informasi
spesifik
4. Implementasi
22
dalam rencana keperawatan klien. Agar imlementasi perencanaan tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien
kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan lainnya. Kemudian dengan menggunakan
data dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatn dalam tahap proses
perawatanberikutnya
5. Evaluasi
tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi ialah sekumpulan informasi yang
sistematik berkenaan dengan program kerja dan efektivitas dari serangkaian program
yang digunakan terkait program kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai.
evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcomes. Evaluasi terhadap masalah
nyeri dilakukan terhadap dengan nilai kemampuan dalam merespon ransangan nyeri,
diantaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri adanya respon
fisiologi yang baik dan mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan lainnya
DAFTAR PUSTAKA
23