Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE

A. DEFINISI
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,penghilangan,
penyingkiran, penyisihan.

Dalam bidang kesehatan, eleminasi adalah proses pebuangan sisa metabolisme


tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).

Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa - sisa metabolisme.eliminasi


urine normalnya adalah pengeluaran cairan. (Tarwoto Martonah,2006).

Gangguan eleminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu mengalami


atau berisiko mengalami disfungsi eleminasi urine (Lynda JuallCarpenitro-Moyet, Buku
Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13, 2010).
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan.
Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses
pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan
sekresi .

Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi karena


permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen.

Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,


sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat.
Proses sekresi ini sisa reabsorpsi
diteruskan keluar.

Masalah – masalah eliminasi urine :

1. Inkontinensia Urine
Merupakan ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara ataumenetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis inkontinensia :pertama, stress inkontinensia
yaitu stress yang terjadi pada saat tekananintra-abdomen meningkat seperti pada
saat tertawa. Kedua, urgeinkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien
terdesak inginberkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian
bawah bladder.

2. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuanbladder untuk
mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladderadalah urine yang terdapat
dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnyaadalah 250-400 ml. (Tarwoto Martonah,
2006).

B. ETIOLOGI
1. Trauma sumsum tulang belakang
2. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
3. Sfingter yang kuat
4. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
5. Operasi pada daerah abdomen bawah

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Inkontinensia Urine
Batasan Karakteristik :
a. Tidak dapat mengontrol berkemih.
b. Terlihat tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih
c. Menyatakan ketidakmampuan mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih
d. Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet
e. Merasakan perlunya untuk berkemih.
2. Retensi Urine
Batasan Karakteristik :
a. Tidak ada haluaran urine
b. Distensi kandung kemih
c. Disuria
d. Sering berkemih
e. Residu urine
f. Berkemih sedikit. (Nanda Internasional. 2011).

D. PATOFISIOLOGI
Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan
usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan menyebabkan gangguan
dalam mengkontrol urin/inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.Lesi traumatik pada medulla spinalis
tidak selalu terjadi bersama-sama denganadanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan
yang nyata pada tulang belakang,efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di
medulla spinallis. Cederamedulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraftermasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkandengan cedera


medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syokspinal merupakan
depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia)di bawah tingkat cedera.
Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagiansegmen medulla yang ada di
bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet danfleksid, dan refleks-refleksnya tidak
ada. Hal ini mempengaruhi refleks yangmerangsang fungsi berkemih dan
defekasi. Distensi usus dan ileus paralitikdisebabkan oleh depresi refleks yang dapat
diatasi dengan dekompresi usus (Brunner& Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan
Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasisyok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom
berupa kulit kering karena tidakberkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan
fungsi kandung kemih dangangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian danpenyimpanan
urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan danbergantian secara
normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanandan pengeluaran urin
dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fasepengisian, pengaruh sistem
saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadibertekanan rendah dengan
meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urindikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusoryang dikaitkan dengan peningkatan
tekanan otot dari leher kandung kemih danproksimal uretra

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultanotot detrusor
dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem sarafparasimpatis yang
mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agenkolinergik. Selama fase
pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris

Pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batangotak.
Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemihsakral
spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada
aliranparasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.

Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi padaotot uretra
trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untukmerelaksasikan
otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnyaurine dengan resistensi
saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partummerupakan bagian yang
terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena initerjadi akibat dari trauma
kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakanpembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atautrauma saraf pelvik, hematoma pelvik,
nyeri insisi episiotomi atau abdominal,khususnya pada pasien yang mengosongkan
kandung kemihnya dengan manuverValsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dandrainase kandung kemih yang adekuat
E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan inkontinensia urine yaitu:
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b. Terapi non farmakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modalitas lain

2. Penatalaksanaan medis retensi urine yaitu


a. Menggunakan urinal untuk berkemih, dalam memenuhi kebutuhaneliminasi
perkemihan
b. Kateterasi Perkemihan, untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi
kandung kemih.
c. Memasang kondom kateter bagi pasien pria, untuk mempertahankanhygene parineal
pasien inkontinensia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine

2. Pemeriksaan urine (urinalisis):


Warna (N : jernih kekuningan)
 Penampilan (N: jernih)
Bau (N: beraroma)
pH (N:4,5-8,0)
Berat jenis (N: 1,005-1,030)
Glukosa (N: negatif)
Keton (N:negatif)

3. Kultur urine (N : kuman patogen negatif)


DAFTAR PUSTAKA

https://studylibid.com/doc/4295865/lp-eliminasi
https://pdfcookie.com/documents/laporan-pendahuluan-eliminasi-urine-3ld0e114xg24
https://docplayer.info/72152393-A-definisi-laporan-pendahuluan-eliminasi-urine-dan-fekal.html

Anda mungkin juga menyukai